senyum, sapa, salam, sopan, santun

advertisement
PROGRAM 5 S ( SENYUM, SAPA, SALAM, SOPAN, SANTUN ) DALAM
MEMBANGUN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR UNTUK
MENYONGSONG GENERASI EMAS
Putri Zudhah Ferryka
Universitas Widya Dharma Klaten
[email protected]
ABSTRAK
Mempersiapkan siswa dalam menyongsong generasi emas dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya dengan membangun karakter. Membangun
karakter yang berkualitas harus dibina sejak usia dini. Kegagalan penanaman
karakter sejak dini, akan menjadikan generasi yang bermasalah di masa
mendatang. Oleh karena itu pemberian pendidikan karakter kepada siswa sekolah
dasar merupakan kunci utama untuk membangun generasi emas, yang dapat
dilakukan dengan pembiasaan. Salah satu contoh pembiasaan ini dapat dilakukan
melalui program Lima S. Program Lima S terdiri dari Senyum, Salam, Sapa,
Sopan, Santun. Dengan program Lima S diharapkan siswa menjadi pribadi yang
tangguh, berhasil tidak hanya dalam kognitif (pengetahuan), namun juga
dalam psikomotorik (kepribadian) dan afektif (perilaku), memiliki sikap berbudi
luhur dan santun terhadap sesama. Selain itu, juga akan bermanfaat bagi diri
sendiri, bangsa, dan negara dalam menyongsong generasi emas di masa yang akan
datang. Hal ini sesuai dengan teori perilaku dari Albert Bandura dan Thomas
Lickona. Program Lima S dapat membangun karakter siswa yang berbentuk: (1)
religius, (2) disiplin, (3) mandiri, (4) cinta tanah air, (5) menghargai prestasi, (6)
bersahabat/komunikatif, (7) cinta damai, (8) peduli lingkungan, (9) peduli sosial,
dan (10) bertanggungjawab.
Kata Kunci :
Program Lima S, Karakter Siswa Sekolah Dasar
399
Pendahuluan
Mempersiapkan siswa dalam
menyongsong generasi emas dapat
dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya dengan membangun
karakter. Membangun karakter yang
berkualitas harus dibina sejak usia
dini. Karakter siswa yang terbentuk
sejak dini akan sangat menentukan
karakter bangsa di kemudian hari.
Para ahli berpendapat bahwa
kegagalan penanaman karakter sejak
usia dini, akan membentuk pribadi
yang bermasalah dimasa dewasanya
kelak. Oleh karena itu pemberian
pendidikan karakter kepada siswa
sekolah dasar dalam menyongsong
generasi emas merupakan kunci
utama untuk membangun kemajuan
bangsa. Pendidikan karakter di
sekolah dasar tidak diberikan secara
langsung melalui sebuah mata
pelajaran,
tetapi
proses
pemahamannya dilakukan secara
tidak langsung melalui hubungan
antara siswa dan guru.
Penanaman pendidikan karakter bagi
siswa sekolah dasar dapat dilakukan
melalui
proses
yang berjalan secara berkelanjutan,
misalnya dengan pembiasaan yang
dilakukan oleh seorang guru dengan
siswa di lingkungan sekolah.
Proses pembiasaan
dalam
membangun pendidikan karakter
untuk menyiapkan siswa dalam
menyongsong
generasi
emas
merupakan
pembudayaan dan pemberdayaan ber
bagai
nilainilai luhur yang perlu didukung oleh
komitmen dan kebijakan pemangku
kepentingan serta pihak-pihak terkait
lainnya, termasuk dukungan sarana
dan prsarana di lingkungan sekolah.
Penanaman
pendidikan
karakter
tidak dapat dilakukan
dengan hanya sekedar mentransfer
ilmu pengetahuan atau melatih suatu
ketrampilan tertentu,
namun
melalui pembiasaan di sekolah. Sala
h satu contoh pembiasaan ini dapat
dilakukan melalui program Lima S.
Program Lima S terdiri dari
Senyum, Sapa, Salam, Sopan,
Santun. Hal ini dapat dijadikan
sebagai ciri-ciri khusus seseorang
atau suatu komunitas lingkungan
sekolah sehingga dapat menjadikan
pembeda antara orang satu dengan
yang lainnya atau suatu sekolah
dengan sekolah lainnya. Program
Lima S dapat membentuk karakter
siswa dalam menyongsong generasi
emas, sehingga mampu memahami
nilainilai perilaku manusia yang berhubu
ngan dengan TuhanYang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan. Nilainilai tersebut dapat terwujud dalam
pikiran,
sikap
perasaan, perkataan, dan perbuatan ber
dasarkan norma-norma
agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat.
