Uploaded by Agus

dlscrib.com gnaps-ipin-

advertisement
LAPORAN KASUS CBD
ILMU KESEHATAN ANAK
GNAPS
GIZI BAIK
Pembimbing:
dr. Pujiati Abbas., Sp.A
Disusun oleh :
Dimas Arianto
01.208.5633
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. R
Umur
: 11 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SD
Alamat
: Widuri RT1/RW6 , Banget Ayu Kulon, Genuk
Nama Ayah
: Tn. S
Pekerjaan
: Pekerja Pabrik
Bangsal
: Baitu Nissa 1
Masuk RS
: 4 Agustus 2013
No RM
:1168087
B. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan ibu dan ayah penderita dilakukan pada tanggal 13 Agustus
2013 pukul 09.00 WIB.
Keluhan utama
: bengkak pada tungkai dan muka
Keluhan tambahan : batuk,demam, nyeri telan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sebelum masuk rumah sakit :
 13 hari yang lalu, badan panas, ada batuk dan pilek, tidak muntah, masih
mau makan dan minum. Buang air besar tidak mencret, buang air kecil
masih seperti biasa.
2



12 hari yang lalu pada kedua tungkai dan wajah pasien terlihat bengkak,
disertai BAK berkurang. Pasien menyatakan bahwa kencingnya berwarna
merah seperti kopi. Saat BAK pasien tidak merasa kesakitan. Nafsu
makan berkurang, tapi masih mau minum. Pasien juga merasa masih
demam, disertai batuk dan pilek. Didapatkan mual, tetapi tidak muntah.
10 hari yang lalu pasien mengaku kedua tungkai dan wajahnya semakin
bertambah bengkak. Kemudian oleh orang tuanya, dibawa ke RSI Sultan
Agung Semarang dan disarankan untuk mondok. Saat itu pasien mengaku
BAK berkurang, kencing berwarna kemerahan seperti kopi, tidak disertai
nyeri saat BAK. Pasien juga merasa demam, disertai batuk pilek dan nyeri
telan. Pasien merasa mual, tetapi tidak muntah. Setelah di periksa oleh
dokter jaga IGD ternyata pasien mengalami hipertensi, didapatkan
tekanan darah 160/100.
Setelah 5 hari perawatan di bangsal baitunissa lt 3 berangsur - angsur
bengkak pada kedua tungkai dan wajah mulai berkurang. Demam,batuk,
dan pilek sudah tidak ada. Nyeri telan dan mual sudah tidak ada. Kencing
sudah mulai normal, baik warna dan jumlahnya. Tetapi pasien masih
mengalami hipertensi. Tekanan darahnya 140/ 100. Dan tekanan darahnya
masih naik turun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat pernah sakit panas, batuk, pilek berulang tapi tidak pernah mondok.
Penyakit Anak yang pernah diderita:









