PROGRAM 5 S ( SENYUM, SAPA, SALAM, SOPAN, SANTUN ) DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR UNTUK MENYONGSONG GENERASI EMAS Putri Zudhah Ferryka Universitas Widya Dharma Klaten [email protected] ABSTRAK Mempersiapkan siswa dalam menyongsong generasi emas dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan membangun karakter. Membangun karakter yang berkualitas harus dibina sejak usia dini. Kegagalan penanaman karakter sejak dini, akan menjadikan generasi yang bermasalah di masa mendatang. Oleh karena itu pemberian pendidikan karakter kepada siswa sekolah dasar merupakan kunci utama untuk membangun generasi emas, yang dapat dilakukan dengan pembiasaan. Salah satu contoh pembiasaan ini dapat dilakukan melalui program Lima S. Program Lima S terdiri dari Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun. Dengan program Lima S diharapkan siswa menjadi pribadi yang tangguh, berhasil tidak hanya dalam kognitif (pengetahuan), namun juga dalam psikomotorik (kepribadian) dan afektif (perilaku), memiliki sikap berbudi luhur dan santun terhadap sesama. Selain itu, juga akan bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa, dan negara dalam menyongsong generasi emas di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan teori perilaku dari Albert Bandura dan Thomas Lickona. Program Lima S dapat membangun karakter siswa yang berbentuk: (1) religius, (2) disiplin, (3) mandiri, (4) cinta tanah air, (5) menghargai prestasi, (6) bersahabat/komunikatif, (7) cinta damai, (8) peduli lingkungan, (9) peduli sosial, dan (10) bertanggungjawab. Kata Kunci : Program Lima S, Karakter Siswa Sekolah Dasar 399 Pendahuluan Mempersiapkan siswa dalam menyongsong generasi emas dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan membangun karakter. Membangun karakter yang berkualitas harus dibina sejak usia dini. Karakter siswa yang terbentuk sejak dini akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Para ahli berpendapat bahwa kegagalan penanaman karakter sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Oleh karena itu pemberian pendidikan karakter kepada siswa sekolah dasar dalam menyongsong generasi emas merupakan kunci utama untuk membangun kemajuan bangsa. Pendidikan karakter di sekolah dasar tidak diberikan secara langsung melalui sebuah mata pelajaran, tetapi proses pemahamannya dilakukan secara tidak langsung melalui hubungan antara siswa dan guru. Penanaman pendidikan karakter bagi siswa sekolah dasar dapat dilakukan melalui proses yang berjalan secara berkelanjutan, misalnya dengan pembiasaan yang dilakukan oleh seorang guru dengan siswa di lingkungan sekolah. Proses pembiasaan dalam membangun pendidikan karakter untuk menyiapkan siswa dalam menyongsong generasi emas merupakan pembudayaan dan pemberdayaan ber bagai nilainilai luhur yang perlu didukung oleh komitmen dan kebijakan pemangku kepentingan serta pihak-pihak terkait lainnya, termasuk dukungan sarana dan prsarana di lingkungan sekolah. Penanaman pendidikan karakter tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu ketrampilan tertentu, namun melalui pembiasaan di sekolah. Sala h satu contoh pembiasaan ini dapat dilakukan melalui program Lima S. Program Lima S terdiri dari Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun. Hal ini dapat dijadikan sebagai ciri-ciri khusus seseorang atau suatu komunitas lingkungan sekolah sehingga dapat menjadikan pembeda antara orang satu dengan yang lainnya atau suatu sekolah dengan sekolah lainnya. Program Lima S dapat membentuk karakter siswa dalam menyongsong generasi emas, sehingga mampu memahami nilainilai perilaku manusia yang berhubu ngan dengan TuhanYang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan. Nilainilai tersebut dapat terwujud dalam pikiran, sikap perasaan, perkataan, dan perbuatan ber dasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Sebagaimana pendapat Lickona (2012) bahwa pembentukan karakter yang baik perlu menekankan pada pembinaan perilaku secara berkelanjutan mulai dari proses moral knowing, moral feeling, dan moral action dari pendidikan karakter. Setiap komponen menempati ranah psikologis tertentu dalam pribadi seseorang. Hal ini diperlukan agar setiap siswa mampu memahami, merasakan, dan sekaligus mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Moral knowing terdiri dari ranah kognitif, ada enam hal yang 400 menjadi tujuannya, yaitu: 1) kesadaran moral, 2) mengetahui nilai moral, 3) cara pandang, 4) penalaran moral, 5) membuat keputusan, dan 6) pengetahuan diri. Moral feeling merupakan aspek dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia yang berkarakter, terdiri dari 6 hal, yakni: 1) nurani, 2) penghargaan diri, 3) empati, 4) cinta kebaikan, 5) control diri, dan 6) kerendahan hati. Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral seseorang berwujud kompetensi, niat, dan kebiasaan dalam kehidupan seharihari. Program Lima S dilaksanakan sebagai bentuk moral action dari pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan akhlak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam mengembangkan karakter yang baik diperlukan waktu yang relatif lama karena harus mengembangkan pengetahuan moral yang baik, dorongan hati untuk berbuat baik, dan kebiasaankebiasaan berperilaku baik. William dan Schnaps (Zubaedi, 2011:15) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha yang dilakukan oleh para personel sekolah, bahkan yangdilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggotamasyarakat, untuk membantu anak-anak dan remajaagar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab. Senada dengan hal tersebut, Ryan (1995:5) juga menyatakan bahwa “good character is about knowing the good, loving the good and doing the good”. Krisis moral yang dialami bangsa Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Perilaku- perilaku yang mencerminkan adanya krisis moral tersebut sudah mengarah pada rendahnya perilaku kesopanan pada diri siswa. Padahal untuk membangun suatu negara yang maju dibutuhkan generasi muda berprestasi yang memiliki budi pekerti luhur yaitu generasi yang berkarakter. Faktor utama yang menentukan suatu negara dikatan maju bukan hanya pada kepandaian para generasi muda tetapi juga dipengaruhi oleh akhlak mulianya, yakni akhlak yang baik dan karakter yang kuat, se perti yang disebutkan oleh Harrigan (Soedarsono, 2005:160). Pendidikan karakter ini digunakan untuk memahami, membentuk dan memupuk nilai-nilai etika. Pada siswa sekolah dasar mengaplikasikan pendidikan karakter saat ini adalah harga mati, karena mengaplikasikan pendidikan karakter pada kehidupan sehari-hari bertujuan untuk menyelamatkan bangsa ini dari jurang kehancuran degradasi moral. Program Lima S sebagai program yang sangat relevan diterapkan di setiap sekolah. Jika semua warga sekolah memahami dan melaksanakan dengan baik kegiatan yang ada dalam Program Lima S, diharapkan siswa akan menjadi pribadi yang tangguh, berhasil tidak hanya dalam kognitif (pengetahuan), namun juga dalam psikomotorik (kepribadian) da n afektif (perilaku), memiliki sikap berbudi luhur dan santun terhadap sesama. Selain itu, juga akan bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa, dan negara dalam menyongsong generasi emas di masa yang akan datang. 401 Program Lima S (Senyum, Salam, Salam, Sopan, Santun) a. Senyum Senyum menurut Saikhul Hadi (2013: 37) merupakan ekspersi wajah yang terjadi akibat bergeraknya atau timbulnya suatu gerakan di bibir atau kedua ujungnya, serta disekitar mata. Saikhul Hadi (2013: 3) menjelaskan bawha senyuman dapat melumpuhkan musuh, menyembuhkan penyakit, perekat tali persaudaraan, pengobat luka jiwa, dan bisa menjadi sarana tercapainya perdamaian dunia. Dengan senyum berarti kita memberikan keceriaan kepada orang lain. Selain itu, senyum melambangkan rasa senang. Wajah kita terlihat lebih enak dilihat oleh orang lain ketika kita senyum, ketimbang dengan raut wajah kesal atau marah. b. Salam Departemen pendidikan nasional (2008: 1208) menjelaskan bahwa salam merupakan sebuah pernyataan hormat. Jika seseorang memberi salam kepada orang lain berarti seorang itu bersikap hormat kepada orang yang dia beri salam. Pada saat seseorang mengucapkan salam kepada orang lain dengan keikhlasan, suasana menjadi cair, sukacita, dan akan merasa bersaudara. c. Sapa Menyapa merupakan salah satu bentuk perilaku kita untuk menghargai orang lain. Menurut Alfonsus Sutarno (2008: 36) menyapa identik dengan menegur, menyapa bisa berarti d. e. mengajak seseorang untuk bercakap-cakap. Dengan menyapa, kita lebih mempererat tali persaudaraan dengan orang lain, memudahkan siapa saja untuk bergaul akrab, saling kontak, dan berinteraksi. Menyapa tidak hanya dilakukan antara guru dan murid, menyapa juga dapat dilakukan sesama teman di sekolah., bahkan dengan pekerja sekolah yang lain. Hal ini mewujudkan solidaritas antar warga sekolah, sehingga membuat tentram kehidupan sehari-hari kita di sekolah Sopan Menurut departemen pendidikan nasional (2008: 1330) sopan memiliki arti hormat, takzim dan tertib menurut adat. Seseorang yang sopan akan bersikap mengikuti adat, tidak pernah melanggar adat. Perilaku sopan mencerminkan perilaku diri sendiri, wajib kita lakukan setiap bertemu orang lain sebagai wujud kita dalam menghargai orang lain. Orang yang tidak