Sebagaimana
pendapat
Lickona (2012) bahwa pembentukan
karakter
yang
baik
perlu
menekankan
pada
pembinaan
perilaku secara berkelanjutan mulai
dari proses moral knowing, moral
feeling, dan moral action dari
pendidikan karakter. Setiap komponen
menempati ranah psikologis tertentu
dalam pribadi seseorang. Hal ini
diperlukan agar setiap siswa mampu
memahami,
merasakan,
dan
sekaligus mengerjakan nilai-nilai
kebajikan. Moral knowing terdiri dari
ranah kognitif, ada enam hal yang
400
menjadi
tujuannya,
yaitu:
1)
kesadaran moral, 2) mengetahui nilai
moral, 3) cara pandang, 4) penalaran
moral, 5) membuat keputusan, dan 6)
pengetahuan diri. Moral feeling
merupakan aspek dari emosi yang
harus mampu dirasakan oleh
seseorang untuk menjadi manusia
yang berkarakter, terdiri dari 6 hal,
yakni: 1) nurani, 2) penghargaan diri,
3) empati, 4) cinta kebaikan, 5)
control diri, dan 6) kerendahan hati.
Moral action merupakan perbuatan
atau tindakan moral seseorang
berwujud kompetensi, niat, dan
kebiasaan dalam kehidupan seharihari.
Program Lima S dilaksanakan
sebagai
bentuk
moral
action dari
pendidikan
karakter
sebagai upaya pembentukan akhlak.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa
dalam
mengembangkan
karakter yang baik diperlukan waktu
yang relatif lama karena harus
mengembangkan pengetahuan moral
yang baik, dorongan hati untuk
berbuat baik, dan kebiasaankebiasaan berperilaku baik. William
dan Schnaps (Zubaedi, 2011:15)
mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai usaha yang dilakukan oleh
para personel sekolah, bahkan
yangdilakukan bersama-sama dengan
orang tua dan anggotamasyarakat,
untuk membantu anak-anak dan
remajaagar menjadi atau memiliki
sifat peduli, berpendirian, dan
bertanggung jawab. Senada dengan
hal tersebut, Ryan (1995:5) juga
menyatakan bahwa “good character
is about knowing the good, loving the
good and doing the good”.
Krisis moral yang dialami
bangsa Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan.
Perilaku-
perilaku yang mencerminkan adanya
krisis moral
tersebut
sudah
mengarah pada rendahnya perilaku
kesopanan pada diri siswa. Padahal untuk
membangun suatu negara yang maju
dibutuhkan
generasi
muda berprestasi yang memiliki budi
pekerti luhur yaitu generasi yang
berkarakter. Faktor utama yang
menentukan suatu negara dikatan
maju
bukan
hanya pada kepandaian para generasi
muda tetapi juga dipengaruhi oleh
akhlak mulianya, yakni akhlak
yang baik dan karakter yang kuat, se
perti yang disebutkan oleh Harrigan
(Soedarsono, 2005:160).
Pendidikan
karakter
ini
digunakan
untuk
memahami,
membentuk dan memupuk nilai-nilai
etika. Pada siswa sekolah dasar
mengaplikasikan pendidikan karakter
saat ini adalah harga mati, karena
mengaplikasikan pendidikan karakter
pada kehidupan sehari-hari bertujuan
untuk menyelamatkan bangsa ini dari
jurang kehancuran degradasi moral.
Program Lima S sebagai program yang
sangat relevan diterapkan di setiap
sekolah. Jika semua warga sekolah
memahami
dan
melaksanakan
dengan baik kegiatan yang ada dalam
Program Lima S, diharapkan siswa
akan menjadi pribadi yang tangguh,
berhasil tidak hanya dalam kognitif
(pengetahuan),
namun
juga
dalam psikomotorik (kepribadian) da
n afektif (perilaku), memiliki sikap
berbudi luhur dan santun terhadap
sesama. Selain itu, juga akan
bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa,
dan negara dalam menyongsong
generasi emas di masa yang akan
datang.