Faringitis/Tonsilitis
Bronkitis
Pnemonia
Morbili
Pertusis
Varisela
Difteri
Malaria
Polio
: disangkal.
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Enteritis
Disentri basiler
Disentri amoeba
Typh.abdominalis
Cacing
Operasi
Trauma
Reaksi obat/alergi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dilingkungan keluarga tidak ada yang pernah sakit seperti ini.
3
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. Pasien hidup bersama kedua
orang tuanya. Ayah pasien bekerja sebagai pekerja pabrik. Pasien berobat
menggunakan biaya sendiri. Kesan ekonomi cukup.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan :
Anak perempuan dari 3 bersaudara, ibu hamil cukup bulan, lahir secara
spontan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan lahir
rendah 2000 gram.
Riwayat Pemeliharaan Prenatal :
Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat.
Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi dari bidan lewat suntikan.
Riwayat pernah menderita penyakit selama kehamilan sampai mondok di rumah
sakit disangkal. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat
hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu
disangkal. Obat – obat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan tablet
penambah darah.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal :
Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan anak dalam keadaan sehat.
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2000 gram , panjang badan lahir ibu lupa dan berat badan
sekarang 28 kg panjang badan 90 cm.
Perkembangan :
Senyum
Miring
Tengkurap
Duduk
Merangkak
: 2 bulan
: 3 bulan
: 4 bulan
: 6 bulan
: 7 bulan
4
Berdiri
Berjalan
: 9 bulan
: 11 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umur
Riwayat Makan dan Minum Anak :
ASI diberikan sejak lahir sampai usia lebih dari 6 bulan. Usia 6 bulan lebih
diberi susu formula dan nasi uleg, serta pisang sampai usia 12 bulan. 12 bulan
sampai sekarang anak makan nasi tim, lauk dan sayur. Anak ini biasanya makan 3
kali sehari, saat sakit nafsumkannya menurun.
Kesan : Kualitas cukup , kuantitas makan dan minum baik.
Riwayat Imunisasi :
No Imunisasi
Berapa Kali
Umur
1.
BCG
1x
1 bulan
2.
DPT
3x
2,4,6 bulan
3.
Polio
4x
0,2,4,6 bulan
4.
Hepatitis B
3x
0,1,6 bulan
5.
Campak
1x
9 bulan
6.
MMR
-
-
7.
HIB
-
-
8.
Tifus Abdominalis
-
-
9.
Cacar Air
-
-
Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita tidak menggunakan KB
5
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 13 Agustus 2013, pukul 09.30 WIB
Anak perempuan usia 11 tahun, berat badan 28 kg, panjang badan 134 cm.
Kesan umum : compos mentis, lemah.
Tanda vital
-
Tekanan darah : 140/100 mmHg
-
Nadi
: 72 x/ menit
-
Laju nafas
: 28x/ menit
-
Suhu
: 37,4° C ( axilla )
Status Internus
Kepala
: Mesochepale
Mata
: sklera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), edem
periorbita (+/+)
Hidung
: Sekret (+/+), Mimisan (-/-)
Telinga
: Discharge (-/-)
Mulut
: Bibir kering (-), Lidah kotor (-)
Gusi Berdarah (-/-)
Leher
: Simetris, Pembesaran kelenjar limfe (-)
Tenggorok
: Faring hiperemis (+), Tonsil ( T3-T3)
Dinding thorax
:
Paru
Statis
: hemithorax dextra dan sinistra simetris
Dinamis
: hemithorax dextra dan sinistra simetris
I :
Pa : Tidak ada yang tertinggal saat bernafas
6
Pe : Sonor pada seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar
: Vesikuler
Suara tambahan : (-)
Jantung
I
: ictus cordis tidak tampak
Pa : ictus cordis tidak teraba
Pe :
Batas atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
Batas pinggang
: SIC III linea parasternal sinistra
Batas kanan bawah
: SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah
: SIC V 2 cm medial linea mid clavicula
sinistra
Aus : BJ I-II regular, bising (+) Sistol
Abdomen I
: Datar
Aus : Peristaltik meningkat
Pe
: Hipertimpani
Pa
: Supel, N.T (-)
Hepar : tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Alat kelamin
: Perempuan, dalam batas normal.
Ekstremitas
:
Superior
Inferior
Akral dingin
+/+
+/+
Akral sianosis
-/-
-/-
Oedem
+/+
+/+
Capillary refill
> 2”
> 2”
Kulit
: Turgor normal
Pemeriksaan neurologis : Refleks fisiologis (+) Normal
7
Refleks patologis (-)
3. Pemeriksaan Penunjang

Urine Tanggal 15 Agustus 2013

Protein esbach
4. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Anak perempuan , usia 11 th, 1 bulan
Berat badan
: 28 kg
Panjang badan : 134 cm
Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :
WAZ = ___BB - Median__ = _____28 – 37,3___ = - 1,47 (Normal)
SD Low
6,30
HAZ = ___TB – Median_ = _____134 – 145,3_____ = -1,63 (Normal)
SD Low
6,90
WHZ = __BB - Median__ = ____28 -`29,4___ = - 0,48 (Normal)
SD low
2,9
Kesan : Gizi normal
8
INITIAL PLANS
1. Assesment : Glomeluronefritis Akut Pasca Streptokokok
a. DD :
 Nefritis IgA
 Lupus Nefritis
 Glomeluronefritis Kronis
b. Ip..Dx :
S: O : - Titer ASTO
- Protein esbach
- Kimia darah ( ureum,creatinin darah,total protein, albumin,globulin)
- urine lengkap
c. Ip.Rx :
 Kebutuhan cairan sehari :
 : (10kgx100cc)+(10kgx50cc)+(8kgx20cc)
 : 1760cc/24 jam
 : 73cc/ jam  18 tpm
 Pasien edema balans negative  dikurangi 1/3 dari keb cairan
 18 x 1/3 = 6
 18 – 6 = 12 tp
Parenteral:
 Cefotaxime inj 3x 500mg
 Ondancetron 0,05-0,1 mg/kgBB/hari  3mg
 Furosemid 1x 3mg
Peroral :

