LAPORAN KASUS CBD ILMU KESEHATAN ANAK GNAPS GIZI BAIK Pembimbing: dr. Pujiati Abbas., Sp.A Disusun oleh : Dimas Arianto 01.208.5633 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013 LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PENDERITA Nama : An. R Umur : 11 th Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SD Alamat : Widuri RT1/RW6 , Banget Ayu Kulon, Genuk Nama Ayah : Tn. S Pekerjaan : Pekerja Pabrik Bangsal : Baitu Nissa 1 Masuk RS : 4 Agustus 2013 No RM :1168087 B. DATA DASAR 1. Anamnesis ( Alloanamnesis ) Alloanamnesis dengan ibu dan ayah penderita dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2013 pukul 09.00 WIB. Keluhan utama : bengkak pada tungkai dan muka Keluhan tambahan : batuk,demam, nyeri telan Riwayat Penyakit Sekarang : Sebelum masuk rumah sakit : 13 hari yang lalu, badan panas, ada batuk dan pilek, tidak muntah, masih mau makan dan minum. Buang air besar tidak mencret, buang air kecil masih seperti biasa. 2 12 hari yang lalu pada kedua tungkai dan wajah pasien terlihat bengkak, disertai BAK berkurang. Pasien menyatakan bahwa kencingnya berwarna merah seperti kopi. Saat BAK pasien tidak merasa kesakitan. Nafsu makan berkurang, tapi masih mau minum. Pasien juga merasa masih demam, disertai batuk dan pilek. Didapatkan mual, tetapi tidak muntah. 10 hari yang lalu pasien mengaku kedua tungkai dan wajahnya semakin bertambah bengkak. Kemudian oleh orang tuanya, dibawa ke RSI Sultan Agung Semarang dan disarankan untuk mondok. Saat itu pasien mengaku BAK berkurang, kencing berwarna kemerahan seperti kopi, tidak disertai nyeri saat BAK. Pasien juga merasa demam, disertai batuk pilek dan nyeri telan. Pasien merasa mual, tetapi tidak muntah. Setelah di periksa oleh dokter jaga IGD ternyata pasien mengalami hipertensi, didapatkan tekanan darah 160/100. Setelah 5 hari perawatan di bangsal baitunissa lt 3 berangsur - angsur bengkak pada kedua tungkai dan wajah mulai berkurang. Demam,batuk, dan pilek sudah tidak ada. Nyeri telan dan mual sudah tidak ada. Kencing sudah mulai normal, baik warna dan jumlahnya. Tetapi pasien masih mengalami hipertensi. Tekanan darahnya 140/ 100. Dan tekanan darahnya masih naik turun. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat pernah sakit panas, batuk, pilek berulang tapi tidak pernah mondok. Penyakit Anak yang pernah diderita: Faringitis/Tonsilitis Bronkitis Pnemonia Morbili Pertusis Varisela Difteri Malaria Polio : disangkal. : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal Enteritis Disentri basiler Disentri amoeba Typh.abdominalis Cacing Operasi Trauma Reaksi obat/alergi Riwayat Penyakit Keluarga : Dilingkungan keluarga tidak ada yang pernah sakit seperti ini. 3 : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal Riwayat sosial ekonomi : Pasien adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. Pasien hidup bersama kedua orang tuanya. Ayah pasien bekerja sebagai pekerja pabrik. Pasien berobat menggunakan biaya sendiri. Kesan ekonomi cukup. Riwayat Persalinan dan Kehamilan : Anak perempuan dari 3 bersaudara, ibu hamil cukup bulan, lahir secara spontan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan lahir rendah 2000 gram. Riwayat Pemeliharaan Prenatal : Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi dari bidan lewat suntikan. Riwayat pernah menderita penyakit selama kehamilan sampai mondok di rumah sakit disangkal. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal. Obat – obat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan tablet penambah darah. Riwayat Pemeliharaan Postnatal : Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan anak dalam keadaan sehat. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Pertumbuhan : Berat badan lahir 2000 gram , panjang badan lahir ibu lupa dan berat badan sekarang 28 kg panjang badan 90 cm. Perkembangan : Senyum Miring Tengkurap Duduk Merangkak : 2 bulan : 3 bulan : 4 bulan : 6 bulan : 7 bulan 4 Berdiri Berjalan : 9 bulan : 11 bulan Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umur Riwayat Makan dan Minum Anak : ASI diberikan sejak lahir sampai usia lebih dari 6 bulan. Usia 6 bulan lebih diberi susu formula dan nasi uleg, serta pisang sampai usia 12 bulan. 12 bulan sampai sekarang anak makan nasi tim, lauk dan sayur. Anak ini biasanya makan 3 kali sehari, saat sakit nafsumkannya menurun. Kesan : Kualitas cukup , kuantitas makan dan minum baik. Riwayat Imunisasi : No Imunisasi Berapa Kali Umur 1. BCG 1x 1 bulan 2. DPT 3x 2,4,6 bulan 3. Polio 4x 0,2,4,6 bulan 4. Hepatitis B 3x 0,1,6 bulan 5. Campak 1x 9 bulan 6. MMR - - 7. HIB - - 8. Tifus Abdominalis - - 9. Cacar Air - - Riwayat Keluarga Berencana : Ibu penderita tidak menggunakan KB 5 2. Pemeriksaan Fisik Tanggal 13 Agustus 2013, pukul 09.30 WIB Anak perempuan usia 11 tahun, berat badan 28 kg, panjang badan 134 cm. Kesan umum : compos mentis, lemah. Tanda vital - Tekanan darah : 140/100 mmHg - Nadi : 72 x/ menit - Laju nafas : 28x/ menit - Suhu : 37,4° C ( axilla ) Status Internus Kepala : Mesochepale Mata : sklera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), edem periorbita (+/+) Hidung : Sekret (+/+), Mimisan (-/-) Telinga : Discharge (-/-) Mulut : Bibir kering (-), Lidah kotor (-) Gusi Berdarah (-/-) Leher : Simetris, Pembesaran kelenjar limfe (-) Tenggorok : Faring hiperemis (+), Tonsil ( T3-T3) Dinding thorax : Paru Statis : hemithorax dextra dan sinistra simetris Dinamis : hemithorax dextra dan sinistra simetris I : Pa : Tidak ada yang tertinggal saat bernafas 