sopan biasanya dijauhi orang lain. Kita sesama manusia mempunyai keinginan untuk dihargai, itulah alasan mengapa kita harus senantiasa sopan terhadap orang lain. Santun. Menurut Mohamad Mustari (2011: 158) kesantunan bisa mengorbankan diri sendiri demi masyarakat atau orang lain. Perilaku santun mencerminkan kepribadian kita dengan berperilaku interpersonal sesuai tataran norma dan adat istiadat 402 setempat. Dalam berkata, kita harus memilah dan memilih, mana kata yang baik diucapkan dan mana kata yang tidak baik diucapkan. Santun merupakan hal yang wajib dibiasakan dalam bermasyarakat. Orang yang tidak mempunyai santun, akan dinilai orang lain bahwa dia tidak menghargai orang lain. Pendidikan Karakter dalam Mempersiapkan Siswa untuk Menyongsong Generasi Emas Pendidikan karakter merupakan sistem penanaman nilainilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut sehingga menjadi manusia insan kamil (Masnur Muslich (2011:84). Karakter akan terbentuk dari apa yang kita lihat, kita rasakan, dan dari sebuah aktifitas yang sering kita lakukan yang kemudian menjadi sebuah kebiasaan dan pada akhirnya akan menjadi sebuah kepribadian yang juga disebut dengan karakter. Sejalan dengan hal itu Heri Gunawan (2012: 27) menjelaskan bahwa pendidikan karakter bukan sekedar mengerjakan mana yang benar dan mana yang salah, namun menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga siswa menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai karakter pada peserta didik yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai nilai baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan. Kemendiknas (2010: 8-10) mengembangkan nilai dalam pendidikan karakter budaya dan karakter bangsa yang bersumber dari agama, pencasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Dari keempat sumber itu selanjutnya dikembangkan menjadi delapan belas nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa. Kedelapan belas nilai karakter tersebut dideskripsikan oleh Sari (2013) dan Widiyanto (2013) seperti berikut. a. Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. c. Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 403 e. Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. f. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. g. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. h. Demokratis: cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. i. Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari suatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. j. Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. k. Cinta Tanah Air: cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. l. Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. m. Bersahabat/Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. n. Cinta Damai: sikap perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. o. Gemar Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. p. Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. q. Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggungjawab: sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Dari delapan belas nilai dalam pendidikan karakter semua nilai terintegrasi ke dalam program 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun). Strategi yang diterapkan sekolah dimulai dari pembiasaan. Pembiasaan ini diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai karakter pada diri siswa dalam menyongsong tujuan pemerintah menjadi generasi emas. Program Lima S bisa merubah sifat, sikap dan perilaku. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang ber- 404 Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga dapat mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi generasi emas. Beberapa Kegiatan yang Berhubungan dengan Program Lima S dalam Membangun Pendidikan Karakter untuk Mempersiapkan Siswa dalam Menyongsong Generasi Emas a. Pelaksanaan Tata Krama dan Tata Tertib Sekolah Memberikan aturan tata krama dan tata tertib sekolah pada seluruh siswa dan guru merupakan salah satu upaya membentuk karakter mulia yang mensinergikan dengan Program Lima S. b. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan yang mencerminkan adanya Lima S terintegrasi dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Dimana semua RPP harus mencantumkan pendidikan karakter yang akan diwujudkan selama pembelajaran berlangsung. Sehi ngga semua mata pelajaran memiliki peran yang besar dalam membentuk karakter siswa. Dalam kegiatan pembelajaran untuk melaksanakan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Pendekatan ini diwujudkan dalam setiap pembelajaran, dimana peserta c. didik mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dipelajari dengan situasi dunia nyata.Sehingga pengintegrasian Program Lima S pada kegiatan p embelajaran dapat memberikan kontribusi bagi pembentukan karakter siswa. Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Pengembangan diri adalah kegaiatan yang bertujuan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat, minat setiap siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Sehingga penilaian yang dilakukan pada kegiatan pengembangan diri ini dilakukan secara kualitatif. Kegiatan pengembangan diri yang ada di setiap sekolah yang diikuti siswa dapat membantu mengembangkan potensi, bakat, minat, pengetahuan, sikap serta keunikan yang ada pada setiap siswa. Setiap individu pasti memiliki keunikan dalam dirinya. Keunikan ini juga terjadi pada tiap siswa. Pengembangan diri di sini dilaksanakan selama seseorang berstatus sebagai siswa yang difasilitasi oleh sekolah. Banyak kegiatan yang memfasilitasi kegiatan pengembangan diri siswa. Pemfasilitasannya itu menyangkut ikhwal permasalahan pribadi, ke hidupan sosial, belajar, pengembangan karier dan pembiasaan. 405 d. Pelaksanaan Kegiatan Rutin di Sekolah Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah setiap siswa yang datang ke sekolah disambut oleh Bapak dan Ibu di depan pintu gerbang sekolah, dan selama itu juga Bapak dan Ibu guru memantau kedisiplinan maupun tanggung jawab siswa, upacara pada hari senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap shalat dhuha, dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, atau teman. e. Pelaksanaan Kegiatan Spontan Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara tidak terencana oleh guru atau tenaga kependidikan, jika ada perilaku yang kurang baik maka pada saat itu guru atau tenaga kependidikan harus mengoreksi tindakan tersebut. Contoh kegiatan spontan, misalnya ada peserta didik yang membuang sampah tidak pada tempatnya, maka guru harus menegur dan mengingatkan peserta didik agar membuang sampah pada tempatnya. f. Pelaksanaan Kegiatan Keteladanan Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dalam memberikan contoh baik sehingga menjadi panutan bagi g. h. peserta didik. Kegiatan keteladanan misalnya: berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, dan menjaga kebersihan. Pelaksanaan Kegiatan Pengkondisian Untuk mendukung terlaksananya pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus mendukung kegiatan tersebut. Pengkondisian misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur. Pelaksanaan Kegiatan Budaya Sekolah Budaya sekolah memiliki cakupan yang sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antar komponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan warga sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial dan lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Program Lima S dalam Membangun Karakter Siswa 406 Sekolah Dasar ditinjau Berdasarkan Teori yang Ada a. Teori Belajar Observasional Albert Bandura Menurut Bandura (Hergenhahn, 2010:363) yang menyebutkan empat proses yang dapat mempengaruhi anak belajar observasional, yaitu proses attensional, proses retensional ,proses pembentukan perilaku ,dan proses motivasionalPeng alaman belajar karakter yang baik harus dibangun diseputar lingkungan belajar anak. Melalui senyum, sapa, salam, sopan dan santun ini anak berproses untuk menga mati atau memperhatikan tingkah laku, nilai, harga diri dan sikap objek yang dilihatnya. Kemudian siswa merekam peristiwa itu dalam ingatannya dan setelah mengetahui dan mempelajari sesuatu tingkah laku baik yang diajarkan oleh guru mereka di sekolah, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam bentuk tingkah laku untuk membentuk karakter baiknya. Melalui interaksi dengan lingkungan akan memungkinkan siswa terus mengembangkan pengalaman baik yang didapatkan dan yang akhirnya akan memotivasi untuk terus berperilaku baik. Apabila dikaji dengan teori Belajar Observasional Albert Bandura masuk dalam kategori proses attensional (perhatian), yaitu siswa memberikan perhatian yang tertuju pada nilai, sikap dan lain-lain yang telah diatur dan ditetapkan sebagai aturan untuk menunjang Program Lima S. Aturan ini terintegrasi pada Tata Tertib dan Tata Krama sekolah. Aturan yang tercantum dalam tata krama dan tata tertib ini kemudian akan diingat oleh siswa didalam otak mereka yang disebut juga dengan proses retensi (ingatan). Setelah itu siswa akan menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang yang siswa lakukan dalam bentuk perilaku positif, bersikap sesuai dengan tata krama dan tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah. Sikap dan