KESEPIAN SOSIAL PADA MAHASISWA PERANTAU DI KOTA SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Strata I Pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh : WENNY NABILA INAYATI F.100150112 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019 HALAMAN PERSETUJUAN KESEPIAN SOSIAL PADA MAHASISWA PERANTAU DI KOTA SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Oleh: WENNY NABILA INAYATI F100150112 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Dosen Pembimbing Dra. Zahrotul Uyun, M.Si, Psikolog NIK/NIDK. 592/ 0607066401 ii HALAMAN PENGESAHAN KESEPIAN SOSIAL PADA MAHASISWA PERANTAU DI KOTA SURAKARTA Yang diajukan oleh : WENNY NABILA INAYATI F 100 150 112 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 21 Juni 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji 1. Dra. Zahrotul Uyun, M.Si, Psikolog (Ketua Dewan Penguji) 2. Drs. Soleh Amini, M.Si, Psikolog (Anggota I Dewan Penguji) 3. Setia Asyanti, S.Psi., M.Si, Psikolog (Anggota II Dewan Penguji) Surakarta, 21 Juni 2019 Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi Dekan Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, Psikolog NIK/NIDN. 838/0624067301 iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa naskah publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh peneliti lain guna mendapatkan gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi lain. Menurut sepengetahuan saya, dalam naskah publikasi ini tidak terdapat pendapat dari orang lain yang ditulis kecuali menyatakan kutipan. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipertanggungjawabkan apabila terbukti ketidakbenaran dalam pernyataan saya. Surakarta, 17 Juni 2019 Penulis (Wenny Nabila Inayati) F 100 150 112 iv 5 KESEPIAN SOSIAL PADA MAHASISWA PERANTAU DI KOTA SURAKARTA Wenny Nabila Inayati Zahrotul Uyun [email protected] Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kesepian sosial pada mahasiswa perantau di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur. Data diperoleh dari 5 subjek dengan kriteria mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta yang merupakan perantau luar Jawa yang mewakili lima provinsi di Indonesia dan saat ini berada di Kota Surakarta dengan waktu minimal merantau ± 3 tahun. Analisis data dilakukan dengan cara pengorganisasian dan pengkodingan data, penentuan tema, mencari kategori, mendeskripsi kategori dan pembahasan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek selama merantau di Kota Surakarta mengalami kesepian sosial dengan faktor, intensitas, dan karakteristik yang berbeda-beda. Dilihat dari pernyataan subjek, munculnya kesepian berkaitan dengan faktor internal dan eksternal, seperti kurangnya komunikasi, tidak adanya aktivitas yang dilakukan, adanya harapan hubungan sosial yang tidak sesuai dengan kenyataan, kurangnya kualitas hubungan pertemanan, dan kepribadian introvert yang dimiliki subjek. Kesepian sosial yang dialami seluruh subjek bersifat temporer. Subjek mengalami kesepian juga karena tidak terpenuhinya aspek persepsi terhadap hubungan sosial, aspek pandangan terhadap social reinforcement dan aspek kebutuhan akan keintiman. Kata kunci: kesepian, kesepian sosial, perantau, mahasiswa ABSTRACT The purpose of this study is to find out and describe social loneliness in migrant students in Surakarta City. This study uses phenomenological qualitative methods, data collection is done by semi-structured interviews. Data were obtained from 5 subjects with the criteria of Surakarta Muhammadiyah University students who were migrants outside Java representing five provinces in Indonesia and currently residing in Surakarta City with a minimum of ± 3 years of wandering. 