GURU DALAM DIALEKTIKA BUDAYA DAN PENDIDIKAN Dr. M. Saroni, M.Ag1 ABSTRACT Information is increasingly heavy flooding human life, has forced humans to follow the dynamics of life is getting faster. So that the transmission of knowledge to the students naturally tend to become less dominated enabled through a learning process that teachers do in the classroom. Initially the process of transmission of knowledge can take place vertically from top to bottom, but then armed with more information is obtained by the students outside the classroom, it is not impossible to turn into horizontally even vertically from bottom to top because the information can be obtained from various sources. When the teacher can not fully meet the demands of perfect, not a reason for teachers to be skeptical, because there is the value of a personality that has a role and a function that should be retained by a teacher. A professional teacher will try to look for in order to acquire, manage and use information from various sources continuously, but still maintain the value of the teacher's personality principle semstinya. Moreover, the effort seriously, periodically teachers can do research on how the development of students in the learning process in the classroom, by doing classroom action research (CAR). Keywords: Teacher, Communication, Culture and Education transmissions. ABSTRAK Informasi yang semakin deras membanjiri kehidupan manusia, telah memaksa manusia mengikuti dinamika kehidupan yang semakin cepat. Sehingga transmisi ilmu bagi kalangan siswa secara alamiah memungkinkan cenderung semakin kurang didominasi melalui proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas. Awalnya proses transmisi ilmu bisa berlangsung secara vertikal dari atas ke bawah, tetapi kemudian berbekal informasi yang lebih banyak diperoleh siswa di luar kelas, tidak mustahil berubah menjadi horizontal bahkan vertikal dari bawah ke atas karena informasi bisa diperoleh dari berbagai sumber. Di saat guru tidak dapat memenuhi tuntutan secara utuh sempurna, bukan alasan bagi guru untuk bersikap skeptis, sebab ada nilai kepribadian yang mempunyai peran dan fungsi yang semestinya tetap dipertahankan oleh sosok guru. Seorang guru yang profesional akan berusaha untuk mencari agar memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi dari berbagai sumber secara kontinyu, tetapi tetap memepertahankan nilai prinsip kepribadian guru yang semstinya. Apalagi dengan usaha yang sungguh-sungguh, secara periodik guru dapat melakukan penelitian tentang bagaimana perkembangan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Kata-Kata Kunci : Guru, Komunikasi, Trasmisi Budaya dan Pendidikan. mengguncangkan dan hilangnya orientasi, yang A. PENDAHULUAN Awal tahun tujuh puluhan, banyak dialami oleh setiap individu apabila dihadapkan orang telah membaca karya tulis Alvin Tofler dengan terlalu banyak perubahan dalam waktu yang melemparkan istilah ‘kejutan masa depan’ (future shock), yaitu suatu tekanan yang Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 73 yang singkat. 1 terlalu Kemudian, pendapat umum di dunia pada banyak awal tahun menguasai keadaan daripada pengendaliannya. sembilan puluhan, yang mengatakan bahwa saat ini kita tengah dialektika sosial budaya yang sangat dinamis, komunikasi, bahkan ada yang menyebutnya dan turut mempengaruhi terhadap ketahanan sebagai mental kepribadian setiap individu yang sedang ledakan abad Melalui interaksi kemudian terjadi revolusi abad memasuki usaha dalam komunikasi (the communication explotion). 2 berada dalam proses interaksi tersebut. Di satu Senang atau tidak, yang pasti dunia sisi banyak orang yang lebih kuat pendidikan pada tahun sembilan puluhan apalagi mempengaruhi, tetapi di sisi lain banyak pula setelah memasuki abad ke dua puluh satu ini, orang cenderung lebih banyak dipengaruhi. termasuk di Indonesia tengah berada dalam Individu dinamika sosial kehidupan masyarakat yang terpengaruh oleh orang lain, antara lain sebagai semakin kebanjiran informasi, yang memicu akibat kurang mampu terhadap proses komunikasi yang semakin cepat mental yang kuat. Akibatnya, ada di antara orang serta akurat, seiring laju perkembangan berbagai atau masyarakat yang kemudian ia terjerumus ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang ke dalam mental yang suka menerabas karena mendukung bidang informatika. untuk