Uploaded by User41345

filsafat pancasila

advertisement
FILSAFAT PANCASILA
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Dr. I Made Gunamantha, ST.,MM
Oleh :
Kelompok 6
Hendra Pratisnojati Shoheh Muttaqin
(1929041030)
Ni Putu Ayu Sartikawati
(1929041033)
Karseno
(1929041039)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai filsafat pendidikan merupakan suatu pandangan
yang dijadikan sebagai dasar atau acuan di dalam menyelenggarakan
pendidikan serta mampu mengkritisi setiap pelaksanaan pendidikan yang
tidak sesuai dengan seharusnya. Pancasila mempunyai nilai-nilai luhur
yang didalamnya mengandung ciri khas dan karakter dari bangsa
Indonesia sehingga di dalam melaksanakan pendidikan yang meliputi tri
pusat pendidikan yaitu keluarga, masyarakat dan sekolah harus
disesuaikan dengan nilai yang terkandung di dalam pancasila yang pada
akhirnya akan mencetak cendikiawan yang berkepribadian sesuai dengan
nilai-nilai pancasila.
Rusaknya moral yang terjadi di Indonesia sebagian besar telah
terbuktikarena adanya pendidikan baik di keluarga, masyarakat maupun
sekolah yang kurang sesuai dengan kandungan yang terdapat dalam nilainilai pancasila. Pendidikan karakter yang kurang diperhatikan oleh setiap
pendidik menjadi salah satu faktor penyebab rusaknya moral tersebut dan
hal itu menyebabkan ketidak tercapaian tujuan pendidikan Indonesia yang
menyebutkan bahwa bangsa Indonesia harus cerdas, dalam hal ini tidak
hanya cerdas dalam pengetahuan ataupun wawasannya tetapi juga cerdas
akan akhlak maupun moral dari bangsa Indonesia. Salah satu contoh
pendidikan di Indonesia yang terjadi pada lingkungan sekolahan lebih
mendominasi transfer of knowledge yiatu menstransferkan pengetahuan
kepada peserta didik. Hal ini akan memberi dampak pada aktualisasi
peserta didik yang dikuasai oleh kekuasaan seorang pendidik, jika hanya
yang diberikan adalah pengetahuan maka karakter peserta didik tidak akan
diciptakan dari kondisi seperti ini seperti percaya diri, disiplin, tanggung
jawab dan sebagainya yang justru menjadi kunci utama dari pendidikan
yang berkualitas.
Maka dari itu untuk tercapainya tujuan pendidikan Indonesia, harus
berlandaskan pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila yang
nantinya diharapkan dapat dimaknai dan dilaksanakan oleh seluruh bangsa
Indonesia dalam mendukung terselenggaranya pendidikan. Selain itu perlu
adanya keseimbangan pendidikan dari tri pusat pendidikan yaitu keluarga,
masyarakat dan sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pancasila sebagai filsafat pendidikan Indonesia ?
2. Bagaimana Pancasila sebagai filsafat pendidikan ?
3. Bagaimana aspek ontologis, epitemologis dan aksiologi dalam filsafat
pendidikan Pancasila?
4. Bagaimana implikasi pancasila sebagai filsafat pendidikan indonesia
dalam praktik pendidikan di Sekolah Dasar ?
5. Bagaimana konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam tinjauan
filsafat pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud pancasila sebagai filsafat pendidikan
Indonesia
2. Untuk mengetahui Pancasila sebagai filsafat pendidikan
3. Untuk mengetahui aspek ontologis, epitemologis dan aksiologi dalam
filsafat pendidikan Pancasila
4. Untuk mengetahui imlplikasi pancasila sebagai filsafat pendidikan
Indonesia dalam praktik pendidikan di sekolah dasar.
5. Untuk mengetahui konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam
tinjauan filsafat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila sebagai filsafat pendidikan Indonesia
Pancasila merupakan dasar negara bangsa Indonesia yang memiliki
fungsi dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia tidak saja sebagai dasar
negara RI, tetapi juga alat untuk mempersatukan bangsa, kepribadian bangsa,
pandangan hidupa bangsa, sumber dari segala sumber hukum positif dan sumber
ilmu pengetahuan di Indonesia ( Aziz, 1984:70).
Filsafat adalah proses berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh
untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran
yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Filsafat pendidikan
juga dapat dimaknai sebaga kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang
menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan filsafat umum dan menitikberatkan
pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan keercayaan yang menjadi dasar dari filsafat
umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis
(Jalaludin, 2007:19).
Bruner dan Burns dalam bukunya Problem in Education and Philosophy
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah merupakan tujuan filsafat, yaitu
untuk membimbing kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
pendidikan merupakan realisasi dari ide-ide filsafat.
Pancasila sebagai filsafat pendidikan Indonesia merupakan suatu dasar
yang digunakan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi acuan atau pedoman
pelaksanaan pendidikan diindonesia yang sesuai pada nilai-nilai luhur dan dapat
dijadikan dasar untuk mengkritisi permasalahan yang terjadi di praktik pendidikan
di Indonesia.
Suatu pendidikan tidak dapat berdiri sendiri, tapi dipengaruhi oleh
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Pendidikan berperan penting dalam
menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa. Maka dari itu,
pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai sistem
pengajaran nasional.
