Uploaded by Widi DiJay

Persalinan Nakes di Puskesmas Bumijawa

advertisement
Persalinan Nakes di Puskesmas Bumijawa
Januari – Agustus 2019
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi
obstetri dan 20 % oleh sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah
“3 Terlambat” dan “4 Terlalu”. Tiga faktor terlambat yang dimaksud adalah
terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ke tempat rujukan, dan
terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan. Adapun 4 terlalu adalah
terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, dan
terlalu dekat jarak melahirkan. Untuk mengatasi hal itu diperlukan upaya
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan keterlibatan masyarakat madani
termasuk organisasi profesi dalam menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) di
Indonesia.
Hal itu disampaikan Menkes, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr.
PH saat membuka Dialog Interaktif Nasional “ Tanggung Jawab Bersama
Mengurangi Kematian Ibu dan Balita “, tanggal (10/05, 2010) di Jakarta yang
dihadiri 425 peserta, terdiri dari 84 organisasi wanita.Dalam acara itu juga hadir,
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, S.
IP. Acara ini diselenggarakan sebagai rekomendasi Kongres Wanita Indonesia
(KOWANI) ke-23 pada bulan Desember 2009. Salah satu hasilnya adalah
menurunkan AKI dan AKB sebagai sasaran dalam pencapaian MDGs ( Millenium
Development Goals ).Selanjutnya Menkes menegaskan, sesuai RPJMN tahun
2010-2014, sasaran pembangunan kesehatan, yaitu; menurunnya AKI sebesar 118
per 100 ribu KH (Kelahiran Hidup), meningkatnya umur harapan hidup (72 tahun),
menurunnya angka kematian bayi (AKB) sebesar 24 per 1000 KH dan menurunnya
prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 15%. Kesehatan anak di Indonesia,
ujar Menkes terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari
perbaikan pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, menunjukkan AKB (34 per 1000 KH) dan
angka kematian balita/AKABA (44 per 1000 KH), dan AKI (228 per 100 ribu KH).
Target pencapaian sasaran di tahun 2015 yaitu, AKB 23 per 1000 KH dan AKBA
32 per 1000 KH.
Menurut Menkes, untuk menjamin upaya kesehatan yang berkualitas
diperlukan reformasi kesehatan. Pertama, terlaksananya revitalisasi Puskesmas
sebagai primary health care berfungsi sebagai pusat pembangunan wilayah
perluasan kesehatan, pusat pemberdayaan kesehatan, pusat pelayanan kesehatan
primer, dan pusat pelayanan perorangan primer. Kedua, meningkatkan distribusi,
mutu serta terwujudnya pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan ke seluruh wilayah
Indonesia secara merata, termasuk distribusinya ke Daerah Tertinggal, Perbatasan
dan Kepulauan (DTPK). Ketiga, pemanfaatan obat generik dan produksi bahan
baku obat sendiri secara maksimal, salah satunya dengan saintifikasi jamu.
Keempat, menjamin kesehatan bagi setiap orang terutama masyarakat miskin sesuai
UU-SJSN melalui jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dengan memperluas
cakupan kepesertaan. Kelima, mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan di
Daerah yang Bermasalah Kesehatan (PDBK). Keenam, melaksanakan sistem
Reformasi Birokrasi untuk menghindari terjadinya penyimpangan administratif,
contohnya transparansi data base dan prosedur-prosedur pelayanan adminstrasi
serta proses pengadaan barang dan jasa yang sudah melalui proses e-procurement.
Ketujuh, mengupayakan pelayanan kesehatan dengan taraf Internasional bagi
masyarakat Indonesia melalui World Class Health Care, ungkap Menkes.
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi
obstetri dan 20 % oleh sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah
“3 Terlambat” dan “4 Terlalu”. Tiga faktor terlambat yang dimaksud adalah
terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ke tempat rujukan, dan
terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan. Adapun 4 terlalu adalah
terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, dan
terlalu dekat jarak melahirkan. Untuk mengatasi hal itu diperlukan upaya
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan keterlibatan masyarakat madani
termasuk organisasi profesi dalam menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) di
Indonesia.
Hal itu disampaikan Menkes, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr.
PH saat membuka Dialog Interaktif Nasional “ Tanggung Jawab Bersama
Mengurangi Kematian Ibu dan Balita “, tanggal (10/05, 2010) di Jakarta yang
dihadiri 425 peserta, terdiri dari 84 organisasi wanita.Dalam acara itu juga hadir,
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, S.
