LAPORAN PEMICU 4 BLOK 3 KOMUNIKASI DOKTER- PASIEN ANAK- ORANGTUA Oleh: Kelompok 5 Dosen Pembimbing: Essie Octiara, drg., Sp.KGA Lily Rahmawati, dr., Sp.A FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Ketua : Gieska Lailarahma (170600043) Sekretaris : Melli Fiary Panjaitan (170600207) Anggota : Nadiyah Atika Putri (170600041) Khoirunissa (170600042) Vidi Putri Kurnia (170600044) Amalia Retno Giantyana (170600046) Jessica Angelita Claudia Br. Sinulingga (170600047) Ummu Mahfuzzah Nur Salam (170600048) Ayu Mayang Sari Rangkuti (170600049) Nova Sarah Diba (170600050) Clarinta Simangunsong (170600201) Erick Kho (170600202) Ayu Sri Wahyuni Padang (170600203) Theresia Octavia Butar-butar (170600204) Febby Maulina (170600205) Nada Fairuzia Soadi (170600206) Nurhalijah (170600208) Assajdah Nasution (170600209) Sofia Honora Sinaga (170600210) Kata Pengantar Puji dan syukur rahmat Tuhan Yang aha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu. Makalah ini berjudul “Komunikasi Dokter- Pasien Anak- Orangtua.” Kami mengucapkan terima kasih kepada fasilitator kami sehingga kami bisa menemukan titik tengah dari permasalahan kami. Terima kasih juga kepada seluruh anggota kelompok yang telah membantu supaya makalh ini bisa selesai tepat pada waktunya. Makalah ini berisi kesimpulan yang kami dapat selama melakukan simulasi dalam pemicu 4. Dalam makalah ini, kami memaparkan bagaimana komunikasi yang baik antara dokter, pasien anak, dan orangtua. Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Kami yakin makalah ini masih ada banyak kekurangan maka dari itu kami berharap kritik dan saran pembaca terhadap makalah kami. Medan, 11 Desember 2017 Tim Penyusun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi adalah kunci keberhasilan seorang dokter gigi dalam melakukan perawatan. Komunikasi diperlukan dokter gigi untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien sehingga dokter dapat membuat diagnosis. Selain itu, komunikasi juga membantu pasien bekerja sama dalam proses penyembuhan. Komunikasi akan efektif dan interaktif jika nasihat diubah menjadi informasi dengan cara yang mudah dipahami dan sebisa mungkin menghindari bahasa medis yang tidak dimengerti pasien. Ada dua macam jenis komunikasi, yaitu komunikais verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi melalui kata-kata yang diucapkan , sedangkan komunikasi non verbal ditunjukkan melalui isyarat, ekspresi wajah, bahasa tubuh, serta intonasi suara. Dokter dikatakan memiliki sikap professional jika dalam melakukan wawancara medis disertai dengan berbagai macam konsep yang dapat diterapkan seperti gather, teacher, basic fundamental four, maupun sacred seven. Dalam berkomunikasi dokter tidak boleh mendominasi percakapan, tetapi juga harus mendengarkan pasien dengan penuh empati. Saat pengambilan keputusan mengenai rencana kunjungan selanjutnya, dokter harus melibatkan orangtua dan paien dan menjelaskan secara detail agenda apa yang akan dilakukan saat kunjungan. Untuk berkomunisasi dengan anak diperlukan teknik khusus mengingat kemampuan berkomunikasi mereka masih terbatas sesuai tahap perkembangannya. Selain itu, anak seringkali stress duluan saat datang ke dokter gigi. Selama wawancara medis dengan anak, dokter dapat mengorek masalah dan mendeteksi dini penyimpangan tumbuh-kembang. Dokter gigi memerlukan informasi yang akurat untuk bisa memberikan perawatan yang efektif sehingga perlu peran orang tua dalam wawancara medis dengan anak. Hubungan ketiga unsur ini dikenal dengan istilah Triad of Concern. 1.2.Learning Issue Dual Patient / Triad of Concern Teknik wawancara dengan orangtua Kesulitan dalam komunikasi BAB II PEMBAHASAN 2.1. Skenario Orangtua mengantar anaknya yang berusia lima tahun ke dokter gigidengan keluhan sakit gigi dan ngemil. 