Bagi bangsa Indonesia, keyakinan atau pandangan hidup bangsa dan
dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Karenanya sistem pendidikan nasional
harus dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu sendiri. Sistem
pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah subsistem
dari sistem negara Pancasila.
Sejak pendidikan itu ada di Indonesia, praktiknya sudah memperhatikan
pada nilai-nilai yang ada di dalam pancasila yang isinya mencakup: 1) ketuhanan
Yang Maha Esa, 2) kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) persatuan Indonesia,
4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan 5) keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Isi dari kandungan tersebut akan berdampak pada beberapa kinerja dari
proses pendidikan seperti metode pembelajaran yang akan dilaksanakan,
pendekatan dalam proses pendidikan dan materi yang akan disampaikan oleh
siswa, hal itu tidak akan terlepas dari nilai-nilai pancasila yang harus termuat dan
diselipkan dari setiap pendidikan yang diberikan agar sesuai dengan tujuan bangsa
Indonesia yang tidak hanya mencerdaskan bangsanya namun juga mencerdaskan
moral agar berbudi yang sesuai dengan pancasila. Penyesuaian antara pendidikan
apa yang akan diberikan dengan kandungan dari pancasila itu sendiri membuat
adanya kesesuaian dengan tujuan dari bangsa Indonesia.
Tujuan khusus dari pendidikan Indonesia yaitu mengembangkan setiap
potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik dari aspek secara keseluruhan baik
kognitif, afektif dan psikomotorik, sedangkan kita tahu bahwa setiap manusia itu
unik dan memiliki potensi yang berbeda-beda dan untuk membentuk potensi yang
sesuai dengan karakter bangsa Indonesia maka harus benar-benar dilandaskan
pada pancasila yang telah memberikan sarana sebagai acuan dari segala
kehidupan bangsa Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan.
Maka dari itu, sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pelajaran
Pancasila masih diberikan, agar nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, untuk tercapainya
tujuan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila, Hal itu
membuktikan bahwa pancasila sangat berdampak besar bagi terbentuknya
generasi-generasi unggul Indonesia yang luas akan pengetahuannya dan memiliki
moral yang baik sehingga akan mewujudkan masyarakat yang berkualitas dan
mampu untuk memfiltrasi pengaruh negatiif dari perkembangan zaman yang saat
ini telah dibawa oleh budaya barat, tetapi dengan adanya pendidikan yang
berlandaskan pancasila maka generasi Indonesia akan mampu untuk membentuk
benteng dalam dirinya untuk tetap bernilai pancasila dan tidak akan terpengaruh
begitu saja dari pengaruh negative dari luar yang membuat sesuatu yang dapat
menghilangkan cerminan dari bangsa indonesia itu pudar.
B. Alasan Pancasila dijadikan filsafat pendidikan Indonesia.
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang
amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan.
Bangsa Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undangundang Dasar 1945 yang didalamnya diatur bahwa pendidikan diusahakan dan
diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengaran nasional.
Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan
didirikannya suatu negara (Rapar; 1988).Demikian juga dengan Indonesia,
pendidikan selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan,sosial budaya juga
merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi
selanjutnya. Suatu bangsa menjadi kuat serta menguasai bangsa-bangsa lainnya
dengan sistem pendidikannya yang kuat demikian juga sebaliknya sistem
pendidikan yang lemah akan menjadikan suatu bangsa tidak berdaya (Tadjab;
1994). Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu
bangsa yang dianutnya.
Pancasila
dengan
sistem
pendidikan
ditinjau
dari
filsafat
pendidikan,bahwa Pancasila pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam
kehidupan sehari - hari. Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajar
apabila dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa
bangsa Indonesia diusahakan secara melembaga
nasional yang bertumpu dan
dijiwai oleh
dalam
sistem
pendidikan
suatu . keyakinan, pandangan
hidup dan folosofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan
Pancasila merupakan tuntutan nasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila
adalah sub sistem dari sistem negara Pancasila. Filsafat pendidikan Pancasila
merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional,tiada sistem
pendidikan nasioanal tanpa filsafat pendidikan. Sistem pendidikan yang dialami
sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi utama
dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa
(Dardodiharjo, 1988.17).Pancasila merupakan dasar Negara yang menjadi ciri
khas dan dasar Negara bangsa Indonesia dan dapat membedakan suatu pandangan
dari Negara lain. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk membangun
pemikiran mengenai praktik pendidikan yang ada di Indonesia dan telah
disesuaikan dengan nilai yang harus dibangun kepada setiap rakyat yang
bertempat tinggal di Indonesia. Di dalam pancasila terdapat isi yang harus
dimaknai oleh peserta didik agar sejalan dengan pendidikan yang diharapkan dan
berbasis pancasila, untuk menerapkan nilai-nilai pancasila yang ada di dalamnya
diperlukan pemikiran yang sungguh- sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai
pancasila itu dapat dilaksanakan, dalam hal hal ini pendidikan tentunya yang
berperan utama.
