INTERPERSONAL SKILLS UNTUK MERAIH SUKSES Oleh

advertisement
INTERPERSONAL SKILLS UNTUK MERAIH SUKSES
Oleh: Maryanto
Widyaiswara Utama Balai Diklat Kepemimpinan
www.bppk.depkeu.go.id/bdpimmagelang
Abstrak
Interpersonal Skills (IS) dimaksudkan untuk menciptakan situasi yang kondusif yaitu situasi
menang-menang dengan memenuhi kebutuhan hubungan antar manusia dalam organisasi dengan
tetap fokus pada pencapaian tujuan. Dengan demikian IS merupakan upaya untuk meningkatkan
kualitas hubungan dengan tetap memperhatikan produktivitas kerja. Selanjutnya, untuk memahami
IS perlu diketahui mitos-mitos IS yang terkadang mengganggu, yaitu (1) kompetensi teknis lebih
penting dari pada human relation skills, (2) IS dipandang sebagai isu yang biasa-biasa saja
dan sederhana, (3) perbedaan budaya bukan merupakan suatu masalah yang harus
diperhatikan dalam IS, dan (4) IS tidak dapat dipelajari. IS dilakukan dengan pendekatan
manusia, dan dapat dikembangkan dengan cara (1) berpikir optimis, (2) berpikir positif, (3)
menghargai orang lain, dan (4) memberikan senyum dan humor.
Kata kunci: Interpersonal Skills, mitos, pendekatan manusiawi, mengembangkan kemampuan IS.
Terdapat pertanyaan penting yang jarang dijawab dalam berinteraksi dengan orang
lain yaitu apakah keberhasilan saya juga ditentukan oleh orang lain? Pertanyaan ini
sungguh tidak mudah untuk dijawab oleh karena sifat manusia yang berbeda. Namun para
ahli human relation
mengatakan bahwa semakin baik seseorang dalam bekerjasama
dengan orang lain maka kehidupan individu dan kehidupan profesionalnya akan semakin
baik pula. Oleh karena itu akhir-akhir ini materi Interpersonal Skills (IS) banyak diminati
dan dijadikan salah satu mata pelajaran dalam pendidikan dan pelatihan bisnis. IS penting
bagi siapa saja oleh karena setiap orang akan berinteraksi dengan orang lain, dimana saja
dan kapan saja. Dengan demikian kemampuan IS merupakan kemampuan yang dapat
membedakan orang satu dengan lainnya, sehingga kemampuan IS merupakan salah satu
keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) bagi setiap profesi, baik sebagai dosen,
dokter, pengacara, anggota legislatif, pebisnis, akuntan, insinyur, maupun pejabat
pemerintah.
Mitos tentang IS
Terdapat empat mitos tentang IS:
1. Mitos ke satu, kompetensi teknis lebih penting dari pada human relation skills. Banyak
orang mempercayai bahwa dalam meraih sukses, kompetensi teknis seperti kemampuan
1
mengoperasikan komputer,
akuntansi dan ilmu keinsinyuran lebih penting dari pada
kompetensi dalam berinteraksi dengan orang lain. Pernyataan tersebut merupakan mitos
belaka oleh karena banyak orang-orang sukses mengakui bahwa IS merupakan modal
penting baginya. Seperti disampaikan oleh Lussier (2010) bahwa hasil survey pada lulusan
perguruan tinggi menyatakan bahwa pelajaran human relation merupakan mata pelajaran
yang paling diminati dari pada pelajaran lainnya oleh karena materi human relation
mempelajari cara-cara berinteraksi dengan orang lain, seperti dalam keluarga, pekerjaan,
dan dalam pergaulan di masyarakat. Disamping itu human relation dapat dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari dimanapun dan kapan saja untuk menopang kebutuhan
personal maupun karir. Dalam pekerjaan, bekerjasama merupakan suatu keharusan untuk
memperoleh inovasi-inovasi baru baik dalam bidang teknologi, maupun bidang lainnya.