2.2. Tabel Penilaian PENILAIAN No. 1. Tahap Simulasi Membina Hubungan: a. Memberikan salam dan bersikap menunjukkan rasa tertarik pada pasien sebagai individu b. Menggunakan katakata yang menunjukkan perhatian terhadap masalah yang dihadapi pasien selama wawancara c. Menggunakan intonasi suara, jeda waktu, kontak mata, dan sikap tubuh yang menunjukkan suatu perhatian 2. Diberikan Perlu Tidak Tidak dengan baik perbaikan diberikan layak Membuka diskusi 1. Memberi kesempatan pada pasien untuk mengemukakan keluhannya tanpa diinterupsi b. Menanyakan, “ Apa ada lagi yang mau disampaikan?” untuk menyatakan kita memiliki perhatian penuh c. Menjelaskan dan/ atau membuat agenda untuk kunjungannya 3. Mengumpulkan informasi (dapat menggunakan pedoman wawancara medic Fundamental Four and Sacred Seven) a. Mulai dengan menggunakan pertanyaan terbuka pada pasien, “ Ceritakan kepada saya tentang ………” b. Melakukan klarifikasi terhadap hal-hal yang pelu penjelasan khusus atau bisa juga dengan menggunakan pertanyaan “ya/tidak” c. Membuat resume dan memberi pasien kesempatan untuk mengkoreksi atau menambah informasi d. Membuat transisi yang efektif untuk pertanyaan tambahan(data dasar,skrining 4. Mengerti harapan pasien a. Menanyakan tiap peristiwa dalam hidupnya, lingkungan, serta orang lain yang mungkin mempengaruhi kesehatan pasien b. Menanyakan kepercayaan pasien, kepedulian dan harapan terhadap penyakit dan pengobatan c. Merespons secara eksplisit setiap peryataan yang disampaikan pasien tentang nilai, pendapat dan perasaannnya 5. Berbagi informasi a. Mengetahui pemahaman si pasien terhadap penyakitnya dan keinginannya terhadap informasi tambahan b. Menjelaskan dengan menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti pasien c. Mengetahui pemahaman pasien terhadap rencana terapi yang d. Menanyakan tentang halhal yang masih belum jelas 6. Mencapai kesepakatan a. Melibatkan pasien dalam memilih dan membuat keputusan guna untuk mengetahui sampai sejauh mana hal yang diinginkan b. Menanyakan kesanggupan pasien untuk mengikuti rencana terapi c. Mengidentifikasi hal-hal tambahan kalau perlu 7. Penutup a. Memberi kesempatan si pasien untuk bertanya hal yang kurang jelas pada kunjungan berikutnya b. Membuat kesimpulan atau menanyakan rencana pasien pada kunjungan berikutnya c. Menjelaskan waktu kontrol atau bila terjadi sesuatu, dan orang yang harus dihubungi Keterangan: 1. Membina hubungan a. Diberikan dengan baik Dokter sudah menyampaikan salam seperti selamat sore dan memperkenalkan dirinya karena pasien baru pertama kali berkunjung ke praktek dokter gigi tersebut. b. Diberikan dengan baik Dokter sudah memberikan perhatian kepada pasien dengan menanyakan beberapa hal seperti, “Icha sudah sekolah ya?” atau “Icha ini pasti anak yang pintar karena sudah berani datang ke dokter gigi”. c. Diberikan dengan baik Dokter berbicara menggunakan kontak mata dengan Ibu dan pasien anak. Selain itu, dokter juga berbicara berbicara dengan intonasi yang lembut kepada anak, dan memberi jeda waktu saat berkomunikasi. 