Pancasila sebagai pandangan bangsa Indonesia yang menjiwai dalm
system pendidikan nasional Indonesia dengan perkataan lain bila dihubungkan
pancasila dengan kenyataan yang ada dalam system pendidikan nasional tidak
dapat dipisahkan, karena pendidikan nasional itu, dasarnya adalah pancasila. Hal
di atas merupakan alasan mengapa pancasila dijadikan sebagai filsafat pendidikan
Indonesia karena sebenarnya bagi Indonesia warga Negara yang pintar tidak
cukup untuk menjadikan manusia seutuhnya namun Indonesia ingin mewujudkan
bangsa Indonesia yang pintar dean bermoral dengan didasarkan pada aspek nilainilai pancasila, dapat diuraikan dari setiap butir pancasila bahwa setiap butirnya
memiliki tujuan yang sesuai sebagai dasar pelaksanaan pendidikan yang
berkarakter dan berkualitas secara kognitif maupun moralnya, uraian nya sebagi
berikut :
a) Ketuhanan yang Maha Esa, dalam sila yang pertama pendidikan memilih
pancasila sebagai dasar pendidikan karena pendidikan harus mampu
menngutamakan hal-hal yang dapat memperkuat nilai-nilai keimanan bagi
peserta didik agar selalu taqwa dan beriman sesuai dengan kepercayaannya
masing-masing, selain itu agar peserta didik mampu memaknai suatu
pendidikan dengan didasarkan pada kewajiban mereka sebagai makhluk
Tuhan untuk selalu menuntut ilmu dan dengan adanya pendidikan yang
didasarkan pada sila ini maka output yang akan dihasilkan yaitu terciptanya
insan atau peserta didik yang berakhlak mulia.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam sila kedua pendidikan
menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan karena pendidikan harus
mampu membentuk setiap peserta didik yang mampu untuk memberikan
perlakuan sebagaimana layaknya manusia dan nantinya seseorang yang
telah mendapatkan pendidikan itu dapat menghargai hak manusia yang
sesuai dengan makna dari sila ini
c) Persatuan Indonesia, dalam sila ketiga pendidikan menjadikan pancasila
sebagai dasar pendidikan
karena pendidikan harus mampu untuk
menjadikan peserta didiknya dapat bersatu dengan peserta didik lainnya, hal
Ini menunjukkan bahwa ketika terjadinya proses pendidikan maka ada saat
mereka harus belajar dari lingkungan sosialnya, dari lingkungan social yang
ada dan
hal ini memungkinkan setiap orang untuk bersatu dan
meminimalisir adanya diskrimantif antar perbedaan yang menjadi corak dari
bangsa Indonesia, sehingga terbuktilah dengan adanya semboyan Bhineka
Tunggal Ika yang dapat dimaknai bahwa bangsa Indonesia memiliki
keberagaman sehingga di dalam proses pendidikan harus ada proses saling
bertukar pengetahuan dan sebagainya yang menungkinkan setiap orang
dapat menjalin kebersatuan untuk memenuhi suatu kebutuhan pendidikan.
d) Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan perwakilan, dalam sila keempat pendidikan menjadikan
pancasila sebagai dasar pendidikan karena mengharuskan suatu pendidikan
dapat menjadikan setiap orang menjadi lebih demokratis,aktif, dan kritis di
dalam memberikan solusi pada setiap masalah yang sedang terjadi di
Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan usaha dari dalam maupun dari
luar, maka biasannya pendidikan di 3 pusat lingkungan telah memberikan
berbagai usaha agar seseorang dapat lebih kritis lagi seperti dimasyarakat
bahwa terdapat organisasi yang memungkinkan partisipasi oleh setiap orang
untuk mengatasi hal-hal yang bersangkutan dengan program atau kinerja
dari setiap organisasi tersebut.
e) Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam sila ke lima
pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan karena
mengungkapkan secara abstrak bahwa suatu pendidikan harus mampu
menciptakan bibit yang mampu memberikan keadilan social bagi
lingkungan yang ditempati nya dalam arti bahwa ketika seseorang sedang
berbaur dengan temannya maka orang itu tidak boleh membedakan yang
satu dengan yang lainnya.sehingga biasanya hal yang dapat dilakukan yaitu
dengan menanamkan sejak kecil bahwa seseorang tidak bisa hidup sendiri
tanpa adanya bantuan dari orang lain, sehingga jika memilih teman harus
adil dan tidak boleh memnadang pangkat maupun derajatnya.
C. Aspek Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis Filsafat Pendidikan
Pancasila
1. Aspek Ontologis Filsafat Pendidikan Pancasila
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ontos berarti yang berada
(being) dan Logos berarti pikiran (logic). Jadi, Ontologi berarti ilmu yang
membahas tentang hakikat sesuatu yang ada/berada atau dengan kata lain artinya
ilmu yang mempelajari tentang “yang ada” atau dapat dikatakan berwujud dan
berdasarkan pada logika.
Sedangkan,
menurut istilah adalah ilmu yang
membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani.
Disisi lain, ontologi filsafat adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip
yang paling dasar atau paling dalam dari sesuatu yang ada.
Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima
sila memiliki satu kesatuan dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan
merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri. Manusia merupakan pendukung
pokok dari sila-sila Pancasila.
