PORTOFOLIO Topik: Peritonitis e.c appendicitis perforasi Tanggal (kasus): 21 November 2018 Presenter: dr. Dwi Widya Hariska Tangal presentasi: Narasumber:dr. Mutya Diah. A, Sp.A Pembimbing: dr. Agus Suprapto, S.H Tempat presentasi: Ruang diskusi RS. TK.IV Dr. Bratanata Jambi Obyektif presentasi: □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka √ □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa √ □Neonatus □ Bayi √Anak □ Remaja □Dewasa □Lansia □ Bumil □ Deskripsi: An. S (16 tahun) peritonitis e.c appendicitis perforasi □ Tujuan: Mengetahui penegakkan diagnosis, faktor resiko, dan tata laksana appendisitis akut Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka Cara membahas: √ Diskusi Data pasien: □ Riset √ Kasus □Presentasi dan diskusi □ E‐mail Nama: An. S Nama RS: RS TK.IV Dr. Bratanata Usia: 16 tahun □ Audit □ Pos No registrasi: 18.11.21 Terdaftar sejak: - Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: An. S 16 tahun datang ke IGD RS dr. Bratanata dengan keluhan nyeri nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak hari ini, frekuensi muntah ± 4 kali. Nafsu makan tidak ada. Perut terasa kembung. Pasien juga merasa demam sejak 4 hari yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak menggigil. Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. 2. Riwayat Pengobatan: (-) 3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: 4. Riwayat keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini. Page 1 5. Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi pasien lengkap BCG :+ DPT I/II/III : +/+/+ Polio : +/+/+ Hepatitis I/II/III : +/+/+ Campak :+ Daftar Pustaka: 1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta. 2. Anonim, .Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya. 3. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. McGraw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication. 4. Kartika, Dina, 2005. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta. 5. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 6. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 7. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta. 8. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’ Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004. 9. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004. 10. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001). Hasil pembelajaran: 1. Diagnosis Appendisitis perforasi 2. Patofisiologi Appendisitis perforasi 3. Penatalaksanaan Appendisitis perforasi 4. Edukasi tentang perjalanan penyakit dan penatalaksanaan yang tepat Page 2 Subyektif An. S 16 tahun datang ke IGD RS dr. Bratanata dengan keluhan nyeri nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak hari ini, frekuensi muntah ± 4 kali. Nafsu makan tidak ada. Perut terasa kembung. Pasien juga merasa demam sejak 4 hari yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak menggigil. Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Obyektif PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : composmentis Tanda vital TD :110/70 mmhg Nadi : 88 x/menit RR :22x/menit Suhu : 37,80C SPO2 : 99 % Berat badan : 45 kg Tinggi Badan : 150 cm Kepala : normocephali Mata : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, palpebra edema (-) Telinga : Normotia, sekret (-) Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), Bibir : sianosis (-) Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba pembesaran KGB, retraksi supra sternal (-), JVP meningkat Thoraks - Paru Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, sikatrik (-), retraksi sela iga (-) Palpasi : fremitus kiri = kanan Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi : suara nafas vesikuler Page 3 - Jantung Inspeksi : ictus cordis terlihat di ICS VII linea axilaris anterior sinistra Palpasi : ictus cordis teraba ICS VII linea axilaris anterior sinistra Perkusi : batas kanan linea parasternalis dextra, batas atas ICS III lineaa sternalis sinistra, dan batas kiri jantung ICS VII linea axilaris anterior sinistra Auskultasi : S1 S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-) Abdomen : soepel, hepar/lien teraba, bising usus (+) menurun, shifting dulllnes -, nyeri tekan mc burney +, nyeri lepas + , psoas sign +, defans muscular (+) Ektremitas : Akral hangat, oedem tungkai (-/-), Sianosis -/- Diagnosa kerja : peritonitis e.c appendicitis perforasi Terapi IGD : - IVFD RL 20 tpm - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g - Inj. Ranitidin 2 x 1 amp - Co dr. Sp. A di ruangan PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah (21-11-2018) Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan Hemoglobin 13.6 11-16 g/dl Hematokrit 40.8 40-45 % Leukosit 21.6 4-11 Ribu/ul Trombosit 209 150-450 Ribu/ul Eritrosit 4.56 4.5-6 Juta/ul MCV 87.5 80-100 Fl MCH 28.5 26.0-34.0 Pg MCHC 32.6 31-37 g/dl Hematologi MCV/MCH/MCHC Page 4 PDW 16.0 9-17 fl RDW-SD 44.9 35-56 fl RDW-CV 12.2 11-16 % MPV 7.1 7.2-11.2 Fl PCT 1.9 0.83-2.83 % Basofil 0.2 0-1 % Eosinofil 1.4 0.5-5 % Limfosit 4.0 20-40 % Monosit 5.3 2-8 % Netrofil 89.1 50-70 % Differential “Assessment” ANATOMI Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 315cm) dengan diameter 0,5-1 cm dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum) bertemu pada basis appendiks. Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminal. Mesenteriolum berisi a.appendikularis (cabang a.ileocolica). Orifisiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocaecal. Mesoappendiks-nya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Struktur appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Page 5 Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastik yang membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymph. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam berhubungan dengan caecum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks. Appendiks pertama kali tampak pada saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu pada bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidensi appendisitis pada usia tersebut. Pada appendiks terdapat tiga taenia coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Pada posisi yang lazim, appendiks terletak pada dinding abdomen dibawah titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilikus, titik ini terdapat sepertiga dari SIAS. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterica superior dari arteri appendicularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. Appendiks diperdarahi oleh arteri appendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami gangren. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Posisi appendiks adalah (1) retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, (2) pelvic (panggul) 31,01%, (3) subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, (4) perileal (di depan usus halus) 1% dan (5) postileal (di belakang usus halus) 0,4%. Page 6 Gambar 1. Letak dan variasi posisi apendiks Jenis posisi: Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacrum Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya retroperitoneal Antecaecal : appendiks berada di depan caecum Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas kebelakang caecum Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa. Histologis: Tunika mukosa Tunika submukosa: banyak folikel lymphoid. Tunika muskularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum longitudinale (gabungan : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus. tiga tinea coli) sebelah luar. Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum viscerale. Page 7 DEFINISI Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis yang merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Istilah appendisitis pertama kali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886 di Boston. Morton pertama kali melakukan operasi appendektomi pada tahun 1887 di Philadelphia. EPIDEMIOLOGI Segala usia dapat terkena appendisitis, akan tetapi apendisitis paling sering mengenai usia 10–30 tahun. Appendisitis lebih sering terjadi pada pria dengan perbandingan 1,3:1 (terutama pada saat pubertas). Insidensi appendisitis lebih rendah pada masyarakat dengan pola makan banyak serat. Kematian karena appendisitis meningkat pada orang tua dengan usia >70 tahun, hal ini terutama terjadi karena terlambatnya diagnosis dan terapi. Perforasi appendiks lebih banyak pada usia < 18 tahun atau > 70 tahun diperkirakan karena hal yang sama pula. ETIOLOGI Appendisitis dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus di antaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi membran mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya: 1. Faktor sumbatan (obstruksi) Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya appendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan limfoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% di antaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut di antaranya: fekalith ditemukan 40% pada kasus appendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus appendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus appendisitis akut dengan ruptur. Page 8 2. Faktor bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada appendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen appendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnansi feses dalam lumen appendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara bacteriodes fragilis dan E. coli, lalu Splanchicus, Lactobacillus, Pseudomonas, Bacteroides splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien apendisitis yaitu: Bakteri Aerob Fakultatif Basil Gram Negatif Bakteri Anaerob Basil Gram Negatif Escherichia coli Bacteroides fragilis Pseudomonas aeruginosa Fusobacterium spesies Klebsiella spesies Bacteroides lainnya Kokus Gram Positif Kokus Gram Positif Streptococcus anginosus Peptostreptococcus spesies Streptococcus spesies lainnya Enterococcus spesies Basil Gram Negatif Clostridium spesies (dikutip dari Tabel 30-1 Common Organisms Seen in Patients with Acute Appendicitis, Schwartz’s Principle of Surgery 9ed) 3. Kecenderungan familial Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi herediter dari organ appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen. 4. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Page 9 negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiaanya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko appendisitis yang lebih tinggi. PATOFISIOLOGI Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen appendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 ml dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangren atau terjadi perforasi. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendisitis perforasi. Page 10 Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate appendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesica urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. KLASIFIKASI Klasifikasi appendisitis berdasarkan klinikopatologis : o Appendisitis Akut o Appendisitis Akut Sederhana (Cataral Appendisitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa disebabkan oleh obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema Page 11 dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan. Pada appendisitis lateral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema dan tidak ada eksudat serosa. o Appendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada appendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik McBurney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. o Appendisitis Akut Ganggrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami ganggren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau kebauan atau merah kehitaman. Pada appendisitis akut ganggrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen. Appendisitis Infiltrat Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpakan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Appendisitis Abses Appendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dan sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic. Page 12 Appendisitis Perforasi Appendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Appendisitis Kronis Appendisitis kronis merupakan merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi randah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, submukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada submukosa, muskularis propia dan serosa. Pembuluh darah seros tampak dilatasi. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain 1. Nyeri abdominal Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun. 4. Obstipasi dan diare pada anak-anak. 5. Demam Terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C Page 13 Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Gejala berdasarkan klasifikasi usus buntu: 1. Apendisitis akut (mendadak) Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja. 2. Apendisitis kronik Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (istilah kesehatannya). Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul : 1. Bila letak appendiks retrocaecal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2. Bila appendiks terletak di rongga pelvis Bila appendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila appendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya. Page 14 Gejala appendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya appendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala appendisitis tidak jelas dan tidak khas. 1. Pada anak-anak Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering appendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 2.Pada orang tua berusia lanjut Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. 3. Pada wanita Gejala appendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan appendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala appendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. Gejala Appendisitis Akut Frekuensi (%) Nyeri perut 100 Anorexia 100 Mual 90 Muntah 75 Nyeri berpindah 50 Page 15 Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah 50 kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi) *-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam Tabel 1. Gejala Appendisitis Akut PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk (Hip Flexion : peningkatan mempertahankan fleksi paha dengan lutut diatas untuk kenyamanan) dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan (Dunphy sign Peningkatan nyeri perut kanan bawah saat batuk). Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. Pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi Nyeri tekan (+) Mc.Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Nyeri lepas (+) rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Defans musculer (+) rangsangan m.rektus abdominis Defens muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Rovsing sign (+) Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. Dan apabila tekanan Page 16 di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Blumberg Sign (+) Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Psoas sign (+) Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Pasien dalam posisi lateral kiri, dengan mengekstesnikan kaki kanan pada pinggang. Bila nyeri, psoas sign (+). Dasar anatomi dari ter psoas adalah apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver ini. Obturator Sign (+) Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan Page 17 apendiks terletak pada daerah hipogastrium. Dasar anatomi dari tes obturator adalah peradangan apendiks di pelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver ini. Perkusi Timpani menyebar pada seluruh abdomen, nyeri ketok (+) Auskultasi Peristaltik normal, Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus Pemeriksaan colok dubur (Rectal Touche) Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin umumnya digunakan sebagai sarana untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut dengan menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lainnya. Page 18 Pada kasus apendisitis biasanya nilai sel darah putih akan meningkat hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3, terlebih pada kasus komplikasi. Namun pada beberapa tertentu dapat dijumpai sel darah putih dengan nilai yang normal. Jika sudah terjadi peningkatan yang lebih dari nilai tersebut, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi. Pada keadaan tertentu diperlukan juga pemeriksaan rutin lainnya seperti : o Analisis urin dengan pemeriksaan mikroskopik, tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah untuk menyingkirkan kemungkinan batu uretra (hematuria), infeksi saluran kemih (piuria, bakteriuria) sebagai penyebab dari nyeri abdomen bagian bawah, terutama pada pasien lanjut usia yang disertai dengan diabetes. Tidak jarang ditemukan infeksi saluran kemih bagian bawah pada pasien wanita dengan apendisitis. o Pengukuran kadar enzim hati dalam serum dan kadar amylase untuk membantu