mengejar ketertinggalan. Mental suka Walaupun semakin lebih cenderung mudah memelihara ketahanan dalam nerabas yaitu mentalitas yang bernafsu untuk pengoperasian software (perangkat lunak) dan mencapai suatu tujuan dengan berbagai cara hardware teknologi yang penting cepat mencapai target, dimana informatika, dan dapat dibeli dengan harga yang orang akibatnya tidak berusaha memelihara semakin kerelaan (perangkat murah, mudah yang keras) tetapi berkat perangkat hati untuk menghargai dengan teknologi bidang informatika ini orang semakin mengutamakan orang yang telah lebih dahulu mampu menjelajah hingga menembus batas melakukan langkah yang benar dari permulaan antarlintas budaya dari berbagai etnis dan ras dengan langkah setahap demi setahap. 3 yang sangat cepat dan luas menjangkau ke Mentalitas suka menerabas terus berbagai kawasan di muka bumi. Sehingga merambah ke hampir setiap individu, tetapi lebih proses interaksi antar masyarakat dunia, dalam dominan lagi terjadi pada kalangan masyarakat hitungan waktu yang sangat cepat telah menjadi yang tingkat kepribadiannya cenderung sangat fenomena labil. Bahkan dengan semakin kuat mental suka yang sulit dikendalikan, karena interaksi itu sendiri cenderung berlangsung lebih menerabas, akan membentuk memicu 1 William F. O’neil, 2008, Idiologi-idiologi Pendidikan, Pustaka Pelajar, hlm 3 2 Harmoko, 1992, Globalisasi Komunikasi dan Kemajuan Teknologi Informasi, Deppen RI, Jakarta, hlm 35 terhadap sikap kebiasaan yang yang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur budaya, dan akan 3 Koentjaraningrat, 1993, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, hlm 46 74 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84 mudah pula berkembang perasaan kurang lebih berhak untuk mengakui sebagai banggga terhadap budaya bangsa sendiri, karena pemiliknya. Baru setelah ada pernyataan resmi dipandang sebagai budaya yang rendah daripada dari UNESCO tanggal 2 Oktober 2009 lalu yang budaya lain. Pendapat atau kondisi perasaan menyatakan seperti ini disebut oleh Alatas dalam Yusmar kesenian yang diklaim Malasyia diakui sebagai Lubis, sebagai captive mind syndrome. Suatu produk budaya aseli Indonesia, maka protes kondisi mental yang banyak mulai masyarakat di negara-negara merambah yang ke bahwa mereda Batik dengan dan jenis-jenis menyisakan rasa sedang nasionalisme yang meningkat. Bahkan ada berkembang dan negara miskin serta negara himbauan dari suatu instansi untuk mengenakan bekas jajahan. 4 baju Batik pada setiap hari Jum’at. Kita lihat di sisi lain, banyak orang B. GURU, BUDAYA DAN PENDIDIKAN Indonesia yang merasa tidak begitu tertarik dan DALAM HUBUNGAN RESIPROKAL tidak merasa bangga lagi terhadap budaya aseli Melalui media cetak dan elektronik Indonesia. Yang dimaksud budaya tentu tidak terutama dari media internet dan televisi, kita hanya berupa seni musik, ukir dan artefak, dengan segera dapat melihat dan menyimak, bahkan nilai atau norma yang melekat dalam ciri walaupun terkadang kita tidak dapat merasakan dan cara kehidupan sosial pada suatu masyarakat adanya pengaruh dari informasi yang diperoleh yang dilakukan oleh setiap individu atau itu terhadap diri kita padahal pengaruh itu kelompok termasuk bagian dari budaya. Antara sedang berlangsung. lain, dengan adanya aturan tertulis atau tidak Ada suatu fenomena menarik, misalnya tertulis yang mengatur tatacara pergaulan antar di saat masyarakat Indonesia telah hanyut lawan jenis, sehingga bagi setiap orang yang dengan irama dan aroma budaya Barat, mulai melanggarnya akan mendapat sangsi karena dari verbal hingga nonverbal dengan tidak dianggap mempertimbangkan apakah positif atau negatif, Tetapi karena pengaruh dari luar (Barat) lebih seakan itulah budaya yang telah menjadi bagian kuat sehingga tanpa pertimbangan pemikiran dari dirinya Tetapi anehnya di saat muncul berita yang memadai, maka saat ini malah banyak tentang pernyataan oknum dari Malaysia, yang orang yang berani melanggar tabu tersebut, mencoba mengklaim beberapa pulau dan produk seperti berpelukan antar lawan jenis atau seni budaya aseli Indonesia, termasuk seni perbuatan lainnya yang dilakukan apalagi oleh budaya Sunda, spontan menuai protes terutama kalangan terpelajar. dari kalangan pemerhati dan pencinta budaya Indonesia, karena bangsa Indonesia merasa telah melakukan perbuatan tabu. Apabila kita lebih mengedepankan pemikiran yang positif (positif thinking), dapat ditemukan pula nilai-nilai budaya dari Barat 4 Yusmar Lubis, 2001, Psikologi Antar Budaya, Rosdakarya, Bandung, hlm 28 yang sangat positif untuk dijadikan pelajaran. Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 75 Tetapi yang terjadi justru banyak dari kalangan siap membodohi untuk generasi berikutnya. muda termasuk pelajar atau mahasiswa lebih Sebab ada kemungkinan siswa yang sering memilih pergaulan bebas yang melanggar nilai menonton filem tentang ditektif dan kelicikan luhur kemanusiaan, atau pesta minuman keras penjahat yang sering melakukan distorsi fakta. yang telah dijadikan sebagai sesuatu yang Ini akan membuat sadar siswa bahwa dirinya dibanggakan kemudian ditiru pula. Bukankah sedang dibodohi oleh guru yang selama ini ia kalangan calon hormati dan sangat dibanggakan, yaitu dengan pemimpin yang sangat diharapkan menjadi adanya upaya pembalikan fakta melalui praktik pemimpin yang baik di negara ini ? simulasi pencitraan. Pencitraan terpelajar adalah sebagai Lebih ironis lagi banyak pula kalangan yang pada akhirnya dapat diketahui jejaknya oleh siswa. guru yang berperilaku lebih jelek dari siswanya, Karena yang membodohi itu guru diperparah oleh adanya oknum dari kalangan mereka sendiri, maka bimbingan dengan bahasa penegak hukum dan pembuat kebijakan yang verbal (lisan) yang diiringi bahasa nonverbal terlibat dalam kasus kriminal dan pergaulan berupa perilaku fisik dan tatapan mata yang bebas. Ini merupakan tindakan kriminal yang disejuk-sejukan, atau guru mengenakan seragam sangat efektif, dan pengaruhnya dapat merusak dengan kepercayaan siswa terhadap guru dan secara pemilihan waktu yang disesuaikan, ini pun tidak umum telah merusak terhadap tujuan pendidikan. akan mudah merubah sikap perilaku siswa Apalagi karena secara hukum warna terhadap anggun, guru yang dan menentukan dianggap telah perbuatan itu salah, tetapi kemudian melalui mengecewakan, dan bahkan akibat kekecewaan simulasi dan publikasi yang sistematik maka tersebut dapat melunturkan kepercayaan siswa orang yang bersalah dapat membalikan fakta terhadap guru yang jelas-jelas diketahui sangat kriminal menuju poskriminalitas sebagai orang membodohinya. yang dicitrakan sebagai orang yang seakan-akan Kemudian, melalui percepatan benar, serta selamat dari jeratan hukum. 5 (akselerasi) Kornologi seperti ini, lebih celaka lagi apabila kesementaraan irama nilai budaya yang semakin siswa yang diharapkan pintar justru dibodohi dan tinggi dalam masyarakat, tidak dapat kita perubahan, kebauran dan pungkiri pada akhirnya akan mempengaruhi 5 Yasraf Amir Pialang, 2004, Posrealitas, Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika, Jalasutra, Yogyakarta, hlm 168 : Postkriminalitas adalah sebuah kondisi di saat kejahatan tampil dalam simulasinya, yaitu simulasi kejahatan (simulation of crime). Simulasi kejahatan adalah kejahatan, yang dengan sengaja diciptakan atau direkayasa oleh pihak tertentu, yang lewat teknologi pencitraan (Imagology) dan teknik narasi (narrative), kejahatan tersebut dipresentasikan lewat media tertentu, sehingga realitas kejahatan dan kebenaran (truth) dibaliknya, seakan-akan seperti yang tampil dalam media tersebut. Padahal, representasi tersebut adalah hasil manipulasi media semata. dinamika terhadap paradigma dunia pendidikan yang cepat pula, dimana pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubungan resiprokal dengan kondisi sosial masyarakat. 6 Sebab pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, 6 H.A.R. Tilaar, 2002, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidkan Nasional, Rosda, Bandung, hlm 200. 76 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84 dan kebudayaan itu sendiri sebagai sesuatu yang tergilas roda jaman, dan hanya sedikit ia terus berubah, antara lain dimotori oleh kegiatan berperan pendidikan, dimana keduanya mempunyai sifat transformatif dan dinamis sehingga eksistensi esensil bagi kehidupan manusia. 