401
Program Lima S (Senyum, Salam,
Salam, Sopan, Santun)
a. Senyum
Senyum menurut Saikhul Hadi
(2013: 37) merupakan ekspersi
wajah yang terjadi akibat
bergeraknya atau timbulnya
suatu gerakan di bibir atau kedua
ujungnya, serta disekitar mata.
Saikhul
Hadi
(2013:
3)
menjelaskan bawha senyuman
dapat melumpuhkan musuh,
menyembuhkan
penyakit,
perekat
tali
persaudaraan,
pengobat luka jiwa, dan bisa
menjadi sarana tercapainya
perdamaian
dunia.
Dengan
senyum berarti kita memberikan
keceriaan kepada orang lain.
Selain
itu,
senyum
melambangkan rasa senang.
Wajah kita terlihat lebih enak
dilihat oleh orang lain ketika kita
senyum, ketimbang dengan raut
wajah kesal atau marah.
b. Salam
Departemen
pendidikan
nasional
(2008:
1208)
menjelaskan
bahwa
salam
merupakan sebuah pernyataan
hormat. Jika seseorang memberi
salam kepada orang lain berarti
seorang itu bersikap hormat
kepada orang yang dia beri
salam. Pada saat seseorang
mengucapkan salam kepada
orang lain dengan keikhlasan,
suasana menjadi cair, sukacita,
dan akan merasa bersaudara.
c. Sapa
Menyapa merupakan salah satu
bentuk perilaku kita untuk
menghargai orang lain. Menurut
Alfonsus Sutarno (2008: 36)
menyapa
identik
dengan
menegur, menyapa bisa berarti
d.
e.
mengajak
seseorang
untuk
bercakap-cakap.
Dengan
menyapa, kita lebih mempererat
tali persaudaraan dengan orang
lain, memudahkan siapa saja
untuk bergaul akrab, saling
kontak,
dan
berinteraksi.
Menyapa tidak hanya dilakukan
antara guru dan murid, menyapa
juga dapat dilakukan sesama
teman di sekolah., bahkan
dengan pekerja sekolah yang
lain. Hal ini mewujudkan
solidaritas antar warga sekolah,
sehingga membuat tentram
kehidupan sehari-hari kita di
sekolah
Sopan
Menurut departemen pendidikan
nasional (2008: 1330) sopan
memiliki arti hormat, takzim dan
tertib menurut adat. Seseorang
yang sopan akan bersikap
mengikuti adat, tidak pernah
melanggar adat. Perilaku sopan
mencerminkan perilaku diri
sendiri, wajib kita lakukan setiap
bertemu orang lain sebagai
wujud kita dalam menghargai
orang lain. Orang yang tidak
sopan biasanya dijauhi orang
lain. Kita sesama manusia
mempunyai keinginan untuk
dihargai, itulah alasan mengapa
kita harus senantiasa sopan
terhadap orang lain.
Santun.
Menurut Mohamad Mustari
(2011: 158) kesantunan bisa
mengorbankan diri sendiri demi
masyarakat atau orang lain.
Perilaku santun mencerminkan
kepribadian
kita
dengan
berperilaku interpersonal sesuai
tataran norma dan adat istiadat
402
setempat. Dalam berkata, kita
harus memilah dan memilih,
mana kata yang baik diucapkan
dan mana kata yang tidak baik
diucapkan. Santun merupakan
hal yang wajib dibiasakan dalam
bermasyarakat. Orang yang tidak
mempunyai santun, akan dinilai
orang lain bahwa dia tidak
menghargai orang lain.
Pendidikan
Karakter
dalam
Mempersiapkan
Siswa
untuk
Menyongsong Generasi Emas
Pendidikan
karakter
merupakan sistem penanaman nilainilai karakter kepada warga sekolah
yang
meliputi
komponen
pengetahuan,
kesadaran
atau
kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut
sehingga menjadi manusia insan
kamil (Masnur Muslich (2011:84).
Karakter akan terbentuk dari apa
yang kita lihat, kita rasakan, dan
dari sebuah aktifitas yang sering kita
lakukan yang kemudian menjadi
sebuah kebiasaan dan pada akhirnya
akan menjadi sebuah kepribadian
yang juga disebut dengan karakter.
Sejalan dengan hal itu Heri
Gunawan (2012: 27) menjelaskan
bahwa pendidikan karakter bukan
sekedar mengerjakan mana yang
benar dan mana yang salah, namun
menanamkan
kebiasaan
(habituation) tentang hal mana yang
baik sehingga siswa menjadi paham
(kognitif) tentang mana yang benar
dan salah, mampu merasakan
(afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya
(psikomotor).