2. Membuka diskusi a. Diberikan dengan baik Dokter sudah memberikan kesempatan kepada pasien dan orangtua untuk menyampaikan keluhan-keluhannya tanpa adanya interupsi. b. Diberikan dengan baik Dokter sudah menanyakan kepada orangtua dan pasien keluhan lainnya yang dialami oleh si anak seperti “Apa ada lagi keluhan lain Bu yang ingin disampaikan?” c. Tidak diberikan Dokter tidak memberi tahu kepada Ibu dan pasien perawatan atau pemeriksaan apa yang akan dilakukan pada hari kunjungan tersebut. Dokter hanya langsung menyuruh anak agar duduk di dental unit untuk diperiksa. Sebaiknya dokter memberi tahu kepada Ibu dan pasien agar mereka mengerti apa yang akan dilakukan dokter gigi pada kunjungan hari itu. 3. Mengumpulkan informasi (dapat menggunakan pedoman wawancara medic Fundamental Four and Sacred Seven) a. Perlu perbaikan Dalam Fundamental Four ada present illness, past health history, faily health history, dan social history. Dokter sudah memberikan pertanyaan terbuka kepada orangtua dan anak dengan menanyakan keluhannya saat ini seperti “Apa keluhan anaknya Bu?”, dokter juga sudah menanyakan riwayat kesehatan lalu anak dengan bertanya “Apakah Icha sudah pernah sakit gigi sebelumnya?”,dokter juga sudah menanyakan riwayat pribadi pasien dengan menanyakan kebiasaan Icha yang suka makan manis, tetapi dokter tidak menanyakan riwayat penyakit keluarganya. Sedangkan dalam Sacred Seven ada location, quality, chronology, severity, setting/onset, modifying factors, dan associated symptomps. Dokter tidak menanyakan 6 komponen sacred seven,yaitu lokasi sakit giginya, bagaimana sifat khas keluhannya, kronologi penyakit pasien, onset atau kapan timbulnya sakit gigi, dan keluhan yang meneyertainya. Dokter hanya menanyakan apakah ada faktor yang memperberat atau meringankan sakit gigi anak seperti ,” Selain makan es krim Icha suka akan apalagi Bu?”. b. Tidak diberikan Dokter memang sudah memberikan pertanyaan ya atau tidak kepada pasien dan orangtua seperti “Apakah kebiasaan yang dilakukan Icha ini sudah lama dilakukan?”, “Apakah sebelumnya Icha pernah sakit gigi?”, atau “Icha suka makan es krim ya?”, tetapi dokter tidak mengklarifikasi atau mengulang kembali keluhan pasien dan orangtua. Padahal klarifikasi dibutuhkan guna mendapatkan informasi yang lebih akurat. c. Tidak diberikan Dokter mencatat keluhan-keluhan yang diucapkan pasien, tetapi dokter tidak mengulang kembali catatan yang dokter buat untuk mendapatkan jawaban yang lebih akurat. d. Diberikan dengan baik Dokter memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pertanyaan selanjutnya misalnya saat dokter bertanya kepada sang Ibu, “Ibu bisa ceritakan bagaimana awal timbulnya sakit ini?” lalu Ibu menjawab jika Icha memiliki kebiasaan tidak menggosok gigi. Kemudian dokter kembali bertanya, “Apakah kebiasaan ini sudah lama Icha lakukan bu?” dan Ibu menjawab jika kebiasaan itu sudah dilakukan selama 6 bulan terakhir. 4. Mengerti harapan pasien a. Perlu perbaikan Dokter sudah menanyakan kepada orangtua apakah ada peran orangtua yang memengaruhi kebiasaan Icha seperti “ Apakah Ibu pernah mengajak Icha menggosok gigi?” Akan tetapi dokter hanya menanyakan pengaruh orangtua dalam kesehatan pasien, dokter tidak menanyakan faktor lain seperti lingkungannya atau peristiwa tertentu. b. Tidak diberikan Dokter tidak menanyakan kepercayaan dan harapan pasien serta orangtua terhadap penyakit dan pengobatan yang akan dilakukan. Seharusnya dokter bertanya sejauh mana harapan orangtua terhadap kesembuhan sakit gigi anaknya, apakah hanya ingin sakit giginya hilang saja atau dilakukan perawatan sampai gigi anak benar-benar sembuh. c. Diberikan dengan baik Dokter sudah merespon dan menjawab setiap pernyataan pasien secara eksplisit atau menggunakan kata-kata secara langsung seperti saat Icha mengeluh mengenai rasa pasta gigi yang tidak enak, “ Odolnya gak enak dokter, rasanya tidak seperti ice cream” . Kemudian dokter merespon, “Kalau gitu nanti dokter kasih odol yang enak, tapi dokter periksa gigi Icha dulu ya. “ 5. Berbagi informasi a. Perlu perbaikan Dokter belum menanyakan secara jelas kepada pasien dan orangtua apakah mereka memahami penyakit pasien. Seharusnya dokter bisa menjelaskan terlebih dahulu penyakit apa yang