Uploaded by User43411

PAPER OA[423]

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit sendi kronik degeneratif yang
tidak diketahui penyebabnya ditandai dengan menurunnya kekompakan tulang
kartilago secara bertahap. Menurut American College of Rheumatology,
osteoartritis diartikan sebagai gejala kecacatan pada integritas artikular tulang
rawan yang ditandai dengan perubahan kapsula sendi. Osteoartritis biasanya
mengenai sendi penopang berat badan (weight bearing) misalnya pada panggul,
lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan, dan
pergelangan kaki. 1
Berdasarkan National Centers for Health Statistics (NCSH), diperkirakan 15,8
juta (12%) orang dewasa antara usia 25-74 tahun mempunyai keluhan osteoartritis.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa
osteoartritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa
di kawasan Asia Tenggara.3 Osteoartritis, primer adalah radang sendi yang paling
banyak dijumpai dan umumnya adalah suatu penyakit progresif yang
memengaruhi 60% laki-laki dan 70% wanita di atas usia 65 tahun.2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi
penyakit sendi secara nasional sebesar 30,3% dan prevalensi berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan adalah 14%. Menurut provinsi, prevalensi penyakit
sendi tertinggi dijumpai di Provinsi Papua Barat (28,8%) dan terendah di Sulawesi
Barat (7,5%). Prevalensi osteoartritis di Indonesia sebesar 34,3 juta orang pada
tahun 2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007, 40% dari populasi
berada pada usia di atas 70 tahun dan 80% pasien mempunyai keterbatasan gerak
dari derajat ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya.
Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif, osteoartritis mempunyai dampak
sosioekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang.3
Prevalensi osteoartritis genu di Indonesia, mencapai 5% pada usia < 40 tahun,
30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun. Osteoartritis genu di
Indonesia mempunyai prevalensinya yang cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan
12,7% pada wanita.4
2
Osteoarthritis terdiri dari dua kelompok yaitu osteoarthritis primer dan
osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer tidak memiliki hubungan dengan
penyakit sistemik maupun perubahan lokal pada sendi.1 Osteoartritis sekunder
adalah osteoarthritis yang didasari adanya faktor patologi.
Konsep terbaru dari osteoartritis menyatakan bahwa osteoartritis tidak hanya
mengenai struktur tulang rawan sendi, tetapi juga dapat mempengaruhi komponen
sendi lainnya, seperti tulang subkondral, membran sinovium, meniskus, ligamen
maupun tendon di sekitar sendi. Oleh karena itu, imaging/pencitraan dari
osteoartritis memerlukan teknik dan modalitas yang mampu memvisualisasikan
berbagai struktur anatomi dalam sendi yang terlibat.
Pencitraan sendiri telah diketahui memiliki peran penting dalam diagnosis dan
penentuan progresivitas osteoartritis. Akhir-akhir ini terdapat peningkatan peran
dari pencitraan yakni membantu dalam memahami patogenesis osteoartritis
melalui jalur pencitraan molekuler ataupun dalam pengembangan Disease
Modifying Osteoartritis Drugs (DMOADs).5
Radiografi merupakan teknik pencitraan pertama dan berperan penting dalam
evaluasi penderita dengan dugaan osteoarthritis menunjukkan penyempitan celah
sendi yang menggambarkan tahap akhir dari osteoartritis. Ultrasonografi (USG)
dan magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat digunakan sebagai modalitas
yang valid dalam menilai perubahan struktural sendi dan mendeteksi kelainankelainan pada jaringan lunak penyusun sendi pada tahap yang lebih awal dimana
hal ini menjadi keterbatasan dari pemeriksaan radiografi.5
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan
osteoartritis. Pengobatan yang ada hingga saat ini hanya berfungsi untuk
mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi dari sendi yang terkena. Ada tiga
tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses terapi osteoarthritis yaitu untuk
mengontrol nyeri dan gejala lainnya, untuk mengatasi gangguan pada aktivitas
sehari-hari dan untuk menghambat proses penyakit. Pilihan pengobatan dapat
berupa olahraga, kontrol berat badan, perlindungan sendi, terapi fisik dan obatobatan. Bila semua pilihan terapi tersebut tidak memberikan hasil, dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pada sendi yang terkena.6
3
Prosedur pembedahan (misal osteotomi, pengangkatan sendi, penghilangan
osteofit, artroplasti parsial atau total, joint fusion) diindikasikan untuk pasien
dengan rasa sakit parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi konservatif
atau rasa sakit yang menyebabkan ketidakmampuan fungsional substansial dan
mampu memengaruhi gaya hidup. Gambaran karakteristik pasien dan pola
pengobatan oteoartritis dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan mutu
pelayanan medis terhadap pasien osteoartritis sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien.5
Sebagaimana latar belakang yang telah dipaparkan penulis di atas. Peneliti
tertarik untuk mempelajari lebih mendalam mengenai osteoartritis terutama
gambaran radiologi osteoartritis yang dapat membantu penegakan diagnosis
dalam berbagai pencitraan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi sendi lutut, vertebra, panggul, pedis dan
cruris serta tangan?
1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan osteoarthritis?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi osteoartritis?
1.2.4 Bagaimana etiopatogenesis dan faktor risiko osteoartritis?
1.2.5 Apa manifestasi klinis dan bagaimana penegakan diagnosis
osteoartritis?
1.2.6 Bagaimana gambaran radiologi osteoartritis pada radiografi,
USG, OCT dan MRI?
4
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari halhal yang terkait dengan osteoartritis dimulai dari anatomi persendian yang
terlibat, definisi, klasifikasi, etiopatogenesis, faktor risiko, manifestasi
klinis, diagnosis dan gambaran radiologi osteoartritis.
1.4 Manfaat Makalah
Manfaat pembuatan makalah ini adalah:
1.4.1 Sebagai tugas makalah untuk melengkapi kepaniteraan klinik di
departemen Radiologi.
1.4.2 Sebagai penambah wawasan mengenai osteoartritis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Sendi Lutut (Genu)
Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi yang paling unik dibandingkan
sendi- sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang
membentuk sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti pada
persendian yang lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk persendian
ini terdapat meniscus, kapsul sendi, bursa dan diskus yang memungkinkan
gerakan sendi ini menjadi luas, sendi ini juga diperkuat oleh otot-otot besar
dan berbagai ligamentum sehingga sendi menjadi kuat dan stabil. Sendi lutut
terdiri dari hubungan antara os femur dan os tibia (Tibio-Femorale Joint), os
femur dan os patella (Patella-Femorale Joint) serta os tibia dan os fibula
(tibia-fibulare proximalis joint).
7
Gambaran 2.1 Patella-Femorale Joint
Otot di sekitar lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif sekaligus
sebagai penggerak dalam aktifitas sendi lutut, otot tersebut antara lain,
musculus quadriceps femoris (vastus medialis, vastus intermedius, vastus
lateralis, rectus femoris). Keempat otot tersebut bergabung sebagai grup
ekstensor sedangkan grup fleksor terdiri dari, musculus gracilis, sartorius dan
6
semi tendinous. Gerak rotasi pada sendi lutut dilakukan oleh otot-otot grup
fleksor dan grup medial/endorotasi (musculus semi tendinosus, semi
membranosus, sartorius, gracilis dan popliteus) dan grup lateral/eksorotasi
(musculus biceps femoris dan tensor fascialata). Untuk memperkuat stabilitas
pergerakan yang terjadi pada sendi lutut maka di dalam sendi lutut terdapat
beberapa ligamen, yaitu ligamen cruciatum anterior yang berfungsi
menahan
hiperekstensi
dan
untuk
menahan bergesernya tibia ke depan
(eksorotasi). Ligamen cruciatum posterior berfungsi untuk menahan bergesernya
tibia ke arah belakang. Pada gerakan endorotasi kedua ligamen cruciatum menyatu,
yang mengakibatkan kedua permukaan sendi tertekan, sehingga saling mendekat dan
kemampuan bergerak antara tibia dan femur berkurang. Pada gerakan eksorotasi,
kedua ligamen cruciatum saling sejajar, sehingga pada posisi ini sendi kurang stabil.
Sendi lutut di sebelah medial dan lateral terdapat ligamen collateral medial
dan lateral. Ligamen collateral medial menahan gerakan valgus serta eksorotasi,
sedangkan ligamen collateral lateral hanya menahan gerakan ke arah varus. Kedua
ligamen ini menahan bergesernya tibia ke depan dari posisi fleksi lutut 90.6
Gambar 2.2 Sendi lutut bagian anterior dan posterior.
Sedangkan dalam hubungan yang simetris antara condylus femoris dan
condylus tibia dilapisi oleh meniscus dengan struktur fibrocartilage yang
7
melekat pada kapsul sendi. Meniscus medialis berbentuk seperti cincin
terbuka “C” dan meniscus lateralis berbentuk cincin “O”. Meniscus ini akan
membantu mengurangi
tekanan
femur
terhadap
tibia
dengan
cara
menyebarkan tekanan pada persendian dan menurunkan distribusi tekanan
antara kedua condylus, mengurangi gesekan selama gerakan berlangsung,
membantu kapsul sendi dan ligamentum dalam mencegah hiperekstensi lutut
dan mencegah kapsul sendi terdorong melipat masuk ke dalam sendi. Sendi
lutut juga memiliki kapsul sendi yang melekat pada tulang rawan. Membaran
sinovial melewati bagian anterior dari perlekatan ligamen cruciatum sehingga
ligamen cruciatum dikatakan intraartikuler tetapi ekstrakapsular.6
Gambar 2.3 Pencitraan knee joint, anterior view.
Gambar 2.4 Pencitraan knee joint, lateral view.
8
2.1.2 Anatomi Sendi Vertebra
Ada lima macam sendi pada columna vertebralis meliputi:
1.
Articulatio corpus vertebrae
2.
Articulatio arcus vertebra
3.
Articulatio craniovertebralis
4.
Articulatio costovertebralis
5.
Articulatio sacroiliaca.
Sendi antara corpus vertebrae merupakan amphiartrosis yaitu symphysis yang
dirancang untuk menahan berat dan kekuatan. Kedua permukaan vertebra yang
berdekatan dihubungkan oleh suatu discus intervertebralis dan ligament. Setiap
discus intervertebralis terdiri dari anulus fibrosus dibagian luar yang mengelilingi
inti yang disebut nucleus pulposus yang merupakan massa gelatin. Anulus fibrosus
merupakan lembaran-lembaran fibrocartilago yang terletak melingkar (konsentris).
Pada C3 sampai C6 terdapat tambahan articulatio pada lateral discus yang
disebut articulatio uncovertebralis. Sendi antara arcus vertebralis disebut articulatio
zygapophysialis yang merupakan synovial. Sendi antara cranium dan vertebrae
disebut articulatio atlanto-occipitalis yaitu antara facies articularis atlas dengan
condilus occipitalis. Sendi ini merupakan sendi synovial bertipe condyloid yang
bersifat poliaksial. Sendi antara atlas dan axis disebut articulatio atlanto-axialis.
