BAB – 1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MIKROBIOLOGI Pendahuluan Untuk memahami sejarah dan perkembangan mikrobiologi perlu dipahami dahulu definisi mikrobiologi. Mikrobiologi didefinisikan sebagai telaah mengenai organisme hidup berukuran mikroskopis yang meliputi: bakteri, fungi, protozoa dan virus. Beberapa mikroba (algae dan fungi) yang berukuran cukup besar dan dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi masih dimasukan dalam kajian mikrobiologi, karena teknik yang sama (isolasi, sterilisasi, penumbuhan pada media artifisial) digunakan untuk mempelajarinya. A. Pengertian Mikroba Jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Mata biasa tidak dapat melihat jasad yang ukurannya kurang dari 0,1 mm. Ukuran mikroba biasanya dinyatakan dalam mikron (µ), 1 mikron adalah 0,001 mm. Sel mikroba umumnya hanya dapat dilihat dengan alat pembesar atau mikroskop. B. Ruang Lingkup Mikrobiologi Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari mikroba. Mikrobiologi adalah salah satu cabang ilmu dari biologi, dan memerlukan ilmu pendukung kimia, fisika, dan biokimia. Dalam mikrobiologi diberikan pengertian dasar tentang sejarah penemuan mikroba, macam-macam mikroba di alam, struktur sel mikroba dan fungsinya, metabolisme mikroba secara umum, pertumbuhan mikroba dan faktor lingkungan, mikrobiologi terapan di bidang lingkungan dan pertanian. Mikrobiologi lanjut telah berkembang menjadi bermacam-macam ilmu yaitu virologi, bakteriologi, mikologi, mikrobiologi pangan, mikrobiologi tanah, mikrobiologi industri, dan sebagainya yang kemanfaatannya. mempelajari mikroba spesifik secara lebih rinci atau menurut C. Penggolongan Mikroba diantara Jasad Hidup Secara klasik jasad hidup digolongkan menjadi dunia tumbuhan (plantae) dan dunia binatang (animalia). Jasad hidup yang ukurannya besar dengan mudah dapat digolongkan ke dalam plantae atau animalia, tetapi mikroba yang ukurannya sangat kecil ini sulit untuk digolongkan ke dalam plantae atau animalia. Selain karena ukurannya, sulitnya penggolongan juga disebabkan adanya mikroba yang mempunyai sifat antara plantae dan animalia. Menurut teori evolusi, setiap jasad akan berkembang menuju ke sifat plantae atau animalia. Hal ini digambarkan sebagai pengelompokan jasad berturut-turut oleh Haeckel, Whittaker, dan Woese. Berdasarkan perbedaan organisasi selnya, Haeckel membedakan dunia tumbuhan (plantae) dan dunia binatang (animalia), dengan protista. Protista untuk menampung jasad yang tidak dapat dimasukkan pada golongan plantae dan animalia. Protista terdiri dari algae atau ganggang, protozoa, jamur atau fungi, dan bakteri yang mempunyai sifat uniseluler atau multiseluler tanpa diferensiasi jaringan. Whittaker membagi jasad hidup menjadi tiga tingkat perkembangan, yaitu: (1) Jasad prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera), (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal, khamir dan protozoa (Divisio Protista), dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia. Sedangkan Woese menggolongkan jasad hidup terutama berdasarkan susunan kimia makromolekul yang terdapat di dalam sel. Pembagiannya yaitu terdiri Arkhaebacteria, Eukaryota (Protozoa, Fungi, Tumbuhan dan Binatang), dan Eubacteria. D. Ciri Umum Mikroba Mikroba di alam secara umum berperanan sebagai produsen, konsumen, maupun pengurai. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperanan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad pengurai menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh mikroba pengurai adalah bakteri dan jamur (fungi). Sel mikroba yang ukurannya sangat kecil ini merupakan satuan struktur biologi. Banyak mikroba yang terdiri dari satu sel saja (uniseluler), sehingga semua tugas kehidupannya dibebankan pada sel itu. Mikroba ada yang mempunyai banyak sel (multiseluler). Pada jasad multiseluler umumnya sudah terdapat pembagian tugas diantara sel atau kelompok selnya, walaupun organisasi selnya belum sempurna. Setelah ditemukan mikroskop elektron, dapat dilihat struktur halus di dalam sel hidup, sehingga diketahui menurut perkembangan selnya terdapat dua tipe jasad, yaitu: 1. Prokariota (jasad prokariotik/primitif), yaitu jasad yang perkembangan selnya belum sempurna. 