6 Data analysis is done by arranging and coding data, determining themes, searching for categories, explaining categories, and discussing research results. The results showed that the subject during wandering in Surakarta City experienced social loneliness with various factors, intensity, and characteristics. Judging from the subject statement, the emergence of loneliness is related to internal and external factors, such as lack of communication, absence of activities performed, expectations of social relations that are not in accordance with reality, lack of quality friendship relationships, and introvert personality possessed by the subject. The social loneliness experienced by all subjects is temporary. Subjects experience loneliness too because they do not fulfill the perceptual aspects of social relations, aspects of views about social reinforcement and aspects of the need for intimacy. Keywords: loneliness, social loneliness, nomads, students 7 1. PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial di mana selalu membutuhkan dan tidak pernah lepas dari orang lain dalam kesehariannya. Hubungan yang terjadi ada yang bersifat formal, sekedar basa-basi atau bahkan hubungan yang mendalam di mana dapat saling mencurahkan isi hati serta meminta bantuan. Menurut Santrock (2003) hubungan timbal balik, mengetahui orang lain, diri sendiri dan memahami pandangan serta minat rekan-rekannya dapat dipelajari oleh para remaja melalui interaksinya dengan rekan sebaya, hal ini dapat mempermudah remaja dalam menyesuaikan diri dengan aktivitas rekan sebayanya. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mempunyai kebudayaan tinggi, kenyataan ini tidak dapat dipungkiri karena adanya bukti-bukti peninggalan sejarah dan peninggalan yang bersifat moral-spiritual. Dari peninggalan kebudayaan yang sifatnya moral-spiritual tersebut didapatkan informasi yang berharga tentang pola pemikiran, tingkah laku, adat-istiadat, sistem peribadatan dan kepercayaan, pendidikan dan hal lain dari kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia (Danandjaja dalam WS, 2015). Kepercayaan atau nilai-nilai tradisi yang diyakini masyarakat sebagai suatu kebenaran akan memungkinkan munculnya solidaritas komunal yang berfungsi sebagai ilmu pengetahuan dan aturan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam kondisi yang benar, nilai-nilai tradisi tersebut dapat membantu dinamika kehidupan masyarakat, menumbuhkan dan mengembangkan integritas masyarakat, menciptakan solidaritas sosial, menumbuhkan kebanggaan akan identitas kelompok dan berguna juga untuk mengukuhkan keharmonisan komunal. Sehingga, pada hakikatnya setiap masyarakat indonesia, baik masyarakat modern maupun tardisional memerlukan nilai-nilai kehidupan yang didasari atas kepercayaan dan 8 keyakinan pada hal-hal tertentu untuk menjalani kehidupan yang harmonis (WS, 2015). Fenomena mahasiswa perantau sudah lazim dijumpai di Indonesia. Banyak remaja yang melanjutkan pendidikannya di luar daerah tempat tinggalnya. Sebagai perantau, ia memiliki tuntutan untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Sehingga, dengan adanya berbagai tuntutan tersebut dapat menjadikan sumber stres bagi perantau, yang lambat laun akan menimbulkan perasaan kesepian karena berpisah dengan orang tua, keluarga, dan rekan-rekannya. Bahkan dapat juga menimbulkan perasaan terkucilkan dari lingkungan barunya karena perbedaan strata ekonomi (Saputri, Rahman, & Kurniadewi, 2012). Perantau yang datang ke kota besar mayoritas dengan alasan karena adanya kesempatan yang lebih untuk dapat memperoleh pendidikan ataupun pekerjaan yang dirasa lebih baik dengan lingkungannya yang juga lebih menyenangkan, seperti iklim, tempat pendidikan, perumahan dan perlengkapan publik lainnya yang