Sendi ini terdiri dari tiga macam yaitu dua atlantoaxial lateralis dan satu atlantoaxial
mediana antara dens axis dengan arcus anterior atlas. Atlantoaxial mediana
merupakan trochoid (pivot) sedangakn yang atlantoaxial lateralis berupa arthroid
(luncur). Gerakan yang timbul adalah gerakan menoleh (rotasi dengan pivotnya
adalah dens axis).
9
Gambar 2.2.1: articulatio vertebra
Gambar 2.5 Anatomi os vertebrae
Gambar 2.6 Pencitraan articulatio vertebra cervicalis
10
2.1.3 Anatomi Sendi Panggul
Sendi panggul (hip joint) merupakan sendi yang penting dalam sistem
kerangka manusia. Sendi ini terletak diantara pinggul dan pangkal tulang
paha atas. Sendi panggul memiliki 2 bagian yaitu femoral (head), dan
acetabular (cup). Pada orang- orang yang menderita penyakit osteoarthritis,
tulang rawan pada sambungan sendi mengalami penipisan akibat gesekan.
Penipisan atau keausan ini akan mengakibatkan permukaan tulang rawan
sendi panggul bergelombang dan tidak rata. Selain menimbulkan rasa
sakit, gerakan sendi panggul tidak lancar, kadang- kadang berbunyi, dan
bahkan dapat menimbulkan pergeseran dari posisi normalnya. Gerakan
yang terjadi pada sendi panggul merupakan gerakan yang kompleks.7
Gambar 2.7 Anatomi sendi panggul
Anatomi tulang femur proksimal terdiri dari caput femur, collum
femur, regio trokhanter dan subtrokhanter. Pada regio trokhanter, terdapat
tiga bagian: Greater trokhanter, Linea intertrokhanter dan Lesser trokhanter.
Tulang hip (pinggul) tergolong tulang yang besar, pipih dan berbentuk
irreguler. Pinggul adalah gabungan bola dan socket sendi yang memenuhi
empat karakteristik: memiliki rongga sendi; permukaan sendi ditutupi
dengan kartilago artikular; memiliki membran sinovial yang memproduksi
cairan sinovial, dan; dikelilingi oleh kapsul ligamen. Hip adalah tulang
sendi yang berongga dan berbentuk bola yang memungkinkan kaki bagian
11
atas dapat bergerak dari depan ke belakang dan ke samping. Hip merupakan
tulang sendi yang memikul beban paling besar di tubuh. Oleh karena itu
dikelilingi oleh ligamen dan otot yang kuat.
Pada sendi coxae (hip joint) terjadi artikulasi antara caput femur
dengan acetabulum dari tulang coxae. Cup-shaped acetabulum dibentuk
oleh tulang hip (innominate) dengan kontribusi dari ilium (40%), ischium
(40%) dan pubis (20%). Seluruh caput femur ditutupi oleh kartilago
artikularis kecuali pada tempat dimana ada perlekatan ligamentum capitis
femoris (fovea capitis femoris). Kartilago artikularis ini paling tebal pada
daerah dimana mendapat tekanan berat badan paling besar. Pada acetabulum,
kartilago paling tebal ada pada anterosuperior, sedangkan pada caput femur
kartilago yang paling tebal ada pada anterolateral. Caput femur menghadap
anterosuperomedial, pada permukaan posteroinferiornya terdapat fovea.
Permukaan anterior caput femur dibatasi anteromedial terhadap arteri
femoralis oleh tendo dari otot Psoas mayor, Bursa psoas dan Kapsula
artikularis. Caput femur memiliki diameter yang berkisar antara 40 sampai
60 mm dan ditutupi oleh kartilago artikularis dengan ketebalan 4 mm pada
bagian superior serta 3 mm di bagian perifer.
Gambar 2.8 Pencitraan sendi panggul.
12
2.1.4 Anatomi Sendi Cruris dan Pedis
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial
disbanding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condylus
medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi
dengan condylus femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan
kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk
perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan
tulang-tulang tarsal dan malleolus medial. Fibula merupakan tulang tungkai
bawah yang letaknya lebih lateral disbanding dengan tibia. Di bagian
proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal,
Gambar 2.9 Anatomi os cruris.
fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan
tulang-tulang tarsal.8
13
Gambar 2.10 Anatomi pedis, lateral view
1
Gambar 2.12 Anatomi pedis, anterior view
‘
14
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula
dan di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal,
yaitu calcaneus (berperan sebagai tulang penyanggah berdiri), talus, cuboid,
navicular, dan cuneiform. Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi
dengan tarsal di proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di
Gambar 2.13 Anatomi cruris, anterior dan lateral view
tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid. Phalangs
merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3
phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di
ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.
15
Gambar 2.14 Pencitraan pedis anterior view.
Gambar 2.15 Pencitraan pedis lateral view.
16
2.1.5 Anatomi Sendi Tangan
Junctura membri superioris liberi dibagi menjadi lima, yaitu:
2.1.5.1 Articulatio humeri/ sendi bahu
Articultio humeri merupakan hubungan antara cingulum
membri superior dengan lengan atas. Sendi ini dibentuk oleh caput
humeri dan cavitas glenodale skapula. Ligamen yang memperkuat
sendi ini adalah lig. coracohumerale, lig. glenohumeralia, dan lig.
coracoacromiale.
Otot
yang
memperkuat
sendi
adalah
m.
supraspinatus, m. infraspinatus, m. bicipitis brachii caput longum, m.
teres minor, m. subcapsularis caput longum dan m. tricipitis.9
Gambar 2.16 Anatomi sendi bahu
Sendi bahu memiliki gerakan- gerakan berupa antefleksi dan
retrofleksi (aksis transversal), abduksi dan adduksi (aksis sagital),
eksorotasi dan endorotasi (aksis vertikal), dan sirkumduksi. Gerakan
hiperabduksi dihambat lig. coracoacromiale, sedangkan gerakan
hiperadduksi
retrofleksi
coracohumerale.
yang
berlebih
dihambat
oleh
lig.
17
Gambar 2.17 Pencitraan shoulder joint
Gambar 2.18 Ligamen yang berperan dalam pergerakkan shoulder joint.
18
2.1.5.2 Articulatio cubiti/ sendi siku
Sendi ini merupakan articulation composita yang dibentuk
oleh 3 tulang yaitu humerus, radius, dan ulna. Terdapat 2 sendi, yaitu
articulation humeroradialis dan humeroulnaris yang bila bekerja
bersama-sama akan membentuk sendi tipe ginglymus dengan 2 arah
gerak yaitu fleksi dan ekstensi (aksis transversal). Ligamen yang
memperkuat sendi ini adalah lig. collateral ulnare dan lig. collateral
radiale.
Gambar 2.19 Anatomi sendi siku (articulatio cubiti).
Gambar 2.20 Pencitraan sendi siku (articulatio cubiti).
19
2.1.5.3 Articulatio radioulnaris
Merupakan hubungan antara radius dan ulna yang berupa:
1. Articulatio
radioulnaris proximalis
(diarthrosis)
yang memiliki kemampuan gerak rotasi.
2. Articulatio
radioulnaris
distalis
(diarthrosis)
yang
memiliki kemampuan gerak rotasi (supinasi dan pronasi).
3. Syndesmosis radioulnaris berupa membrana interossei
(synarthrosis).
Gambar 2.21 Anatomi articulatio radioulnaris proksimal dan distal
Gambar 2.22 Gerak rotasi supinasi dan pronasi.
20
Gambar 2.23 pencitraan articulatio radioulnaris proksimal
.
2.1.5.4 Articulatio Radiocarpea
Merupakan sendi ovoid (articulatio ellipsoidea) antara os
radius dan os ulna dengan os carpal (os schapoideum, os lunatum, os
triquetum). Sendi ini diperkuat oleh lig. radiocarpeum dorsale, lig.
raadiocarpeum palmare, lig. collaterale carpi ulnare, dan lig.
collaterale carpi radiale. Gerak yang dapat dilakukan adalah
volairfleksi tangan, dorsafleksi tangan (hiperekstensi), abduksi
(radialfleksi), adduksi (ulnairfleksi), dan sirkumduksi.
2.1.5.5 Articulatio Manus
Terdiri
mediocarpea,
intermetacarpeae,
atas
articulationes
articulationes
carpometacarpea,
articulationes
articulation interphalangea.
intercarpea,
metacarpo
articulation
articulations
phalangeal,
dan
21
Gambar 2.24 Anatomi articulatio manus.
Gambar 2.25 Pencitraan articulatio radiocarpea dan manus
2.2 Fisiologi Struktural Sendi
Sendi merupakan pertemuan antara dua atau beberapa tulang dari
kerangka yang dihubungkan dengan kapsul sendi, jaringan ikat fibrosa,
ligamen, tendon, fascia, maupun otot. Sendi dibagi menjadi synarthrosis
(tidak memiliki ruang sendi) dan diarthrosis (memiliki ruang sendi).
22
Diarthrosis merupakan sendi yang memungkinkan terjadinya gerakan. Ciriciri diarthosis adalah memiliki facies articularis yang bersifat licin, facies
articularis ditutupi oleh cartilage articularis yang pada umumnya adalah
kartilago hialin, dan mempunyai capsula articularis yang membungkus
persendian. Ruangan di dalamnya disebut cavum articulare berisi cairan sinovial.
Sendi berguna menahan sejumlah beban substansial dari tulang saat melakukan
kegiatan. Otot bertindak untuk memindahkan atau menstabilkan tulang, baik
vertebra maupun ekstremitas dan menyebabkan rotasi pada aksis tubuh.
Faktor eksternal seperti tekanan dari luar diakibatkan dari beratnya barang
yang dibawa dan berat dari ekstremitas, gaya gravitasi, dan inersia dari gerakan
juga mempengaruhi gerakan dari sendi. Gaya yang dihasilkan oleh otot harus lebih
besar daripada faktor eksternal tersebut. Membran sinovial menghasilkan cairan
sinovial yang berfungsi untuk melumasi sendi dan membentuk lapisan film antara
permukaan yang berhubungan, sehingga memisahkan antar cartilage agar tidak
saling bergesekan dan dapat mendistribusikan beban yang diterima. Otot, meskipun
bukan jaringan dalam sendi berfungsi untuk menghasilkan kekuatan dalam menjaga
postur dan memindahkan ekstremitas, serta meengirimkan beban melalui tendon ke
tulang. Gerakan pada sendi terbagi menjadi osteokinetik dan arthrokinematik.
Gerakan osteokinetik adalah gerakan pada tulang, dimana gerakan tersebut diwakili
oleh perubahan sudut artikuler dan bersifat volunter. Gerakan ini terdiri dari fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi interna, dan rotasi eksterna.