7 dan kompentensinya tidak sebagaimana yang Hanya manusia kreatif, diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas berkebudayaan, karena manusia dapat berbahasa SDM (sumber daya manusia) yang lebih baik, dan belajar akibat manusia dapat menggunakan terutama bagi siswa. dan tanda yang yang sosok dapat lambang manusia sebagai bersumber dari Kedua; apabila guru kurang membina akalnya. Bersumber dari kekuatan akal itulah, keterampilan dalam berkomunikasi, sehingga ia kebudayaan merupakan tidak 8 cara berlaku yang mampu bertindak sebagai seorang dipelajari sehingga membentuk ciri khas pada komunikator yang mampu berkomunikasi secara setiap komunitasnya, dengan tidak tergantung komunikatif dengan siswa, maka eksistensi guru melalui transmisi biologis dan tidak melalui menjadi sulit mendapat tempat di hati para unsur genetik, serta keberadaan budaya tidak siswanya. 9 Karena dengan lemahnya bersifat individual. Barangkali disinilah terletak keterampilan di bidang ini, akan berdampak afinas atau resiprokal antara pendidikan dan terhadap kemampuan guru dalam mengakomodir kebudayaan, keduanya merupakan khas insani. harapan siswa. Dan guru seperti ini cenderung akan kalah saing dibanding kemampuan siswa yang terus dapat mengakses informasi dari C. EKSISTENSI GURU DALAM berbagai TRANSMISI BUDAYA Ada beberapa bagian penting yang dapat diantisipasi oleh setiap guru. Antara lain; Pertama; apabila para guru tidak berusaha meningkatkan kemampuan untuk media informatika terutama dari internet yang kapasitasnya jauh lebih banyak dan mudah dipahami oleh siswa. Apalagi saat ini dapat diakses melalui fasilitas internet dalam bentuk phonsel celluler. menguasai ilmu pengetahuan sesuai tugas dan Internet sangat penting, eksistensinya fungsi secara profesional, serta malas membina bukan hanya ilmu pengetahuan yang dapat kecerdasan intelegensi, emosional dan spiritual ditransmisikan dalam kecepatan tinggi, tetapi yang juga dibutuhkan untuk menghadapi data dan informasi mengolah, yang mampu perkembangan jaman ini, maka guru cenderung mengakumulasi, menganalisis, hanya sebagai penunggu waktu, yang senantiasa mensistematis data yang informatif hingga menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat. 10 7 Harsojo, 1999, Pengantar Antropologi, Binacipta, Bandung, hlm 19. 8 Antonius Atosokhi Gea, dkk, 2006, Character Building II Relasi dengan Sesama, Gramedia, Jakarta, hlm 35-36. 9 Antonius Atosokhi Gea, dkk, 2006, Character Building II Relasi dengan Sesama, Gramedia, Jakarta, hlm 35-36 Tidak aneh apabila saat ini, atau suatu saat nanti para siswa akan menjadikan media informasi 10 Veihtzal Riva’i dan Sylviana Murni, 2009, Education Management, Rajawali Press, Jakarta, hlm 3 Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 77 sebagai panutan utama ketimbang sosok guru dalam perkembangan moral yang dapat diamati karena semakin tertinggal jauh dalam perolehan pada perilaku dan dirasakan dengan jujur oleh dan pengolahan informasi. Maka otomatis dalam hati paling dalam. Lalu bagaimanaguru dengan proses transmisi (pemancaran) ilmu mengalami profesionalismenya pergeseran nilai yang berdampak terhadap sebagai kharismatika guru di hadapan para siswa. kebaikannya ternyata tidak memenuhi harapan Lebih ironis lagi apabila di saat ini, ada sosok yang yang diharapkan pantas tetap ditiru segala berbagai kalangan ? Nah, guru atau dosen yang sejak ia masih kuliah apabila dulu dalam proses sebagai mahasiswa hanya memiliki satu buku transmisi keilmuan berlangsung secara vertikal jadul (jaman dulu), dan setelah jadi dosen atau dari atas ke bawah, tetapi saat ini akibat banyak guru ternyata bukunya itu-itu juga, tetapi masih siswa untung apabila buku tersebut sering dibaca informasi dalam jumlah yang sangat banyak dari daripada tidak pernah membaca --- lumayan berbagai media tetapi terbuka kesempatan mengerikan. Sedangkan siswa atau yang semakin mampu informatika, mengakses dan menimba semakin ilmu dari mahasiswa secara intensif setiap hari membaca lembaga-lembaga kursus yang lebih mudah karya tulis di internet yang ditulis para ilmuwan, diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan bahkan diselingi pula membaca informasi terkini sehari-hari. Tidak mustahil proses transmsisi yang silih berganti dari sumber yang beragam. ilmu di kelas cenderung menjadi horisontal Bukankah secara alamiah akibat perolehan dan dengan mengabaikan sedikit kepantasan nilai ketekunan mengolah informasi yang dilakukan tradisional budaya, dan secara alamiah siswa seseorang akan berpengaruh tidak hanya akan akan menempatkan peran guru hanya sebagai semakin bertambahnya pengetahuan, tetapi juga moderator dimana siswalah sesungguhnya yang terhadap lebih rasa percaya diri, dan spontan menguasai materi, atau fasilitator memunculkan cahaya atau raut wajah