dapat mendukung aktivitasnya di kota besar, seperti adanya tempat-tempat hiburan. Hal ini berbeda dengan yang berada di daerah asal para perantau yang dirasa belum dapat memenuhi kebutuhannya terutama dalam hal pendidikan ataupun penghasilan di masa depan (Sari, 2018). Di Indonesia sebagian besar para perantau ialah remaja yang bertujuan mencari tempat pendidikan yang lebih baik dan salah satunya pada tingkat universitas, sehingga banyak para remaja yang menjadi mahasiswa perantau. Dalam perantauan seorang remaja tersebut sering mengalami adanya perasaan kesepian. Menurut Rice (dalam Sari & Hidayati, 2015) remaja sering mengartikan perasaan 9 kesepian yang dialami seperti kosong, bosan, dan terasing. Kesepian sering dirasakan oleh remaja ketika merasa tertolak, terasing serta tidak mampu berperan dalam lingkungannya. Kesepian dirasakan karena belum terbentuk keintiman baru hal ini mengakibatkan remaja tidak mempunyai hubungan personal yang sangat dekat. Hasil penelitian yang dilakukan Sari & Hidayati (2015) pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Semarang menunjukkan bahwa 117 subjek (78%) masuk kesepian dalam kategori rendah, lalu 26 subjek (17,3%) kategori sangat rendah, dan kategori tinggi sebanyak 7 subjek (4,7%), sehingga siswa pada sekolah ini memiliki kesepian yang tergolong rendah. Kesepian yang dialami oleh siswa-siswa tersebut tergolong rendah dikarenakan adanya faktor lingkungan secara eksternal yang dapat memberikan dukungan di lingkungan sosialnya untuk para siswa dapat berkembang. Faktor eksternal yang berperan disini antara lain sekolah, guru BK, fasilitas sekolah yang memadai, di mana faktor-faktor tersebut dapat berperan aktif dalam membentuk identitas dan perkembangan siswa di sekolah, sehingga para siswa dapat menjalin komunikasi dengan baik dan meminimalisir munculnya perasaan kesepian pada siswa. Baron & Byrne (dalam Sari & Hidayati, 2015) mengatakan bahwa kesepian yang dialami remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi penyebab munculnya perasaan kesepian salah satunya adalah harapan akan intensitas hubungan sosial tidak sesuai dengan kenyataannya. Remaja merasa kesepian dikarenakan ia membutuhkan kedekatan yang kuat dengan lingkungan namun belum memiliki kemampuan sosial yang baik untuk mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Faktor eksternal yang sangat mempengaruhi kesepian pada remaja menurut Ali (dalam Sari & Hidayati, 10 2015) adalah lingkungan keluarga. Remaja pada tahap perkembangannya berusaha kuat untuk mampu terbebas dari ketergantungan pada kedua orang tua untuk menuju tahap dewasa. Konflik dan tekanan yang terjadi dalam lingkungan keluarga, akan berpengaruh pada penyesuaian di lingkungan sosial. Ketidakmampuan remaja dalam berhubungan sosial akan menimbulkan perasaan kesepian. Upaya individu dalam berinteraksi dengan orang lain maupun teman sebayanya saat ini menggunakan media yang sangat digemari yaitu melalui internet. Cao dkk (dalam Agusti & Leonardi, 2015) mengatakan bahwa kecenderungan penggunaan internet sebagai media untuk berinteraksi dan bersosialisasi terjadi pada individu di masa remaja akhir. Namun saat individu merasa bahwa lebih nyaman dan percaya diri dalam berinteraksi sosial melalu internet daripada tatap muka ia dapat dikatakan bahwa mengalami gejala dari problematic internet use (Caplan dalam Agusti & Leonardi, 2015). Adapun faktor psikososial seperti depresi dan kesepian (loneliness) yang menyebabkan individu cenderung lebih merasa nyaman berinteraksi secara online daripada tatap muka langsung (Kim, LaRose & Peng dalam Agusti & Leonardi, 2015). Hasil penelitian yang dilakukan Nowland, Necka, & Cacioppo (2017) mengungkapkan kesepian merupakan penentu bagaimana