1.
Fleksi
Merupakan gerakan menekuk antara tulang yang satu dengan yang lain,
menyebabkan kedua bagian mendekat. Biasanya terjadi pada permukaan anterior
tulang (kecuali pada lutut).
2.
Ekstensi
Merupakan gerakan meluruskan/menjauhkan satu tulang dengan yang lain.
Gerakan ini biasanya digunakan untuk mengembalikan bagian tubuh ke posisi
anatomis setelah telah tertekuk. Hiperekstensi adalah kelanjutan dari ekstensi di
luar kemampuan secara anatomis.
3.
Abduksi dan Adduksi
Abduksi adalah gerakan menjauh dari garis tengah tubuh, sedang adduksi
adalah gerakan menuju garis tengah. Sendi bahu dan pinggul dapat melakukan
23
gerakan abduksi dan adduksi. Pada jari tengah pada tangan dan kaki, titik acuan
untuk gerakan ini adalah jari kedua.
4.
Abduksi horizontal dan adduksi horizontal
Gerakan bahu yang tidak bisa terjadi dalam posisi anatomi. Bahu harus fleksi
atau abduksi 90° sehingga lengan sejajar dengan bahu (dan tegak lurus dengan
tanah). Dari posisi ini, gerakan bahu ke belakang adalah abduksi horizontal, dan
gerakan bahu ke depan adalah adduksi horizontal.
5.
Deviasi radial dan ulnaris
Deviasi radial adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada abduksi
pergelangan ketika tangan bergerak ke lateral, atau ke arah sisi ibu jari. Deviasi
ulnaris adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada pergelangan adduksi.
Ketika tangan bergerak ke arah medial dari posisi anatomi atau ke arah jari
kelingking, gerakan tersebut adalah deviasi ulnaris.
6.
Sirkumduksi
Merupakan sebuah gerakan melingkari; kombinasi dari gerakan fleksi,
abduksi, ekstensi dan adduksi
7.
Rotasi internal dan eksternal
Rotasi adalah gerakan tulang di sekitar sumbu longitudinal. Rotasi internal
(rotasi medial) terjadi ketika permukaan anterior melakukan rotasi ke arah dalam
menuju garis tengah. Rotasi eksternal (rotasi lateral) terjadi ketika permukaan
anterior melakukan rotasi ke arah luar, menjauhi garis tengah.
Gerakan arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi permukaan sendi,
gerakannya tidak bisa terlihat, dan tidak dibisa dikontrol. Gerakan ini merupakan
gerakan aksesori. Gerakan arthrokinematik terdiri dari gerakan:
1) Rolling
Gerakan bergulir antara satu permukaan sendi dengan yang lain.
2) Gliding (menggeser)
Gerakan linear sendi yang sejajar dengan permukaan bidang sendi yang
berdekatan
3) Spinning
Merupakan gerakan berputar/rotasi dengan sendi yang bergerak terfiksir
dengan permukaan lainnya sehingga tetap berhubungan dititik yang sama.
24
Gerakan pada sendi sebagian merupakan gabungan dari ketiga gerakan
tersebut.10
2.3
Definisi Osteoartritis
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya
penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi
ringan. Osteoartritisialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya
kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang
rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk
memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang
bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan
gerakan pada sendi.
Osteoartitis
4
(OA)
merupakan
suatu
penyakit
degeneratif
yang
mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.
Hal ini ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi,
meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari tulang didekat persendian tersebut,
pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.
2.4
6
Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis osteoartritis didasarkan pada gabungan gejala
klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak
semua pasien dengan perubahan radiografi osteoartritis mempunyai keluhan pada
sendi.
25
Pembagian osteoartritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi
osteoartritis primer yang disebut juga osteoartritis idiopatik adalah osteoartritis
yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoartritis
sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. Osteoartritis
primer lebih sering ditemukan dari pada osteoartritis sekunder.8
2.5
Etiopatogenesis
Osteoartritis merupakan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,
remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Pada OA terjadi peningkatan
degradasi dan penurunan sintesis rawan sendi. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan rawan sendi, dan membuat produk hasil degradasi
berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali respon
imun yang menyebabkan inflamasi sendi.
4
Pada OA juga terjadi peningkatan fibrinogenik dan penurunan fibrinolitik
yang menyebabkan penumpukan trombus dan kompleks lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Lalu dilepaskannya mediator inflamasi yaitu prostaglandin
dan interleukin yang menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui
mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab
rasa sakit itu juga berupa akibat dan dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan
prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau ligamentum
serta spasmus otot-otot ekstra artikular akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada
sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks
saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler
akibat statis vena intramedular karena proses remodelling pada trabekula dan
subkondrial.
4
26
2.6
Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko pada Osteoartritis yaitu:
2.6.1
Obesitas dan penyakit metabolic
Obesitas adalah salah satu faktor risiko OA paling sering. Secara
statistik perempuan memiliki Body Mass Index (BMI) diatas rata-rata
dimana kategori BMI pada perempu Asia menurut jurnal American Clinical
2
Nutrition adalah antara 24- 26,9 kg/m dan mempunyai lebih kecil jika
dibandingkan dengan perempuan Amerika dan tingkat obesitas pada wanita
3
di Amerika adalah 4% dan pda laki-laki hanya 2%. Literatur saat ini
menunjukkan bahwa, hubungan antara obesitas (BMI > 30dan OA pinggul
lebih lemah daripada OA lutut. Data terbaru menunjukkan bahwa OA
dikaitkan
dengan
sindrom
metabolik,
menunjukkan
kemungkinan
mekanisme patogenik yang melibatkan kelainan metabolik dan peradangan
sistemik. Dalam sebuah penelitian menggunakan data NHANES III, ada
peningkatan risiko sebesar 5,26 kali lipat sindrom metabolik pada individu
1
dengan OA pada usia 43,8 tahun (usia rata-rata populasi penelitian).
Hal ini juga kemungkinan bahwa penyakit vaskular dapat memulai
dan mempercepat perkembangan penyakit di OA. Ini bisa disebabkan oleh
oklusi vena, stasis atau microemboli yang menyebabkan reduksi episodik
dalam aliran darah melalui pembuluh darah kecil di dalam tulang
subchondral. Iskemia subkondral selanjutnya dapat mengurangi pengiriman
nutrisi dan pertukaran gas ke tulang rawan artikular sebagai tambahan untuk
mengarahkan efek merusak pada tulang itu sendiri. Selanjutnya, individu
dengan Osteoartritis memiliki risiko lebih besar tidak aktif secara fisik dan
penggunaan obat analgesik, seperti NSAID, yang meningkatkan risiko
1
penyakit kardiovaskular.
27
2.6.2
Umur
Prevalensi dan kejadian OA meningkat secara drastis dengan usia. Di
Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30 % mencapai
2
usia 40-60 tahun, dan 65% paa usia >61 tahun. Terdapat efek penuaan pada
komponen sistem musculoskeletal seperti kartilago artikular, tulang, dan
jaringan yang memungkinkan meningkatnya osteoartritis.
3
Selanjutnya,
mekanisme seluler dasar yang menjaga homeostasis jaringan menurun
seiring penuaan, menyebabkan tidak adekuatnya respon terhadap stres atau
cedera sendi.
2.6.3
1
Jenis Kelamin
Kejadian OA lebih tinggi pada wanita daripada pria dan pada
wanita yang meningkat pada masa menopause. Pada perempuan menopause,
akan terjadi penumpukan lemak terutama pada sendi bagian bawah dan
menyebabkan peningkatan beban pada sendi.
3
Temuan terakhir telah
menyebabkan para peneliti untuk berhipotesis bahwa faktor hormonal dapat
berperan dalam perkembangan OA, namun hasil penelitian klinis dan
1
epidemiologi belum menguatkan secara universal. Pada wanita lebih sering
terkena OA lutut dan OA banyak sendi dan lelaki lebih sering terkena OA
paha, pergelangan, tangan dan leher.
2.6.4
4
Ras dan Etnis
OA pada pinggul dan tangan jarang terjadi di kalangan orang Cina
dalam Studi OsteoartritisBeijing daripada orang kulit putih dalam Studi
Framingham, namun pada OA lutut, wanita Cina memiliki prevalensi yang
lebih tinggi.
1
Hasil dari Proyek Osteoartritis Johnston County telah
menunjukkan bahwa prevalensi OA pinggul pada wanita Afrika Amerika
serupa dengan wanita kulit putih, namun sedikit lebih tinggi pada pria
Afrika Amerika dibanding pria kulit putih.
2.6.5
1
Merokok
Penelitian yang dilakukan pada 1980 menunjukkan bahwa merokok
punya efek protektif terhadap kejadian OA. Sejak saat itu, banyak penelitian
5
yang dilakukan untuk menentukan efek merokok pada OA. Penelitian
28
terkait sejak 1980 tidak dapat mengkonfirmasi atau mendukung penemuan
bahwa efek protektif terhadap terjadinya OA. Pada penelitin cross-sectional
dengan 522 pasien menunjukkan bahwa tidak ada efek pada prevalensi OA
5
tetapi merokok menurunkan tanda klinis Herbeden’s Node pada pasien.
2.6.6
Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengn pemakaian satu sendi yang terus
menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan
peningkatan resiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga
yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan resiko OA yang
4
lebih tinggi. Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA
masih menjadi pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi
predisposisi
OA,
cedera
traumatik
(misalnya
robeknya
meniscus,
ketidakstabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi. Meskipun demikian
beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi
pada orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan
dengan perkembangan dan beratnya OA.
2.6.7
4
Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA, misalnya pada
ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal
terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering daripada ibu dan anak
4
perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi gen prokolagen
II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial OA tertentu.
29
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala khas yang muncul adalah nyeri yang melibatkan satu atau
beberapa sendi mulai terjadi selama beraktivitas serta menghilang dengan
beristirahat.