Isoprinosin 3x 2cth

Prednison 3x 4mg

Captopril 2x 18,5mg

Nifedipin 2x 1tab
d. Ip.Mx : KU, Tanda Vital, Tanda-tanda komplikasi (oliguria,enchepalopati
hipertensi, edem pulmo)
e. Ip.Ex :
 Istirahat total 3-4 minggu
9
 Minum obat secara teratur dan tepat waktu
 Diet rendah protein ( 1g/KgBB/hari)
 Diet rendah natrium ( garam) 1g/hari
 Perhatikan jumlah minum terkait edem pada extremitas
2. Assesment : Gizi baik
a. DD :
 Gizi baik
 Gizi kurang
 Gizi buruk
b. Ip..Dx : Gizi baik
 S : kualitas dan kuantitas makan sehari - hari
 O :c. Ip.IP Tx : Kebutuhan kalori (Perempuan -, 11 th, 28kg) =
(12,2 x 28 kg) + 746 = 1087,6 kkal
Yang terdiri dari :
- Karbohidrat : 60% x 1087,6kkal = 652,56 kkal
- Lemak
: 30% x 1087,6kkal = 326,28 kkal
- Protein
: 10% x 1087,6 kkal = 108,76 kkal
d. Ip.Mx : Penimbangan BB dan TB secara rutin
e. Ip.Ex :
 Asupan makanan yang bergizi seimbang
 Makan teratur
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
 Menimbang berat badan secara rutin
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard
Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan
berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 2007, melaporkan adanya 270 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien
laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun
(40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.4
1.2. TUJUAN PENULISAN
11
Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala, tanda,
diagnosis, penanganan, komplikasi serta prognosis dari glomerulonefritis akut yang dapat
menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya gagal ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal
antara vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari
korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar
piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor.
Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. 5
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup
bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata,
berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.5
Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.5
12
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse
henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan
maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam
pembentukan urine tidak kalah pentingnya.1
Gambar 2. Vaskularisasi pada ginjal
Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.5
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi

Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi
air.

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ

Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam
urat dan kreatinin.
13
2. Fungsi non ekskresi

Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.

Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.

Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Degradasi insulin.

Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting
untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lainlain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.5
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam
tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke
dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan
tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansisubstansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.5
2.2. GLOMERULONEFRITIS AKUT
2.2.1. DEFINISI
14
Glomerulonefritis
akut
juga
disebut
dengan
glomerulonefritis
akut
post
sterptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya
hematuria, edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Merupakan proses
radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anakanak.1,4
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh
suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan
adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan
penyakit dan prognosis.6
2.2.2. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah
infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.
Infeksi
kuman
streptokokus
beta
hemolitikus
ini
mempunyai
resiko
terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.6,7
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
15
1. Bakteri :
streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus
:
hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
3. Parasit
: malaria dan toksoplasma 6,7
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri
yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a.
Sterptolisin O
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong
cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O
bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah
infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat
hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody.
Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9
b.
Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang
tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini
dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan
hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9
16
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering
disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9
2.2.3. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah
dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis, selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel
endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul
subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada
mikroskop
imunofluoresensi,
pada
pemeriksaan
cahaya
glomerulus
tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.1,6
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.1
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri,
atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau
antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
17
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau
granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.1,6
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.1
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.1
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas
diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler.
Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.1,5
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang
dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga
dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.1,5
18
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis
akut post steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :1
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana
basalis ginjal.4
2.2.4. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi
tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler
gromelurus
mengakibatkan
hematuria/kencing
berwarna
merah
daging
dan
albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak
kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang
terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada
oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.2,6
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.
Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun
edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma
ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
19
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah
tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan glomerulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa
cepat dilakukan pembatasan garam.1,5,
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan
tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang
gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya.
Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak
jarang menyertai penderita GNA.1,6
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 1,6
2.2.5. GAMBARAN LABORATORIUM
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria
makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum
meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia
dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala
sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal
20
atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,6,9
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar
komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.
Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang
juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.2,5
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji
serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.
Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat
pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih
dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90%
kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya
50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali
berarti adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.
kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai
diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
2.2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan
gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut
setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya
infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti
21
untuk
menegakkan
diagnosis.
Tetapi
beberapa
keadaan
lain
dapat
menyerupai
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan
glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria
nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada
saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab
jarang tampak pada nefropati-IgA.1,4,6
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik
yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membrano proliferatif, nefritis
lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.11
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan
proteinuria
masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak
lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut
pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum
kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik
akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak
perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan
fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi
merupakan indikasi.1,11
22
2.2.7. DIAGNOSIS BANDING 1
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. Nefritis IgA
Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan
hematuria makroskopik secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan
dengan ISPA. Hematuria makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila
ISPA mereda, namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan
dengan ISPA. Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali
hematuria mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum biasanya
meningkat pada 10-20% dari jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C3 dan
C4) dalam serum biasanya normal. Diagnosis pasti biasanya dibuat berdasarkan biopsi ginjal.
2. Lupus nefritis
Lupus nefritis adalah peradangan ginjal yang disebabkan oleh lupus eritematosus sistemik
(SLE), penyakit dari sistem kekebalan tubuh. SLE biasanya menyebabkan kerusakan pada
kulit, sendi, ginjal, dan otak.
Penyebab dari lupus tidak diketahui. Banyak faktor yang mungkin memainkan peran,
termasuk




SLE lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria
keturunan-a gen diwariskan oleh orang tua
infeksi
virus
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Alopesia, butterfly rash, discoid lupus
photosensitivity, ulkus pada mulut / nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri
abdomen, asites, splenomegali.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah tepi : Anemia normositik normokrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia,
23
waktu protrombin / waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Imunoserologis : Uji
Coomb (+), Sel LE (+).
Diagnosis dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi
ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa
proliferatif difusa.
3. Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit
pada glomerulus ginjal dan penurunan progresif fungsi ginjal untuk waktu yang lama atau
dapat dikatakan suatu kelainan dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi
ginjal selama bertahun-tahun. Merupakan glomerulonefritis tingkat akhir (“end stage”)
dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan
gangguan fungsi ginjal yang irreversible.
Timbulnya GNK didahului oleh infeksi akut ekstra renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor
lain yang dapat menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor
alergi.
Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif
lambat akibat
glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang
ditemukan adalah :
1.
Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal
ginjal.
2. Hematuri
3. Edema, penurunan kadar albumin
4. Hipertensi, Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
1. Urinalisis
2. Pemeriksaan darah lengkap
24
3.
Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan
diagnosis.
Penatalaksanaan
Medikamentosa :
1. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
2. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
3. Pengawasan hipertenasi dengan antihipertensi.
4. Pemberian antibiotik untuk infeksi.
5. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
2.2.8. PENATALAKSANAAN 1,4
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya
glomerulonefritis,
melainkan
mengurangi
menyebarnya
infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
25
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diuretikum diberikan pada glomerulonefritis akut, dengan pemberian furosemid
(Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk
pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4
2.2.9. KOMPLIKASI
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
26
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, edema paru,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.1,6
2.2.10. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis
akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi
ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4
minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian
besar pasien.1
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna
sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan
yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa
kurang baik. 3
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka
panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan
adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa.
Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien
27
hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.6,11
28
Download