orang berinteraksi dengan dunia digital. Orang-orang yang kesepian mengungkapkan preferensi menggunakan internet untuk interaksi sosial dan lebih mungkin untuk menggunakan internet dengan menghabiskan waktu dalam kesehariannya. Hal ini menunjukkan, bahwa orang yang kesepian mungkin membutuhkan dukungan melalui sosial internet mereka sehingga mereka 11 menggunakannya dengan cara meningkatkan persabatan yang ada ataupun mencari yang baru. Ketika seorang remaja terisolasi dalam waktu yang lama dan kemudian berkumpul dengan orang lain maka akan mengalami lonjakan interaksi sosial dan merasa sangat bersemangat. Bagi remaja kebutuhan berinteraksi dengan orang lain sangat besar, terutama interaksi dengan teman sebayanya. Hal ini dilakukan remaja untuk memenuhi tuntutan-tuntutan di masa perkembangan yaitu perkembangan secara fisik, psikis dan sosial. Namun, ketika seorang remaja tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut, remaja akan mengalami stres dan menarik diri dari lingkungan yang lambat laun akan memunculkan perasaan kesepian. Salah satu penyebab dari individu yang merasa kesepian adalah bunuh diri. Pada berita yang diliput oleh Jawa Pos edisi 13 Juli 2018 menemukan adanya kasus bunuh diri di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang dinilai oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat bahwa korban memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri paling besar disebabkan karena kesepian. Kasus bunuh diri pada tahun 2018 ada sekitar 12 orang, bisa karena ketahanan jiwanya yang lemah, sakit yang tak kunjung sembuh, depresi maupun gangguan jiwa (Warsito, 2018). Seseorang yang merasa kesepian dianggap kurang kompeten secara interpersonal. Pada BBC News Education and Family Correspondent edisi 10 April 2018, menemukan bahwa hampir 10% orang yang berusia 16 hingga 24 tahun selalu atau sering merasa kesepian dengan proporsi tertinggi dari usia yang lain, dan proporsinya juga lebih tinggi daripada kesepian yang dialami orang dengan usia 65 12 tahun ke atas. Hal ini juga menjadi peringatan bahwa jutaan orang yang mengalami kesepian disebabkan karena kurangnya intensitas kontak dengan orang lain (Coughlan, 2018). Kemudian hasil penelitian yang dilakukan Nurayni & Supradewi (2017) dengan kriteria sampelnya adalah mahasiswa Universitas Diponegoro yang merupakan mahasiswa perantau dan sedang menempuh perkuliahan angkatan 2016 sebanyak 184 sampel, menunjukkan hasil uji korelasi antara dukungan sosial dan kesepian dengan rxy = -0,619 dan taraf signifikan p=0,000 (p≤0,01) yang artinya terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan kesepian, lalu pada hasil uji korelasi antara rasa memiliki dan kesepian perolehan rxy = -0,219 dengan taraf signifikan p=0,003 (p≤0,01) yang menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara rasa memiliki dengan kesepian, sehingga pada penilitan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial dan rasa memiliki terhadap kesepian pada mahasiswa perantau di universitas tersebut. Hasil penelitian yang lain dilakukan oleh Saputri, Rahman, & Kurniadewi (2012) pada mahasiswa perantau yang berasal dari Bangka di Kota Bandung dengan sampling sebanyak 60 orang diambil dari 280 jumlah populasi yang ada. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesepian dengan konsep diri sebesar 37,9% dengan level signifikansinya 0,019. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah jika tingkat kesepian yang dimiliki remaja tinggi maka konsep dirinya rendah, dan sebaliknya jika tingkat kesepian yang dimiliki rendah maka konsep dirinya positif. 