Beberapa
kasus
yang
khususnya
melibatkan
sendi
interphalangeal (IP), pasien dapat merasakan perubahan bentuk, seperti
ketinggian tulang, sebelum mengalami nyeri. Persendian yang paling sering
terlibat termasuk IP distal, IP proksimal, karpal-metakarpal pertama, lutut,
pinggul dan tulang belakang.9 Kartilago sendi tidak memiliki persyarafan,
nyeri dapat berasal dari struktur lain.10
Tabel 2.1 Penyebab nyeri sendi pada pasien osteoartritis 10
Sumber
Mekanisme
Sinovium
Peradangan
Tulang subkhondrial
Hipertensi medularis, mikrofraktur
Osteofit
Peregangan ujung syaraf periosteum
Ligamentum
Peregangan
Kapsul
Peradangan dan distensi
Otot
Kejang
Saat pagi hari atau setelah tidak beraktivitas
sering terjadi kekakuan sendi. Osteoartritis tidak
dihubungkan dengan tanda sistemik atau gejala
inflamasi karenanya, tidak ada kekakuan di pagi
hari yang signifikan atau lama. Osteofit sering
terjadi secara klinis sebagai pembesaran tulang
pada tepi sendi. Hal ini dapat menyebabkan nyeri,
eritema pada kulit dan terganggunya pergerakan
tulang normal.11
Osteoartritis primer mengenai beberapa
sendi terutama sendi lutut, panggul, tulang
belakang (facet/sendi apofiseal vertebra cervical
Gambar 2.26 Lokasi Predileksi
Osteoartritis
dan lumbal), carpometacarpal I joint, proximal
interphalangeal joint dan distal interphalangeal
joint.12
30
Bila progresifitas OA terus berlangsung terutama setelah terjadi reaksi
radang (sinovitis) nyeri akan terasa saat istirahat. Sedangkan istirahat ataupun
immobilisasi yang lama dapat menimbulkan efek-efek pada jaringan ikat dan
kekuatan penunjang sendi.13
Gejala klinis pada osteoartritis di antaranya :
1.
Nyeri umumnya merupakan gejala yang membuat pasien datang ke
dokter untuk diperiksa. Nyeri dapat terasa menyebar, atau bahkan dapat
teralihkan ke lokasi yang jauh dari lokasi predileksi yang sesungguhnya
(nyeri lutut oleh karena OA yang terjadi pada pinggul). Nyeri muncul
perlahan- lahan dan diperparah oleh kerja. Nyeri akan terasa berkurang
dengan istirahat, namun seiring dengan berjalannya waktu, istirahat tidak
terasa cukup untuk mengurangi nyeri.
2.
Kekakuan sering ditemukan yang biasanya terjadi setelah beberapa saat
pasien tidak melakukan kegiatan apapun. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu kekakuan ini akan terasa menetap dan progresif.
3.
Pembengkakan dapat terjadi secara terus menerus (dengan penebalan
kapsular atau dengan adanya osteofit
4.
Deformitas dapat terjadi oleh karena adanya kontraktur kapsular atau
instabilitas sendi.
5.
Hilangnya fungsi (fungsiolaesa) merupakan gejala yang paling
dikeluhkan oleh pasien. Biasanya pasien mengeluhkan gait yang tidak
sempurna dan cenderung terpincang, kesulitan untuk menaiki tangga,
kesulitan untuk berjalan jauh, atau ketidakmampuan progresif untuk
menjalani aktivitas sehari- hari.14
2.8 Diagnosis
Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat
penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan
radiologi.12
2.8.1 Anamnesa
1. Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
2. Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30
menit, bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan
31
hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan
pada kulit)
3. Tidak disertai gejala sistemik
4. Nyeri sendi saat beraktivitas
5. Sendi yang sering terkena:
a. Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), proksimal
interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP).
b. Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain:
lutut, vertebra servikal dan lumbal serta pelvis.12
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
1. BMI
2. Gaya berjalan
3. Adanya kelemahan/atrofi otot
4. Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi
5. Lingkup gerak sendi (ROM)
6. Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
7. Krepitus
8. Deformitas/bentuk sendi berubah
9. Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
10. Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
11. Penonjolan tulang (nodul bouchard’s dan heberden’s)
12. Pembengkakan jaringan lunak
13. Instabilitas sendi 12
Diagnosis klinis osteoartritis berfokus pada enam gejala klinis dan tanda
tanda berikut :
1. Nyeri persisten lutut
2. Kekakuan lutut terbatas (<30 menit)
3. Penurunan fungsi, gerakan terbatas
4. Krepitus
5. Enlargement tulang.15
32
2.8.3 Pemeriksaan penunjang
2.8.3.1 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis
lain dan monitor terapi. Pemeriksaan laboratorium spesifik dapat
membantu mengetahui penyakit yang mendasari osteoartritis
sekunder. Sebaliknya osteoartritis primer bukan penyakit sistemik
maka lanjut endap darah, penentuan kimia serum, hitung darah dan
urinalisis memberikan hasil yang normal.10
2.8.3.2 Pemeriksaan radiologis
Selama hampir setengah abad setelah ditemukannya sinar
X oleh Roentgen pada tahun 1895, pencitraan radiologi didasarkan
terutama pada foto roentgen tanpa bahan kontras dan dengan bahan
kontras. Gambaran terbentuk setelah sinar X yang dilemahkan
menembus tubuh.16
Setengah abad belakangan ini, radiologi diagnostik telah
mengalami perubahan dan perkembangan dramatis. Angiografi
konvensional, kedokteran nuklir, ultrasonografi, dan computed
tomography (CT) dikembangkan antara tahun 1950 dan 1970.
Magnetic resonance
imaging (MRI), radiologi intervensi dan
positron emission tomography (PET) dikembangkan kemudian.
Radiologi konvensional termasuk radiografi dengan bahan kontras
dan CT, menggunakan radiasi pengion yang dibuat dari sinar-x.
Kedokteran nuklir menggunakan radiasi pengion yaitu dipancarkan
dari zat-zat radioaktif yang disuntikkan atau dicerna di berbagai
bagian tubuh. Modalitas ultrasonografi dan MRI masing-masing
menggunakan gelombang suara dan medan magnet yang bukan
radiasi pengion. 16
Sinar X adalah sekumpulan energi elektromagnetik diskrit
yang disebut foton. Sejenis dengan bentuk energi elektromagnetik
yang lain seperti cahaya, ultraviolet, gelombang radio ataupun
sinar gamma. Berbagai bentuk energi elektromagnetik hanya
berbeda dari segi frekuensi (atau panjang gelombang). 16
33
Sifat-sifat sinar X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu :
1. Daya tembus
Makin tinggi tegangan tabung (besarnya KV) yang
digunakan, makin besar daya tembusnya.
2. Pertebaran
Berkas tersebut akan bertebaran ke segala jurusan,
menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada
bahan/zat yang dilaluinya.
3. Penyerapan
Sinar X dalam radiografi diserap sesuai dengan berat
atom atau kepadatan bahan/zat tersebut.
4. Efek fotografi
Sinar X dapat menhitamkan emulsi film setelah
diproses secara kimiawi di kamar gelap.
5. Pendar flour (fluoresensi)
Sinar
X
menyebabkan
bahan-bahan
tertentu
memendarkan cahaya.
6. Ionisasi
Efek primer sinar X akan menimbulkan ionisasi
partikel-partikel bahan atau zat tersebut.
7. Efek biologik
Sinar X dapat menimbulkan perubahan-perubahan
biologik pada jaringan.17
Radiasi elektromagnetik dihasilkan dengan berbagai cara.
Salah satunya adalah percepatan dan perlambatan elektron.
Pembuatan sinar X diperlukan sebuah tabung roentgen hampa
udara di mana terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan
kecepatan tinggi pada suatu target. Energi elektron sebagian besar
diubah menjadi panas (99%) dan sebagian kecil (1%) diubah
menjadi sinar X. 17
34
Jenis pemeriksaan dengan sinar X ada 2 macam yaitu :
1. Pemeriksaan sinar tembus (fluoroskopi)
Pemeriksaan radiologi secara langsung dapat melihat
dan mempelajari alat-alat dalam tubuh yang bergerak.
2. Pemeriksaan foto roentgen (radiografi)
Untuk pembuatan foto roentgen diperlukan18:
1. Perlengkapan untuk membuat radiografi
Perlengkapan terdiri atas:
1. Film roentgen
2. Intensifying screen
3. Kaset
4. Grid
5. Alat-alat fiksasi
6. Alat-alat pelindung (proteksi)
7. Marker (tanda atau kode)
2. Jenis pemeriksaan dan posisi pemotretan
1) Jenis pemeriksaan:
a. Pemeriksaan roentgen dasar
1. Pemeriksaan roentgen tanpa kontras seperti
pemotretan
toraks,
tulang-tulang
kepala,
tualng-tulang dada, tulang-tulang belakang,
tulang panggul, tulang-tulang tangan dan
kaki.
2. Pemeriksaan roentgen dengan bahan kontras
seperti :
- Pemeriksaan esofagus
- Pemeriksaan lambung duodenum
- Pemeriksaan jejenum – ileum
- Pemeriksaan kolon
- Pemeriksaan sistem traktus urinarius
- Pemeriksaan sistem traktur biliaris
35
b. Pemeriksaan
roentgen
pemeriksaan
khusus,
arteriografi,
termasuk
flebografi,
angiokardiografi, embolisasi, ventrikulografi dan
lain-lain.
2) Posisi pemotretan
Pengaturan posisi pasien sewaktu dipotret agar
diperoleh gambaran organ yang dikehendaki
secara optimal.
3. Pengetahuan pesawat roentgen
Hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Faktor eksposi
Faktor eksposi ada dua yaitu besaran kilovoltage
(KV) dan miliampere seconde (MAS), nilainya
sangat bervariasi bergantung pada berbagai hal,
antara lain:
- Ketebalan objek atau pasien yang difoto
- Kelainan
diperian
patologis
yang
akan
diperiksa
- Perlu diperhatikan waktu eksposi pada objek
yang
selalu
bergerak,
oragn
yang
pergerakannya tidak dapat dikontrol, anak
kecil dan lain-lain.
2. Jarak pemotretan
a)
Jarak fokus ke film
b)
Jarak objek ke film
c)
Jarak fokus ke objek
4. Pengetahuan kamar gelap
Kamar gelap harus memenuhi syarat-syarat, antara
lain :
1.
Ukuran harus memadai dan proporsional dengan
kapasitas dan beban kerja.
36
2.
Terlindung dari radiasi, sinar matahari dan
bahan-bahan kimia lain selain larutan untuk
pengolahan foto.
3.
Sirkulasi dan suhu udara yang baik sekitar 1620º C.
4.
Air yang bersih.
5.
Dinding dan laintai yang tahan keropos.
6.
Kelengkapan
alat-alat
kamr
gelap
yang
memadai
7.
Lampu kamar gelap (safe light) yang aman dan
tidak bocor.
5. Proses terjadinya gambaran radiografi
1. Gambaran laten (pada film radiografi)
a) Apabila objek yang kerapatannya tinggi, bila
ditembus sinar X maka intensifying screen
memendarkan
fluoresensi
sedikit
sekali
bahkan hampir tidak ada. Akibatnya perak
halogen hampir tidak mengalami perubahan.
b) Apabila objek yang kerapatannya nrendah,
fluoresensi tinggi, maka terjadi perubahan
pada perak halogen.
2. Gambaran tampak
Gambaran tampak terjadi setelah film sinar X
dibangkitkan pada larutan pembangkit.
Berdasarkan mudah tidaknya ditembus sinar X, maka
bagian tubuh dibedakan atas :
1.
Radiolusen (hitam) : Gas dan udara
2.