dan sorot penghantar perolehan nilai angka belaka yang mata yang khas ? menjadi syarat siswa memperoleh kesempatan Ada suatu pertanyaan; masih seberapa lulus ujian. Oleh karena itu, bahkan menurut dalam Wiiliam F. O’neil. 11, tinggi sih saat ini citra guru sebagai sosok Magret Mead panutan apabila guru tetap statis tanpa melakukan usaha atau manusia serba tahu dalam pandangan siswa?, Jawabannya, ya terserah guru yang dan siswa serta kalangan masyarakat yang turut kemampuan dalam memperoleh dan mengolah memperhatikan dinamika informasi melalui media yang memadai, maka pendidik, pendidikan dan kependidikan itu proses transmisi ilmu dalam perkembangan sendiri. Hanya saja yang pasti walaupun nilai berikutnya akan cenderung lebih mengikuti alur citra dalam hal ini adalah sesuatu yang subjektif, vertikal eksistensi dan tetapi pengaruh nilai itu dapat terefleksikan ke 78 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84 sungguh-sugguh 11 dari bawah untuk (siswa William F.Oneil, Ibid, hlm 5 meningkatkan yang banyak memperoleh informasi) ke atas (guru yang gagap masyarakat di perdesaan, tetapi lebih cepat dan teknologi, tidak rajin membaca buku-buku mudah dirasakan bagi guru atau dosen yang ilmiah atau media cetak lainnya, dan tidak rajin berada di kota-kota besar. Dengan harapan pula membuka situs yang menyajikan ilmu melalui tulisan ini tentu para guru tidak terjebak pengetahuan pada internet). pada sikap skeptis di saat setiap guru masih Terserah setuju atau tidak, tetapi ada belum mampu memenuhi tuntutan jaman secara pertanyaan benarkah sekolah adalah satu-satunya utuh sempurna. Sebab walaupun penguasaan lembaga pendidikan? Atau hanya suatu lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi informatika pencetak keadaan seseorang yang apabila lulus tetap sangat diperlukan, tetapi ada sesuatu yang kemudian berhak mendapatkan sertifikat, atau jauh lebih utama yang tidak akan didapatkan surat tanda tamat belajar (ijazah) sehingga hanya melalui media teknologi informatika, yaitu dengan secarik sertifikatlah otomatis telah dapat dilakukan melalui nilai kepribadian guru membedakan antara orang yang berpendidikan yang jujur, sabar dan ikhlas, kemudian dikemas dengan yang tidak berpendidikan ? dengan keterampilan dalam mengkomuni- Bagaimana pula dengan eksistensi guru kasikannya terhadap siswa melalui tatap muka sebagai pendidik, artinya bahwa pendidik adalah dan perilaku yang baik. Ada pendapat Plato orang mempengaruhi dalam Anton Becker, bahwa proses simbolik perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, yang terjadi pada manusia mempunyai hubungan dan kebudayaan, baik yang dilakukan dengan yang determinan dengan keadaan diri, dimana yang berusaha sadar atau terkadang tidak. 12 Dimana pendidik hubungan manusia dengan manusia adalah menempati posisi terhormat yaitu sebagai orang pertemuan langsung dari jiwa ke jiwa, baik ‘alim, shalih dan sebagai uswah sehingga guru melalui bahasa verbal maupu melalui bahasa ditutut beramal saleh sebagai aktualisasi dari nonverbal berupa tingkah laku. 13 keilmuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, di Saat tatap muka inilah berlangsung sinilah guru seharusnya menyadari benar bahwa proses komunikasi jiwa yang apabila diolah mengajar merupakan pekerjaan dengan sangat mulia, ketulusan hati, otomatis akan tetapi tidak sederhana dan mudah dalam memancarkan rasa simpati dan empati dari siswa praktiknya, sebab mengajar sifatnya sangat terhadap kompleks yang melibatkan aspek pedagogis, Berbekal dua pancaran, secara dialektis jiwa psikologis, dan didaktis secara bersamaan. siswa mengalami proses internalisi budaya, Kembali kepada kita guru demikian pula sebaliknya. tentang antara lain karena secara inheren siswa akan pergeseran nilai. Walaupun pergeseran nilai telah merasa membutuhkan kedekatan jiwa dengan lama merambah sedemikian jauh hingga ke 13 12 A. Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung, hlm 170 Anton Baker , 2000 , Antropologi Metafisik, Pustaka Filsafat, Yogyakarta, hlm 250 Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 79 guru, maka posisi guru mempunyai peranan Dari kasus tersebut, bagi seorang guru sebagai sosok penting yang paling mampu yang berusaha bertindak profesional dalam mengakomudir harapan siswa untuk mendapat menjalankan tugasnya, ia akan mencoba mencari pengetahuan. Karena pengetahuan yang didapat tahu tersebut didasari oleh kesadaran jiwa, maka apa berbagai teori yang diperkirakan mempunyai yang didapatkan itu kemudian ditranmisikan hubungan dengan kasus, sehingga ditemukan pula kepada orang lain baik dalam bentuk metode yang lebih strategis, efektif, dan efisien ucapan, atau ditransmisikan melalui perilaku dan untuk karya-karya lain yang langsung bermanfaat bagi pembelajaran. akar permasalahan diimplementasikan dengan dalam mengkaji proses Di saat menemukan suatu kejanggalan, kehidupan manusia secara sadar pula. dimana antara tujuan dan hasil pembelajaran D. GURU SEORANG KOMUNIKATOR mengalami kesenjangan maka secara otomatis DALAM MEMAHAMI seorang guru yang berusaha profesional akan PERKEMBANGAN SISWA membuat paraduga penyebab timbulnya kasus Untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus melakukan introspeksi diri. Sehingga sebagaimana yang diharapkan oleh guru, orang para siswa di kemudian hari akan lebih mudah tua dan siswa serta kalangan masyarakat lainnya memahaminya karena materi yang disampaikan tentu tidak mudah. Dalam hal ini, di samping semakin menarik. Kemudian, berbekal dari guru tetap membina ketulusan hati dan berupaya praduga dan instrospeksi diri serta dengan meningkatkan kemampuan dalam penguasaan kesadaran ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dalam memperbaiki langkah yang lebih baik, serta rangka untuk mendapatkan informasi yang membuat suatu rencana strategis di antaranya ia akurat tentang perkembangan siswa, maka perlu berusaha memerankan diri sebagai komunikator. dilakukan penelitian yang intensif terhadap Komunikator perkembangan Jalaluddin setiap siswa dalam proses yang bulat, menurut Rahmat, guru Aristoteles mempunyai mencoba dalam karakter pembelajaran di kelas yaitu dengan PTK sebagai etos yang terdiri dari pikiran baik, akhlak (Penelitian Tindakan Kelas). Mengawali PTK yang baik dan maksud yang baik. 14 ini, guru terlebih dahulu berusaha menemukan Pertama; yang dimaksud pikiran yang kasus permasalahan, misalnya: ada materi yang baik dapat ditafsirkan, bahwa seorang guru seharusnya mudah untuk dipahami oleh siswa, merasa wajib memahami hingga menguasai tetapi mengapa dalam kenyataannya hampir materi yang ia pelajari agar materi pembelajaran setiap siswa di kelas sulit untuk memahami isi mudah dipahami pula oleh para siswa. materi yang disampaikan oleh seorang guru tertentu, sedangkan apabila disampaikan oleh guru yang lain malah mudah dipahami? 14 Jalaluddin Rahmat, 2001, Psikologi Komunikasi, Rosdakarya, Bandung hlm 255 80 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84 Kedua; adapun akhlak yang baik, ini misalnya dengan membual. Dipersiapkan dengan merupakan sikap baik batiniyah guru yang rajin melatih kembali kemampuan diri juga spotanistas terefleksi menjadi sikap perilaku memahami karakter dan tipikal individual siswa, lahiriah akibat kemudian rajin membuka berbagai sumber pemahaman dan penguasaan materi yang baik materi pembelajaran yang diiringi senantiasa hati terhadap materi pembelajaran. Akibatnya, setiap yang ikhlas bahwa apa yang dilakukannya adalah siswa selain semakin mudah memahami dan untuk membuat setiap siswa semakin meningkat menguasai materi pembebelajaran, juga akan kualitas kecerdasanya. yang baik pula sebagai Dalam kisah fiktif begini; ada salah merasa lebih yakin dan ikhlas karena dipertegas oleh adanya relevansi bahasa verbal dan nonverbal yang dipancarkan oleh perilaku guru. seorang guru menyampaikan yang materi apabila sedang pembelajaran dalam Ketiga; adalah tujuan yang baik, tentu kelas, ia senantiasa bercerita tentang itu dan ini ini merupakan harapan utama yang hendak dan sesekali menceritakan bahwa dirinya sering dicapai dari suatu proses pembelajaran. Dimana berdialog melalui internet yang dilengkapi guru dapat menjalankan tugas dan fungsinya webcam dengan orang-orang Bule. Para siswa dengan rasa awalnya tentu percaya dan sangat yakin akan dengan kepandaian guru tersebut, dan apabila ada siswa semakin bertambah ilmu pengetahuan akan yang mengajukan pertanyaan maka siswa itu semakin baik pula sikap perilakunya untuk percaya kepada gurunya yang akan dapat menyertai setiap langkah dalam kehidupannya. menjawab setiap pertanyaan, apalagi dengan baik, benar dan tanggungjawab. Maka siswa penuh pun Ada suatu kasus katakanlah ini reka wawasan yang diakuinya sangat luas terutama piktif belaka, yaitu; misalnya