6 Pe : Sonor pada seluruh lapang paru Aus: Suara dasar : Vesikuler Suara tambahan : (-) Jantung I : ictus cordis tidak tampak Pa : ictus cordis tidak teraba Pe : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra Batas pinggang : SIC III linea parasternal sinistra Batas kanan bawah : SIC V linea sternalis dextra Batas kiri bawah : SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra Aus : BJ I-II regular, bising (+) Sistol Abdomen I : Datar Aus : Peristaltik meningkat Pe : Hipertimpani Pa : Supel, N.T (-) Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Alat kelamin : Perempuan, dalam batas normal. Ekstremitas : Superior Inferior Akral dingin +/+ +/+ Akral sianosis -/- -/- Oedem +/+ +/+ Capillary refill > 2” > 2” Kulit : Turgor normal Pemeriksaan neurologis : Refleks fisiologis (+) Normal 7 Refleks patologis (-) 3. Pemeriksaan Penunjang Urine Tanggal 15 Agustus 2013 Protein esbach 4. Pemeriksaan Khusus Data Antropometri : Anak perempuan , usia 11 th, 1 bulan Berat badan : 28 kg Panjang badan : 134 cm Pemeriksaan status gizi ( Z score ) : WAZ = ___BB - Median__ = _____28 – 37,3___ = - 1,47 (Normal) SD Low 6,30 HAZ = ___TB – Median_ = _____134 – 145,3_____ = -1,63 (Normal) SD Low 6,90 WHZ = __BB - Median__ = ____28 -`29,4___ = - 0,48 (Normal) SD low 2,9 Kesan : Gizi normal 8 INITIAL PLANS 1. Assesment : Glomeluronefritis Akut Pasca Streptokokok a. DD : Nefritis IgA Lupus Nefritis Glomeluronefritis Kronis b. Ip..Dx : S: O : - Titer ASTO - Protein esbach - Kimia darah ( ureum,creatinin darah,total protein, albumin,globulin) - urine lengkap c. Ip.Rx : Kebutuhan cairan sehari : : (10kgx100cc)+(10kgx50cc)+(8kgx20cc) : 1760cc/24 jam : 73cc/ jam 18 tpm Pasien edema balans negative dikurangi 1/3 dari keb cairan 18 x 1/3 = 6 18 – 6 = 12 tp Parenteral: Cefotaxime inj 3x 500mg Ondancetron 0,05-0,1 mg/kgBB/hari 3mg Furosemid 1x 3mg Peroral : Isoprinosin 3x 2cth Prednison 3x 4mg Captopril 2x 18,5mg Nifedipin 2x 1tab d. Ip.Mx : KU, Tanda Vital, Tanda-tanda komplikasi (oliguria,enchepalopati hipertensi, edem pulmo) e. Ip.Ex : Istirahat total 3-4 minggu 9 Minum obat secara teratur dan tepat waktu Diet rendah protein ( 1g/KgBB/hari) Diet rendah natrium ( garam) 1g/hari Perhatikan jumlah minum terkait edem pada extremitas 2. Assesment : Gizi baik a. DD : Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk b. Ip..Dx : Gizi baik S : kualitas dan kuantitas makan sehari - hari O :c. Ip.IP Tx : Kebutuhan kalori (Perempuan -, 11 th, 28kg) = (12,2 x 28 kg) + 746 = 1087,6 kkal Yang terdiri dari : - Karbohidrat : 60% x 1087,6kkal = 652,56 kkal - Lemak : 30% x 1087,6kkal = 326,28 kkal - Protein : 10% x 1087,6 kkal = 108,76 kkal d. Ip.Mx : Penimbangan BB dan TB secara rutin e. Ip.Ex : Asupan makanan yang bergizi seimbang Makan teratur Menjaga kebersihan diri dan lingkungan Menimbang berat badan secara rutin 10 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1 Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2 Indonesia pada tahun 2007, melaporkan adanya 270 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3 Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.4 1.2. TUJUAN PENULISAN 11 Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta prognosis dari glomerulonefritis akut yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya gagal ginjal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI GINJAL Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. 5 Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.5 Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.5 12 Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya.1 Gambar 2. Vaskularisasi pada ginjal Fungsi Ginjal Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.5 Fungsi utama ginjal terbagi menjadi : 1. Fungsi ekskresi Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kreatinin. 13 2. Fungsi non ekskresi Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah. Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang. Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Degradasi insulin. Menghasilkan prostaglandin Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lainlain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.5 Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah : 1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan cairan filtrasi. 2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus. Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansisubstansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.5 2.2. GLOMERULONEFRITIS AKUT 2.2.1. DEFINISI 14 Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Merupakan proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anakanak.1,4 Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.6 2.2.2. ETIOLOGI Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.6,7 Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa : 1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina 2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A 3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4 Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 15 1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl 3. Parasit : malaria dan toksoplasma 6,7 Streptokokus Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10 S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu: a. Sterptolisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9 b. Sterptolisin S Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9 16 Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9 