diderita pasien lalu bertanya kepada pasien atau orangtua apakah mereka mengerti penyakit apa yang diderita oleh pasien. b. Diberikan dengan baik Dokter sudah menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh Ibu dan anak dalam berkomunikasi serta tidak menggunakan bahasa medis yang sering tidak diketahui orang awam seperti saat mengatakan kepada anak mengenai sakit giginya, “Giginya Icha berlubang nih, boleh dokter periksa?” c. Tidak diberikan Dari awal dokter tidak menjelaskan agenda apa atau kegiatan apa yang akan dilakukannya saat kunjungan pada hari itu, sehingga otomatis dokter tidak memberitahu rencana terapi yang dilakukan dan pasien tentu tidak akan mengerti rencana terapi apa yang akan dilakukan. d. Diberikan dengan baik Dokter sudah menanyakan ke orangtua apakah ada yang masih belum jelas atau belum dengan bertanya, “Apakah masih ada yang ingin ditanya Bu?” 6. Mencapai kesepakatan a. Tidak diberikan Dokter tidak melibatkan pasien dalam membuat keputusan dalam pengobatan. Dokter langsung manyuruh pasien untuk duduk di dental unit untuk diperiksa. Seharusnya dokter memberikan pilihan-pilihan pengobatan kepada orangtua pasien dan orangtua pasien bisa memilih pengobatan yang diinginkannya sesuai kesanggupannya. b. Tidak diberikan Dokter tidak menanyakan kesanggupan orangtua pasien untuk mengikkuti rencan pengobatan. Dokter hanya menyuruh pasien duduk di dental unit dan langsung melakukan pemeriksaan. Seharusnya dokter menyakan apakah pasien dan orangtua sanggup mengikuti rencana pengobatan atau perawatan karena kesangguapan orangtua dan pasien terutama ekonomi mereka memengaruhi rencana terapi yang akan dilakuan. c. Tidak diberikan Dokter tidak menjelaskan dan mengidentifikasi hal-hal tambahan karena sejak awal pun dokter tidak mengajak Ibu dan pasien dalam rencana pengobatan. Seharusnya dokter menjelaskan detail-detail mengenai rencana pengobatan atau perawatan yang dilakukan. 7. Penutup a. Diberikan dengan baik Dokter sudah memberi kesempatan kepada orangtua pasien untuk menanyakan hal yang belum jelas mengenai hal-hal yang dokter sampaikan seperti rencana kunjungan, “Apakah ada yang ingin Ibu tanyakan lagi?” b. Diberikan dengan baik Dokter sudah memberikan pernyataan berisi simpulan kalau dokter tidak bisa melihat reaksi pengobatan yang diberikan karena merupakan kunjungan pertama Ibu dan Icha, “Baiklah Pak/Bu karena ini merupakan kunjungan pertama Icha saya belum bisa melihat reaksi pengobatan yang telah saya berikan pada Icha. Saya harap Bapak dan Ibu bisa membawa Icha lagi ke klinik saya, agar saya dapat melakukan perawatan selanjutnya.” c. Perlu perbaikan Dokter hanya menjelaskan kapan waktu kontrol selanjutnya saja, tetapi tidak memberikan nomor orang yang harus dihubungi jika terjadi sesuatu terhadap si pasien, “ Baiklah Bu, kalau begitu 4 hari lagi saya harap Ibu dan Icha dating lagi kesini untuk dilakukan kontrol.” 2.3. Dual Patient / Triad of Concern Dalam perawatan gigi, pasien yang datang tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak. Pada umumnya anak merasa cemas saat dilakukan perawatan oleh dokter gigi sehingga peran orangtua sangat enting dalam memberikan rasa aman dan nyaman terhadap anak. Hubungan yang terjalin antara dokter gigi, anak, dan orangtua dikenal dengan Triad of Concern. Saat wawancara medis tidak hanya anak saja yang memberikan informasi tetapi juga orangtuanya sehingga disebut dengan Dual Patient. Kedudukan anak disini sebagai individu yang sakit sekaligus sebagai anggota keluarga. Dengan Dual Patient, dokter dapat memperhatikan keduanya sekaligus. Di kasus tertentu, bisa juga terjadi multi patient, hal ini terjadi saat anak keluarga memiliki orang tua yang