tentang kasus yang informasi dilatarbelakangi guru bersumber dari media internet, apalagi guru itu tertentu yang dipandang oleh siswanya tidak pun mengakui bahwa ia mampu berkomunikasi mampu membuat situasi dan kondisi proses dengan orang-orang dari manacanegara --- pembelajaran yang nyaman, dan mudah ditebak maklum ia adalah seorang guru Bahasa Inggris. oleh siswa bahwa tingkat pengetahuan yang Tetapi lama-lama membuat perasaan siswa jadi dimiliki oleh guru tersebut dipandang siswanya bosan sangat dangkal. Padahal apabila guru tersebut dongeng. Dalam benak siswa, berapa prosen sih melangkah dengan pikiran yang baik, akhlak ia menyampaikan materi pokok pelajaran, lha yang baik, dan dengan tujuan yang baik ia akan wong dari awal hingga akhir waktu pembelajaran terlebih dulu membuat persiapan yang matang, kok hanya dongeng pengalaman dirinya saja. oleh karena seorang yang diperoleh mendengarnya, sebab oleh gurunya lebih banyak dan terhindar dari kemungkinan melakukan Dasar harus terkena batunya, tidak rekayasa diri untuk menutupi ketidakmampuan menyangka satu minggu kemudian datang dalam seorang siswa baru. menguasai materi pembelajaran --- Ia merupakan siswa Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 81 pindahan dari sekolah di kota lain. Kebetulan percaya diri, apalagi kemudian lebih banyak siswa baru tersebut adalah anak seorang pejabat diam dengan wajah pucat. Sebab guru itu tinggi yang baru dilantik untuk memimpin suatu ternyata sudah lama tidak lagi membuka internet, dinas instansi di kota tersebut. Pada hari awal demikian buku-buku ilmiah yang dulu selalu masuk, ia telah diijinkan oleh pihak sekolah dibaca ternyata sekarang tidak pernah lagi untuk memulai mengikuti pembelajaran bersama dibacanya pula, apalagi dalam penguasaan temanya yang kebetulan bahasa Inggris yang ia akui di depan para siswa saat itu pelajaran Bahasa Inggris itu. Pada saat siswa yang baru seminggu tersebut mulai masuk dan telah duduk di bangku adanya cenderung monoton karena tidak pernah dengan tenang tetapi masih malu-malu juga, ia diasah lagi melalui dialog dengan sesama ahli dipersilahkan bahasa Inggris. oleh gurunya agar sebelumnya--- ternyata begitulah mengajukan Kisah dan perlaku guru di hadapan pertanyaan seputar perkembangan ilmu saat ini, siswa baru di atas melalui proses dialektis secara serta dipersilahkan apabila mampu dengan inheren terinternalisasi ke dalam kerpribadian mempergunakan bahasa Inggris. Ya…, karena siswa lainnya, sehingga membentuk idiom siswa yang baru itu telah terbiasa membuka situs budaya bianglala ilmu bahkan sering berkomunikasi merupakan bukti bahwa guru tersebut tidak dengan orang-orang dari mancanegara di saat berhasil menjadi seorang komunikator. Carrol R. berpengalaman melancong ke tempat-tempat Ember dan Malvin R. Ember mengungkapkan wisata seperti Candi Prambanan, Pantai Kuta “Our communication obviously is not limited to atau di saat ke Singapura, atau bahkan melalui spoken language. We communicate directly faceIbook, apalagi ia sangat cerdas dan rajin through body stance, gesture, and tone of voice, belajar di lembaga kursus Bahasa Inggris indirectly through systems of signs and symbols, ternama di kota tempat ia dibesarkan. Maka such as algebraic equations, musical scores, dengan tidak canggung lagi, siswa itu langsung painting, code flags, and road signs. …”. 15. memperkenalkan memperkenalkan diri diri dan bahkan sesekali yang Akibat kira-kira sebangun, selanjuntnya, serta dengan mengajukan pertanyaan dengan bahasa Inggris kemampuan yang pasih kepada guru dengan santunnya mewarnai tindakan lahiriah yang muncul saat sebagaimana permintaan dari guru. berlangsung interaksi sosial, maka dalam proses Tetapi, guru yang biasanya nampak percaya diri bahkan mengaku berpikir dan perangai yang dialektis secara inheren terinternalisasi ke dalam sering jalan pikiran dan sikap perilaku siswa sebagai berkomunikasi dengan orang dari mancanegara generasi penerus budaya. Oleh karena itu, dan mengakui luas pengetahuan, kok pada hari seorang komunikator (guru) dengan etosnya juga itu penampilannya berubah lain dari biasanya, ini sangat terlihat dari perilakunya yang kurang 15 Carrol R. Ember, 1985, Antropology, Englewood Cliffs, New Jersey 82 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84 harus mempunyai kredibilitas yang terdiri dari evaluasi, kemudian seorang guru membuat dua