13 Penelitian terbaru yang dilakukan Schermer & Martin (2019) dengan subjeknya berasal dari cross-sectional twin study Australia sebanyak 764 pasangan kembar dewasa yang berusia 26-43 tahun. Penelitian dilakukan dengan mengajukan tiga pertanyaan tentang kesepian pada setiap individu, kemudian memberikan skala mengenai 5 faktor kepribadian yang berjumlah 74 item. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor lingkungan genetik yang umum dan unik berpengaruh dalam kepribadian dan kesepian. Kesepian yang terjadi diakibatkan oleh berbagai macam faktor diantaranya tidak adanya teman dan kekasih, sulit beradaptasi, tidak memiliki atau jauh dari kerabat dan orang tua. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin mengetahui kesepian yang dialami oleh remaja perantau, sehingga rumusan masalahnya adalah “Bagaimana kesepian yang dialami perantau?”. Pertanyaan penelitiannya yaitu “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesepian pada perantau?” 2. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif fenomenologi, yang merupakan sebuah studi untuk memberikan gambaran mengenai sebuah arti dari pengalaman individu pada suatu konsep atau bisa dikatakan dengan mencari arti secara psikologis dari pengalaman individu terhadap sebuah fenomena dalam konteks yang mendalam melalui kehidupan sehari-hari subjek yang akan diteliti. Kriteria informan adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta yang berada di Kota Surakarta selama 14 minimal ±3 tahun, berasal dari luar Pulau Jawa yang mewakili berbagai pulau di Indonesia dan bersedia menjadi informan penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Informan Penelitian No Subjek Usia Jenis Kelamin Daerah Asal Lama merantau di Surakarta ± 3,5 tahun 1 CEP 22 tahun Pria Tanggamus, Lampung 2 HAD 21 tahun Wanita Lombok, Nusa Tenggara ± 3 tahun Barat 3 GRG Pria AW Wanita Pangkalanbun, Kalimantan Tengah Sorong, Papua ± 3 tahun 4 5 EAM 21 tahun 18 tahun 21 tahun Wanita Denpasar, Bali ± 3 tahun ± 6 tahun Metode pengumpulan data pada penelitian menggunakan metode wawancara semi terstruktur termasuk dalam kategori in-depth interview yang dilakukan secara langsung, berstruktur, informal dan sifatnya berencana, hal ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka di mana informan diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2011). Analisis data dilakukan dengan cara pengorganisasian dan pengkodingan data, penentuan tema, mencari kategori, mendeskripsikan kategori, dan pembahasan hasil penelitian. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kesepian sosial pada mahasiswa perantau di Kota Surakarta. Kesepian merupakan perasaan subjektif seseorang yang terisolasi secara sosial tanpa memandang status 15 sosial seseorang yang sebenarnya Invalid source specified.. Selanjutnya mengenai perantau menurut Nurayni & Supradewi (2017) yaitu perpindahan tempat tinggal dengan meninggalkan kampung halaman untuk menyelesaikan pendidikan atau pekerjaan yang lebih baik. Bagaimana kesepian yang dialami perantau dari berbagai provinsi di Indonesia ini, sesuai dengan hasil yang telah dipaparkan di atas pembahasannya sebagai berikut: Tabel 2. Kesimpulan Kesepian Seluruh Informan Deskripsi Intensitas / Waktu Faktor Aktivitas Ciri kesepian Cara mengatasi Jumlah teman dekat Kesepian adalah keadaan ketika tidak ada orang/teman untuk diajak bercerita dan merasa tidak ada orang/teman yang memahami/memperhatikan subjek Temporer Eksternal : kurangnya komunikasi secara langsung dengan orang lain, tidak adanya aktivitas dan kurangnya kualitas dalam hubungan pertemanan Internal : harapan subjek yang tidak sesuai dengan kenyataan serta kepribadian diri subjek (introvert) Kuliah, tidak bekerja, tidak berorganisasi, berkumpul dengan teman-teman Adanya perasaan kurang puas dengan keadaan ekonomi dan dengan teman-teman disekitar