sibuk dan anak diserahkan sepenuhnya kepada sepupu atau pengasuhnya. Saat berkomunikasi dengan anak, orangtua memiliki peranan yang penting karena pada umumnya orangtua lebih mengerti bahasa yang diucapkan anaknya daripada orang lain. Komunikasi yang efektif antara dokter gigi, anak, dan orangtua merupakan komponen penting dalam menumbuhkan kepercayaan pasien. Apabila dokter gigi tanggap terhadap respon anak dan orangtua atas informasi yang diberikan, anak dan orangtua akan bersikap lebih terbuka terhadap dokter gigi. Hal ini memudahkan dokter gigi memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dan menentukan diagnosis atas keluhan pasien. 2.4. Teknik wawancara dengan orangtua Ada beberapa hal yang perlu ditekankan dalam wawancara dengan orangtua,yaitu: 1. Mendengarkan Selain memberikan salam dan memeprkenalkan diri, dokter juga harus menjadi seorang pendengar yang baik. Semua diwujudkan, baik melalui katakata (eksplisit) maupun menggunakan bahasa tubuh (implisit) seperti kontak mata, menunjukan perhatian, cara kita duduk, dan tanda non verbal lainnya. Pada wawancara medis dengan ornagtua dan anak, komunikasi non verval dilakukan sama seperti komunikasi verbal. Tidak dianjurkan wawancara sambil melakukan pemeriksaan fisik karena dapat menghilangkan kontak mata. Dokter juga perlu memberi jeda waktu dalam berkomunikasi untuk memberi orangtua kesempatan menenangkan emosinya dann mengingat kembali riwayat penyakit anak. 2. Memfasilitasi dialog Dokter harus menanggapi cerita orangtua dengan penuh empati. Dokter tidak boleh menginterupsi atau mengubah pokok bahasan atau memberi komentar yang menghakimi dan juga tidak boleh memberikan diagnosis dini yang dapat memengaruhi keadaan orangtua. Pada saat wawancara tidak jarang orangtua bercerita sebanyak-banyaknya, padahal dokter ingin membuat diagnosa secepatnya. Oleh karena itu, diperlukan strategi dalam melakukan wawamcara medis dengan orangtua, yaitu: a. Mengetahui alasan mereka datang ke dokter gigi untuk menemukan keluhan utamanya. Dokter harus memperhatikan dan menghargai keluhan yang disampaikan dan menggunakan sesedikit mungkin istilah medis yang bisa membuat bingung pasien. b. Mengetahui harapan orangtua. Dokter bisa menanyakan apa yang orangtua harapkan dari kunjungannya sehingga dokter bisa mengetahui hal-hal yang diharapkan orangtua. Setelah harapan diketahui, dokter bisa membuat rencana untuk tindakan selanjutnya bersama orangtua. Dokter juga dapat menanyakan hal-hal yang terkait dan melakukan pemeriksaan yang diperlukan. c. Menuntun dalam melakukan wawancara dan tidak mendominasi. Dokter harus mampu membimbing dan mengarahkan wawancara agar tidak keluar dari topik. Dokter juga tidak boleh mendominasi dalam wawancara, tetapi menjadi pendengar yang baik. 3. Sopan santun Dokter diharapkan bersikap sopan santun, termasuk bersikap penuh atensi atau peduli kepadda pasien dan oarnagtua. Orangtua lebih menyukai situasi yang bersahabat dan profesional daripada kaku dan dokter yang sombong. 4. Bicara dengan anak Komunikasi dengan anak dapat dilakukan sejak awal pertemuan, biasa dengan menyalam atau menyapa anak. Dengan adanya kontak awal akan terbina hubungan dokter-pasien yang baik pula. Selain itu, dokter juga bisa mendiagnosis suatu penyakit secara tidak langsung. 5. Bila menghadapi penyakit yang akut Saat menghadapi pasien dengan kasus yang akut, sebaiknya wawancara fokus pada penyakitnya. Dokter tidak dianjurkan untuk memberi komentar terhadap tindakan orangtua pada saat awal wawancara. Dokter bisa memberikan komentar saat orangtua sudah tenang dan diagnosis serta tindakan sudah dilakukan, yaitu saat melakukan konseling. Dokter bisa memberikan informasi yang lebih lengkap tentang penyakit anaknya saat rasa khawatir orangtua sudah reda. 6. Mengarahkan kembali wawancara Dokter harus mampu mengendalikan wawancara dalam situasi apapun. Jika terjadi situasi yang tidak terkendali seperti orangtua atau wawancara macet, dokter harus merencanakan pertemuan berikutnya. 