Pancasila sebagai filsafat, mempunyai abstrak umum dan universal. Yang
dimaksud isi yang abstrak disini bukannya pancasila sebagai filsfat yang secara
operasionalkan telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai
pengertian pokok yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila.
a. Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa
Sila pertama menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem pendidikan
nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila dan
UUD 1945. Dengan sila pertama ini kita diharapkan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk menjadikan manusia
beriman dan bertaqwa kepada Allah. Karena itu, di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.
b. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab
Manusia yang ada dimuka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang
sama, yang diperlikan sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan fitrahnya sebagai
hamba Allah (Darmodiharjo, 1988: 40). Pendidikan tidak membedakan usia,
agama dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia
memiliki kebebasan dalam menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama,
kecuali tingkat ketaqwaan seseorang. Pendidikan yang harus dijiwai Pancasila
sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila, bertanggung jawab, adil
dan makmur baik spiritual maupun material.
c. Sila ketiga, Persatuan Indonesia
Sila ketiga ini tidak membatasi golongan dalam belajar. Ini berarti bahwa
semua golongan dapat menerima pendidikan, baik golongan rendah maupun
golongan tinggi, tergantung kemampuannya untuk berpikir.
d. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan
Sila keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan demokrasi. Dalam hal ini,
demokrasi sering diartikan sebagai kekuasaan ditangan rakyat. Bila dilihat dari
dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan, karena menghargai orang lain
demi kemajuan. Disamping itu, juga sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 yang
menyatakan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun
tulisan. Jadi dalam menyusun pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain
demi kemajuan pendidikan.
e. Sila kelima, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sistem pendidikan nsional, maksud adil dalam arti yang luas mencakup
seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil disini adalah adil dalam
melaksanakan penddikan: antara ilmu agama dan umum itu seimbang, serta
pendidikan tidak boleh membeda-bedaka siswa.
2. Aspek Epistemologis Filsafat Pendidikan Pancasila
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat
dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan
demikian epistimologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenahi
pengetahuan. Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan yang
benar (teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau
kebenaran pengetahuan.
Secara epistemologis Pancasila sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.Sumber pengetahuan
Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Sedangkan
susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan yaitu Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila
maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada
pandangannya bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
Dengan filsafat kita dapat menetukan tujuan-tujuan yang akan dicapai
demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga
Negara. Untuk itu Indonesia telah menemukan filsafat pancasila.
a. Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa
Pancasila lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang.
Pancasila digali dari bumi Indonesia yang merupakan dasar Negara,
pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan dan arah untuk mencapai
cita-cita dan perjanjian luhur rakyat Indonesia (Widjaya, 1985: 176-177).
Dengan demikian, pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya
melalui perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila maka dapat
kita ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melalui rasio atau dating dari
Tuhan.
b. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Manusia itu mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Pancasila adalah
ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan
mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi kekerasan dan kesewenangwenangan manusia tehadap yang lain.
c. Sila ketiga, Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerjasama
atau produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar dengan faktor
kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan.
d. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Himat Kebijaksanan dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan
Manusia diciptaka Tuhan sebagai pemimpin dimuka bumi ini untuk
memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk
memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan
memang mempunyai peranan sangat besar, tapi tidak menutup kemungkinan
peran keluarga dan masyarakat dalam membentuk manusi Indonesia
seutuhnya. Jadi dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai
guru yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan
pendapat dengan melalui lembaga pendidikan. Setiap ada permasalahan
diselesaikan dengan jalan musyawarah.
e. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta sebagai
karya budaya umta manusia merupakan martabat kepribadian manusia. Dalam
arti luas, adil diatas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu
agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu formal maupun non
formal. Dalam sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan
tertentu. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir
dalam hal mengentaskan kemiskinan, dimana hal-hal ini sesuai dengan butirbutir Pancasila.
3. Aspek Aksiologis Filsafat Pendidikan Pancasila
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang
berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksioloagi adalah ilmu yang
membecirakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, aksiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan dijalan yang baik pula karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan dijalan yang tidak benar.
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar,
nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan
mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan
nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua
aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai
Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai
secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi
dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
o Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan
segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan
hukum moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi
nurani, obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum
alam dan hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan
yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
o Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai
dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan
tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun
sosial).
o Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang
meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang
diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin
kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek
manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.)
beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah
kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan
ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem
nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
o Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam
hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau
‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya
dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan
karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya).
“Man created everything from something to be something else, God created
everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia
adalah prokreator bersama Tuhan.
Martabat
kepribadian
manusia
secara
potensial-integritas
bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral:
berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran,
karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
1) Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa
Percaya pada Tuhan merupakan hal yang paling utama dalam ajaran Agama.
Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari kanak-kanak sampai perguruan tinggi,
diberikan pelajaran agama dalam hal ini merupakan subsistem dari sistem
pendidikan.
2) Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam kehidupan umat beragama, setiap manusia tidak membedakan
keturunan, ras, dan kedudukan: dimata Tuhan semua sama, kecuali ketaqwaan
seseorang. Inilah sebagian kecil contoh nilai-nilai Pancasila yang ada dalam
kehidupan umat beragama.