2. Eukariota (jasad eukariotik), yaitu jasad yang perkembangan selnya telah sempurna. Selain yang bersifat seluler, ada mikroba yang bersifat nonseluler, yaitu virus. Virus adalah jasad hidup yang bersifat parasit obligat, berukuran super kecil atau submikroskopik. Virus hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Struktur virus terutama terdiri dari bahan genetik. Virus bukan berbentuk sel dan tidak dapat membentuk energi sendiri serta tidak dapat berbiak tanpa menggunakan jasad hidup lain. Perbedaan Virus dengan Jasad Bersel Struktur Satuan struktur Susunan: - Asam inti - Protein - Lipida - Polisakarida - ATP/energi Sifat pertumbuhan: - Terbentuk dari bahan genetik saja - Bagian-bagian disintesis sendiri - Terbentuk langsung dari elemen struktur sejenis yang ada sebelumnya Virus Partikel (Virion) Jasad Bersel Sel - DNA/RNA Ada (selubung) Tidak ada/ada Tidak ada/ada Tidak ada - DNA dan RNA Ada, lengkap Ada Ada Ada - Ya - Tidak - Ya - Tidak - Tidak - Ya E. Penemuan Animalculus Awal terungkapnya dunia mikroba adalah dengan ditemukannya mikroskop oleh Leeuwenhoek (1633-1723). Mikroskop temuan tersebut masih sangat sederhana, dilengkapi satu lensa dengan jarak fokus yang sangat pendek, tetapi dapat menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya antara 50-300 kali. Leeuwenhoek melakukan pengamatan tentang struktur mikroskopis biji, jaringan tumbuhan dan invertebrata kecil, tetapi penemuan yang terbesar adalah diketahuinya dunia mikroba yang disebut sebagai “animalculus” atau hewan kecil. Animalculus adalah jenis-jenis mikroba yang sekarang diketahui sebagai protozoa, algae, khamir, dan bakteri. F. Teori Abiogenesis dan Biogenesis Penemuan animalculus di alam, menimbulkan rasa ingin tahu mengenai asal usulnya. Menurut teori abiogenesis, animalculus timbul dengan sendirinya dari bahan-bahan mati. Doktrin abiogenesis dianut sampai jaman Renaissance, seiring dengan kemajuan pengetahuan mengenai mikroba, semakin lama doktrin tersebut menjadi tidak terbukti. Sebagian ahli menganut teori biogenesis, dengan pendapat bahwa animalculus terbentuk dari “benih” animalculus yang selalu berada di udara. Untuk mempertahankan pendapat tersebut maka penganut teori ini mencoba membuktikan dengan berbagai percobaan. Fransisco Redi (1665), memperoleh hasil dari percobaannya bahwa ulat yang berkembang biak di dalam daging busuk, tidak akan terjadi apabila daging tersebut disimpan di dalam suatu tempat tertutup yang tidak dapat disentuh oleh lalat. Jadi dapat disimpulkan bahwa ulat tidak secara spontan berkembang dari daging. Percobaan lain yang dilakukan oleh Lazzaro Spalanzani memberi bukti yang menguatkan bahwa mikroba tidak muncul dengan sendirinya, pada percobaan menggunakan kaldu ternyata pemanasan dapat menyebabkan animalculus tidak tumbuh. Percobaan ini juga dapat menunjukkan bahwa perkembangan mikrobia di dalam suatu bahan, dalam arti terbatas menyebabkan terjadinya perubahan kimiawi pada bahan tersebut. Percobaan yang dilakukan oleh Louis Pasteur juga banyak membuktikan bahwa teori abiogenesis tidak mungkin, tetapi tetap tidak dapat menjawab asal usul animalculus. Penemuan Louis Pasteur yang penting adalah (1) Udara mengandung mikrobia yang pembagiannya tidak merata, (2) Cara pembebasan cairan dan bahan-bahan dari mikrobia, yang sekarang dikenal sebagai pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi adalah cara untuk mematikan beberapa jenis mikroba tertentu dengan menggunakan uap air panas, suhunya kurang lebih 62°C. Sterilisasi adalah cara