Berdasarkan pengertian tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
pendidikan karakter adalah sebuah
sistem yang menanamkan nilai
karakter pada peserta didik yang
mengandung
komponen
pengetahuan, kesadaran individu,
tekad serta adanya kemauan dan
tindakan untuk melaksanakan nilai nilai baik terhadap Tuhan YME, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan
maupun bangsa.
Implementasi
nilai-nilai
karakter yang akan dikembangkan
dapat dimulai dari nilai-nilai yang
esensial, sederhana, dan mudah
dilaksanakan. Kemendiknas (2010:
8-10) mengembangkan nilai dalam
pendidikan karakter budaya dan
karakter bangsa yang bersumber dari
agama, pencasila, budaya,
dan
tujuan pendidikan nasional. Dari
keempat sumber itu selanjutnya
dikembangkan menjadi delapan
belas nilai
untuk
pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
Kedelapan belas nilai karakter
tersebut dideskripsikan oleh Sari
(2013) dan Widiyanto (2013) seperti
berikut.
a. Religius: sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur: perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya
dalam
perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
c. Toleransi: sikap dan tindakan
yang
menghargai
perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin:
tindakan
yang
menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan.
403
e. Kerja Keras: perilaku yang
menunjukkan upaya sungguhsungguh
dalam
mengatasi
berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif: berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.
g. Mandiri: sikap dan perilaku yang
tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
h. Demokratis:
cara
berfikir,
bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
i. Rasa Ingin Tahu: sikap dan
tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari suatu yang
dipelajarinya,
dilihat,
dan
didengar.
j. Semangat
Kebangsaan:
cara
berpikir,
bertindak,
dan
berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di
atas
kepentingan
diri
dan
kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air: cara berfikir,
bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan
kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
l. Menghargai Prestasi: sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
m. Bersahabat/Komunikatif: tindakan
yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
n. Cinta Damai: sikap perkataan, dan
tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar Membaca:
kebiasaan
menyediakan
waktu
untuk
membaca berbagai bacaan yang
memberikan
kebajikan
bagi
dirinya.
p. Peduli Lingkungan: sikap dan
tindakan yang selalu berupaya
mencegah
kerusakan
pada
lingkungan alam di sekitarnya,
dan mengembangkan upayaupaya
untuk
memperbaiki
kerusakan alam yang sudah
terjadi.
q. Peduli Sosial: sikap dan tindakan
yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggungjawab:
sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan
tugas
dan
kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Dari delapan belas nilai
dalam pendidikan karakter semua
nilai terintegrasi ke dalam program
5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan,
Santun). Strategi yang diterapkan
sekolah dimulai dari pembiasaan.
Pembiasaan ini diharapkan mampu
menanamkan nilai-nilai karakter pada
diri siswa dalam menyongsong tujuan
pemerintah menjadi generasi emas.
Program Lima S bisa merubah sifat,
sikap dan perilaku. Hal itu
diharapkan mampu memberikan
kontribusi
optimal
dalam
mewujudkan masyarakat yang ber-
404
Ketuhanan
Yang
Maha
Esa,
berkemanusiaan yang adil dan
beradab,
berjiwa
persatuan
Indonesia, berjiwa kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan,
berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia sehingga dapat
mewujudkan cita-cita Indonesia
menjadi generasi emas.
Beberapa
Kegiatan
yang
Berhubungan dengan Program
Lima S dalam Membangun
Pendidikan
Karakter
untuk
Mempersiapkan Siswa dalam
Menyongsong Generasi Emas
a. Pelaksanaan Tata Krama dan
Tata Tertib Sekolah
Memberikan aturan tata krama
dan tata tertib sekolah pada
seluruh
siswa
dan
guru
merupakan salah satu upaya
membentuk karakter mulia yang
mensinergikan dengan Program
Lima S.
b. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan yang mencerminkan adanya
Lima S terintegrasi dalam proses
kegiatan belajar mengajar di
kelas. Dimana semua RPP harus
mencantumkan
pendidikan
karakter yang akan diwujudkan
selama
pembelajaran berlangsung. Sehi
ngga semua mata pelajaran
memiliki peran yang besar
dalam membentuk karakter
siswa.