Radiolusen sedang : Jaringan lemak
3.
Keputih-putihan : jaringan ikat, otot, darah, kartilago, epitel,
batu kolesterol dan batu asam urat.
4.
Radioopak : Tulang dan garam kalsium
5.
Radioopak (putih) : logam-logam berat.
37
Radiografi berguna terutama untuk penilaian struktur tulang
sementara OCT digunakan untuk mengevaluasi tulang rawan artikular
dan US digunakan mengevaluasi ligamen dan sinovium. MRI
memungkinkan visualisasi dari semua struktur intraartikular meskipun
US atau OCT mungkin prefensial dalam beberapa keadaan.19
I.
Gambaran radiografi pada pasien osteoartritis
Osteoartritis dulunya hanya
didiagnosis dengan roentgen yang
menunjukkan lebarnya celah sendi dan osteofit. Akhir-akhir ini terdapat
modalitas tambahan seperti MRI, ultrasound (US) dan optical coherence
tomography (OCT) membantu diagnosis dan terapi OA dengan mempertajam
gambaran jaringan lunak. 19
Pada praktiknya, pencitraan sendi secara umum lebih memberikan
informasi tambahan daripada informasi diagnostik. Meskipun osteoartritis
memiliki gambaran radiografi yang khas, namun radiografi juga digunakan
untuk menentukan progresi struktur atau untuk menyingkirkan penyebab lain
dari nyeri. Sebagai tambahan, tidak adanya temuan radiografi yang khas dari
osteoartritis, tidak menyingkirkan diagnosis karena kartilago gambarannya
radiolusen dan perubahan tulang dapat tidak muncul pada awal penyakit.
Gambaran radiografi sendi yang mendukung diagnosis osteoartritis adalah :
1.
Penyempitan celah sendi
2.
Peningkatan densitas (sklerosis) pada tulang subkondral
3.
Kista tulang
4.
Osteofit pada pinggir sendi
5.
Perubahan struktur anatomi sendi20
20
38
Tabel 2.2 Klasifikasi radiografi osteoartritis menurut kriteria Kellgren-Lawrence21
Derajat
Klasifikasi
0
Normal
Gambaran Radiografis
Tidak
ada
gambaran
radiografis yang abnormal
1
Meragukan
2
Minimal
Terdapat sedikit osteofit
Terdapat osteofit pada dua
tempat
dengan
subkondral,
normal,
sklerosis
celah
sendi
terdapat
kista
subkondral
3
Sedang
Terdapat osteofit sedang,
terdapat
garis
deformitas
tulang
pada
terdapat
penyempitan celah sendi
4
Berat
Terdapat banyak osteofit,
tidak
ada
celah
sendi,
terdapat kista subkondral
dan sklerosis
A. Osteoartritis Lutut
Radiografi lutut merupakan metode pencitraan sendi lutut yang
sederhana dan murah, tetapi memiliki keterbatasan dalam menunjukkan tahap
awal OA maupun kelainan pada jaringan lunak sendi lutut seperti inflamasi
sinovium maupun kelainan pada meniskus. Radiografi digunakan secara rutin
pada klinis praktis untuk mengkonfirmasi diagnosis OA lutut.22
Definisi radiografik pada OA lutut terutama didasarkan pada adanya
osteofit dan penyempitan celah sendi. Osteofit dianggap spesifik pada OA
dan timbul lebih awal daripada penyempitan celah sendi. Sedangkan
progresivitas dari penyempitan celah sendi pada umumnya menggunakan
kriteria penilaian untuk menentukan progresivitas OA.23
Sendi lutut merupakan sendi kompleks yang terdiri dari tiga
kompartemen yaitu femorotibia medial, femorotibia lateral dan femoropatela.
Masing-masing kompartemen dapat mengalami proses OA. Penyempitan
39
celah sendi femorotibia medial dan lateral dinilai menggunakan radiografi
lutut proyeksi anterior-posterior (AP) atau posterioranterior (PA).24
Dari berbagai manifestasi radiografik OA lutut, lebar celah sendi
dianggap sebagai representasi dari ketebalan tulang rawan. Metode
pengukuran celah sendi dapat dilakukan secara manual menggunakan kaliper
atau penggaris maupun secara semiotomatis menggunakan perangkat lunak
komputer . Beattie dkk memperoleh rerata nilai normal lebar celah sendi pada
lutut perempuan sehat sebesar 4,8 mm (dengan simpangan baku 0,7 mm) dan
pada laki-laki sehat sebesar 5,7 mm (dengan simpangan baku 0,8 mm).
Karena tulang rawan sendi merupakan struktur yang radiolusen secara
radiografik, adanya kehilangan ketebalan tulang rawan sendi secara teoritis
dapat dideteksi apabila terjadi pengurangan jarak antar permukaan tulang
dalam suatu kurun waktu.25
Hal yang seringkali menjadi kendala dalam evaluasi radiografi lutut
adalah menentukan penyempitan sendi lutut yang sebenarnya merupakan
struktur tiga dimensi, harus dapat tervisualisasi hanya dengan proyeksi dua
dimensi dari radiografi polos. Seperti diketahui terdapat berbagai protokol
radiografi lutut dalam menilai celah sendi pada OA lutut. Terdapat
variabilitas dalam memposisikan sendi pada masing-masing protokol,
sehingga dapat diperoleh lebar celah sendi yang berbeda-beda.26
Adapun komponen penting dalam kriteria radiografi lutut untuk menilai
penyempitan celah sendi adalah alignment antara tepi anterior dan posterior
plateau tibia, yang diharapkan saling menyatu dengan jarak antara tepi anterior
dan posterior plateau tibia yang seminimal mungkin. Suatu radiografi lutut
dinyatakan baik dalam memvisualisasikan celah sendi apabila terjadi
superimposisi dari tepi anterior dan posterior plateau tibia (jarak antara tepi
anterior dan posterior plateau tibia <1,5 mm).24
40
Gambar 2.27 Alignment plateau tibia medialis pada radiografi lutut. (A) Contoh
gambaran alignment yang baik dari plateau tibia medialis, dimana terjadi
superimposisi dari tepi anterior dan posterior plateau tibia. (B) Contoh gambaran
alignment yang kurang baik dari plateau tibia medialis, dimana terdapat separasi
tepi anterior dan posterior plateau tibia yang cukup jauh ( > 1,5 mm). 24
Terdapat berbagai protokol pemeriksaan radiografi lutut untuk mengevaluasi
kondisi celah sendi. Protokol konvensional berupa radiografi dengan posisi
anteroposterior (AP) dalam posisi weight-bearing/ menyangga tubuh dalam posisi
lutut ekstensi, serta proyeksi lateral dari lutut merupakan tehnik yang umum
digunakan dan umum dilakukan untuk diagnostik.24
Protokol radiografi posisi lutut (dengan derajat fleksi sendi lutut yang
reprodusibel) menggunakan bantuan fluoroskopi lebih dianjurkan dalam
pembuatan radiografi lutut yang baik. Posisi lutut fleksi juga direkomendasikan
untuk mengevaluasi progresivitas penyempitan celah sendi lutut pada OA.
Protokol lutut fleksi (flexed knee protocol) bisa dilakukan dengan menggunakan
fluoroskopi (protokol semi-flexed dan Lyon-Schuss). Pada proyeksi AP
semifleksi, derajat fleksi lutut ditentukan dengan bantuan fluoroskopi, yaitu
sekitar 7º-10º, dengan arah sinar-X horisontal (Conrozier dkk, 2004). Protokol
Lyon-Schuss adalah protokol radiografi lutut posisi fleksi, proyeksi PA, dimana
penentuan arah sinar-X dengan bantuan fluoroskopi. Penyudutan sinar-X pada
protokol ini tidak selalu sama, melainkan disesuaikan dengan alignment dari
plateau tibia medialis setiap pasien. Pada protokol ini posisi paha, patella dan
pelvis penderita menempel pada kaset dan sebidang dengan ujung dari ibu jari,
sehingga menghasilkan posisi lutut fleksi sekitar 20º -30º.29
41
Gambar 2.28 Protokol radiografi lutut dengan bantuan fluoroskopi (A)
Protokol semifleksi AP, (B) Protokol Lyon Schuss.26
Pada sebagian besar penderita OA lutut, aspek posterior kondilus medialis
femur merupakan tempat destruksi tulang rawan yang maksimal. Pada protokol
Lyon Schuss, sudut fleksi sendi lutut adalah yang terbesar, sekitar 20º -30º,
sehingga akan menempatkan aspek posterior dari kondilus medialis femur
dalam posisi kontak dengan plateau tibia. Inilah yang menjadi alasan mengapa
radiografi dalam posisi lutut fleksi memberikan sensitivitas yang lebih besar
dalam menggambarkan perubahan celah sendi dibandingkan dengan posisi
lutut ekstensi. Penggunaan fluoroskopi sangat membantu dalam penyesuaian
sudut sinar-X maupun besarnya fleksi sendi lutut untuk memperoleh visualisasi
terbaik dari celah sendi agar menyerupai kondisi yang sebenarnya. Tetapi,
kelemahan dari protokol yang menggunakan fluoroskopi adalah terbatasnya
ketersediaan peralatan dan lebih besarnya radiasi terhadap penderita. 23
42
Gambar 2.29 Diagram perbedaan posisi lutut ekstensi dan fleksi pada
pembuatan radiograf lutut. Pada posisi ekstensi, penipisan maksimum dari
tulang rawan yang sebagian terjadi pada aspek posterior kondilus medialis
femur tidak berada dalam posisi kontak dengan tibia. Pada posisi lutut fleksi
20º-30º, aspek posterior kondilus femur akan berada pada posisi menyangga
beban dan jarak antar tulang akan menjadi lebih sempit apabila terdapat
penipisan tulang rawan di daerah tersebut. 26
B. Osteoartritis Hip joint
Pemeriksaan radiografi anteroposterior hip joint menunjukkan tidak ada
perbedaan penyempitan celah sendi secara statistik dengan perbedaan posisi
pasien (supine ataupun erect). Jarak antara fokus dan film adalah 120 cm
dengan foto roentgen pada pelvis termasuk kedua sendi panggul yang
pusatnya 3 cm di atas sympisis pubis serta betis paralel dengan patella dengan
posisi erect.28
Lebar celah sendi diukur pada bagian atas sendi yang menahan beban
berdasarkan jarak terpendek antara caput femoral dan acetabulum yang
diukur dari tiga lokasi yaitu: batas lateral dan medial garis sklerosis
subkondral dan sepanjang garis vertikal melalui pusat dari caput femoral.
Lebar celah sendi minimal yang digunakan untuk mendiagnosis osteoartritis.