untuk mematikan mikroba dengan pemanasan dan tekanan tinggi. G. Penemuan Bakteri Berspora John Tyndall (1820-1893), dalam suatu percobaannya juga mendukung pendapat Pasteur. Cairan bahan organik yang sudah dipanaskan dalam air garam yang mendidih selama 5 menit dan diletakkan di dalam ruangan bebas debu, ternyata tidak akan membusuk walaupun disimpan dalam waktu berbulan-bulan, tetapi apabila tanpa pemanasan maka akan terjadi pembusukan. Dari percobaan Tyndall ditemukan adanya fase termolabil (tidak tahan pemanasan, saat bakteri melakukan pertumbuhan) dan termoresisten pada bakteri (sangat tahan terhadap panas). Dari penyelidikan ahli botani Jerman yang bernama Ferdinand Cohn, dapat diketahui secara mikroskopis bahwa pada fase termoresisten, bakteri dapat membentuk endospora. Dengan penemuan tersebut, maka dicari cara untuk sterilisasi bahan yang mengandung bakteri pembentuk spora, yaitu dengan pemanasan yang terputus dan diulang beberapa kali atau dikenal sebagai Tyndallisasi. Pemanasan dilakukan pada suhu 100°C selama 30 menit, kemudian dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam, cara ini diulang sebanyak 3 kali. Saat dibiarkan pada suhu kamar, bakteri berspora yang masih hidup akan berkecambah membentuk fase pertumbuhan/termolabil, sehingga dapat dimatikan pada pemanasan berikutnya. H. Peran Mikroba dalam Transformasi Bahan Organik Suatu bahan yang ditumbuhi oleh mikroba akan mengalami perubahan susunan kimianya. Perubahan kimia yang terjadi ada yang dikenal sebagai fermentasi (pengkhamiran) dan pembusukan (putrefaction). Fermentasi merupakan proses yang menghasilkan alkohol atau asam organik, misalnya terjadi pada bahan yang mengandung karbohidrat. Pembusukan merupakan proses peruraian yang menghasilkan bau busuk, seperti pada peruraian bahan yang mengandung protein. Pada tahun 1837, C. Latour, Th. Schwanndon, dan F. Kutzing secara terpisah menemukan bahwa zat gula yang mengalami fermentasi alkohol selalu dijumpai adanya khamir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan gula menjadi alkohol dan CO2 merupakan fungsi fisiologis dari sel khamir tersebut. Teori biologis ini ditentang oleh Jj. Berzelius, J. Liebig, dan F. Wahler. Mereka berpendapat bahwa fermentasi dan pembusukan merupakan reaksi kimia biasa. Hal ini dapat dibuktikan pada tahun 1812 telah berhasil disintesa senyawa organik urea dari senyawa anorganik. Pasteur banyak meneliti tentang proses fermentasi (1875-1876). Suatu saat perusahaan pembuat anggur dari gula bit, menghasilkan anggur yang masam. Berdasarkan pengamatannya secara mikroskopis, sebagian dari sel khamir diganti kedudukannya oleh sel lain yang berbentuk bulat dan batang dengan ukuran sel lebih kecil. Adanya sel-sel yang lebih kecil ini ternyata mengakibatkan sebagian besar proses fermentasi alkohol tersebut didesak oleh proses fermentasi lain, yaitu fermentasi asam laktat. Dari kenyataan ini, selanjutnya dibuktikan bahwa setiap proses fermentasi tertentu disebabkan oleh aktivitas mikroba tertentu pula, yang spesifik untuk proses fermentasi tersebut. Sebagai contoh fermentasi alkohol oleh khamir, fermentasi asam laktat oleh bakteri Lactobacillus, dan fermentasi asam sitrat oleh jamur Aspergillus. I. Penemuan Kehidupan Anaerob Selama meneliti fermentasi asam butirat, Pasteur menemukan adanya proses kehidupan yang tidak membutuhkan udara. Pasteur menunjukkan bahwa jika udara dihembuskan ke dalam bejana fermentasi butirat, proses fermentasi menjadi terhambat, bahkan dapat terhenti sama sekali. Dari hal ini kemudian dibuat 2 istilah, (1) kehidupan anaerob, untuk mikroba yang tidak memerlukan Oksigen, dan (2) kehidupan aerob, untuk mikroba yang memerlukan Oksigen. Secara fisiologis adanya fermentasi dapat digunakan untuk mengetahui beberapa hal. Oksigen umumnya diperlukan mikroba sebagai agensia untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi CO2. Reaksi