Dalam
kegiatan
pembelajaran
untuk
melaksanakan
pendidikan
karakter dapat dilakukan dengan
menggunakan
pendekatan
kontekstual. Pendekatan ini
diwujudkan
dalam
setiap
pembelajaran, dimana peserta
c.
didik
mengaitkan
materi
pembelajaran
yang
sedang
dipelajari dengan situasi dunia
nyata.Sehingga pengintegrasian
Program Lima S pada kegiatan p
embelajaran dapat memberikan
kontribusi bagi pembentukan
karakter siswa.
Pelaksanaan
Kegiatan
Pengembangan Diri
Pengembangan
diri
bukan
merupakan mata pelajaran.
Pengembangan
diri
adalah
kegaiatan
yang
bertujuan
memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengembangkan
dan mengekspresikan diri sesuai
kebutuhan, bakat, minat setiap
siswa sesuai dengan kondisi
sekolah. Sehingga penilaian
yang dilakukan pada kegiatan
pengembangan diri ini dilakukan
secara
kualitatif.
Kegiatan
pengembangan diri yang ada di
setiap sekolah yang diikuti siswa
dapat
membantu
mengembangkan potensi, bakat,
minat, pengetahuan, sikap serta
keunikan yang ada pada setiap
siswa. Setiap individu pasti
memiliki
keunikan
dalam
dirinya. Keunikan ini juga
terjadi
pada
tiap
siswa.
Pengembangan diri di sini
dilaksanakan
selama
seseorang berstatus
sebagai
siswa yang difasilitasi oleh
sekolah. Banyak kegiatan yang
memfasilitasi
kegiatan
pengembangan diri
siswa. Pemfasilitasannya itu
menyangkut
ikhwal permasalahan pribadi, ke
hidupan sosial, belajar, pengembangan karier dan pembiasaan.
405
d. Pelaksanaan Kegiatan Rutin di
Sekolah
Kegiatan
rutin
merupakan
kegiatan yang dilakukan peserta
didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Contoh
kegiatan ini adalah setiap siswa
yang datang ke sekolah disambut
oleh Bapak dan Ibu di depan
pintu gerbang sekolah,
dan selama itu juga Bapak dan
Ibu guru memantau kedisiplinan
maupun tanggung jawab siswa,
upacara pada hari senin,
beribadah bersama atau shalat
bersama setiap shalat dhuha,
dhuhur (bagi yang beragama
Islam), berdoa waktu mulai dan
selesai pelajaran, mengucap
salam bila bertemu guru, atau
teman.
e. Pelaksanaan Kegiatan Spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan
yang dilakukan secara spontan
pada saat itu juga. Kegiatan ini
biasanya dilakukan secara tidak
terencana oleh guru atau tenaga
kependidikan, jika ada perilaku
yang kurang baik maka pada
saat itu guru atau tenaga
kependidikan harus mengoreksi
tindakan
tersebut.
Contoh
kegiatan spontan, misalnya ada
peserta didik yang membuang
sampah tidak pada tempatnya,
maka guru harus menegur dan
mengingatkan peserta didik agar
membuang
sampah
pada
tempatnya.
f. Pelaksanaan
Kegiatan
Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan
sikap
guru
dan
tenaga
kependidikan
dalam
memberikan
contoh
baik
sehingga menjadi panutan bagi
g.
h.
peserta
didik.
Kegiatan
keteladanan
misalnya:
berpakaian rapi, datang tepat
pada waktunya, bekerja keras,
bertutur kata sopan, kasih
sayang,
perhatian
terhadap
peserta didik, jujur, dan menjaga
kebersihan.
Pelaksanaan
Kegiatan
Pengkondisian
Untuk
mendukung
terlaksananya
pendidikan
budaya
dan karakter bangsa
maka sekolah harus mendukung
kegiatan tersebut. Pengkondisian
misalnya, toilet yang selalu
bersih, bak sampah ada di
berbagai tempat dan selalu
dibersihkan, sekolah terlihat rapi
dan alat belajar ditempatkan
teratur.
Pelaksanaan Kegiatan Budaya
Sekolah
Budaya
sekolah
memiliki
cakupan yang sangat luas,
umumnya mencakup ritual,
harapan, hubungan, demografi,
kegiatan kurikuler, kegiatan
ekstrakurikuler,
proses
mengambil keputusan, kebijakan
maupun interaksi sosial antar
komponen di sekolah. Budaya
sekolah
adalah suasana
kehidupan
sekolah
tempat
peserta
didik
berinteraksi
dengan
warga
sekolah.