Dengan bekerjasama kita mampu membangun kekuatan dan sinergi untuk menghadapi
permasalahan dan tantangan dalam
meningkatkan
produktivitas kerja. Pentingnya
kerjasama ini telah disadari oleh para pemimpin puncak sehingga mereka menggunakan
95% waktunya untuk menyelesaikan masalah-masalah terkait dengan orang lain dan hanya
5 % untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat teknis (Lussier: 2010). Seperti dalam
rekruitmen pegawai baru, kemampuan teknis bukan merupakan isu utama, tetapi mereka
mencari kandidat yang memiliki kemampuan human relation yang kuat. Bahkan banyak
organisasi terkenal yang menyatakan tidak merekrut pegawai tetapi merekrut tim kerja
(team-work)
2. Mitos ke dua, IS dipandang sebagai
isu yang biasa-biasa saja dan sederhana.
Pertanyaannya adalah jika pernyataan tersebut benar, mengapa masih banyak masalah
kepegawaian (SDM)? Mengapa masih terdapat pegawai yang jengkel, atau stress, dan
merasa tidak diperhatikan dan dihargai? Jika IS merupakan sesuatu yang tidak penting,
mengapa para manajer sering menemukan masalah tentang hubungan antar pribadi dalam
organisasi? Bahkan banyak manajer menyatakan masalah tersebut sebagai masalah yang
sangat mengganggu pencapaian produktivitas kerja mengingat manusia merupakan sumber
organisasi yang paling penting. Seperti dikutip oleh Lussier (2010), hasil riset yang
dilakukan oleh Carnegie Foundation menyatakan bahwa kontribusi manusia (SDM) untuk
meraih keberhasilan dalam organisasi sebesar 85%. Lussier (2010) juga mengutip hasil
2
riset yang dilakukan oleh Harvard Bureau of Vocational Guidence bahwa 66 % mereka
yang diberhentikan dari pekerjaannya disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam
bekerjasama dengan orang lain. Mereka gagal dalam membina hubungan baik dengan
atasan, bawahan, teman sejawat, dan pelanggan untuk menyelesaikan tugasnya. Ini semua
menunjukkan bahwa IS bukan merupakan isu yang biasa-biasa saja tetapi merupakan isu
penting terutama bagi pemimpin dalam mengatur pengikutnya untuk mencapai
produktivitas kerja.
3. Mitos ke tiga mengatakan bahwa perbedaan budaya bukan merupakan suatu masalah
yang harus diperhatikan dalam IS. Dengan globalisasi dan kemajuan teknologi ternyata
interaksi antar manusia menjadi lebih luas, banyak orang secara rutin dan terus menerus
berinteraksi dengan orang
yang memiliki
budaya yang berbeda. Kondisi tersebut
meningkatkan kebutuhan kemampuan IS.
4. Mitos ke empat mengatakan bahwa IS tidak dapat dipelajari, dan hanya dapat diperoleh
dari pengalaman bekerja atau sebagai pemimpin suatu organisasi. Namun pada
kenyataannya perusahaan-perusahaan besar mengirimkan pegawainya untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan terkait dengan peningkatan IS ke berbagai lembaga pendidikan dan
pelatihan. Bahkan IS juga dijadikan salah satu materi pelajaran pokok
pada fakultas-
fakultas psikologi, perilaku organisasi, bisnis administrasi, dan ilmu sosial lainnya. Dengan
demikian jelas bahwa IS merupakan kemampuan yang dapat dipelajari oleh siapa saja dan
kemampuan IS merupakan kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan
dan pengalaman.
Tujuan IS
Istilah IS merupakan istilah yang dapat diartikan sebagai interaksi antar manusia atau
interaksi dengan orang lain. Setiap orang pada waktu memasuki dunia kerja atau
lingkungan yang baru, akan berpikir bahwa mereka akan bertemu dengan orang-orang
yang belum pernah dikenal. Mereka mencoba menerka-nerka karakter dan perilaku orangorang yang akan ditemui. Mereka pasti akan merasa canggung dan ragu-ragu bagaimana
mereka harus merespon perilaku orang yang baru ditemui tersebut. Keberhasilan mereka
dalam berinteraksi akan menentukan keberhasilan dalam menciptakan situasi yang
3
kondusif pada masa transisi. Bagi mereka yang memiliki kemampuan IS yang baik, dapat
mengadakan penyesuaian dengan mudah dan cepat, namun bagi mereka yang kemampuan
ISnya kurang akan terasa berat untuk menyesuaikan dirinya dalam situasi yang baru
tersebut. Dengan demikian IS mempunyai peran penting dalam meraih sukses dalam
berorganisasi.