Definisi osteoartritis adalah lebar celah sendi minimal < 2 mm. 28
43
Pengukuran celah sendi sudah sesuai dengan gradasi berdasarkan penilaian
visual global. Klasifikasi lebar celah sendi/joint space width (JSW) lebih
banyak digunakan karena lebih sederhana dan cepat sehingga menjadi metode
pilihan terutama pada Development dysplasia of the Hip (DDH) dimana
lokasi yang paling sering adalah bagian atas sendi yang menahan beban.
Lebar celah sendi yang minim berhubungan erat dengan angka kejadian nyeri
dibandingkan klasifikasi Kellgren & Lawrence dan Croft. 28
C. Osteoartritis hand
Os phalangeal memiliki berbagai orientasi dengan mengacu pada sumbu
horizontal. Pada satu tangan terlibat 16 area yang sering terkena osteoartritis
yaitu jari ke-2 sampai ke-5 interphalangeal distal dan proksimal dengan
mengunakan metode selected square dalam menentukan region of interest
(ROI). Pemilihan ROI dilakukan dengan 4 tahapan:
1. Segmentasi sinar X ke telapak dan punggung tangan
2. Mengidentifikasi jari tangan ke-2 dan ke-5
3. Melokalisir area distal phalanges head dan DIP serta PIP dan
metacarpophalangeal (MCP) joints.
4. Menentukan lokasi ROI diatas dan dibawah DIP dan PIP
Metode radiografi os phalang ini telah terbukti keakuratannya dan
reliabilitasnya dalam menentukan ROI (SI≥0.7) (2). 29
Gambar 2.30 ROI dengan metode selected square pada radiografi
the phalanges of the hand 29
44
D. Osteoartritis Spinal
Osteoartritis spinal melibatkan facet joint atau juga disebut fovea costalis
inferior pada columna vertebralis. Tanda-tanda radiografi yang khas adalah
gambaran degeneratif dan proliferasi termasuk penyempitan celah sendi, erosi
tulang subartikular, kista subkondral, pembentukan osteofit dan hipertrofi
processus artikularis. Umumnya penggunaan sistem grading radiografi hanya
untuk osteoartritis facet joint vertebra cervical dan lumbal dengan skala
ordinal berdasarkan kombinasi berbagai gambaran radiografi.30
Tabel 2.3 Sistem grading pada Osteoartritis Facet Joint*30
*Semua skala mempunyai 4 grade yang diaplikasikan dengan kombinasi
berbagai gambaran radiografi.
Radiografi konvensional adalah teknik
pencitraan yang berguna untuk skrining
osteoartritis facet joint kurang sensitif
dibandingkan
CT.
Sinar
X
dapat
menunjukkan jika hilangnya celah sendi
antara vertebra mengindikasikan adanya
penipisan
diskus
intervertebralis.
Gambaran radiografi kadang-kadang juga
menunjukkan adanya osteofit pada fovea
costalis, sebagai suatu tanda adanya
kompensasi terhadap kehilangan kartilgo
Gambar 2.31 OA vertebra cervical30
dengan
baru31.
adanya
pertumbuhan
tulang
45
Klasifikasi diagnosis osteoartritis berdasarkan kriteria American
College of Rheumatology (ACR).21
1. Kriteria diagnosis osteoartritis lutut
I. Berdasarkan kriteria klinis:
Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:
1. krepitus saat gerakan aktif
2. kaku sendi < 30 menit
3. umur > 50 tahun
4. pembesaran tulang sendi lutut
5. nyeri tekan tepi tulang
6. tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
II. Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis:
Nyeri sendi lutut dan adanya osteofit dan paling sedikit 1 dari 3
kriteria di bawah ini:
1. kaku sendi <30 menit
2. umur > 50 tahun
3. krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
III. Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini:
1. Usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus pada gerakan aktif
4. Nyeri tekan tepi tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. Analisis cairan sinovium sesuai OA
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
46
Deraj ‘at I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Gambar 2.32 Osteoartritis pada lutut21
2.
Kriteria diagnosis osteoartritis tangan
Berdasarkan klinis:
Nyeri, ngilu atau kaku pada tangan dan paling sedikit 3 dari 4
kriteria di bawah ini:
1. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi-sendi
tangan di bawah ini:
- Sendi distal interfalang ke-2 dan ke-3
- Sendi proksimal interfalang ke-2 dan ke-3
- dan sendi pertama karpometakarpofalang kedua tangan
2. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi distal
interfalang
3. Kurang dari 3 pembengkakan sendi metakarpalfalang
4. Deformitas sedikitnya pada 1 dari 10 sendi-sendi tangan pada
kriteria di atas.
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 98%.
47
Gambar 2.33 Osteoartritis pada
interphalangeal21
3.
Kriteria diagnosis osteoartritis panggul
I. Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit salah 1 dari 2
kelompok kriteria di bawah ini:
1. Rotasi internal sendi panggul < 15º disertai LED ≤ 45 mm/jam
atau fleksi sendi panggul ≤ 115º (jika LED sulit dilakukan)
2. Rotasi internal sendi panggul ≥ 15º disertai nyeri yang terkait
pergerakan rotasi internal sendi panggul, kekakuan sendi
panggul pagi hari ≤ 60 menit dan usia > 50 tahun
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.
48
II. Berdasarkan kriteria klinis, laboratoris dan radiologis:
Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit 2 dari 3
kriteria di bawah ini:
1.
LED < 20 mm pada jam pertama
2.
Osteofit pada femoral dan atau asetabular pada
gambaran radiologis
3.
Penyempitan celah sendi secara radiologis (superior,
axial dan atau medial)
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.
Gambar 2.34 Osteoartritis pada hip joint21
49
II.
Gambaran USG pada Osteoartritis
1. Definisi
Ultrasonografi (USG) merupakan suatu alat diagnostik noninvasive
dengan menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz
(20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh.
Tetapi yang dimanfaatkan dalam teknik ultrasonografi (kedokteran) hanya
gelombang suara dengan frekuensi 1-10Mhz.
2. Prinsip Kerja Ultrasonografi
Menurut snelius ada beberapa konsep dasar tentang gelombang suara,
dimana gelombang yang datang akan dapat mengalami beberapa
kejadian, yaitu:
a.
Gelombang yang datang tegak lurus dengan bidang tertentu maka
akan dipantulkan tegak lurus pula, tetapi bila membentuk sudut
tertentu (Sudut datang), akan dipantulkan dengan besar sudut keluar
sama dengan sudut dating
b. Dalam bidang yang berlapis, gelombang akan diteruskan (dihambat).
Semakin dalam lapisan, intensitas gelombang makin kecil, sehingga
untuk
mendapatkan
intensitas
yang
stabil/tetap
diperlukan
amplifikasi tiap lapisan.
c.
Gelombang akan dibiaskan/dihambat dengan sudut bias tertentu.
d. Gelombang dapat dihambat 100%. Apabila gelombang mengenai
benda/organ keras, maka gelombang dihambat 100% sehingga pada
permukaan benda akan tampak lengkung (arch sign) dan memberi
gambaran posterior acoustic shadow pada bagian belakang benda
tersebut.
3. Terminologi pada USG
1) Putih (hyperechoic/hyperechoigenic): tulang, otot padat
2) Abu-abu (hypoechoic): hepar, otak, uterus, ren
3) Hitam (anechoic/anechoigenic): cairan dan sejenisnya.
30
50
4. Display Mode’s
Echo dalam jaringan dapat diperlihatkan dalam bentuk :
1) Mode A : Dalam sistem ini, gambar yang berupa defleksi vertikal
pada osiloskop. Besar amplitudo setiap defleksi sesuai dengan
energy eko yang diterima transducer ( Untuk mendeteksi objek yang
diam, dan probe dalam keadaan diam).
2) Mode B : Pada layar monitor (screen) eko nampak sebagai suatu titik
dan garis terang dan gelapnya bergantung pada intensitas eko yang
dipantulkan dengan sistem ini maka diperoleh gambaran dalam dua
dimensi berupa penampang irisan tubuh, cara ini disebut B Scan
(Untuk deteksi objek diam, dan probe digunakan dengan bergerak.
Memperlihatkan semua jaringan yang dilewati oleh scan ultrasound.
Jika diamati dengan cepat akan terlihat secara real time).
3) M- mode : Alat ini biasanya digunakan untuk memeriksa jantung.
Tranducer tidak digerakkan. Disini jarak antara transducer dengan
organ yang memantulkan eko selalu berubah, misalnya jantung dan
katubnya (Untuk objek bergerak dan probe bergerak (Contoh:
scanning jantung). Hasilnya berupa garis gelombang biasanya untuk
ultrasound).31
5. Penerapan USG pada Osteoartritis
USG memberikan gambaran dasar secara konvensional untuk
penilaian perubahan muskuloskeletal pada osteoartritis. Pemindaian
dengan USG memungkinkan untuk mendeteksi kelaianan tulang rawan
(kartilago), synovial dan subchondral bone. Sejauh ini USG terbukti
sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan jaringan lunak pada
Osteoartritis lutut, proliferasi sinovial dan cairan sinovial. Posisi yang
paling sensitif untuk mendeteksi cairan di sendi lutut pada fleksi 30
derajat.
51
Gambar 2.35. Teknik pemindaian USG untuk mendeteksi perubahan kartilago
pada sendi lutut. Area femoral medial, lateral serta intercondylar (sulkus)
diarahkan dari proksimal ke distal.
Indikasi, kelebihan dan kelemahan USG dalam menilai Osteoartritis di
lutut:
a. Indikasi
- Untuk menguatkan diagnosis klinis
- Mendeteksi tulang rawan
- Mendeteksi osteofit, erosi dan kelaianan kortikal lainnya.
- Mengidentifikasi kelainan struktur
- Sebagai alternatif untuk mendeteksi nyeri pada pasien dengan atau
tanpa diagnosis (seperti: anserine bursitis dan iliotibial band
syndrome).
- Memantau perkembagan kerusakan struktur.
- Mengevaluasi eksaserbasi rasa sakit.