Kepemimpinan,
keteladanan,
keramahan, toleransi, kerja
keras, disiplin, kepedulian sosial
dan
lingkungan,
rasa
kebangsaan, dan tanggung jawab
merupakan
nilai-nilai
yang
dikembangkan dalam budaya
sekolah.
Program Lima S dalam
Membangun Karakter Siswa
406
Sekolah
Dasar
ditinjau
Berdasarkan Teori yang Ada
a. Teori Belajar Observasional
Albert Bandura
Menurut
Bandura
(Hergenhahn, 2010:363) yang
menyebutkan empat proses
yang dapat mempengaruhi
anak belajar observasional,
yaitu
proses
attensional, proses retensional
,proses pembentukan perilaku
,dan proses motivasionalPeng
alaman belajar karakter yang
baik harus
dibangun
diseputar lingkungan belajar
anak. Melalui senyum, sapa,
salam, sopan dan santun ini
anak berproses untuk menga
mati atau memperhatikan
tingkah laku, nilai, harga diri
dan sikap objek
yang
dilihatnya. Kemudian siswa
merekam peristiwa itu dalam
ingatannya
dan
setelah
mengetahui dan mempelajari
sesuatu tingkah laku baik
yang diajarkan oleh guru
mereka di sekolah, peserta
didik
menunjukkan
kemampuannya dalam bentuk
tingkah
laku
untuk
membentuk karakter baiknya.
Melalui interaksi dengan
lingkungan
akan
memungkinkan siswa terus
mengembangkan pengalaman
baik yang didapatkan dan
yang
akhirnya
akan
memotivasi
untuk
terus berperilaku baik. Apabila
dikaji dengan teori Belajar
Observasional Albert Bandura
masuk dalam kategori proses
attensional (perhatian), yaitu
siswa memberikan perhatian
yang tertuju pada nilai, sikap
dan lain-lain yang telah diatur
dan ditetapkan sebagai aturan
untuk menunjang Program
Lima
S.
Aturan
ini
terintegrasi pada Tata Tertib
dan Tata Krama sekolah. Aturan
yang tercantum dalam tata krama
dan tata tertib ini kemudian
akan diingat oleh siswa
didalam otak mereka yang
disebut juga dengan proses
retensi (ingatan). Setelah itu
siswa akan menunjukkan
kemampuannya
atau
menghasilkan apa yang yang
siswa lakukan dalam bentuk
perilaku positif, bersikap
sesuai dengan tata krama dan
tata
tertib
yang
telah
ditentukan
oleh sekolah. Sikap
dan
perilaku yang baik dari para
siswa dapat
memotivasi
mereka
untuk
terus
meningkatkan prestasi di
ranah
kognitif
tanpa
mengabaikan
pribadi berkarakter.
b. Teori
Belajar
Menurut
Lickona
Menurut Lickona, karakter
yang baik melibatkan tiga
aspek
yakni pengetahuan
moral, perasaan moral, dan
tindakan moral. Keputusan
siswa saat siswa melaksanakan
dan menjalankan aturan serta
norma dalam tata tertib dan tata
krama sudah jelas melibatkan
tiga bagian moral. Pengetahu
an
moral, dimana
siswa menilai aturan dan
norma yang tercantum dalam
tata tertib dantata krama
adalah sebuah aturan yang
407
baik. Perasaan moral, dimana
siswa merasa aturan tata tertib dan
tata krama penting untuk
membentuk karakter disiplin
siswa. Sedangkan tindakan
moral terjadi ketika siswa
melaksanakan
dan
menjalankan seluruh aturan
yang tercantum pada tata
tertib dan tata krama.