IP. Acara ini diselenggarakan sebagai rekomendasi Kongres Wanita Indonesia
(KOWANI) ke-23 pada bulan Desember 2009. Salah satu hasilnya adalah
menurunkan AKI dan AKB sebagai sasaran dalam pencapaian MDGs ( Millenium
Development Goals ).Selanjutnya Menkes menegaskan, sesuai RPJMN tahun
2010-2014, sasaran pembangunan kesehatan, yaitu; menurunnya AKI sebesar 118
per 100 ribu KH (Kelahiran Hidup), meningkatnya umur harapan hidup (72 tahun),
menurunnya angka kematian bayi (AKB) sebesar 24 per 1000 KH dan menurunnya
prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 15%. Kesehatan anak di Indonesia,
ujar Menkes terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari
perbaikan pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, menunjukkan AKB (34 per 1000 KH) dan
angka kematian balita/AKABA (44 per 1000 KH), dan AKI (228 per 100 ribu KH).
Target pencapaian sasaran di tahun 2015 yaitu, AKB 23 per 1000 KH dan AKBA
32 per 1000 KH.
Menurut Menkes, untuk menjamin upaya kesehatan yang berkualitas
diperlukan reformasi kesehatan. Pertama, terlaksananya revitalisasi Puskesmas
sebagai primary health care berfungsi sebagai pusat pembangunan wilayah
perluasan kesehatan, pusat pemberdayaan kesehatan, pusat pelayanan kesehatan
primer, dan pusat pelayanan perorangan primer. Kedua, meningkatkan distribusi,
mutu serta terwujudnya pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan ke seluruh wilayah
Indonesia secara merata, termasuk distribusinya ke Daerah Tertinggal, Perbatasan
dan Kepulauan (DTPK). Ketiga, pemanfaatan obat generik dan produksi bahan
baku obat sendiri secara maksimal, salah satunya dengan saintifikasi jamu.
Keempat, menjamin kesehatan bagi setiap orang terutama masyarakat miskin sesuai
UU-SJSN melalui jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dengan memperluas
cakupan kepesertaan. Kelima, mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan di
Daerah yang Bermasalah Kesehatan (PDBK). Keenam, melaksanakan sistem
Reformasi Birokrasi untuk menghindari terjadinya penyimpangan administratif,
contohnya transparansi data base dan prosedur-prosedur pelayanan adminstrasi
serta proses pengadaan barang dan jasa yang sudah melalui proses e-procurement.
Ketujuh, mengupayakan pelayanan kesehatan dengan taraf Internasional bagi
masyarakat Indonesia melalui World Class Health Care, ungkap Menkes.
Sementera itu, Meneg PP dan PA, Linda Amalia Sari, S.IP, menyatakan
dalam RPJMN 2010-2014 dan Kepres No. 5 tahun 2010, ada 3 hal yang harus
diarusutamakan, antara lain; pembangunan berkelanjutan dan pengarusutamaan
gender. Pengarusutamaan gender mencerminkan kesejajaran peran perempuan dan
laki-laki dalam pembangunan nasional, salah satunya adalah Anggaran Responsif
Gender, yang berfungsi mengakomodir dan mewadahi kepentingan perempuan dan
laki laki dalam setiap pelaksanaan program, termasuk upaya percepatan penurunan
angka kematian ibu.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat
Jenderal
Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
melalui nomor telepon : 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021500567,
30413700,
atau
alamate-
mail [email protected], [email protected], kontak@puskom.
depkes.go.id.
penting dalam program safe motherhood (perlindungan terhadap ibu) adalah
memperhatikan seberapa banyak persalinan yang dapat ditangani oleh tenaga
kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia walaupun menunjukkan
kenaikan yang signifikan, namun jangkauannya masih rendah dan akibat dari masih
ada persalinan oleh tenaga non kesehatan maka merupakan penunjang tingginya
angka kematian ibu. Pelayanan dukun yang dirasa lebih baik membuat masyarakat
desa cenderung meminta pertolongan pada dukun bayi. Pelayanan ekstra yang
diberikan dukun tersebut antara lain secara rutin memandikan bayi, merawat,
memijat bayi dan ibu nifas, mencuci pakaian, membuat jamu, serta memandu acaraacara ritual kelahiran bayi yang masih menjadi budaya kental yang berlaku di
kalangan masyarakat desa.