IS dimaksudkan juga untuk menciptakan situasi yang kondusif yaitu situasi menangmenang dengan memenuhi kebutuhan hubungan antar manusia dalam organisasi dengan
tetap fokus pada pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian IS bukan hanya membuat
orang lain senang, tetapi juga harus memperhatikan produktivitas kerja. Situasi menangmenang harus diciptakan pada tingkat manapun. Menciptakan situasi menang-menang
berlaku pada setiap tingkatan, tidak hanya terbatas pada hubungan pemimpin dengan
bawahan, melainkan juga dengan anggota unit organisasi lainnya agar tidak menimbulkan
permasalahan. Kondisi menang-menang akan meningkatkan kualitas hubungan dan
memungkinkan seseorang untuk bersinergi dalam bekerja sehingga akan dapat diperoleh
produktivitas yang tinggi. Penciptaan situasi menang-menang juga dimaksudkan untuk
membangun persepsi adil diantara pegawai sehingga tidak terjadi saling menyalahkan,
menganggap dirinya paling penting, dan perasaan lainnya yang tidak enak atau
menurunkan kualitas hubungan antara pegawai yang dapat menurunkan produktivitas
kerja.
Pendekatan manusia seutuhnya dalam IS
Pendekatan manusia seutuhnya artinya, bahwa setiap orang, disamping sebagai
anggota organisasi, juga berperan sebagai anggota keluarga, anggota organisasi lainnya,
seperti anggota klub sepak bola, anggota masyarakat atau sebagai anggota organisasi
tertentu. Tetapi dalam bekerja, setiap orang telah mempunyai tugas dan tanggung jawab
masing-masing sehingga tidak semua peran dibebankan kepada satu orang. Dengan
demikian peran setiap pegawai terbatas pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Namun demikian peran pegawai dalam kehidupan yang lebih luas akan mempengaruhi
dalam bekerja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu berbagai perusahaan besar telah
memberikan program remunerasi yang lebih baik agar kualitas kehidupan mereka secara
4
menyeluruh menjadi lebih baik pula. Kualitas hidup yang lebih baik akan memungkinkan
pegawai mudah untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian dan meningkatkan toleransi
dalam berinteraksi dengan orang lain.
Mengembangkan kemampuan IS
IS dapat dikatakan sebagai pembangkit perilaku (behavior) seseorang. Dengan
memahami perilaku diri sendiri dan orang lain, akan membantu dalam berinteraksi dengan
orang lain, menghindarkan dan mencegah masalah-masalah hubungan dalam bekerja.
Dengan mengembangkan kemampuan IS akan diperoleh kemampuan untuk mengatasi
masalah-masalah hubungan yang kompleks dan spesifik. Setiap orang mempunyai
karakteristik tersendiri yang bersifat kompleks dan spesifik oleh karena itu cara mengatasi
masalah hubungan antara orang satu dengan orang lain harus dilakukan secara spesifik
pula. Berikut disajikan perilaku-perilaku yang pada umumnya disukai oleh orang lain dan
dapat meningkatkan kualitas hubungan mereka yaitu (1) berpikir optimis, (2) berpikir
positif, (3) menghargai orang lain, dan (4) memberikan senyum dan humor.
 Berpikir optimis
Optimis merupakan bagian penting dari sukses bagi siapa saja, terlebih bagi
pemimpin yang diikuti oleh banyak orang. Jika seseorang mencari sesuatu, dengan disertai
tekad yang optimis maka prosentase kemungkinan keberhasilan tinggi. Optimis dapat juga
disebut senang, dan sebaliknya pesimis dapat diartikan sebagai sedih. Optimis atau senang
merupakan pendorong seseorang untuk berekspresi dan berperilaku yang menyenangkan,
sehingga memudahkan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam psikologi, optimis
dikembangkan sebagai kekuatan pikiran (mind power), yang memungkinkan untuk
mencapai keberhasilan dalam kehidupan berorganisasi maupun bermasyarakat. Dalam
Lussier (2010), Winston Churcill mengatakan bahwa keberhasilan merupakan kemampuan
untuk meninggalkan kegagalan menuju keberhasilan dengan tanpa kehilangan antusiasme
(optimisme). Selanjutnya dikatakan bahwa meminimalisir perasaan gagal berarti
membangun kebahagiaan, oleh karena itu perasaan pesimis harus dihentikan dan gantikan
dengan pikiran dan tindakan yang optimis.