Pembentukan karakter yang
baik perlu menekankan pada
pembinaan perilaku secara
berkelanjutan mulai dari proses
moral
knowing,
moral
feeling, dan moral action dari
pendidikan karakter. Setiap
komponen menempati ranah
psikologis tertentu dalam
pribadi seseorang. Hal ini
diperlukan agar setiap siswa
mampu
memahami,
merasakan, dan sekaligus
mengerjakan
nilai-nilai
kebajikan. Moral knowing
terdiri dari ranah kognitif,
ada enam hal yang menjadi
tujuannya, yaitu: 1) kesadaran
moral,
2) mengetahui nilai moral,
3) cara pandang, 4) penalaran
moral,
5)
membuat
keputusan,
dan
6)
pengetahuan diri. Moral
feeling merupakan aspek dari
emosi yang harus mampu
dirasakan oleh seseorang
untuk menjadi manusia yang
berkarakter, terdiri dari 6 hal,
yakni:
1) nurani, 2) penghargaan
diri, 3) empati, 4) cinta
kebaikan, 5) control diri, dan
6) kerendahan hati. Moral
action merupakan perbuatan
atau
tindakan
moral
seseorang
berwujud
kompetensi,
niat,
dan
kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari. Program Lima S
dilaksanakan sebagai bentuk
moral action dari pendidikan
karakter
sebagai
upaya
pembentukan
akhlak.
Dengan
demikian
dapat
dipahami
bahwa
dalam
mengembangkan
karakter
yang baik diperlukan waktu
yang relatif lama karena
harus
mengembangkan
pengetahuan moral yang baik,
dorongan hati untuk berbuat
baik,
dan
kebiasaankebiasaan berperilaku baik.
Penutup
Pelaksanaan kegiatan yang ada
dalam Program Lima S secara
maksimal dapat memberikan manfaat
yang besar bagi pembentukan karakt
er siswa. Sehingga apabila kegaiatan
yang ada dalam Program Lima S
dilaksanakan secara terus menerus
maka nantinya dapat membentuk
budi pekerti yang luhur pada siswa.
Dengan kegiatan tersebut nantinya
siswa sudah terbiasa dengan suatu
sikap yang harus dilaksanakan. Proses
pembentukan
karakter
siswa
melalui Program Lima S dilakukan
melalui kegiatan (a) pelaksanaan tata
krama dan tata tertib sekolah, (b)
pelaksanaan kegiatan pengembangan
diri, (c) pelaksanaan kegiatan
pembelajaran,
melalui
kegiatan
tersebut dapat membentuk karakter
yang baik pada diri siswa. Dampak
pelaksanaan Program Lima S terhadap
perilaku siswa adalah terbentuknya
karakter (a) religius, (b) disiplin,
(c)tanggung jawab, (d) mandiri,
(e) peduli sosial, (f) menghargai
prestasi, (g) kreatif,
408
(h) bersahabat/komunikatif. Program
Lima S dapat membangun karakter
siswa di sekolah dasar untuk
membentuk insan cerdas, pribadi
yang tangguh, berhasil tidak hanya
dalam kognitif (pengetahuan), namun
juga
dalam psikomotorik (kepribadian) dan a
fektif (perilaku), memiliki sikap
berbudi luhur dan santun terhadap
sesama. Selain itu, juga akan
bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa,
dan negara dalam menyongsong
generasi emas di masa yang akan
datang.
Daftar Pustaka
Alfonsus Sutarno. (2008). Etiket
Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta:
Kanisius.
Departemen Pendidikan Nasional.
(2008). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Heri Gunawan. (2012). Pendidikan
karakter
Konsep
dan
Implementasi.
Bandung:
Alfabeta.
Masnur
Muslich.
(2011).
Pendidikan
Karakter
Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mohamad Mustari. (2011). Nilai
Karakter
Refleksi
untuk
Pendidikan
Karakter.
Yogyakarta:
LaksBang
PRESSindo.
Saikhul Hadi. (2013). Keajaiban
Senyuman Menguak Rahasia di
Balik Senyuman dan Tawa
Dalam Bisnis, Kesehatan, dan
Penyembuhan. Yogyakarta. Gava
Media.
Thomas Lickona (2012). Educating
for Character, mendidik untuk
membentuk karakter, bagaimana
sekolah
dapat
memberikan
pendidikan tentang sikap hormat
dan
tanggung
jawab
(Terjemahan
Juna
Abdu
Wamaungo). New York: Bantam
Books (Buku asli diterbitkan
tahun 1991)
Undang-Undang
SISDIKNAS
(Sistem Pendidikan Nasional)
(UU
RI
No.20 Th.2003).
Jakarta: Sinar Grafika.
Widiyanto
dan
Sari.
2013.
Pendidikan
Karakter.
http://dominique/2015/04/pendidi
kan
karakter-bangsa.Akses
Kamis 15 September, 05.10 AM
Zubaedi.
2011.
Desain Pendidikan Karakter.Jaka
rta:Kencana
409
Download