Rutinan Diskusi PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang Kamis, 31 Oktober 2019 Pengantar Islam Nusantara (Draf Diskusi PKPT) Islam Nusantara sejak diangkat menjadi tema Mukatamar NU ke-33 pada tahun 2015 di Jombang masih saja diperdebatkan hingga sekarang. Percakapan tentangnya masih saja ramai, di meja dikusi atau di ruang virtual. Tentu, ada yang kontra dan pro dengan gagasan yang di kampayekan oleh PBNU ini. salah satu argumentasi kelompok kontra adalah bahwa Islam adalah ajaran yang bersifat sakral dan universal sedangkan budaya Nusantara adalah buatan manusia yang bersifat duniawi dan partikular. Oleh karena itu, tidak mungkin yang sakral dan universal ini tunduk terhadap sesuatu yang bersifat duniawi dan partikular. Tentu, argumen diatas jika kita lihat dari ajaran agama Islam tidaklah salah. Hanya pertanyaanya, sebenarnya apa definisi Islam Nusantara menurut pengusungnya ? Islam Nusantara menurut Prof. KH. Said Aqil Siradj adalah tipologi muslim di kawasan Nusantara yang membedakan dengan muslim di belahan dunia lainnya, yaitu muslim yang memadukan islam dengan nasionalisme serta akomodasi islam terhadap budaya yang baik1. Beliau menambahkan Islam Nusantara memiliki karakter “Islam yang ramah, anti radikal, inklusif dan toleran.” Sebagai suatu model, Islam Nusantara berbeda dari apa yang disebutnya sebagai “Islam Arab yang selalu konflik dengan sesama Islam dan perang saudara.” Kita pun mafhum, apa yang sedang terjadi di beberapa negara Arab saat ini, seperti Libya, Suriah, Iraq, Mesir, Yaman yang tidak sepi dari kekerasan dan konflik bersaudara. Berikutnya KH Afifuddin Muhajir memaknai Islam Nusantara sebagai pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam segmen fiqh mu‘amalah sebagai hasil dialektika antara nash, syari‘at, dan urf, budaya, dan realita di bumi Nusantara. Islam Nusantara sebagai paham dan praktik keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realita dan budaya setempat. Spirit Islam Nusantara‖ adalah praktik berislam yang didahului dialektika antara nash syariah dengan realitas dan budaya tempat umat Islam tinggal2. Dengan definisi yang bermacam – macam dari para pengusung Islam Nusantara, tetap saja istilah ini menuai penolakan keras dari berbagai kelompok. Istilah ini dinilai memecah Islam yang 1 Siroj, Said Aqil KH., 2016. Islam Nusantara Sebagai Tipolog Muslim Indonesia dan Dunia dalam Makalah yang disampaikan di Ponpes Sidogiri tertanggal 24 Januari 2016. 2 Muhajir, Afifuddin KH., 2015.Maksud Istilah Islam Nusantara dalam Opini NU Online edisi 27 Juni 2015. Rutinan Diskusi PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang Kamis, 31 Oktober 2019 hakikatnya hanya satu. Kontroversi terletak pada istilah “Islam Nusantara”, yang di angap islam jenis baru. Apalagi pendapat KH Said Aqil Sirad tentang “Islam Arab” yang menohok gerakan pemurnian Islam yang melakukan gerakan lebih ke arabisasi daripada islamisasi. Disinilah relevansi untuk mengisi dan memaknai Islam Nusantara lebih dalam lagi menemukan momentumnya. Apakah Islam Nusantara hanya satu model, seperti yang dibayangkan oleh kalangan Nahdliyin yang mempromosikannya? Bagaimana dengan “Islam-Islam lain” yang dipahami oleh ormas-ormas keislaman yang ada, atau Islam di luar Jawa yang menjadi basis kalangan Nahdliyin? Apakah hanya berkaitan dengan sejarah lama, ketika penjelasan lebih lanjut dari kalangan Nahdliyin Islam Nusantara ini merujuk pada era Wali Songo? Bagaimana dengan nilai-nilai keindonesiaan, dan masa depan Islam di Indonesia itu sendiri? Apa relevansinya Islam Nusantara untuk konteks saat ini dan mendatang? Bagaimana mempromosikan Islam Nusantara? Siapa saja yang mendukung, sekaligus yang menolaknya? Apa tantangan-tantangan Islam Nusantara di masa datang? “Berbagai pertanyaan diatas, mari kita sempitkan dengan satu pertanyaan dulu 😊. Bagaiamana definisi Islam Nusantara yang sesuai dengan konteks hari ini dan masa depan?”