5
 Berpikir positif
Berpikir positif yang dimaksud adalah berpikir positif terhadap orang lain, yaitu
dalam berinteraksi, seseorang harus berpersepsi baik atau positif terhadap orang yang
sedang dihadapi. Persepsi positif terhadap orang lain tersebut harus dikembangkan agar
kita dapat melihat orang lain sebagai orang yang baik, jujur, mau bekerja keras, inovatif,
toleran, mau berkorban, hormat kepada orang lain dan mudah untuk bekerjasama. Dengan
modal pemikiran positif kita akan mudah untuk menaruh simpati, empati dan menghargai
orang lain. Pikiran positif tersebut penting oleh karena tercermin dalam ekspresi kita pada
waktu kita berkomunikasi, seperti wajah yang ceria, kata-kata dan intonasi vokal yang
enak didengar, dan gerakan tubuh yang penuh simpati, sehingga membuat orang lain
senang. Namun berpikir positif bukan merupakan hal yang mudah, oleh karena merubah
cara berpikir merupakan suatu proses yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh
secara terus menerus. Orang-orang yang tidak sanggup mempolakan pikirannya menjadi
positif, tidak banyak disenangi orang lain, oleh karena dalam benaknya telah dihinggapi
pemikiran bahwa orang yang sedang dihadapi adalah orang bodoh, tidak jujur, tidak mau
bekerja, sombong, tidak kreatif, tidak inovatif, pikiran negatif lainnya. Orang-orang yang
tidak sanggup mengubah pikirannya biasanya tampak sinis terhadap orang lain, sehingga
tidak disenangi. Ia lebih suka mengkritik dari pada memuji. Bukankah, sesungguhnya,
setiap orang merasa jengkel, bersifat sinis dan tidak mau mendengarkan jika diberikan
saran atau kritik? Orang-orang yang berpikir positif memberikan saran dengan tulus untuk
memperbaiki keadaan, dan mereka memberikan saran dengan cara yang elegan, yaitu
diwali dengan pujian, disampaikan dalam bentuk saran, tidak menggunakan kata “namun”,
“meskipun”, “walaupun”, “akan tetapi” dan sejenisnya, dan diakhiri dengan pujian secara
menyeluruh.
 Menghormati orang lain
Menghormati orang lain merupakan rumus penting dalam IS, oleh karena setiap
manusia pada prinsipnya senang dihormati. Dalam pergaulan sering terdapat pertanyaan
mengapa Anda senang dengan pemimpin Anda? Pada
umumnya jawabannya dapat
digeneralisir “karena ia memperhatikan saya”. Itulah salah satu cara pemimpin
menghormati orang lain. Dengan demikian memperhatikan orang lain merupakan bagian
6
penting yang harus dilakukan untuk membina hubungan baik. Cara mudah untuk
mengembangkan daya tarik kita di hadapan orang lain adalah mengamati dan menirukan
cara-cara orang-orang sukses dalam memperhatikan orang lain, seperti mempelajari cara
berpikir, cara berbicara, cara mengajak, cara menyuruh, cara minta maaf, cara memuji,
cara mengkritik, dan cara menolak manakala ia tidak setuju. Untuk memperhatikan
diperlukan pemahaman tentang orang tersebut secara keseluruhan, seperti umur, latar
belakang pendidikan, hobi, pekerjaan, minat, motivasi, harapan dan sebagainya agar respon
kita tepat sasaran dan menyenangkan. Kiat selanjutnya untuk menghormti orang lain dapat
dilakukan dengan memanggil namanya dengan benar, mendengarkan pembicaraannya
dengan seksama, memberikan bantuan saat diperlukan dan menciptakan situasi menangmenang. Hal-hal tersebut mudah dilakukan tergantung kesanggupan kita masing-masing.
 Memberikan senyum dan humor
Setiap orang senang berhadapan dengan orang yang suka tersenyum, oleh karena
senyum menunjukkan ketertarikan dan perhatian kepada orang lain. Senyum lebih mudah
dilakukan dari pada cemberut oleh karena kerja otot lebih ringan.