3) Sila ketiga, Persatuan Indonesia
Agama mengajarkan supaya bersatu dalam mencapai tujuan yang dicitacitakan. Mengajarkan untuk taat pada pemimpin. Di dalam pendidikan, jika
kita ingin berhasil, kita harus berkorban demi tercapainya tujuan yang
didambakan. Yang jelas warga Negara punya tanggung jawab untuk
mempertahankan dan mengsisi kemerdekaan ini. Bercerai berai kita runtuh,
bersatu kita teguh.
4) Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan
Sejak zaman kerajaan, Indonesia sudah ada sikap gotong royong dan
musyawarah. Setiap hasil musyawarah dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab dan dapat dipertanggung jawabkan.
5) Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil
itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama di mana ilmu agama adalah
subsistem dari sistem pendidikan nasional. Mengembangkan perbuatan yang
luhur, menghormati hak orang lain, suka member pertolongan, bersikap
hemat, suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sama
mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dengan berdasarkan
butir-butir dari sila kelima ini, kita dapat mengetahui bahwa nilai-nilai yang
ada pada sila kelima ini telah ada sebelum Islam datang. Nilai-nilai ini sudah
menjadi darah daging dan telah diamalkan di Indonesia. Filsafat Pendidikan
Pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi
dasar Negara Pancasila sebagai Sistem Kenegaraan Republik Indonesia.
Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar
pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek
manusia Indonesia seutuhnya. Subjek manusia Indonesia seutuhnya ini terbina
melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan
Pancasila
D. Implikasi pancasila sebagai filsafat pendidikan indonesia dalam praktik
pendidikan di Sekolah Dasar
Implikasi filsafat Pancasila bagi pendidikan nasional, yakni tercapainya
dasar
dan
tujuan
Pancasila. Implikasi
pendidikan
lainnya
yang berdasarkan
adalah dalam
rangka
pada
nilai-nilai
menentukan
ideal
program
kurikulum, dan dalam kurikulum tujuan pendidikan harus tergambar dengan
jelas. Program tersebut mencerminkan arah dan tujuan yang hendak dicapi dalam
proses pendidikan. Dalam kurikulum tidak saja dijabarkan serangkaian ilmu
pengetahuan yang harus diajarkan oleh guru kepada siswa, akan tetapi juga segala
kegiatan yang bersifat pedagogis (mendidik), seperti yang tertuang dalam
Pancasila.
Filsafat pancasila telah menjadikan dasar terselenggarannya praktik
pendidikan dan sebagai sarana mewujudkan tujuan pendidikan Indonesia yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan harus mempunyai dasar untuk
menyusun program dan terlaksannya suatu pendidikan yang berkualitas dan sesuai
pada dasar Indonesia itu sendiri yaitu pancasila. Maka dari itu implementasi
pancasila sebagai filsafat pendidikan Indonesia :
1) Sesuai dengan sila pertama yaitu ketuhanan Yang Maha Esa maka suatu
Misalnya :
 sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran guru harusnya mengajak
siswa untuk berdoa terlebih dahulu.
 Di dalam proses pembelajaran guru menyelipkan nilai-nilai ketuhanan
pada setiap isi materi seperti halnya siswa di ajarkan untuk selalu
bersyukur terhadap ciptaan tuhan,contoh : alam, makhluk hidup, adanya
system pernapasan dan sebagainya.
 Membiasakan adanya jam untuk beribadah sesuai dengan agama
masing-masing.
2)
Sesuai dengan sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab maka
dapat implikasi di dalam kelas adalah :
 Guru memperlakukan siswa dengan baik tanpa menggunakan kekerasan
baik secara lisan maupun perbuatan.
 Guru memberikan sarana dan prasarana untuk mengembangkan potensi
yang ada dalam peserta didik.
 Guru memberikan apresiasi kepada siswa yang mampu mengerjakan
tugasnya dengan baik.
 Guru memahami potensi yang ada pada setiap peserta didik.
3) Sesuai dengan sila ke tiga yaitu persatuan Indonesia :
 guru mampu menciptakan situasi yang menimbulkan kerjasama didalam
belajar, antara anak dengan anak, antara anak dengan guru, begitu pula
antara sesama guru (diskusi, presentasi dan pengajaran pola kolabarasi)
 dengan diadakannya upacara bendera setiap hari senin maka dapat
mempersatukan peserta didik.
 Mengadakan program ekstrakurikuler, pramuka, calss meeting, kerja
bakti dan sebagainya yang bertujuan untuk mempersatukan peserta didik
satu dengan lainnya.
4) Sesuai dengan sila ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan :
 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat dalam
setiap proses pembelajaran.
 Adanya pemilihan pengurus kelas dengan cara musyawarah dan voting.
 Guru mampu memberikan solusi terhadapan kesulitan belajar siswa baik
secara materi maupun metode yang digunakan di dalam kelas.
5) Sesuai dengan sila ke lima yaitu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam sila itu Contohnya :
 Guru tidak membeda bedakan peserta didik yang satu dengan yang
lainnya dalam hal pemberian sangsi, materi dan bimbangan saat proses
pembelajaran.
 Dalam penerimaan siswa baru, sekolah tidak memprioritaskan uang
sumbangan yang lebih besar.
 Seorang siswa tidak memilih milih teman, ia mampu berteman dengan
siapa saja dan berlaku adil kepada semua temannya.
E. Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Tinjauan Filsafat
Pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara mengajukan beberapa konsep pendidikan untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan, yaitu Tri Pusat Pendidikan: (1)
pendidikan keluarga; (2) pendidikan dalam alam perguruan; dan (3) pendidikan
dalam alam pemuda atau masyarakat. Ki Hadjar Dewantara memasukkan
kebudayaan dalam diri anak dan memasukkan diri anak ke dalam kebudayaan
mulai sejak dini, yaitu Taman Indria (balita). Konsep belajar ini adalah Tri No,
yaitu nonton, niteni dan nirokke. Nonton (cognitive), nonton di sini adalah secara
pasif dengan segenap panca indera. Niteni (affective) adalah menandai,
mempelajari, mencermati apa yang ditangkap panca indera, dan nirokke
(psychomotoric) yaitu menirukan yang positif untuk bekal menghadapi
perkembangan anak (Dwiarso, 2010: 1).
Ketika anak didik sudah menginjak pada pendidikan Taman Muda
(Sekolah Dasar),
kemudian Taman Dewasa dan
seterusnya maka konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah Ngerti, Ngroso lan Nglakoni. Model
pendidikan ini dimaksudkan supaya anak tidak hanya dididik intelektualnya saja
(cognitive),
istilah
Ki
Hadjar
Dewantara 'ngerti', melainkan harus ada
keseimbangan dengan ngroso (affective) serta
nglakoni
(psychomotoric).
Dengan demikian diharapkan setelah anak menjalani proses belajar mengajar
dapat mengerti dengan akalnya, memahami dengan perasaannya, dan dapat
menjalankan atau melaksanakan pengetahuan yang sudah didapat dalam
kehidupan masyarakat. Sebagai bagian akhir dari hasil pendidikan, menurut Ki
Hadjar Dewantara, adalah menghasilkan manusia yang tangguh dalam kehidupan
masyarakat. Manusia yang dimaksud adalah manusia yang bermoral Taman
Siswa, yaitu mampu melaksanakan Tri Pantangan yang meliputi tidak
menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan, tidak melakukan manipulasi
keuangan dan tidak melanggar kesusilaan (Ki Suratman, 1987 : 13).
1)
Konsepsi
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan
Progresivisme
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan yang wajar dan dapat
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau
mengancam adanya manusia itu sendiri.
Konsep Ki Hadjar Dewantara pada sistem among mengatakan bahwa sistem
among yang berjiwa kekeluargaan bersendikan 2 dasar, yaitu: (1) kodrat alam
sebagai syarat kemajuan dengan secepatcepatnya
dan
sebaik-baiknya;
(2)
kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir
dan batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta
bertindak merdeka.
Oleh karena itu antara Ki Hadjar Dewantara dengan filsafat
progresivisme sama-sama menentang pendidikan yang bercorak otoriter, karena
hal itu akan menyebabkan kesulitan dalam pencapaian tujuan pendidikan.Sistem
among melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik karena akan
mematikan jiwa merdekanya, mematikan kreativitasnya .Konsep jiwa merdeka
ini selaras dengan filsafat progresivisme terhadap kebebasan untuk berpikir bagi
anak didik, karena merupakan
motor penggerak
dalam usahanya untuk
mengalami kemajuan secara progresif.
Antara filsafat Ki Hajar dengan progresivisme terdapat perbedaan, jika
dalam progresivisme ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan
adalah ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam, sedangkan dalam
konsep Ki Hadjar Dewantara di samping ilmu yang umum, kesenian merupakan
bagian yang penting dalam kurikulum pendidikan.
Bila dipandang dari progresivisme maka pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang
pengetahuan hanya sebagian yang memiliki kesesuaian, karena progresivisme
lebih menekankan pada pandangan pragmatisme yang bersifat empirik. Menurut
pragmatisme, proses mengetahui adalah fakta yang ditangkap oleh pengalaman
yaitu pancaindera. Sedangkan, pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang
pengetahuan lebih lengkap karena pengetahuan itu adalah hasil cipta, rasa dan
karsa.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang belajar nampak pada konsep
mengenai Tri Pusat Pendidikan, bahwa anak didik tidak semata-mata hanya
belajar di sekolah tetapi juga dalam keluarga dan masyarakat (dalam alam
pemuda). Pendidikan alam keluarga akan mendidik anak-anak dengan sebaik
mungkin yang meliputi jasmani dan rohani.
Di dalam alam keluarga orangtua berperan sebagai guru (pemimpin laku adab),
sebagai pengajar (pemimpin kecerdasan serta pemberi ilmu pengetahuan) dan
menjadi contoh laku sosial.
Selanjutnya dalam alam perguruan, institusi ini berkewajiban
mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) serta memberikan
ilmu pengetahuan. Menurut Ki Hadjar Dewantara, memaparkan agar pendidikan
alam perguruan tidak hanya mementingkan intelek sehingga bersifat tak
berjiwa, yang akan berpengaruh
kuat
terhadap
tumbuhnya egoisme dan
materialism, sehingga pendidikan intelektual harus disesuaikan dengan kodrat
alam dan pendidikan keluarga. Kesempurnaan pendidikan dalam masyarakat
akan terwujud apabila orang-orang yang berkepentingan, yaitu orang tua,
tokoh-tokoh masyarakat, guru-guru dengan anak atau pemuda, bersatu
paham, misal dalam bidang agama, bidang politik, dalam kebangsaan, sehingga
sistem Tri Pusat Pendidikan itu akan tercapai.