oksidasi tersebut dikenal sebagai “respirasi aerob”, yang menghasilkan tenaga untuk kehidupan jasad dan pertumbuhannya. Mikroba lain dapat memperoleh tenaga dengan jalan memecahkan senyawa organik secara fermentasi anaerob, tanpa memerlukan Oksigen. Beberapa jenis mikroba bersifat obligat anaerob atau anaerob sempurna. Jenis lain bersifat fakultatif anaerob, yaitu mempunyai dua mekanisme untuk mendapatkan energi. Apabila ada Oksigen, energi diperoleh secara respirasi aerob, apabila tidak ada Oksigen energi diperoleh secara fermentasi anaerob. Pasteur mendapatkan bahwa respirasi aerob adalah proses yang efisien untuk menghasilkan energi. J. Penemuan Enzim Menurut Pasteur, proses fermentasi merupakan proses vital untuk kehidupan. Pendapat tersebut ditentang oleh Bernard (1875), bahwa khamir dapat memecah gula menjadi alkohol dan CO2 karena mengandung katalisator biologis dalam selnya. Katalisator biologis tersebut dapat diekstrak sebagai larutan yang tetap dapat menunjukkan kemampuan fermentasi, sehingga fermentasi dapat dibuat sebagai proses yang tidak vital lagi (tanpa sel). Pada tahun 1897, Buchner dapat membuktikan gagasan Bernard, yaitu pada saat menggerus sel khamir dengan pasir dan ditambahkan sejumlah besar gula, terlihat dari campuran tersebut dibebaskan CO2 dan sedikit alkohol. Penemuan ini membuka jalan ke perkembangan biokimia modern. Akhirnya dapat diketahui bahwa pembentukan alkohol dari gula oleh khamir, merupakan hasil urutan beberapa reaksi kimia, yang masing-masing dikatalisir oleh biokatalisator yang spesifik atau dikenal sebagai enzim. K. Mikroba Penyebab Penyakit Pasteur menggunakan istilah khusus untuk mengatakan kerusakan pada minuman anggur oleh mikrobia, yaitu disebut penyakit Bir. Ia juga mempunyai dugaan kuat tentang adanya peran mikroba dalam menyebabkan timbulnya penyakit pada jasad tingkat tinggi. Bukti-buktinya adalah dengan ditemukannya jamur penyebab penyakit pada tanaman gandum (1813), tanaman kentang (1845), dan penyakit pada ulat sutera serta kulit manusia. Pada tahun 1850 diketahui bahwa dalam darah hewan yang sakit antraks, terdapat bakteri berbentuk batang. Davaine (1863-1868) membuktikan bahwa bakteri tersebut hanya terdapat pada hewan yang sakit, dan penularan buatan menggunakan darah hewan yang sakit pada hewan yang sehat dapat menimbulkan penyakit yang sama. Pembuktian bahwa antraks disebabkan oleh bakteri dilakukan oleh Robert Koch (1876), sehingga ditemukan “postulat Koch” yang merupakan langkah-langkah untuk membuktikan bahwa suatu mikroba adalah penyebab penyakit. Postulat Koch dalam bentuk umum adalah sebagai berikut: 1. Suatu mikroba yang diduga sebagai penyebab penyakit harus ada pada setiap tingkatan penyakit. 2. Mikroba tersebut dapat diisolasi dari jasad sakit dan ditumbuhkan dalam bentuk biakan murni. 3. Apabila biakan murni tersebut disuntikkan pada hewan yang sehat dan peka, dapat menimbulkan penyakit yang sama. 4. Mikrobia dapat diisolasi kembali dari jasad yang telah dijadikan sakit tersebut. L. Penemuan Virus Iwanowsky menemukan bahwa filtrat bebas bakteri (cairan yang telah disaring dengan saringan bakteri) dari ekstrak tanaman tembakau yang terkena penyakit mozaik, ternyata masih tetap dapat menimbulkan infeksi pada tanaman tembakau yang sehat. Dari kenyataan ini kemudian diketahui adanya jasad hidup yang mempunyai ukuran jauh lebih kecil dari bakteri (submikroskopik) karena dapat melalui saringan bakteri, yaitu dikenal sebagai virus. Untuk membuktikan penyakit yang disebabkan oleh virus, dapat digunakan postulat River (1937), yaitu: 1. Virus harus berada di dalam sel inang. 2. Filtrat bahan yang terinfeksi tidak mengandung bakteri atau mikroba lain yang dapat ditumbuhkan di dalam media buatan. 