Dengan demikian
senyum bukan merupakan pekerjaan yang sulit untuk dilakukan, tetapi mengapa tidak
semua orang mudah tersenyum? Banyak orang mengatakan, alasan
tidak tersenyum
disebabkan karena faktor ekonomi yang menghimpit kehidupan seseorang. Alasan ini ada
benarnya, oleh orang-orang di negara maju pada umumnya lebih mudah tersenyum dari
pada orang-orang di negara berkembang. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa
tersenyum harus menunggu adanya pemicu, seperti kondisi ekonomi yang baik? Mengapa
tersenyum harus menunggu hati yang gembira? Kebiasaan berpikir tersebut harus diubah
menjadi tersenyum tidak perlu menunggu pemicu, bukan “hati gembira baru tersenyum”
tetapi “tersenyum membuat hati yang gembira”. Dengan demikian tersenyum dapat
dimulai sejak bangun pagi setiap hari, dan tidak perlu menunggu pemicunya, ini harus
ditanamkan pada setiap pegawai agar mereka sadar bahwa tersenyum merupakan bagian
penting dalam pergaulan.
Senyum juga penting untuk dijadikan budaya organisasi dalam menciptakan iklim
kerja yang kondusif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencanangkan program senyum,
misalnya “The Smilling Era” dilengkapi dengan pin bagi setiap karyawan dan gambar
7
yang ditempel di tempat strategis. Program “Senyum” tersebut harus dikomunikasikan oleh
pemimpin yang kredibel agar setiap pegawai dengan senang hati tersenyum pada setiap
kesempatan. Karyawan yang tersenyum akan membuat karyawan lain membalas dengan
tersenyum juga, atau paling tidak menghentikan kemarahan, sehingga akan terjadi interaksi
positif, dengan suasana yang kondusif. Untuk
meningkatkan kualitas senyum dapat
dilakukan dengan mengevaluasi kualitas senyum kita, dapat dilakukan dengan melihat diri
kita sendiri tersenyum di depan kaca, atau menanyakan sejujurnya kepada orang dekat kita,
istri/suami, anak, teman untuk memberikan penilaian tentang senyum kita. Dari hasil
evaluasi tersebut, dengan niat yang sungguh-sungguh pasti kualitas senyum kita akan lebih
baik.
Untuk meningkatkan kualitas hubungan juga dapat dilakukan dengan humor. Humor
yang disampaikan dalam suasana yang tepat, antusias, dan dengan ekspresi yang sesuai,
dapat mengubah
suasana tegang
menjadi santai dan akrab. Humor juga dapat
meningkatkan kesegaran dan kesehatan fisik maupun mental, membuat orang lain tertawa,
melupakan event yang menegangkan sehingga dapat menghilangkan stress dan kejenuhan.
Humor merupakan bagian dari proses menjalin komunikasi sosial antar manusia, oleh
karena itu humor sering digunakan sebagai media untuk meningkatkan hubungan baik
sesama, bawahan, maupun atasan, bahkan dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam
pergaulan masyarakat luas. Kemampuan humor dapat ditingkatkan dengan cara menirukan
orang-orang yang berbakat, mengamati kejadian-kejadian yang lucu dan menceritakan
kembali di hadapan orang lain. Humor juga dapat dicari dari media. Dikatakan dalam
mitos, bahwa humor hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang berbakat
sehingga banyak orang enggan mencoba untuk menyampaikan cerita-cerita lucu yang
membuat orang lain tertawa. Pendapat tersebut merupakan pendapat yang keliru oleh
karena pada prinsipnya setiap orang dapat menyampaikan cerita lucu jika memang
menginginkan, tentunya terlebih dahulu harus belajar, berlatih dan memperbaiki.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca terhormat
8
Daftar Pustaka
Janasz de, Suzanne C dkk, 2002, Interpersonal Skills in Orgnizations, New York: McGrawHill Education.
Kreitner, Robert & Kinicki, Angelo., 2010, Organizational Behavior, 9th Ed., New York:
McGraw-Hill Companies, Inc
Lussier, Robert N, 2010, Human Relations in Organization, New York; McGraw-Hill
Robbins, Stephen P, 2001, Organizational Behavior, New Jersey: Prentice Hall
International, Inc.
Whetten, David, 2007, Developing Management Skills, New Jersey, Pearson Education, Inc.
-------------------Penyusun,
Maryanto
Widyaiswara Utama
Balai Diklat Kepemimpinan,
BPPK, Kementerian Keuangan
Magelang
9
Download