Terwujudnya Tri Pusat Pendidikan akan melahirkan calon-calon
pemimpin bangsa ini yang berkarakter Ing Ngarsa Sung Tulodho, Ing Madya
Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Para pemimpin yang diidealkan Ki
Hadjar Dewantara ini di masa depan akan menghasilkan pemimpin yang
tangguh karena merupakan pemimpin yang disiplin terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap lingkungan masyarakatnya. Pemimpin berkarakter Ing Ngarsa
Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani tidak akan
melakukan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, tidak akan melakukan
manipulasi keuangan atau korupsi, dan tidak akan melanggar kesusilaan. Bila
pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang belajar dibandingkan dengan pandangan
progresivisme maka tidak jauh berbeda. Hal ini karena salah satu dasar yang
digunakan dalam sistem among, yaitu kemerdekaan, secara paedagogis
merupakan syarat untuk membantu perkembangan segala potensi anak didik tanpa
tekanan dan hambatan. Anak didik dengan bawaan kodratnya diberikan kebebasan
atau kemerdekaan untuk mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapi.
Jadi pendidik hanya melakukan Tut Wuri Handayani, kecuali masalahmasalah yang dihadapi anak didik tersebut membahayakan dirinya sendiri, baru
pendidik
mengambil
alih
tindakan
terhadap permasalahan-permasalahan
tersebut.
2)
Konsep
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan
Esensialisme
Esensialisme
mempunyai
tinjauan
mengenai
kebudayaan
dan
pendidikan yang berbeda dengan progresivisme, jika progresivisme menganggap
bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu
berubah dan berkembang, maka esensialisme menganggap bahwa dasar pijak
semacam ini kurang tepat. Dalam pendidikan, fleksibilitas dalam segala bentuk
dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan
yang kurang stabil dan tidak menentu (Barnadib, 1982: 38).
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan salah satu
usaha pokok untuk memberikan nilai-nilai kebatinan yang ada dalam hidup
rakyat yang berkebudayaan kepada tiap-tiap turunan baru (penyerahan kultur),
tidak hanya berupa “pemeliharaan” akan tetapi juga
“memajukan” serta
dengan
maksud
“memperkembangkan” kebudayaan, menuju
ke arah
keseluruhan hidup kemanusiaan (Dewantara, 2011: 344). Ki Hadjar Dewantara
mengatakan bahwa kesenian yang dipakai sebagai alat pendidikan dalam Taman
Siswa tetap bermaksud mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anak ke arah
keindahan pada khususnya, namun keindahan di dalam rangkai-annya dengan
keluhuran dan kehalusan sehingga layak bagi hidup manusia yang beradab dan
berbudaya. Jadi ada perkembangan jiwa anak “dari natur ke kultur” (Dewantara,
2011: 353).
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dibandingkan dengan filsafat
pendidikan esensialisme sangat mirip, karena esensialisme berpendapat bahwa
pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak
awal
peradaban
umat
manusia. Kebudayaan
yang
diwariskan
merupakan kebudayaan yang telah teruji oleh segala jaman, kondisi dan sejarah
(Noor Syam, 1983: 260). Nilai-nilai kebudayaan bukanlah nilai-nilai yang
statis tetapi juga mengalami kemajuan. Ki Hadjar Dewantara mengatakan
hendaknya usaha kemajuan ditempuh melalui petunjuk “Trikon”, yaitu: kontinyu
dengan alam masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, secara kontinyu kebudayaan
harus diestafetkan atau diberikan kepada generasi penerus secara terus-menerus.
Kemudian konvergen dengan budaya luar. Artinya, penerima nilai-nilai budaya
dari luar dengan selektif dan adaptif dan akhirnya bersatu dengan alam universal,
dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai
kepribadian sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Indonesia
adalah kebudayaan
yang
maju
tetapi
tetap
berkepribadian
Indonesia
(Dewantara, 1994: 371).
Landasan berpikir esensialisme mengatakan bahwa belajar dapat
didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi
spiritual jiwa membina dan menciptakan diri sendiri (Barnadib, 1982: 55).
Tinjauan filsafat pendidikan
esensialisme
tentang
pandangan
Ki
Hadjar
Dewantara mengenai pengetahuan dan belajar dapat dikatakan sebagai
asosianisme, mengatakan bahwa gagasan atau isi jiwa itu terbentuk dari asosiasi
unsur-unsur yang berupa kesan-kesan yang berasal dari pengamatan. Kesan-kesan
tersebut disebut tanggapan yang dapat diumpamakan sebagai atom-atom jiwa
(Barnadib, 1982: 49), Jadi pandangan Ki Hadjar Dewantara dengan esensialisme
tentang belajar tidak bertentangan karena keduanya mengatakan bahwa untuk
mendapatkan pengetahuan digunakan panca indera kemudian diolah oleh akal
sehingga gambaran jiwa (batin) terbentuk.
Sumbangan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Bagi Pendidikan Indonesia
Ki Hadjar Dewantara merintis/menggali kepribadian asli Indonesia.