menyingkirkan diagnosis inflamasi pada hati, kandung empedu dan pancreas, yaitu pada pasien dengan keluhan nyeri yang lebih mengarah pada mid-abdomen atau pada kwadran kanan atas. o Pengukuran kadar serum β-HCG (human chorionic gonadotropin) pada pasien wanita usia subur untuk menyingkirkan kemungkinan dari kehamilan. Pemeriksaan Radiologi Foto polos abdomen, dikerjakan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Tetapi apabila pada pasien nyeri abdomen akut ditemukan adanya fekalit setelah dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen, maka kemungkinan diagnosis apendisitisnya adalah 90%. Terdapatnya fekalit, usia (orangtua dan anak kecil), keterlambatan diagnosis , merupakan faktor yang berperan terhadap terjadinya perforasi apendiks. Page 19 Apendicolith Appendicogram, Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit. o Bisa AP, lateral, oblique o Tetapi untuk appendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan ruptur appendiks. o Gambaran: - Akut: Non filling (Tetapi bisa juga karena peristaltic sehingga kontras tidak terlihat dan berwarna hitam) - Kronik: Filling (terisi penuh), filling irregular (dinding tidak rata akibat peradangan), filling parsial, filling mouse tail Ultrasonografi, ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan kehilangan lapisan normalnya (Target sign), peningkatan echogenitas dari jaringan lemak disekitarnya, pengumpulan cairan perisekal dan gangguan motilitas. Apabila apendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi. Tidak Page 20 terlihatnya apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya appendisitis. Ultrasound juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan ovarium, tuba falopii dan uterus yang gejalanya menyerupai appendisitis. Gambar Hasil USG pada apendisitis (Target sign) CT-Scan, ditemukan bagian yang menyilang dengan appendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum. Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan scanning ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100%, serta akurasi 94 – 100%. Laparoskopi Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks. SKOR DIAGNOSTIK Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Page 21 Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Tabel Alvarado Score untuk membantu menegakkan diagnosis Gejala Tanda Laboratorium Manifestasi Adanya migrasi nyeri/nyeri berpindah Skor 1 Anoreksia Mual/muntah Nyeri RLQ/fossa iliaka kanan Nyeri lepas Febris ( > 37,5oC) Leukositosis (>10.000) Observation of hemogram (Shift to the left (segmen > 72%)) 1 1 2 1 1 2 1 Total poin 10 Keterangan Alavarado score : Dinyatakan appendisitis akut bila > 7 point Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hemogram : 1–4 : dipertimbangkan appendisitis akut 5–6 : possible appendisitis tidak perlu operasi 7–9 : appendisitis akut perlu pembedahan Penanganan berdasarkan skor Alvarado : 1–4 : observasi 5–6 : antibiotik 7 – 10 : operasi dini DIAGNOSIS BANDING 1. Gastroenteritis Page 22 Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis. 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual-muntah. 3. Ileitis akut Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan. 4. Peradangan pelvis Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. DIAGNOSIS Menentukan diagnosis appendisitis di dapatkan dari hasil anamnesa yang lengkap dan teliti, pemeriksaan fisik (gejala dan tanda) dan pemeriksaan penunjang (laboratorium, roentgen, USG, CT-Scan). PENATALAKSANAAN Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Appendiktomi Appendektomi cito : appendisitis akut, abses dan perforasi. Appendektomi elektif : appendisitis kronik. Konservatif kemudian operasi elektif untuk appendisitis infitrat. Page 23 Massa appendiks terjadi bila terjadi appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan appendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa appendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. Bila pada waktu membuka perut terdapat periappendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, appendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periappendikular infiltrat : Total bed rest posisi fowler agar pus terkumpul di cavum douglassi. Diet lunak bubur saring Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja Page 24 dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomi. Laparoskopi Sayatan dibuat sekitar 2-4 sayatan. Satu didekat pusar, yang lainnya di seputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang halus dengan kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pada pengangkatan appendiks, pembuluh darah dan bagian dari appendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat. Terapi Konservatif Bed rest total Diet rendah serat Antibiotika spektrum luas Monitor : Infiltrat, tanda2 peritonitis (perforasi), LED, Leukosit Nutrisi yang baik KOMPLIKASI Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh Suhu tubuh naik tinggi sekali. Nadi semakin cepat. Page 25 Defance Muskular yang menyeluruh Bising usus berkurang Perut distended PROGNOSIS Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi apabila apendiks tidak diangkat. Follow Up Tanggal 22/11/2018 23/11/2018 S Nyeri perut O KU : Tampak sakit sedang Kesadaran: Composmentis TD:110/70mmhg Nadi: 77 x/menit RR: 17 x/menit Suhu: 37.60C NT mcburney (+) Nyeri seluruh KU : perut Tampak sakit sedang Kesadaran: Composmentis TD:110/70 mmhg Nadi: 80 x/menit RR: 24 x/menit, Suhu: 380C Defans muskuler (+) Peristaltic menurun A P Appendisitis RL + ketorolac20 gtt/i akut Paracetamol 4x1 tablet USG Konsul dr. Willy, Sp.BA Peritonitis Pro laparotomy e.c Rujuk ke RSUD Appendisitis Raden Mattaher perforasi Page 26