- Mendeteksi efusi sendi
- Mendeteksi hipertrofi sinovial
b. Kelebihan
- Aman, tidak ada kontraindikasi
- tidak ada paparan radiasi
52
- Non-invasive
- Tersedia secara luas
- Biaya operasional rendah
- Peralatan portable (prosedur di samping tempat tidur)
- Diterima baik oleh pasien
- Sedikit memakan waktu
- Dapat diulang bebrapa kali
- Penilaian multiregional dan multistruktural
- Penialain dinamis
- Penilaian kontralateral mudah dilakukan.
c. Kelemahan
-
Bergantung pada operator
-
Acoustic windows yang terbatas
-
Evaluasi parsial pada meniscus
-
Evaluasi parsial pada kartilago femoralis
-
Evaluasi terbatas pada ligamentum cruciatum
-
Tidak dapat memvisualisasikan sendi patelofemoral
-
Tidak sepenuhnya validasi pada OA lutut
-
Kurangnya standar dalam penetapan patologi pada OA.32
Perubahan awal pada tulang pada penderita OA ditandai dengan
gambaran hyperechoic pada perlekatan kapsul sendi menuju kartilago
margin tulang, yang akhirnya membentuk osteofit pada gambaran
radiografi. Pada OA stadium lanjut osteofit dapat telihat jelas. Gambaran
USG dalam penilaian osteofit pada sendi tibiofemoral lebih sensitif
dibandingkan gambaran radiografi. Penilain derajat osteofit pada gambar
3: minimal (A), ringan (B), sedang (C) dan berat (D).34
53
Gambar 2.36. Gambaran longitudinal USG pada medial joint line. A, letak posisi probe. B,
gambaran USG normal pada lutut menunjukkan distal femur (f), proksimal tibia (t),
triangular outline pada meniscus medial (m) dan gambaran echo menunjukkan ligamentum
kolateral medial (mcl). C, gambaran USG menunjukkan ekstruksi meniscus medial (m). D,
gambaran USG pada lutut OA menunjukkan ekstruksi meniscus medial (m) dengan
displacement ligamentum kolateral medial (anak panah) dan osteofit (*) yang jelas pada
proksimal dan distal garis sendi.3
Gambar 2.37. Osteofit didefinisikan sebagai penonjolan tulang pada akhir kontur tulang
normal atau pada margin sendi yang terlihat pada dua bidang tegak lurus dengan atau tampa
baying akustik. Skala semi-kuantitatif sesuai dengan ukuran perkembangannya: (A) minimal
(B) ringan (C) sedang (D) berat.
54
Gambar 2.38. Gambaran USG pada kartilago yang degeneratif derajat 0,1,2a,2b dan 3.
Pada gambar 2.38 penentuan derajat gambaran USG pada kartilago: derajat 0
jika menunjukkan gambaran anekoik yang jelas diantara gambaran hiperekoik di
anterior dan superior. Derajat 1 menunjukkan kehilangan hubungan antar tulang
yang normal atau peningkatan ekogenitas tulang rawan. Derajat 2a ialah
penambahan dari tanda yang sebelumnya, penipisan lokal (<50%) pada kartilago.
Derajat 2b menunjukkan penipisan kartilago lebih dari 50% sampai kurang dari
100%. Derajat 3 mencakup 100% kehilangan jaringan kartilago.
55
III. Gambaran
(OCT)
Optical
Coherence
Tomography
pada Osteoartritis
Optical Coherence Tomograpy (OCT) adalah sebuah teknik pencitraan medis
yang menangkap gambar secara relatif noninvasif beresolusi mikrometer dan
kedalaman milimeter menyerupai biopsi optik serupa dengan histologi daya rendah
namun tanpa biopsi. OCT adalah alat pencitraan volumetrik yang konsepnya serupa
dengan Ultrasonografi (USG), namun menggunakan gelombang cahaya bukannya
gelombang suara. Terdapat dua aspek yang membedakan OCT dan Ultrasonografi,
yaitu:30
1.
Ditandai dengan resolusi spasial yang lebih tinggi. Resolusi spasial
adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan
dan dikenali pada citra. Pada OCT resolusi spasialnya adalah 2-10
mm, sedangkan pada USG 100-1000 mm.
2.
Kedalaman pencitraan yang lebih kecil. Pada OCT kedalaman
pencitraan 1- 2 mm dan pada USG 10-100 mm. Kedalaman
penetrasinya cukup memadai namun biasanya gagal menembus tulng
rawan tebal misalnya persendian femur pada manusia.
Pada tahun 2010, Chu dkk. menunjukkan bahwa evaluasi awal tulang rawan
berkorelasi dengan pengukuran Artroskopi dan T2 MRI, menjadikan OCT sebagai
alat potensial yang kuat untuk diagnosis perubahan chondral awal.
31
Namun,
seperti halnya modalitas lainnya, OCT memiliki keterbatasan, termasuk prosedur
invasif yang diperlukan untuk secara langsung mengakses permukaan artikular
dan ketergantungan berat pada penggunaan operator dan proses pasca gambar.31
56
Gambar 2.39.
gambaran korelasi atroskopik (atas), optical coherence
tomography (tengah), dan T2 mapping (bawah).31
Gambar 2.40. OCT-based articular surface evaluation. Topographical reconstruction
of human articular cartilage ex vivo (A). The volumetric dataset to reconstruct this
8x8 mm macroscopically only slightly degraded, Outerbridge grade 1, specimen from
the medial femoral condylus in 3D consists of 100 adjacent 2D OCT images. Note the
essentially smooth articular surface around a focal lesion (arrow). Individual, in
silico sliced 2D cross-sectional OCT images from this dataset representing 1 mm
intervals (B, front-to-back). Smooth surfaces of early sections (B1 through B5)
matching the first half of the in silico reconstructed tissue (A). Large, surfacing clefts
(arrows; B6, B7) and a smaller sub-surface cleft (B8) corresponding to (peri)lesional cartilage damage in A.30
57
IV.
Gambaran MRI (Magneti Imaging Resonane) pada osteoartritis
1.
Definisi
MRI adalah teknologi pencitraan non-invasif yang menghasilkan gambar
anatomis rinci tiga dimensi tanpa menggunakan radiasi yang. Hal ini
sering digunakan untuk mendeteksi penyakit, diagnosis, dan pemantauan
pengobatan. Otak, sumsum tulang belakang dan saraf, serta otot, ligamen,
dan tendon terlihat jauh lebih jelas dengan MRI dibandingkan dengan
sinar-X dan CT Scan sehingga MRI sering digunakan untuk gambar
cedera lutut dan bahu.
Gambar 2.41. gambaran knee pada MRI
2.
Faktor Resiko
Meskipun MRI tidak memancarkan radiasi pengion yang ditemukan pada
x-ray dan pencitraan CT, tetapi menggunakan medan magnet yang kuat.
Medan magnet meluas melampaui mesin dan memberikan kekuatan yang
sangat kuat pada benda- benda besi, beberapa baja, dan benda-benda
magnet lainnya. Mampu melemparkan kursi roda. Saat melakukan
pemindaian MRI, hal-hal berikut harus dipertimbangkan:
1) Orang dengan implan, terutama yang mengandung zat besi, - alat pacu
jantung, stimulator saraf vagus, defibrilator kardioversi implan,
perekam loop, pompa insulin, implan koklea, stimulator otak dalam,
dan kapsul dari endoskopi kapsul seharusnya tidak memasuki mesin
58
MRI.
2) Agen kontras-pasien dengan gagal ginjal berat yang memerlukan
dialisis dapat berisiko terkena penyakit serius yang disebut fibrosis
sistemik nefrogenik yang mungkin terkait dengan penggunaan agen
yang mengandung gadolinium tertentu, seperti gadodiamide dan lainlain. Meskipun hubungan kausal belum terbentuk, pedoman saat ini di
Amerika Serikat menganjurkan agar pasien dialisis hanya menerima
agen gadolinium bila penting.
3) Kehamilan - walaupun tidak ada efek yang telah ditunjukkan pada
janin, disarankan agar MRI scan dihindari sebagai tindakan pencegahan
terutama pada trimester pertama kehamilan, saat organ janin terbentuk dan
agen kontras, jika digunakan, bisa masuk ke janin dan aliran darah.
3.
Penerapan MRI OA Pada Sendi
Osteoartritis saat ini didiagnosis dengan menggunakan temuan klinis dan
radiografi. Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan MRI pada Osteoartritis
telah semakin banyak dipelajari. Pada OA, ketika terjadi kerusakan tulang
rawan, terjadi pula perubahan pada jaringan di sekitar tulang rawan dan pada
tulang subkondral. Gambaran T2 Weighted (T2W) MRI pada kasus yang
telah terdiagnosis OA pre- radiografik menunjukkan adanya area yang terlihat
hiperintens (terang) di tulang subkondral, yang disebut sebagai lesi sumsum
tulang/bone marrow lesion/ BML.
Gambar 2.42. Gambaran BML pada T2 Weighted MRI
terlihat gambaran hiperintens pada tulang subkondral tibia
59
Gambar 2.43. Pemetaan T1-rho MRI yang dikode warna pada tulang rawan
femoral posterior. (A) Pada orang sehat (B) Pada penderita OA dini. Nilai T1rho MRI sebesar 40.05 ± 11.43 milidetik pada orang sehat dan meningkat
pada penderita OA (50.56 ± 19.26 milidetik).
Gambar 2.44. Quantitative 3D MRI dari morfologi tulang rawan. (A)
Gambaran MRI sagital dengan sekuens 3D volume reconstruction dari tulang
rawan femoral. (C) Analisis area permukaan sendi melalui tehnik triangulasi.
(D) Komputasi dari 3D thickness distribution. fat-suppressed gradient echo,
dimana dilakukan segmentasi tulang rawan femoral.
60
Gambar 2.43. Pengukuran kuantitatif MRI terhadap sinovitis berupa
synovial membrane volume enhancement analysis (SMVL, SMVI, SMVH)
(B) Irisan aksial pasca injeksi kontras. (C) Membran sinovium dengan nilai
ambang enhancement 45%. (D) Kecepatan enhancement dikalkulasi untuk
tiap voxel dan dikategorikan sebagai: rendah (warna biru), intermediate
(hijau), atau tinggi (merah).
Gambar 2.45.
Alur pendekatan diagnostik osteoartritis berdasarkan
Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
13
61
2.9
Pengobatan OA
Tujuan pengobatan pada pasien OA adalah untuk mengurangi gejala dan
mencegah terjadiya kotraktur atau atrofi otot. Terapi OA pada umumnya
simptomatik, misalnya dengan pengendalian factor-faktor resiko, latihan intervensi,
fisioterapi dan terapi farmakologis. Pada fase lanjut serig diperlukan pembedahan.
Terapi non farmakologi terdiri dari edukasi, penurunan berat badan,terapi fisik
dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah menyakinkan pasien untuk
dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat
disembuhkan, tetapi kulitas hidup pasien dapat ditingkatkan.
Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting, terutama pada
pasien obesitas, untuk megurangi beban pada sendi abg terserang OA dan
meningkatkan kelincahan pasie waktu bergerak. Terapi fisik dan terapi kerja
bertujuan agar penderita dapat melakukan aktivitas optimal dan tidak tergantung
pada orang lain. Terapi ini terdiri dari pedinginan, pemanasan da latihan
penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan kerja dianjurkan latihan yang
bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan latihan aerobic.
Terapi farmakologi, kebanyakan dokter merekomendasi penghilang rasa
sakit jenis acetaminophen, karena memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan denga obat lain. Jika berlanjut, dokter mungkin merekomendasikan
obat anti inflammatory (OAINS). Obat ini membantu merredakan nyeri dan
bengkak. Jenis OAINS termasuk aspirin, ibuprofen dan naproxen. Namun OAINS
dapat menyebabkan masalah lambung seperti ulkus dan pendarahan
OAINS bekerja degan cara meghambat jalur siklogenase (COX) pada
kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX 1 (bersifat fisiologik,
terdapat pada lambung) dan COX 2 ( berperan pada peruses inflamasi). Bagi
penderita dengan OA yang sudah parah, operasi merupakan tindakan yang efektif.
