SISTEM IMUN PADA MATA Seperti halnya dengan respons imun yang terjadi di organ-organ lain, mata juga memberikan respon imun baik humoral maupun seluler. Mata merupakan kelanjutan susunan saraf pusat sedangkan konjungtiva merupakan kelanjutan dari jaringan ikat. Mata merupakan bagian tubuh yang unik yang dapat memberikan petanda dari proses imun aktif langsung. Mata memiliki mekanisme perlindungan yang bersifat non imundan imun secara alamiah.4, 5, 7, 8 PROTEKSI NON IMUN (BARIER ANATOMIK) : Mekanisme perlindungan yang bersifat non imun secara alamiah antara lain : 1. Palpebra, yang melindungi mata dari paparan dengan lingkungan luar. Palpebra melindungi permukaan okuler terhadap organisme yang tersebar di udara, benda asing dan trauma minor. 2. Bulu mata, mampu mendeteksi adanya benda asing dan segera memicu kedipan mata. 3. Air mata, mempunyai efek mengencerkan dan membilas. Memegang peranan dalam menjaga integritas dari epitel konjungtiva dan kornea yang berfungsi sebagai barier anatomi. Pembilasan yang terus menerus pada permukaan okuler mencegah melekatnya mikroorganisme pada mata.5, 7 Integrasi antara palpebra, silia, air mata dan permukaan okuler merupakan sebuah mekanisme proteksi awal terhadap benda asing. Epitel kornea adalah epitel skuamosa non keratin yang terdiri hingga lima lapis sehingga akan menyulitkan mikroorganisme untuk menembus lapisan-lapisan tersebut. Selain itu kornea juga diinervasi oleh ujung serabut saraf tidak bermielin sehingga akan memberikan peringatan awal yang sangat cepat bagi mata terhadap trauma dikarenakan oleh sensitifitasnya. PROTEKSI IMUN PADA KONJUNGTIVA Gambaran imunologi di konjungtiva: Konjungtiva terdiri dari 2 lapisan, yaitu lapisan epitel dan lapisan konektif (substansia propia). Konjungtiva memiliki vaskularisasi dan drainase limfatik yang baik menuju kelenjar preaurikuler dan submandibula. Jaringan tersebut penuh dengan sel Langerhans (SL), sel dendritik (SD) dan makrofag yang berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC). Foliker – foliker konjungtiva bisa membesar setelah infeksi atau inflamasi tertentu pada permukaan ocular, ditandai dengan kumpulan limfosit T, limfosit B, dan APC. Jika diamati fungsinya seperti peyer patch pada usus halus, dimana foliker menunjukkan adanya proses antigen oleh imun lokal yang menyebar melalui epitel tipis yang kemudian diproses oleh limfosit T dan limfosit B secara lokal pada folikel konjungtiva, terutama substansia propia, diinfiltrasi penuh oleh sel efektor potensial, yang dapat didominasi oleh sel mast. Seluruh isotope antibody dijumpai, dan merupakan produksi lokal saat terjadi kebocoran pasif. IgA merupakan antibody yang utama pada tear film. Molekul yang terlarut pada sistim imun bawaan juga diproduksi, misalnya komplemen. Konjungtiva menyokong respons yang diperantarai antibody dan limfosit, meskipun degranulasi sel mast yang diperantarai IgE adalah yang paling sering dan penting. Substansia propria kaya akan sel-sel imun dari bone marrow yang akan membentuk sistem imun mukosa pada konjungtiva yang dikenal dengan Conjunctiva Associated Limphoied Tissue (CALT) yang merupakan salah satu bagian dari MALT. CALT merupakan sistem imunoregulasi yang utama bagi konjungtiva. Pada substansia propria terdapat neutrofil, limfosit, IgA, IgG, sel dendrite dan sel mast. Eosinofil dan basofil tidak ditemukan pada konjungtiva yang sehat. Konjungtiva mengandung banyak sel mast. IgA merupakan antibodi yang paling banyak dalam lapisan air mata. IgA menyerang bakteri dengan cara “membungkusnya” sehingga mencegah terjadinya perlekatan antara bakteri dengan sel epitel. Molekul terlarut yang banyak adalah komplemen. Respon imun yang terjadi pada konjungtiva sebagian besar merupakan respon imun yang dimediasi oleh antibodi dan limfosit, namun juga terdapat respon imun yang dimediasi oleh IgE terhadap sel mast pada reaksi alergi Sistem imoregulator Sistem imunoregulator terpenting pada konjungtiva adalah jaringan limfoid yang berhubungan dengan mukosa yaitu mucosa associated lymphoid tissue (MALT). Konsep MALT merupakan jaringan interkoneksi dengan mukosa (susunan epitel traktus respiratorik, usus, dan traktus urogenital dan permukaan okula serta adneksanya) yang mempunyai gambaran imunologi spesifik: Terdapat APC Struktur tertentu untuk memproses antigen yang terlokalisir (payer’s patch dan tonsil) Sel efektor unik (misal: limfosit T intraepitel dan sejumlah sel mast) Namun, aspek MALT yang paling nyata adalah distribusi dan penempatan efektor limfosit T dan B yang diinduksi oleh imunisasi pada satu sisi mukosa, tetapi untuk semua MALT karena adanya persamaan ekspresi molekul adhesi sel yang spesifik pada venula – venula post kalpiler dari pembuluh darah mukosa. Respons imun MALT merangsang T helper 2 (Th2) yang menyebabkan produksi antibody IgA dan IgE. Imunisasi antigen terlarut melalui MALT, terutama pada usus sering menimbulkan toleransi oral, terutama oleh karena aktifasi limfosit T regulator mirip T2 yang mensupresi sel efektor hipersensitivitas tipe lambat TH I. 1. American Academy of Ophthalmology, Immune – Mediated Disorders of the External Eye and Cornea in External Disease and Cornea, Basic and Clinical Science Course, Chapter 8, section 8, 2005 – 2006, page 183 – 191. 2. American Academy of Ophthalmology, Ocular Immune Responses in Intraocular Inflammation and Uveitis, Basic and Clinical Science Course, Chapter 3, Section 9, 2005 – 2006, page 33 – 42 3. American Academy of Ophthalmology, Fundamental and Principels of Ophthalmologi, Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003 – 2004, page 24 - 36