perilaku yang baik dari para siswa dapat memotivasi mereka untuk terus meningkatkan prestasi di ranah kognitif tanpa mengabaikan pribadi berkarakter. b. Teori Belajar Menurut Lickona Menurut Lickona, karakter yang baik melibatkan tiga aspek yakni pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Keputusan siswa saat siswa melaksanakan dan menjalankan aturan serta norma dalam tata tertib dan tata krama sudah jelas melibatkan tiga bagian moral. Pengetahu an moral, dimana siswa menilai aturan dan norma yang tercantum dalam tata tertib dantata krama adalah sebuah aturan yang 407 baik. Perasaan moral, dimana siswa merasa aturan tata tertib dan tata krama penting untuk membentuk karakter disiplin siswa. Sedangkan tindakan moral terjadi ketika siswa melaksanakan dan menjalankan seluruh aturan yang tercantum pada tata tertib dan tata krama. Pembentukan karakter yang baik perlu menekankan pada pembinaan perilaku secara berkelanjutan mulai dari proses moral knowing, moral feeling, dan moral action dari pendidikan karakter. Setiap komponen menempati ranah psikologis tertentu dalam pribadi seseorang. Hal ini diperlukan agar setiap siswa mampu memahami, merasakan, dan sekaligus mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Moral knowing terdiri dari ranah kognitif, ada enam hal yang menjadi tujuannya, yaitu: 1) kesadaran moral, 2) mengetahui nilai moral, 3) cara pandang, 4) penalaran moral, 5) membuat keputusan, dan 6) pengetahuan diri. Moral feeling merupakan aspek dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia yang berkarakter, terdiri dari 6 hal, yakni: 1) nurani, 2) penghargaan diri, 3) empati, 4) cinta kebaikan, 5) control diri, dan 6) kerendahan hati. Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral seseorang berwujud kompetensi, niat, dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Program Lima S dilaksanakan sebagai bentuk moral action dari pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan akhlak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam mengembangkan karakter yang baik diperlukan waktu yang relatif lama karena harus mengembangkan pengetahuan moral yang baik, dorongan hati untuk berbuat baik, dan kebiasaankebiasaan berperilaku baik. Penutup Pelaksanaan kegiatan yang ada dalam Program Lima S secara maksimal dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembentukan karakt er siswa. Sehingga apabila kegaiatan yang ada dalam Program Lima S dilaksanakan secara terus menerus maka nantinya dapat membentuk budi pekerti yang luhur pada siswa. Dengan kegiatan tersebut nantinya siswa sudah terbiasa dengan suatu sikap yang harus dilaksanakan. Proses pembentukan karakter siswa melalui Program Lima S dilakukan melalui kegiatan (a) pelaksanaan tata krama dan tata tertib sekolah, (b) pelaksanaan kegiatan pengembangan diri, (c) pelaksanaan kegiatan pembelajaran, melalui kegiatan tersebut dapat membentuk karakter yang baik pada diri siswa. Dampak pelaksanaan Program Lima S terhadap perilaku siswa adalah terbentuknya karakter (a) religius, (b) disiplin, (c)tanggung jawab, (d) mandiri, (e) peduli sosial, (f) menghargai prestasi, (g) kreatif, 408 (h) bersahabat/komunikatif. Program Lima S dapat membangun karakter siswa di sekolah dasar untuk membentuk insan cerdas, pribadi yang tangguh, berhasil tidak hanya dalam kognitif (pengetahuan), namun juga dalam psikomotorik (kepribadian) dan a fektif (perilaku), memiliki sikap berbudi luhur dan santun terhadap sesama. Selain itu, juga akan bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa, dan negara dalam menyongsong generasi emas di masa yang akan datang. Daftar Pustaka Alfonsus Sutarno. (2008). Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Heri Gunawan. (2012). Pendidikan karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Masnur Muslich. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Mohamad Mustari. (2011). Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Saikhul Hadi. (2013). Keajaiban Senyuman Menguak Rahasia di Balik Senyuman dan Tawa Dalam Bisnis, Kesehatan, dan Penyembuhan. Yogyakarta. Gava Media. Thomas Lickona (2012). Educating for Character, mendidik untuk membentuk karakter, bagaimana sekolah dapat memberikan pendidikan tentang sikap hormat dan tanggung jawab (Terjemahan Juna Abdu Wamaungo). New York: Bantam Books (Buku asli diterbitkan tahun 1991) Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No.20 Th.2003). Jakarta: Sinar Grafika. Widiyanto dan Sari. 2013. Pendidikan Karakter. http://dominique/2015/04/pendidi kan karakter-bangsa.Akses Kamis 15 September, 05.10 AM Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter.Jaka rta:Kencana 409