2.2.3. PATOFISIOLOGI Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis, selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.1,6 Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.1 Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan 17 endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.1,6 Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.1 Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.1 Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.1,5 Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.1,5 18 Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2 Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :1 1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.4 2.2.4. GEJALA KLINIS Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.2,6 Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin 19 berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,5, Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,6 Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 1,6 2.2.5. GAMBARAN LABORATORIUM Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal 20 atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,6,9 Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.2,5 Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7 Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1 2.2.6. DIAGNOSIS Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti 21 untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,4,6 Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membrano proliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.11 Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2 Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,11 22 2.2.7. DIAGNOSIS BANDING 1 GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah : 1. Nefritis IgA Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan hematuria makroskopik secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan ISPA. Hematuria makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila ISPA mereda, namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan ISPA. Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali hematuria mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum biasanya meningkat pada 10-20% dari jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C3 dan C4) dalam serum biasanya normal. Diagnosis pasti biasanya dibuat berdasarkan biopsi ginjal. 2. Lupus nefritis Lupus nefritis adalah peradangan ginjal yang disebabkan oleh lupus eritematosus sistemik (SLE), penyakit dari sistem kekebalan tubuh. SLE biasanya menyebabkan kerusakan pada kulit, sendi, ginjal, dan otak. Penyebab dari lupus tidak diketahui. Banyak faktor yang mungkin memainkan peran, termasuk SLE lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria keturunan-a gen diwariskan oleh orang tua infeksi virus Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Alopesia, butterfly rash, discoid lupus photosensitivity, ulkus pada mulut / nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri abdomen, asites, splenomegali. Pemeriksaan laboratorium : Darah tepi : Anemia normositik normokrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia, 23 waktu protrombin / waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Imunoserologis : Uji Coomb (+), Sel LE (+). Diagnosis dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa proliferatif difusa. 3. Glomerulonefritis kronis Glomerulonefritis kronis merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit pada glomerulus ginjal dan penurunan progresif fungsi ginjal untuk waktu yang lama atau dapat dikatakan suatu kelainan dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Merupakan glomerulonefritis tingkat akhir (“end stage”) dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible. Timbulnya GNK didahului oleh infeksi akut ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi. Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang ditemukan adalah : 1. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal. 2. Hematuri 3. Edema, penurunan kadar albumin 4. Hipertensi, Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium : 1. Urinalisis 2. Pemeriksaan darah lengkap 24 3. Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan diagnosis. Penatalaksanaan Medikamentosa : 1. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit. 2. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien. 3. Pengawasan hipertenasi dengan antihipertensi. 4. Pemberian antibiotik untuk infeksi. 5. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien. 2.2.8. PENATALAKSANAAN 1,4 Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, 25 maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. 4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. 5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. 6. Diuretikum diberikan pada glomerulonefritis akut, dengan pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus. 7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4 2.2.9. KOMPLIKASI 1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan. 2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 26 3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, edema paru, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.1,6 2.2.10. PROGNOSIS Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1 Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik. 3 Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien 27 hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.6,11 28