subjek, merasa kesal, adanya perasaan terjebak, tidak tegas, adanya karakteristik rendah diri, perfeksionis emosional, perfeksionis romantis, merasa memiliki masalah dengan diri subjek, kecemasan sosial, tidak memiliki harapan, adanya perasaan terasing dan terkucil Bermain hp/game, menonton film/televisi, bekerja, bersikap tak acuh, menelpon orangtua, mengajak teman jalan-jalan, membaca buku, tidur 2-10 teman dekat di Surakarta, 2-5 teman dekat di kampung halaman Komunikasi Hampir setiap hari subjek chat dengan orangtua dengan orangtua 16 Dari data pada tabel kesimpulan kesepian seluruh informan diatas dapat diketahui bahwa terdapat dua tipe kesepian menurut Peplau & Perlman (1998) yaitu kesepian sosial dan kesepian emosional, disimpulkan bahwa kelima informan mengalami kesepian sosial dan terdapat 2 dari 5 informan penelitian juga mengalami kesepian emosional, dengan intensitas kesepian informan bersifat temporer. Perasaan kesepian sosial yang dialami oleh kelima informan ini berhubungan dengan aspek pandangan terhadap social reinforcement dimana apabila interaksi individu dengan orang lain kurang menyenangkan, maka individu tersebut akan mengalami kesepian (Peplau & Perlman, 1982). Deskripsi kesepian menurut seluruh informan adalah keadaan ketika tidak ada orang/teman untuk diajak bercerita dan merasa tidak ada orang/teman yang memahami/memperhatikan. Kemudian kelima informan memiliki berbagai macam faktor eksternal yang mempengaruhi munculnya perasaan kesepian, seperti kurangnya komunikasi secara langsung, tidak adanya aktivitas yang dilakukan, kurangnya kualitas dalam hubungan sosialisasinya, dan adanya jaringan hubungan yang terbatas. Selain itu, terdapat juga faktor internal yang mempengaruhi munculnya kesepian pada informan, seperti adanya harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan serta kepribadian diri informan yang introvert. Karakteristik kesepian yang dimiliki oleh kelima informan juga berbagai macam, seperti adanya perasaan kurang puas dengan keadaan ekonomi dan dengan teman-teman disekitar subjek, merasa kesal, adanya perasaan terjebak, tidak tegas, adanya karakteristik rendah diri, perfeksionis emosional, perfeksionis romantis, merasa memiliki masalah dengan diri subjek, kecemasan sosial, tidak memiliki 17 harapan, adanya perasaan terasing dan terkucil. Karakteristik kesepian yang dirasakan informan dalam hubungan sosial yang dimilikinya tersebut berkaitan dengan tidak terpenuhinya aspek persepsi terhadap hubungan sosial (cognitive process) dimana adanya perasaan sedih, sepi, kangen yang lambat laun akan mempengaruhi munculnya perasaan kesepian. Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebagian besar informan pada saat merantau di Kota Surakarta hanya memiliki 2-10 teman dekat dan teman dekat di kampung halaman berjumlah 2-5 orang. Kemudian diketahui 2 dari 5 informan penelitian tidak memiliki sahabat atau teman dekat yang dapat berhubungan intens dengan subjek, sehingga tidak terpenuhinya aspek kebutuhan akan keintiman pada diri subjek dimana pada dasarnya setiap individu membutuhkan hubungan yang lebih intens dalam hidupnya dan apabila hal ini tidak terpenuhi maka akan muncul perasaan kesepian pada individu tersebut (Peplau & Perlman, 1982). Dalam menghadapi perasaan kesepian yang terjadi pada informan, informan penelitian lebih memilih aktivitas yang dapat dinikmati oleh diri sendiri dan penggunaan sosial media sebagai wadah untuk mendapatkan dukungan sosial secara online, dapat dilihat dari pernyataan subjek antara lain subjek menonton tv dan film, membaca buku, bermain hp dan game, bekerja, berkomunikasi dengan orang tua yang dilakukan seluruh informan hampir setiap hari, tidur, jalan-jalan dengan teman dan