Puskesmas Bumijawa seluruh desa telah memiliki bidan desa dan ada yang
satu desa 2 bidan. Tetapi mereka cenderung memanfaatkan tenaga bidan hanya
untuk melakukan pemeriksaan kehamilan saja, sedangkan untuk pertolongan
persalinannya masih ada yang memilih melahirkan di dukun dan dengan keluarga.
Pertolongan persalinan yang tidak aman dan sehat oleh tenaga yang tidak
profesional dapat meningkatkan resiko komplikasi kehamilan dan persalinan
berupa kematian ibu dan atau kematian bayi. Jika kondisi ini dibiarkan pada
akhirnya akan menimbulkan korban akibat pertolongan yang salah.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus persalinan yang dilakukan oleh
dukun dan keluarga pada Januari – Agustus 2019 dengan cakupan persalinan nakes
62,0% dari target 66.4%. Masyarakat terutama ibu-ibu seharusnya memiliki sikap
berupa keyakinan terhadap pertolongan persalinan sehat yang ditangani oleh tenaga
kesehatan/bidan, namun kenyataannya walaupun telah ada kasus kematian ibu
bersalin karena pertolongan yang tidak benar, masih ada ibu hamil tidak mau
melahirkan di bidan. Bisa jadi hal ini terjadi karena kurangnya wawasan dan
pengetahuan ibu tentang persalinan sehat dan aman yang seharusnya menjadi
pilihan utama mereka.
A.
Program promosi
Rancangan program promosi kesehatan memfokuskan bagaimana program
kemitraan pelayanan persalinan terpadu dapat membantu peningkatan upaya
keselamatan ibu dengan menjalin kemitraan dengan lintas sektoral yang terkait.
Kemitraan mengandung arti saling bertukar pengetahuan, sumberdaya dan
komitmen untuk mencapai tujuan bersama. Untuk itu diperlukan sikap saling
menghargai dan keterbukaan tentang semua hal.Kemitraan dengan wanita.
Pendekatan partisipasif ini melibatkan kaum ibu mampu mengenali dan
menentukan prioritas masalah kesehatan ibu, menyusun rencana pemecahan
masalah bersama pemerintah setempat dan melaksanakannya. Beberapa
kegiatannya adalah pelatihan dukun bayi, pendidikan dan pelatihan kaum wanita
dan pria tentang persalinan yang aman dirumah serta tentang keluarga berencana,
mengembangkan persiapan rujukan ke rumah sakit dan mengembangkan materi
informasi tentang kesehatan reproduksi. Kemitraan dengan masyarakat dan dukun
bayi. Pelatihan petugas dalamn upaya keselamatan ibu tidaklah lengkap tanpa
penyuluhan dan motivasi terhadap keluarga, masyarakat dan dukun bayi. Kemitraan
dengan bidan. Perlu dilakukan dengan asosiasi kebidanan (IBI) dalam mendukung
pelayanan kesehatan reproduksi. Melalui asosiasi ini diharapkan para bidan
mengikuti program pelatihan kesehatan reproduksi yang mencakup penanganan
kegawatan obstetri, pencegahan infeksi dan keluarga berencana. Perhatian utama
organisasi ini adalah memaksimalkan kebijakan dan dukungan teknis yang lestari
dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan ibu. Kemitraan dengan penentu
kebijakan.
Kemitraan antara lembaga pembangunan, donor dan pemerintah diperlukan
dalam keberhasilan kegiatan keselamatan ibu. Kemitraan ini telah dilaksanakan
didaerah Tanjungsari, menunjukkan kemitraan antara penyandang dana, pelayanan
kesehatan pemerintah, tokoh masyarakat. Komitmen nasional terhadap kesehatan
ibu oleh Bapenas dan Depkes memberikan lingkungan yang mendukung pelayanan
kesehatan ibu. Pemerintah telah menempatkan satu bidan disetiap desa dengan
mendidik 55.000 bidan didesa dalam kurun waktu delapan tahun. Pondok bersalin
desa dilayani oleh bidan, dukun bayi, dan kader disediakan untuk memberikan
pelayanan antenatal dan persalinan ditingkat desa.
Disamping itu, kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi dilaksanakan
untuk mendukung kegiatan ini serta disediakan sarana komunikasi radio dengan
fasilitas merespon obstetri gawat. Agar upaya keselamatan ibu tidak hanya sekedar
retorika tetapi menjadi kenyataan diperlukan komitmen kuat dari penentu
kebijakan, pengelola program dan masyarakat. Implikasi program keselamatan ibu
mencakup hal berikut:
1.