7. Konseling Orangtua lebih menyukai penjelasan yang mudah diterima mengenai diagnosis dan tat laksan penyakit anaknya. Dokter wajib memberikan nasihat dan konseling terkait penyakit pasiennya. Pada pasien yang memiliki keterbatasan mental, konseling dapat diberikan kepada orangtuanya dan memberi tahu segala kemungkinan yang terjadi. Konseling tidak dianjurkan melalui email ataupun telepon karena dokter tidak bisa melihat langsung kondisi si pasien. 8. Penutup Dalam wawancara medis dengan orangtua pasien, dokter harus melakukan hal-hal berikut: a. Membuat ringkasan semua informasi yang telah diceritakn orangtua. Setlah itu, masukkan dalam rekam medis anak tersebut. b. Memberikan edukasi yang terkait sakit anaknya dan menjelaskan karakteristik anak serta kemungkinan prognosisnya. c. Menanyakan kepada anak yang sudah besar, orangtua, ataupun pengasuhnya apakah ada yang masih belum jelas. Jika waktunya terbatas, dialog dapat dilakkukan di pertemuan selanjutnya. Membuat rencana kunjungan selanjutnya. 2.5. Kesulitan wawancara dengan orangtua Tidak setiap saat wawancara dengan orangtua berjalan menyenangkan. Suatu saat dokter akan mengalami hal yang tidak menyenangkan atau sangat lelah. Ada beberapa faktor-faktor yang menyulitkan wawancara, yaitu: 1. Hubungan pasien-dokter yang kurang baik 2. Sikap dokter yang ragu-ragu 3. Orangtua yang sangat khawatir 4. Respon pengobatan yang lambat 5. Keterbatasan dokter 6. Kultur yang berbeda 7. Sikap orangtua yang membebankan masalah ke dokter 8. Sikap dokter yang terlalu cepat menilai orang 9. Dokter yang terlalu mudah membuat diagnosis 10. Masalah system yang berlaku di indtitusi kesehatan 11. Waktu yang terbatas BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Dalam berkomunikasi dengan pasien dan orangtua, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dokter seperti saat memberi salam, membuka diskusi, mengumpulkan informasi, mengerti harapan pasien, berbagi informasi, mencapai kesepakatan, dan penutup. Namun dalam simulasi yang kelompok kami lakukan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Dalam simulasi kami, dokter sudah memberikan salam, menaruh perhatian kepada pasien dan orangtua,berbicara dengan anak menggunakan intonasi yang lembut, dan membuka diskusi dengan baik, tetapi saat proses mengumpulkan informasi dokter tidak melakukannya dengan baik karena tidak mengikuti pedoman Fundamental Four dan Sacred Seven dalam melakukan wawancara medis. Dokter juga belum sepenuhnya mengerti dan menanyakan harapan kesembuhan pasien dan orangtua. Saat menyampaikan informasi sudah dilakukan dengan cukup baik tetapi tidak menanyakan ke orangtua pasien apakah dia mengerti perawatan yang akan dilakukan. Namun ketika ingin mengambil keputusan mengenai rencana perawatan, dokter tidak melibatkan orangtua dan pasien. 3.2. Saran Komunikasi merupakan hal yang penting bagi seorang dokter untuk mendapatkan informasi dan membuat diagnosa. Oleh karena itu, dokter sudah seharusnya menjalin komunikasi dengan pasien. Dokter juga harus menaruh perhatian dan memberi empati kepada pasien karena itu akan membuat pasien merasa dimengerti. Dokter sebaiknya tidak bersikap ketus dan selalu melibatkan pasien dan orangtua atau keluarga dalam membuat keputusan. Daftar Pustaka 1. Soetjiningsih, ed. Modul Komunikasi Pasien-Dokter. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: 13-4, 80-8.