Walaupu operasi tidakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA ,
tetapi kadang kadag fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat,
sehingga terapi fisik pre dan pasca operasi harus dipersiapkan degan baik.
62
2.10
Diangosa Banding
1. Atritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi kronis
sistemik yang ditandai dengan pembengkakan dan nyeri sendi ,
serta destruksi membra synovial persendian. Hal ii terjadi akibat
adana predisposisi genetic, terutama HLA-DR4 dan HLA-DR
1yang menimbulkan reaksi imunologi pada membrane sinovial
2. Gout atritis merupakan kumpulan suatu gejala yang timbul
akibat adanya deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan
atau
akibat
supersaturasi
asam
urat
di
dalam
cairan
ekstraseluler.
3. Fibromyalgia merupakan nyeri pada tulang dan otot yang
menjalar ke bagian dalam tubuh dari lokasi nyeri tersebut
berasal.
4. Avascular Necrotik kematian jaringan tulang karena kuragnya
suplai darah dan mengarah pada kerusakan sendi yang
berdekatan dengan tulang yang terkena.
2.11
Komplikasi dan Pencegahan
Komplikasi dapat terjadi apabila Osteoartritistidak ditangani dengan
serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu:
1. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang
terparah ialah terjadi kelumpuhan.
2. Komplikasi akut
a.
Osteonekrosis
b.
Bursitis
63
Osteoartritis dapat dicegah dengan beberapa langkah, antara lain:
a. Menghindari setiap faktor risiko, misal mencegah obesitas
b. Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena
c. Olah raga yang tepat untuk membantu mempertahankan kesehatan
tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otototot disekitarnya sehingga otot dapat menyerap benturan dengan
lebih baik
d. Menjaga berat badan agar senantiasa dalam kondisi seimbang
e. Menjaga pola makan dan minum (diet) agar selalu baik dan
seimbang sehingga pertumbuhan sendi dan tulang rawan sempurna
dan normal
f. Berdiri, berjalan, mengangkat barang harus pada posisi yang benar
g. Senantiasa berhati-hati agar terhindar dari berbagai kecelakaan
yang mengakibatkan sendi rusak
h. Dianjurkan menggunakan kursi dengan sandaran keras, kasur yang
tidak terlalu lembek dan tempat tidur yang dialas dengan papan
64
BAB III
KESIMPULAN
Sendi merupakan pertemuan antara dua atau beberapa tulang dari kerangka
yang dihubungkan dengan kapsul sendi, jaringan ikat fibrosa, ligamen, tendon,
fascia, maupun otot. Sendi dibagi menjadi synarthrosis (tidak memiliki ruang
sendi) dan diarthrosis (memiliki ruang sendi).
Osteoartitis
(OA)
merupakan
suatu
penyakit
degeneratif
yang
mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025
populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414% dibanding tahun 1990. Di
Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5%
pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Usia
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya OA dimana usia diatas 65 tahun,
hanya 50% memberikan gambaran radiologis sesuai Osteoartritis, meskipun hanya
10% pria dan 18% wanita diantaranya yang memperlihatkan gejala klinis OA, dan
sekitar 10% mengalami disabilitas karena OA.
Osteoartritis merupakan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,
remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Pada OA terjadi peningkatan
degradasi dan penurunan sintesis rawan sendi. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan rawan sendi, dan membuat produk hasil degradasi
berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali respon
imun yang menyebabkan inflamasi sendi.
Gejala khas yang muncul adalah nyeri yang melibatkan satu atau beberapa
sendi mulai terjadi selama beraktivitas serta menghilang dengan beristirahat.
Beberapa kasus yang khususnya melibatkan sendi interphalangeal (IP), pasien
dapat merasakan perubahan bentuk, seperti ketinggian tulang, sebelum mengalami
nyeri. Persendian yang paling sering terlibat termasuk IP distal, IP proksimal,
karpal- metakarpal pertama, lutut, pinggul dan tulang belakang.
Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat
penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan
radiologis.
65
Radiografi berguna terutama untuk penilaian struktur tulang sementara OCT
digunakan untuk mengevaluasi tulang rawan artikular dan USG digunakan
mengevaluasi ligamen dan sinovium. MRI memungkinkan visualisasi dari semua
struktur intraartikular meskipun USG atau OCT mungkin prefensial dalam
beberapa keadaan. Pada praktiknya, pencitraan sendi secara umum memberikan
informasi tambahan daripada informasi diagnostik. Meskipun osteoartritis memiliki
gambaran radiografi yang khas, namun radiografi juga digunakan untuk
menentukan progresi struktur atau untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri.
Sebagai tambahan, tidak adanya temuan radiografi yang khas dari osteoartritis tidak
menyingkirkan diagnosis, karena kartilago gambarannya radiolusen dan perubahan
tulang dapat tidak muncul pada awal penyakit.
66
DAFTAR PUSTAKA
1. Clark, M. & Kumar, P. 2009, Kumar and Clark’s Clinical Medicine;
musculosceloton; osteoarthritis, 4th edn, Saunders Elsevier, Spain, pp. 1145
2. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, osteoarthritis, Kementerian Kesehatan
RI, 3rd edn, Jakarta.
3. Litwic, A., Edwards, M., Dennison, E. and Cooper, C. (2013). Epidemiology
and burden of osteoarthritis. British Medical Bulletin, 105(1), pp.185-199.
4. Imayati K. Laporan Kasus Osteoartritis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Denpasar : Fakultas Kedokteran Uversitas Udayana Denpasar; 2011.
5. Arissa MI. Pola Distribusi Kasus Osteoartritis di RSU Doker Soedarso
Pontianak Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. Pontianak: Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak; 2012.
6. Setiati S., Alwi I., Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
: InternaPublishing; 2014.
7. Leung G., Rainsford K., Kean W. Osteoartritisof the hand I aetiology and
pathogenesis, risk factors, investigation and diagnosis. Journal of Pharmacy and
Pharmacology. 2013;66(3)339-346.
8. Jahr H, Brill N, Nebelung S. Detecting early stage Osteoartritisby optical
coherence tomography. Biomarkers. 2015;20(8)590-596.
9. Chu CR, Williams A, Tolliver D, Kwoh CK, Bruno S 3rd, Irrgang JJ. Clinical
optical coherence tomography of early articular cartilage degeneration in
patients with degenerative meniscal tears. Arthritis Rheum. 2010;62:1412–20.
10. Amin LZ. Osteoartritis. 2015;28(2):53–8.
11. Brandth KD. Harrison’s Rheumatology. Philadelphia: The McGraw Hill
Company Inc; 2014. 1886-1891 hal.
12. Romans
B,
Jorge
Osteoartritisassociated
A,
Castaneda,
with
estrogen
Santos,
Largo,
deficiency.
Raquel,
Arthritis
Res
et
al.
Ther.
67
2009;11(5):1–14.
13. IRA. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. 2014.
14. Pratiwi AI. Diagnosis and treatment osteoarthritis. 2015;4:10–7.
15. MUSLIHAH YM. GAMBARAN OSTEOARTRITIS GENU PADA PASIEN
DI RSUP FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2012 - 2013. Jakarta; 2014.
16. National Institute for Health and Clinical Exellence (NICE). Commisioning
Guide : Painful Osteoartritisof the Knee. R Coll Surg Engl. 2013;1–18.
17. Lange. BASIC RADIOLOGY. Chen MYM, Carolina N, Pope TL, Science R,
Carolina S, Ott DJ, editor. Mc Graw Hill Companies; 2011. 1 hal.
18. Staf Pengajar Subdivisi Radiodiagnostik Radiologi FK UI. Radiologi
Diagnostik. Ekayuda I, editor. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2011. 15-22 hal.
19. Fadhilah RN. Studi penggunaan obat pada pasien osteoarthritis. 2016;26–32.
20. Soeroso, Juwono, Isbagio, Harry, Kalim. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6 ed.
Jakarta: Internal Publishing; 2014. 3197-3209 hal.
21. Kellgren J, Lawrence J. Radiologic Assessment of Osteoarthritis. Ann Rheum
Dis. 1957;4:494–502.
22. Abramson,
Attur. Developments in the Scientific
Understanding
of Osteoartrithis. Arthritis Res
Ther. 2009;11(3).
23. Guermazi, Hayashi D, Crema, Roemer. Current Trends in OsteoartritisImaging
– An Update from a Radiological Viewpoint. Eur Musculoskelet Rev.
2010;5(1):30–5.
24. Hunter, Zhang, Goggins NJ, Amin, LaValley. Increase in Bone Marrow Lesions
Associated with Cartilage Loss. A Longitud Magn Reson Imaging Study Knee
Osteoarthr. 2006;54:1529–35.
68
25. Mazzuca, Brandt, Buckwalter. Detection of Radiographic Joint Space
Narrowing
in
Subjects
With
Knee
Osteoarthritis.
Longitud
Comp
Metatarsophalangeal Semiflexed Anteroposterior Views. 2003;48(2):385–90.
26. Vignon. Radiographic Issues in Imaging the Progression of Hip and Knee
Osteoarthritis. J Rheumatol. 2004;70.
27. Piperno, Conrozier, MP HLG, Bochu, Mathieu, Vignon. Quantitative
Evaluation of Joint Space Width in Femorotibial Osteoarthritis. Comp Three
Radiogr Views. 1998;6:252–9.
28. Terjesen T, Gunderson RB. Radiographic evaluation of Osteoartritisof the hip.
2012;83(2):185–9.
29. Stachowiak GW, Wolski M, Woloszynski T, Podsiadlo P. Detection and
prediction of Osteoartritisin knee and hand joints based on the X-ray image
analysis. Biosurface and Biotribology [Internet]. 2016;2(4):162–72. Tersedia
pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.bsbt.2016.11.004
30. American College of Rheumatology Subcommittee. OsteoartritisGuidelines.
Arthritis Rheum. 2000;43(9):1905–15,2000.
31. Pineda, C. Diaz-Hernandez, C. Pena, A., 2011, The Place of Ultrasonography
in knee joint osteoarthritis: an update. Future Medicine. Hal.635-642.
32. Oo, W. M., Bo M. T., 2016, Role of Ultrasonogrphy in Knee Osteoarthritis.
Journal of Clinical Rheumatology; 22. Hal. 324-329.
33. Pineda, C. Diaz-Hernandez, C. Pena, A., 2011, The Place of Ultrasonography
in knee joint osteoarthritis: an update. Future Medicine. Hal.635-642.
Download