3. Filtrat dapat menimbulkan penyakit pada jasad yang peka. 4. Filtrat yang sama yang berasal dari hospes peka tersebut harus dapat menimbulkan kembali penyakit yang sama. M. Mikrobiologi Tanah Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mikrobia berperan atas perubahan kimiawi yang terjadi di dalam tanah. Peranan mikrobia dalam beberapa siklus unsur hara yang penting, seperti siklus Karbon, Nitrogen, Sulfur, ditunjukkan oleh Winogradsky dan Beijerinck. Winogradsky menemukan bakteri yang mempunyai fisiologis khusus, yang disebut bakteri autotrof. Bakteri ini dapat tumbuh pada lingkungan yang seluruhnya anorganik. Energi diperoleh dari hasil oksidasi senyawa anorganik tereduksi, dan menggunakan CO 2 sebagai sumber Karbon. Bakteri autotrof dapat dicirikan dari kemampuannya menggunakan sumber anorganik tertentu. Sebagai contoh, bakteri Belerang dapat mengoksidasi senyawa Belerang anorganik. Penemuan lain bersama Beijerinck adalah adanya bakteri penambat Nitrogen nonsimbiotik dan simbiotik, yang dapat memanfaatkan Nitrogen dalam bentuk gas N2. N. Generatio Spontanea (Abiogenesis) Menurut Pandangan Baru Bukti-bukti baru mendukung bahwa kehidupan terjadi dari berbagai unsur kimia, dengan rangkaian reaksi yang mirip dengan reaksi yang terjadi di alam. Menurut pendapat Oparin (1938) dan Haldane (1932), bumi pada jaman prebiotik mempunyai atmosfer yang bersifat anaerob. Atmosfer bumi saat itu mengandung sejumlah besar Nitrogen, Hidrogen, CO2, uap air, sejumlah ammonia, CO, dan H2S. Di atmosfer Oksigen hampir tidak ada, dan lapisan ozon sangat tipis, sehingga sinar ultra violet banyak mengenai bumi. Radiasi uv, suhu tinggi dan loncatan bunga api listrik, menyebabkan sejumlah bahan anorganik yang ada berubah menjadi bahan organik, serta terjadinya evolusi pada bahan-bahan organik menjadi lebih kompleks, atau mulai terbentuk makromolekul. Diduga makromolekul akan saling bergabung membentuk semacam membran, yang kemudian mengelilingi suatu cairan, dan akhirnya terbentuk suatu organisme seluler. Selanjutnya untuk mengevolusikan jasad bersel tunggal menjadi bersel majemuk memerlukan waktu kurang lebih 2,5 milyar tahun. Untuk mengevolusikan jasad bersel majemuk menjadi reptil sampai binatang menyusui memerlukan waktu milyaran tahun lagi. Teori asal mula kehidupan di atas didukung oleh penemuan S. Miller (1957) dan H. Urey (1954). Bejana Miller diisi dengan gas CH4, NH3, H2O, dan H2. Gas-gas tersebut dibiarkan bersirkulasi terus-menerus melalui loncatan bunga api listrik, kondensor, dan air mendidih. Seminggu kemudian ternyata menunjukkan terbentuknya senyawa organik seperti asam amino glisin dan alanin, serta asam organik seperti asam suksinat. Dengan merubah bahan dasar dan energi yang diberikan dalam aparat Miller, maka dapat disintesa senyawa-senyawa lain seperti polipeptida, purin, dan ATP. Makromolekul inilah yang diduga sebagai awal terbentuknya kehidupan. O. Penggunaan Mikroba 1. Penggunaan mikroba untuk proses-proses klasik, seperti khamir untuk membuat anggur dan roti, bakteri asam laktat untuk yogurt dan kefir, bakteri asam asetat untuk vinegar, jamur Aspergillus sp. untuk kecap, dan jamur Rhizopus sp. untuk tempe. 2. Penggunaan mikroba untuk produksi antibiotik, antara lain penisilin oleh jamur Penicillium sp., streptomisin oleh Actinomysetes sp., Streptomyces sp. 3. Penggunaan mikroba untuk proses-proses baru, misalnya karotenoid dan steroid oleh jamur, asam glutamat oleh mutan Corynebacterium glutamicum, pembuatan enzim amilase, proteinase, pektinase, dan lain-lain. 4. Penggunaan mikroba dalam teknik genetika modern, seperti untuk pemindahan gen dari manusia, binatang, atau tumbuhan ke dalam sel mikrobia, penghasilan hormon, antigen, antibodi, dan senyawa lain misalnya insulin, interferon, dan lain-lain. 5. Penggunaan mikroba di bidang pertanian, misalnya untuk pupuk hayati (biofertilizer), biopestisida, pengomposan, dan sebagainya. 