Menjamin kehadiran tenaga kesehatan pada setiap persalinan
2.
Memperluas akses terhadap pelayanan kebidanan ditingkat masyarakat
3.
Meningkatkan akses terhadap pelayanan obstetri esensial, termasuk
pelayanan gawat darurat
4.
Menyediakan pelayanan terpadu kesehatan reproduksi termasuk keluarga
berencana dan pelayanan pasca aborsi
5.
Menjamin kesinambungan pelayanan yang berhubungan dengan sarana
rujukan dan didukung oleh bahan habis pakai, alat, obat dan transportasi yang
memadai.
Beberapa Kegiatan dalam menurunkan AKI yaitu :
1. Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, melalui :
a.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa penyediaan
tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan bidan desa, penyediaan
fasilitas pertolongan persalinan pada polindes/pustu dan puskesmas,
kemitraan bidan dan dukun bayi, serta berbagai pelatihan bagi petugas
b.
Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai
standar, antara lain bidan desa di polindes/pustu, puskesmas PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah sakit PONEK
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam
c.
Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE untuk mencegah
terjadinya 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca
keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran, meningkatkan partisipasi
aktif pria
d.
Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara lain dengan jalan
menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI, POGI, IDAI,
IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan berbagai swasta.
e.
Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat, antara lain
dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan
terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA. Kesiapan keluarga dan
masyarakat dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan (dana,
transportasi, donor darah), jaga selama hamil, cegah 4 terlalu, penyediaan
dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi, partisipasi dalam jaga mutu
pelayanan
2. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program, melalui peningkatan
kemampuan pengelola program agar mampu melaksanakan, merencanakan dan
mengevaluasi kegiatan (P1 – P2 – P3) sesuai kondisi daerah.
3. Sosialisasi dan advokasi , melalui penyusunan hasil informasi cakupan program
dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi
untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar lebih
berpihak kepada kepentingan ibu dan anak. Melalui berbagai upaya antara lain
peningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan kemampuan petugas serta
melalui dukungan dan kemitraan berbagai pihak akan sangat menentukan upaya
penurunan AKI terutama dengan memperhatikan 3 pesan kunci MPS.
Strategi berbasis masyarakat yang akan mendukung tercapainya tujuan upaya
keselamatan ibu meliputi:
a.
Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksana pelayanan
setempat, dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu.
b.
Bekerjasama dengan masyarakat, wanita, keluarga dan dukun/pengobat untuk
mengubah sikap terhadap keterlambatan mendapat pertolongan
c.
Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang
komplikasi obstetri serta kapan dan dimana mencari pertolongan.
Konsep pengembangan sistem informasi dan pola rujukan dalam peningkatan
Upaya kesehatan ibu dapat dimulai dari dukun bayi yang masih menjadi ujung
tombak dalam pelayanan persalinan diharapkan telah menjadi bagian tenaga
pendampingan yang menjadi bagian integral kemitraan pelayanan persalinan.
Penemuan kasus persalinan akan dirujuk oleh dukun bayi ke bidan desa yang
kemudian akan dirujuk kepada tingkat yang lebih tinggi (dokter/bidan ditingkat
Puskesmas, dokter/bidan rumah sakit tingkat kabupaten/kota dan dokter/bidan
rumah sakit tingkat propinsi). Namun demikan alur informasi dapat dirujuk ke
jenjang lebih tinggi mengingat kasus kematian persalinan masih banyak terjadi
karena
keterlambatan
dalam
memberikan
pertolongan
persalinan.
Promosi kesehatan dalam sistem informasi diarahkan bagaimana informasi tentang
persalinan secepat mungkin sampai kepada masyarakat, tenaga kesehatan yang
menolong persalinan sehingga tindakan dini dapat dilakukan dalam menolong
persalinan.
Media komunikasi seperti keberadaan handpone dapat dijadikan sebagai sarana
dalam menyampaikan informasi persalinan kepada bidan yang akan menolong
persalinan. Demikian juga untuk daerah yang sudah maju Dinas Kesehatan perlu
merancang media informasi yang dapat diakses secara online melalui pembuatan
website tentang kesehatan ibu dan anak. Sehingga melalui website ini masyarakat
dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang kesehatan termasuk informasi
tentang peningkatan upaya keselamatan ibu dalam proses persalinan.
Download