Kepribadian yang mengandung arti harkat diri atau kemanusiaan. Beliau merintis
pendidikan nasional agar bangsa Indonesia yang akan datang memiliki
kepribadian nasional dan sanggup membangun masyarakat baru yang bermanfaat
bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Konsep dasar kependidikan
Ki Hajar Dewantara yang sekaligus diterima sebagai prinsip kepemimpinan
bangsa Indonesia adalah:
a. “ing ngarsa sung tulada” berarti guru sebagai pemimpin (pendidik) berdiri di
depan dan harus mampu memberi teladan kepada anak didiknya. Guru harus
bisa menjaga tingkah lakunya supaya bisa menjadi teladan (Soeratman. 1985:
127). Dalam pembelajaran, apabila guru mengajar menggunakan metode
ceramah, ia harus benar-benar siap dan tahu bahwa yang diajarkannya itu
baik dan benar.
b. “ing madya mangun karsa” yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik)
ketika berada di tengah harus mampu membangkitkan semangat, berswakarsa
dan berkreasi pada anak didik (Soeratman 1985: 127). Hal ini dapat
diterapkan bila guru menggunakan metode diskusi. Sebagai nara sumber dan
sebagai pengarah guru dapat memberi masukan-masukan dan arahan.
c. “tut wuri handayani” yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik) berada
di belakang, mengikuti dan mengarahkan anak didik agar berani berjalan di
depan dan sanggup bertanggung jawab (Idris, 1983). Ketika guru berada di
tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan, dapat terjadi
anak
didik
akan
berusaha
bersaing,
berkompetisi
menunjukkan
kemampuannya yang terbaik.
Metode Among
Cara mengajar dan mendidik dengan menggunakan “metode Among”
dengan semboyan Tut Wuri Handayani artinya mendorong para anak didik untuk
membiasakan diri mencari dan belajar sendiri. Mengemong (anak) berarti
membimbing, memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya. Guru atau
pamong mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, bertugas mengamat
amati dengan segala perhatian, pertolongan diberikan apabila dipandang perlu.
Anak didik dibiasakan bergantung pada disiplin kebatinannya sendiri, bukan
karena paksaan dari luar atau perintah orang lain. (Soeratman, 1985: 79) Among
berarti membimbing anak dengan penuh kecintaan dan mendahulukan
kepentingan sang anak. Dengan demikian anak dapat berkembang menurut
kodratnya. Hubungan murid dan pamong seperti keluarga. Murid memanggil
gurunya dengan sebutan “ibu” atau “bapak” berbeda dengan sekolah lain pada
jaman itu yang memanggil gurunya dengan sebutan “tuan”, “nyonya”, “nona”,
“ndoro”, “den Behi” atau “mas Behi”. (Soeratman, 1985: 79) Dengan
menggunakan dasar kekeluargaan dalam metode among hubungan antara murid
dan guru sangat erat. Pengertian keluarga juga dipakai untuk sendi persatuan.
Sifat keluarga mengandung unsur unsur :
1. Cinta mencintai sesama anggota keluarga
2. sesama hak dan sesama kewajiban
3. tidak ada nafsu menguntungkan diri dengan merugikan anggota lain.
4. kesejahteraan bersama
5. sikap toleran (Soeratman, 1985: 119)
Selain asas kekeluargaan Pendidikan di Taman Siswa menggunakan sistem Tri
Pusat.yaitu
1. Pusat keluarga, buat mendidik budi pekerti dan laku sosial
2. Pusat perguruan, sebagai balai wiyata untuk usaha mencari dan memberikan
ilmu pengetahuan di samping pendidikan intelek
3. Pusat pergerakan pemuda, sebagai daerah merdekanya kaum pemuda atau
“kerajaan Pemuda” untuk melakukan penguasaan diri, yang amat penting
untuk pembentukan watak’ (Soeratman, 1985: 83)
Dalam
memberi
pelajaran,
supaya
tidak
membosankan
dan
menyenangkan, contoh-contoh yang dipakai diambilkan dari kehidupan seharihari yang dikenal oleh murid (Soeratman, 1985: 121). Dengan demikian pelajaran
yang diberikan menjadi gamblang (jelas) dan dapat meresap pada ingatan anak
didik. Hal ini cocok dengan model kontekstual.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/36350141/MAKALAH_PANCASILA_SEBAGAI_FI
LSAFAT_PENDIDIKAN_NASIONAL 29/11/2019
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2012/11/28/ontologi-epistimologi-danaksiologi-dalam-pengetahuan-filsafat/
https://ruhcitra.wordpress.com/2008/12/16/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/
https://www.researchgate.net/publication/307523746_FILSAFAT_PENDIDIKAN_KI_HADJ
AR_DEWANTARA_DAN_SUMBANGANNYA_BAGI_PENDIDIKAN_INDONESIA 16/11/19
http://islamiceducation001.blogspot.com/2015/05/pancasila-sebagai-dasarfilsafat.html16/11/19
http://pendidiksd.blogspot.com/2016/01/pancasila-sebagai-filsafat-pendidikan.html
16/11/2019
http://eprints.uny.ac.id/7371/1/p-16.pdf. Implementasi Ajaran Ki Hajar Dewantara
Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Membangun Karakter Siswa 29/11/2019
Download