6. Penggunaan mikroba di bidang pertambangan, seperti untuk proses leaching di tambang emas, desulfurisasi batubara, maupun untuk proses penambangan minyak bumi. 7. Penggunaan mikroba di bidang lingkungan, misalnya untuk mengatasi pencemaran limbah organik maupun anorganik termasuk logam berat dan senyawa xenobiotik. Pustaka Acuan Metting FB. 1993. Soil Microbial Ecology.Applications in Agriculture and Environment Management. NY: Marcel Dekker Inc. Schlegel HG. 1986. General Microbiology. Cambridge: Cambridge University Press. Stanier RY, Adelberg EA, Ingraham JL. 1980. The Microbial Word. New Jersey: Prentice Hall, Inc. BAB – 2 EKOLOGI DAN FISIOLOGI BAKTERI Pendahuluan Ekologi Bakteri Karakteristik Bakteri Fisiologi Morfologi Reproduksi Klasifikasi Bakteri Metabolisme Bakteri Genetika Bakteri Materi Bahasan I. Ekologi Bakteri Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai lebih dari 10 km di atas bumi), di dalam lumpur dan di laut. II. Morfologi Bakteri Satuan ukuran bakteri adalah mikrometer (µm) yang setara dengan 1/1000 mm atau 10-3 mm. Rata-rata ukuran bakteri antara 0,5 - 1,0 x 2,0 - 5,0 µm. Sel-sel individu bakteri dapat berbentuk seperti batang/basilus, spiral/helix dan bola/kokus. Masing-masing ciri ini penting dalam mencirikan morfologi suatu spesies. (a) (b) (c) Gambar 1. Bentuk sel bakteri: (a) batang, (b) spiral dan (c) kokus. Spesies-spesies tertentu bakteri menunjukkan adanya pola penataan sel, seperti berpasangan, gerombol, rantai atau filamen. Penataan bakteri berbentuk batang adalah dapat berupa pagar, roset dan rantai. Gambar 2. Penataan bentuk bakteri batang: (a) pagar, (b) roset dan (c) rantai. Bakteri berbentuk spiral biasanya dijumpai dalam bentuk sel tunggal. Gambar 3. Bakteri berbentuk spiral dijumpai dalam bentuk sel tunggal. Bakteri berbentuk kokus penataannya dapat berupa diplokokus (berpasangan), streptokokus (membentuk rantai), tetrakokus (kelompok 4 sel), stafilokokus (bergerombol) dan sarsina (kubus). Gambar 4. Penataan bentuk bakteri kokus: (a) diplokokus, (b) stafilokokus, (c) tertakokus dan (d) sarsina. Pada umumnya, para ahli menggolongkan struktur bakteri menjadi dinding luar, sitoplasma dan bahan inti. Pada dinding luar, bakteri memiliki flagel atau bulu cambuk, pili atau fimbriae, kapsula atau lapisan lendir dan dinding sel. Gambar 5. Struktur-struktur utama di luar dinding sel bakteri. Flagelum (jamak: flagela): alat gerak bakteri, panjangnya beberapa kali panjang sel tapi diameter lebih kecil. Terbuat dari protein (flagelin). Macam flagela: 1. Monotrikus: tunggal di ujung. 2. Lofotrikus: sekelompok flagela di ujung. 3. Amfitrikus: flagela tunggal/kelompok di kedua ujung. 4. Peritrikus: dikelilingi flagela. Pilus/Fimbria (jamak: pili/fimbriae) adalah embel-embel seperti filamen yang bukan flagela. Ukuran lebih pendek, kecil tetapi lebih banyak dari flagela. Dijumpai pada spesies motil dan nonmotil dan tidak berfungsi untuk pergerakan. Fungsi pilus: 1. Pilus F (pilus seks), yaitu pintu gerbang masuknya bahan genetik saat perkawinan bakteri. 2. Alat untuk melekatkan diri pada berbagai permukaan. Kapsula merupakan lapisan bahan kental seperti lendir (lapisan lendir). Fungsi kapsula yaitu: 1. Pelindung sel dari faktor lingkungan yang merugikan. 2. Gudang makanan cadangan (tersusun dari polisakarida: gula sederhana, gula amina, asam gula dan campurannya). 3. Sifat patogenitas (penyebab penyakit) dan bila kapsula dihilangkan kemampuan menyebabkan infeksi akan hilang. Dinding sel merupakan struktur yang kaku dan memberikan bentuk pada sel. Tebal 10-35 nm (1 nm = 10-3 µm). Komposisi kimiawi dinding sel terdiri dari: (1) peptidoglikan yang memberikan struktur kaku, (2) asam tekoat, (3) protein, (4) polisakarida, (5) lipoprotein dan (6) lipopolisakarida. Fungsi dinding sel yaitu: 1. Memberi perlindungan kepada lapisan protoplasma. 2. Berperan dalam reproduksi sel. 3. Ikut mengatur pertukaran zat dari dalam dan ke luar sel (sifat semipermeabel). 