unsur yang harus ada, yaitu keahlian dan perencanaan pembelajaran dengan benar, dan dapat dipercaya, dengan dimensi-dimensi terdiri berusaha menempatkan metode serta teknik dari; pertama; dimensi internalisasi dimana berkomunikasi dalam pembelajaran yang tepat pesan seorang komunikator dapat mempengaruhi pula. karena perilaku dianggap sesuai dengan sistem nilai komunikan; Oleh karena itu, dapat diteliti oleh guru berbagai faktor penyebab internal dan eksternal Kedua; dimensi identifikasi yaitu tidak hanya saat berlangsung proses komunikasi apabila apa yang disampaikan oleh komunikator pembelajaran merasa melatarbelakangi setiap indivdu siswa sehingga sebagai materi yang didefinisikan di kelas, apa mempengaruhi komunikan; memperkirakan kemungkinan apa yang terjadi setelah setiap siswa komunikasi, yang sebagai bagian yang dapat memuaskan diri Ketiga; dimensi kemampuan untuk proses tetapi mengikuti dan proses complieance (ketundukan) sehingga komunikan pembelajaran tersebut. tentu perkiraan ini tidak merasa puas atas materi yang disampaikan trial and eror; karena: komunikator. Pertama; berdasarkan hasil penelitian Atau kasus lainnya yang menarik untuk yang valid dengan dukungan data yang akurat, serta bagi yang kemudian dapat melahirkan perhitungan perkembangan kepentingan pendidikan di tempat rasional dan logis yang dapat meningkatkan guru itu mengajar. Kemudian diinventarisir, pengetahuan diverivikasi, (proposional knowledge). diteliti bermanfaat dan segera terutama dibuat rencana yang dapat dibahasakan penelitian. Umumnya rencana penelitian disebut Kedua; tentu PTK dilakukan dengan usulan peneltian atau proposal penelitian sebagai jujur dan ketulusan hati demi peningkatan panduan bagi peneliti dalam melaksanakan kualitas siswa termasuk guru, sehingga dapat tahapan penelitian. 16 mempertajam pengetahuan yang tidak selamanya dapat dapat dibahasakan (tacit knowlwdge). Tacit mengevaluasi cara dan ciri komunikasi mana knowlwdge ini menurut Guba dan Lincoln dalam yang perlu diperbaiki sehingga akan relevan A. Chaedar Alwasilah dengan tujuan pembelajaran, atau cara dan ciri penggunaan komunikasi mana yang harus dihindari karena pengetahuan lain yang tak terbahasakan. 17 Melalui PTK inilah, guru intuisi, merupakan kekuatan perasaan, firasat dan tidak relevan dan merusak setrategi dan tujuan pembelajaran dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia (siswa). Berbekal hasil 17 16 Kunandar, 2008, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Rajawali Press, Jakarta, hlm 11 A. Chaedar Alwasilah, 2008, Kualitatif, Pustaka Jaya, Jakarta, hlm 103-104. Pokoknya Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 83 E. KESIMPULAN Pendidikan mempunyai hubungan resiprokal dengan lingkungan sosial budaya dimana manusia itu hidup dan berkembang, sehingga eksistensi guru dengan peran dan posisinya sebagai tenaga pendidik dan pengajar sangat menentukan perubahan budaya pada suatu masyarakat. Oleh karena itu, berpikirlah yang baik, berperilakulah yang baik dan bulatkan tujuan untuk mencapai kebaikan. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar, 2008, Pokoknya Kualitatif, Pustaka Jaya, Jakarta. Baker , Anton, 2000 , Antropologi Metafisik, Pustaka Filsafat, Yogyakarta. Ember, Carrol R., 1985, Antropology, Englewood Cliffs, New Jersey. Gea, Antonius Atosokhi, dkk, 2006, Character Building II Relasi dengan Sesama, Gramedia, Jakarta. Harmoko, 1992, Globalisasi Komunikasi dan Kemajuan Teknologi Informasi, Deppen RI, Jakarta. Harsojo, 1999, Pengantar Antropologi, Binacipta, Bandung. Kunandar, 2008, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Rajawali Press, Jakarta. Koentjaraningrat, 1993, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta Lubis, Yusmar, 2001, Psikologi Antar Budaya, Rosdakarya, Bandung. O’neil, William F. 2008, Idiologi-idiologi Pendidikan, Pustaka Pelajar. Pialang, Yasraf Amir, 2004, Posrealitas, Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika, Jalasutra, Yogyakarta, Riva’i Veihtzal, dan Sylviana Murni, 2009, Education Management, Rajawali Press, Jakarta. Rahmat, Jalaluddin, 2001, Psikologi Komunikasi, Rosdakarya, Bandung. Tilaar, H.A.R. 2002, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidkan Nasional, Rosda, Bandung. Tafsir, A. 2006, Filsafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung. 84 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84