kuliner di sekitar Kota Solo. Hal-hal tersebut selain upaya subjek untuk menghadapi kesepian, juga merupakan hal yang subjek lakukan untuk menyenangkan diri di perantauan. Diketahui dari hasil wawancara, bahwa sebagian 18 besar informan penelitian dalam aktivitasnya di keseharian yaitu kuliah, tidak bekerja, tidak berorganisasi, dan bermain/berkumpul dengan teman-temannya. Marta (2014) membagi dua tipe pengalaman perantau yaitu pengalaman positif yang merupakan pengalaman ketika individu menemukan hal-hal yang dapat membuatnya merasa bahagia dan terdorong untuk mencapai cita-citanya, dan pengalaman negatif yang merupakan pengalaman perantau ketika menemukan halhal yang membuatnya merasa sedih dan tidak nyaman. Pada hasil wawancara diketahui bahwa 1 dari 5 informan memiliki pengalaman positif selama merantau, dimana ia mengalami perubahan pada kepribadian introvert yang dimiliki sehingga pada saat merantau ia dapat menjadi lebih terbuka dengan orang-orang di lingkungannya, sudah tidak lagi enggan digandeng bahkan dipeluk oleh teman wanitanya dan sudah tumbuh adanya rasa berbagi dengan saudara kandungnya. 4. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis dan dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kesepian sosial pada mahasiswa perantau di Kota Surakarta dapat dideskripsikan sebagai berikut: Awal proses munculnya perasaan kesepian sosial terjadi saat merantau ke Kota Surakarta, subjek dihadapkan pada penyesuaian diri dengan lingkungannya yang baru dengan bahasa dan budaya yang berbeda. Keinginan untuk memiliki teman dekat yang dapat selalu menemani saat makan, jalan-jalan maupun sekedar mencurahkan isi hatinya, kemudian subjek juga lebih memilih menggunakan sosial 19 media sebagai wadah untuk mendapatkan dukungan sosial secara online merupakan cara subjek untuk meminimalisir perasaan kesepian yang muncul. Kelima informan mengalami kesepian sosial dan sebagaian informan juga mengalami kesepian emosional, hal ini berkaitan dengan aspek persepi terhadap hubungan sosial (cognitive process). Deskripsi kesepian menurut seluruh informan adalah keadaan ketika tidak ada orang/teman untuk diajak bercerita dan merasa tidak ada orang/teman yang memahami/memperhatikan. Kemudian seluruh informan memiliki berbagai macam faktor eksternal yang mempengaruhi munculnya perasaan kesepian, seperti kurangnya komunikasi secara langsung, tidak adanya aktivitas yang dilakukan, kurangnya kualitas dalam hubungan sosialisasinya, dan adanya jaringan hubungan yang terbatas. Selain itu, terdapat juga faktor internal yang mempengaruhi munculnya kesepian pada informan, seperti adanya harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan serta kepribadian diri informan yang introvert. Terdapat informan penelitian tidak memiliki sahabat atau teman dekat yang dapat berhubungan intens dengan subjek selama merantau di Kota Surakarta, sehingga tidak terpenuhinya aspek kebutuhan akan keintiman pada diri subjek dimana hal ini juga dapat mempengaruhi munculnya perasaan kesepian. Untuk mengatasi kesepian, informan lebih memilih aktivitas yang dapat dinikmati oleh diri sendiri dan penggunaan sosial media sebagai wadah untuk mendapatkan dukungan sosial secara online, seperti menonton tv dan film, membaca buku, bermain hp dan game, bekerja, berkomunikasi dengan orang tua yang dilakukan seluruh informan hampir setiap hari, tidur, jalan-jalan dengan teman dan kuliner di sekitar Kota Solo. Hal-hal tersebut selain upaya subjek untuk menghadapi kesepian, 20 juga merupakan hal yang subjek lakukan untuk menyenangkan diri di perantauan. Pada hasil wawancara juga diketahui bahwa salah seorang informan memiliki pengalaman positif selama merantau, dimana ia mengalami perubahan pada kepribadian introvert yang dimiliki sehingga pada saat merantau ia dapat menjadi lebih terbuka dengan orang-orang di lingkungannya, sudah tidak lagi enggan digandeng bahkan dipeluk oleh teman wanitanya dan sudah tumbuh adanya rasa berbagi dengan saudara kandungnya. DAFTAR PUSTAKA Agusti, R. D., & Leonardi, T. (2015). Hubungan antara kesepian dengan problematic internet use pada mahasiswa. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 4(1), 9-13. Burns, D. (1988). Mengapa Kesepian, Program Baru yang Telah Diuji Secara Klinis untuk Mengatasi Kesepian. (A. Soetomo, Penerj.) Jakarta: Erlangga. Coughlan, S. (2018, April 10). Loneliness more likely to affect young people. Dipetik Oktober 2, 2018, dari BBC News education and family correspondent: https://www.bbc.com/news/education-43711606 Fratantoni, M. (2018, September 14). Amid ever-increasing connection, young people are lonelier than ever. Dipetik Oktober 2, 2018, dari The New Daily: https://thenewdaily.com.au/life/wellbeing/2018/09/14/young-adultsloneliness/ Indriyani. (2017). Kesepian pada lansia muslim di panti tresna werdha teratai Palembang . Skripsi, 1-80. Marta, S. (2014). Konstruksi makna budaya merantau di kalangan mahasiswa perantau. Jurnal Kajian Komunikasi, 2(1), 27-43. Nowland, R., Necka, E., & Cacioppo, J. (2017). Loneliness and social internet use: pathways to reconnecting in a digital world. Journal Permissions: Perspective on Psychological Science, 1(1), 1-18. Nurayni, & Supradewi, R. (2017). Dukungan sosial dan rasa memiliki terhadap kesepian pada mahasiswa perantau semester awal di Universitas Diponegoro. Proyeksi, 12(1), 35 - 42. Peerenboom, L., Collard, R., Naarding, P., & Comijs, H. (2015). Tha association between depression and emotional and social loneliness in older persons and yhe influenceof social support, cognitive functioning and personality: a cross-sectional study. Journal of Affective Disorders, 182(1), 26-31. Peplau , L., & Perlman, D. (1998). Loneliness. Encyclopedia of Mental Health, 2(1), 571-581. Rahmawati, R., & Puspitawati, I. (2010). Pengatasan kesepian pada warakawuri di usia lanjut. Jurnal Psikologi, 3(2), 160-171. Rosenstreich, E., & Margalit, M. (2015). Loneliness, mindfullness, and academic achievements: a moderation effect among first-year college students. The Open Psychology Journal, 8(1), 138 - 145. Santrock, J. (2003). Adolescence = perkembangan remaja (Edisi 6). Jakarta: Erlangga. 21 22 Saputri, N. S., Rahman, A. A., & Kurniadewi, E. (2012). Hubungan antara kesepian dengan konsep diri mahasiswa perantau asal Bangka yang tinggal di Bandung. Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(2), 645 - 653. Sari, A. (2018). Kontrol diri pada mahasiswa perantau dalam menjaga kepercayaan orang tua. Skripsi, 1-134. Sari, G., & Hidayati, F. (2015). Hubungan antara konsep diri dengan kesepian pada remaja. Jurnal Empati, 2(2), 163-168. Schermer, J. A., & Martin, N. (2019). A behavior genetic analysis of personality and loneliness. Journal of Research in Personality, 78, 133-137. Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi (mixed methods). Bandung: cv. ALFABETA. Warsito, B. (2018, Juli 13). Pemkab Gunungkidul: Mereka yang Bunuh Diri Karena Kesepian. Dipetik Oktober 3, 2018, dari JawaPos.com: https://www.jawapos.com/index.php/jpg-today/13/07/2018/pemkabgunungkidul-mereka-yang-bunuh-diri-karena-kesepian WS, H. (2015). Kearifan lokal dalam tradisi lisan kepercayaan rakyat ungkapan larangan tentang kehamilan, masa bayi dan kanak-kanak masyarakat Minangkabau wilayah adat luhak nan tigo. Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 1(2), 198-204. Yusuf, N. F. (2015). Kesepian dan depresi: studi metaanalisis. Seminar Psikologi & Kemanusiaan, 331-337.