4. Klasifikasi bakteri menjadi gram positif dan gram negatif. Dalam sel bakteri terdapat membran sitoplasma, protoplasma, inti, organel-organel lain yang memiliki peran masing-masing. Membran sitoplasma/membran protoplasma/membran plasma terletak langsung di bawah dinding sel dengan ketebalan sekitar 7,5 nm. Fungsinya adalah mengendalikan lalu-lintas substansi kimiawi dalam larutan untuk masuk ke dalam dan keluar sel. Mesosom merupakan membran sitoplasma yang melipat-lipat ke arah dalam sel yang berfungsi untuk memperluas permukaan dalam sel. Ribosoma adalah partikel yang terikat pada membran atau partikel bebas dalam sitoplasma dan berfungsi dalam sintesa protein. Tersusun dari RNA (40-60%) yang merupakan cetakan pembentuk rangkaian asam amino menjadi protein. Gambar 6. Struktur-struktur utama yang terdapat di dalam dinding sel bakteri. Sitoplasma merupakan suatu koloid yang terdiri dari kandungan isi sel (mesosom, ribosom, inti dll) dan senyawa kehidupan (karbohidrat, protein, enzim dll). Inti/nukleus bakteri mempunyai bahan inti sel (DNA) yang tidak berdinding dan berselaput (prokaryon). Istilah spora biasanya dipakai untuk menyebut alat perkembangbiakan pada jamur, ganggang, lumut, dan tumbuhan paku. Pada bakteri memiliki istilah yang lain, yaitu bentuk bakteri yang sedang dalam usaha melindungi diri dari pengaruh yang buruk dari luar. Spora pada bakteri disebut endospora, karena spora terbentuk di dalam inti. Bentuk spora bermacam-macam. Endospora ada yang lebih kecil dan ada juga yang lebih besar daripada diameter sel induknya. III. Reproduksi Bakteri Bakteri bereproduksi melalui proses pembelahan biner melintang. Pembelahan biner melintang adalah reproduksi aseksual dimana setelah pembentukan dinding sel melintang maka satu sel tunggal membelah menjadi 2 sel yang disebut sel anak. Pembelahan biner melintang dibagi ke dalam 3 fase: a. Fase pertama; sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak lurus pada arah memanjang. b. Sekat tersebut diikuti oleh suatu dinding melintang yang merupakan sekat tidak sempurna dan bagian tengah terdapat lubang kecil tempat protoplasma kedua sel masih berhubunghubungan. Hubungan itu disebut plasmodesmida. c. Fase ke tiga: terpisahnya kedua sel. Sel induk Pemanjangan sel Distribusi bahan nukleus Pembentukan dinding sel Pemisahan menjadi 2 sel baru Setiap sel mengulangi proses Gambar 7. Perbanyakan bakteri dengan pembelahan biner melintang. IV. Fisiologi Bakteri Berdasarkan sumber makanan untuk menghasilkan energi bakteri dibagi 2 kelompok: 1. Autotroph: menghasilkan makanannya sendiri dari bahan-bahan anorganik. Contoh: bakteri nitrifikasi, pengoksidasi sulfur, pereduksi sulfat dan bakteri pelarut fosfat. 2. Heterotroph: mendapatkan makanan dari bahan organik yang telah ada. Contoh: bakteri pengikat N udara. Bakteri Nitrifikasi berperan dalam transformasi unsur nitrogen (N) sehingga dapat digunakan oleh tanaman. Nitrifikasi adalah proses pengubahan (proses oksidasi) amonium menjadi nitrat dengan reaksi sbb: NH4+ NO2- NO3Proses pengubahan amonium menjadi nitrit berlangsung karena adanya bakteri nitrosomonas sedangkan perubahan nitrit menjadi nitrat karena adanya bakteri nitrobacter. Bakteri pelarut fosfat (BPF) berperan dalam penyediaan unsur fosfor (P) sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Salah satu permasalahan pada tanah tropika adalah ketersediaan unsur P yang terbatas bagi tanaman. Hal tersebut dikarenakan unsur P terikat oleh unsur Fe (membentuk ikatan Fe-P = stringit), terikat oleh unsur Al (membentuk ikatan Al-P = varisit) dan dapat juga terikat oleh unsur Ca (membentuk ikatan Ca-P). Bakteri pelarut fosfat dapat memutuskan ikatan-ikatan tersebut dengan cara dihasilkannya asam-asam organik sehingga P menjadi terlarut atau pembentukan ikatan komplek antara senyawa organik dengan Al dan Fe sehingga P dapat digunakan oleh tanaman. Bakteri penambat nitogen berperan di dalam penyediaan unsur