Senyum Mukhotib MD Senyum itu ibadah. Karenanya perbanyaklah menebar senyum karena itu mendatangkan pahala. Tetapi apakah setiap senyum memang mendatangkan kebaikan? Tentu saja tidak. Sebab senyum memiliki banyak ragamnya. Misalnya, senyum sinis, sebuah senyum yang mengembang saat seseorang tidak percaya dengan apa yang sedang diomongkan orang lain. Karenya, senyum setiap orang sesungguhnya bisa menjadi cerminan bagi kepribadian seseoarng itu sendiri. Karenanya tak mengheran jika sejak dulu kala, senyum selalu diduga memiliki banyak kepentingan, mengandung banyak makna dan tafsir. Kalau gagal menangkap arti senyum, gagal pula menangkap arah komunikasi yang sedang terjadi antara dua orang atau banyak orang. Karenanya, soal senyum ini menjadi penting untuk dikuak tafsirnya, agar komunikasi tetap bisa terus berjalan, berlangsung tanpa prasangka buruk. Kepentingan menggambarkan tentang senyum dan upaya mengungkap makna senyum dilakukan banyak orang. Sebab di balik senyum seseorang selalu memiliki berpuluh makna atau bahkan mungkin lebih. Sebab itu, kita sendiri tidak selalu berhasil menangkap makna senyum, bahkan senyum orang yang paling kita kasihi, bisa pacar, bisa istri. Bagi para pelukis, senyum menjadi alat simbolis dalam melakukan visualisasi sikap, watak dan rasa. Teroka terhadap hasil lukisan juga sebagiannya mengungkap atau bentuk pencarian makna seyum itu. Misalnya, tentang lukisan Mona Lisa karya Leonardo da Vinci diteliti apakah ekspresi senyumnya itu sedang menunjukkan rasa sedih atau bahagia? Sebuah lukisan yang sering dianggap orang ambigu. Ternyata dalam sebuah riset, sebagaimana dirilis media online nasional, menunjukkan hasil senyum Mona Lisa dinilai menunjukkan rasa bahagia. Sementara Senyum Karyamin, tokoh utama dalam Cerita Pendek karya Ahmad Thohari, memiliki makna beragam sesuai dalam kontek realitas yang dihadapinya, dan tidak selalu bisa ditangkap oleh orang-orang sebagai teman dialognya. Ketika temantemannya melecehkan perempuan-perempuan yang sedang menyeberangi sungai— sambil mengakat kainnya agar tak basah, dengan menyebut paha-paha perempuan itu sebagai ikan putih sebesar paha, lalu mereka tertawa tergelak-gelak, ternyata Karyamin hanya tersenyum. Kenapa Karyamin tak turut tergelak, tetapi hanya tersenyum saja? Begitupun ketika Karyamin menghadapi rasa lapar yang mengiris habis perutnya, karena tak ada sarapan sebelum ia berangkat memikul batu. Karyamin hanya tersenyum, dan tidak mengeluh sama sekali. Saat ia akan menangkap sayap burung paruh udang (cucuk urang) yang membuatnya jatuh terguling ke bawah saat memikul batu, karena burung itu melintas begitu dekat di matanya. Ia membayangkan aksinya menangkap sayap burung itu tidak akan berhasil, Karyamin juga akhirnya hanya tersenyum. Senyum Karyamin juga mengembang setelah perutnya terisi segelas air putih pemberian dari Saidah, pedagang nasi pecel. Sebenarnya ia ditawari makan, tetapi ia menolak tawaran itu meski tak harus membayarnya langsung. Ia menolaknya sambil tersenyum, dan saat ia melangkah hendak pulang, ia membalik badan dan melempar senyum kepada pedagang nasi keliling itu. Karyamin sekali lagi senyum saat Ketua RT menagihnya uang iuran untuk bantuan kemanusiaan ke Afrika. Kali ini Pak RT menangkap makna senyum Karyamin sebagai menghinanya. Ia marah-marah. Padahal mungkin saja tidak, sebab Karyamin memang sedang tidak sedang memiliki uang, mebayar hutang ke Saidah saja tidak bisa, membayar hutang ke bank juga tidak bisa, membeli makan untuk dirinya sendiri juga tidak bisa. Dan Pak RT meminta iuran yang harus dibayar saat itu juga, sebab tenggat pembayaran sudah habis. Saat ini, publik sedang diramaikan dengan cerita mengenai senyum Jokowi saat ditanya atau dimintai respons mengenai rencana penerhitan PERPPU KPK agar pelemahan lembaga anti rasuah itu tak terus berlanjut? Ternyata Jokowi membalasanya hanya dengan senyum. Lantas apa makna senyum Presiden Jokowi saat ditanya mengenai rencana penerbitan PERPPU KPK yang dipersoalkan rakyat dan memantik gelombang demonstrasi mahasiswa dan pelajar, demonstrasi yang begitu banyak memakan korban? Apakah itu senyum bahagia,, senyum sedih atau senyum pahit? Padahal UU KPK hasil revisi yang diduga akan melemahkan KPK sudah berlaku secara otomatis pada tanggal 17 Oktober 2019 ini? Indonesian Corruption Watch (ICW), sebagaimana dilangsir media online, memaknai senyum Jokowi sebagai sebuah ketidakpastian. Apakah hanya tunggal makna senyum itu? Tentu saja tidak. Makna senyum itu bisa dibaca dalam berbagai konteksnya. Misalnya, jika senyum itu dibaca dari konteks kehendak rakyat yang meminta pembatalan UU KPK hasil revisi, senyum Jokowi bisa bermakna sedih, sebab dirinya ternyata tak mampu memenuhi kehendak rakyat, kehendak para pemilihnya. Sebab dengan begitu, ia sedang ingkar janji terhadap orang-orang yang sudah memercayai dirinya untuk membawa Indonesia ke dalam sistem yang lebih adil, dan lebih sejahtera. Dan ia mencoba memenangkan dirinya dari rasa sedih dan galau itu dengan tersenyum, seperti Karyamin saat tersenyum untuk tidak bisa membayar iuran untuk bantuan ke Afrika. Manakala senyum itu diletakkan dalam politik kekuasaan, senyum itu bisa bermakna pahit, tub yang harus ditelannya. Sebab ia menghadapi tekanan begitu berat mungkin saja dari partainya, dari orang-orang parlemen, dan mungkin juga tekanan dari orangorang di sekitarnya. Seperti juga Karyamin yang hanya mampu melempar senyum karena dirinya tak mampu menghadapi burung paruh udang, dan Jokowi tak mamppu menghadapi tekanan yang bertubi-tubi pada dirinya, dan ia hanya mampu melempar senyum. Jika Karyamin memenangkan dirinya dari rasa lapar, Jokowi memenangkan dirinya dari ketidakmampuan terhadap tekanan itu. Begitulah senyum. Ia tak sekadar tertariknya dua sudut bibir ke belakang sebagai aktivitas fisik-biologis, tetapi senyum juga menjadi senjata diri dalam menghadapi situasi yang harus dimenangkannya.