N bagi tanaman dimana hampir 70% N berada dalam bentuk N2 gas di atmosfer. Bakteri penambat N dapat mengikat N atmosfer tersebut dan ditransformasi sehingga dapat digunakan oleh tanaman. Bakteri penambat N ada yang hidup bersimbiosis dalam bintil akar tanaman leguminosa. Dalam hal ini tanaman menyediakan makanan dan bahan organik untuk bakteri sedangkan tanaman mendapatkan N yang diikat bakteri dari udara. Contoh bakteri penambat N yang hidup bersimbiosis dengan perakaran leguminosa adalah Rhizobium. Ada juga bakteri penambat N yang hidup bebas di dalam tanah contohnya adalah Clostridium pasteurianium dan Azotobacter chroococcum. Jumlah N yang diikat oleh bakteri simbiotik dan non simbiotik berkisar antara 28 - 56 kg/ha/tahun. V. Klasifikasi Bakteri Acuan standar untuk klasifikasi dan identifikasi bakteri adalah Bergey’s Manual of Systematics Bacteriology yang dirintis oleh David Hendricks Bergey (1860 - 1937) kini edisi ke8. Bergey’s Manual mengelompokkan bakteri menjadi 19 kelompok yang didasarkan kepada beberapa kriteria yang dapat ditetapkan dengan mudah. Berikut uraian ciri-ciri pengenal yang utama untuk setiap kelompok bakteri. Masingmasing mengandung berbagai kategori taksonomi; beberapa mulai dari ordo yang lain dari famili; akan tetapi semuanya berakhir dengan genus dan spesies. 1. Bakteri Fototropik - Mengandung pigmen seperti klorofil - Melakukan fotosintesis - Bentuk sel: bulat, batang, vibrio, spiral - Gram negatif - Bergerak dengan flagela, ada juga nonmotil - Berpigmen: ungu, hijau - Habitat: lingkungan akuatik - Contoh: Purple sulfur: Chromatium vinosum, Thiospirillum jenense, Thiopedia rosea, Green sulfur bacteria: Chlorobium limicola, Prosthecochloris aestuarii, Pelodictyon clathratiforme 2. Bakteri Luncur - Mempunyai tubuh buah (struktur yang membentuk spora) yang berlendir (miksobakter) - Sel-sel individu dapat meluncur pada permukaan walau tidak memiliki flagela - Gram negatif - Habitat: tanah, bahan tumbuhan membusuk, lingkungan akuatik 3. Bakteri Berselonsong - Sel-sel berbentuk batang yang diselubungi selongsong dari deposit besi atau mangan yang tidak larut - Habitat: lingkungan akuatik, limbah - Gram negatif - Membentuk pelekap (dasar penghisap) untuk menempelkan diri pada permukaan 4. Bakteri Kuncup/Berapendiks - Membentuk tonjolan berbentuk filamen yang disebut prosteka - Perbanyakan dengan berkuncup atau membelah - Mempunyai pelekap untuk menempel pada permukaan - Habitat: tanah, lingkungan akuatik 5. Bakteri Spiroket - Sel-sel langsing, lentur dan terpilin-pilin - Gram negatif - Saprofit dan parasit - Habitat: tanah, lingkungan akuatik, daerah genital (alat kelamin) makhluk hidup - Contoh: Penyebab sifilis Treponema pallidum 6. Bakteri Spiral dan Lengkung - Seperti spiroket tapi tidak lentur - Saprofit dan parasit - Gram negatif - Habitat: lingkungan akuatik, organ-organ reproduktif - Contoh: penyebab keguguran misalnya Campylobacter fetus 7. Bakteri Batang dan Kokus Aerobik Gram Negatif - Bentuk sel: batang, lonjong, bola - Aneka ragam bentuk dan jumlah - Motil karena flagela ada juga yang nonmotil - Aerobik - Gram negatif - Beberapa menambat N udara, mengoksidasi senyawa-senyawa berkarbon, perombak bahan organik - Habitat: tanah, lingkungan akuatik - Ada yang patogen misalnya penyakit demam kelinci (tularemia) oleh Francisella tularensis 8. Bakteri Batang Anaerobik Fakultatif Gram Negatif - Bentuk batang - Motil karena flagela peritrikus, nonmotil - Anaerobik fakultatif - Gram negatif - Habitat: tanah, lingkungan akuatik, makanan, air seni, tinja - Contoh: Patogenik bagi manusia, hewan, tumbuhan misalnya Salmonella tiphy penyebab penyakit tifus, Escherichia coli 9. Batang Gram Negatif Anaerobik - Bentuk batang - Motil karena flagela peritrikus atau monotrikus, ada juga yang nonmotil - Anaerob obligat - Habitat: rongga-ronga saluran pencernaan pada manusia dan hewan 10. Kokobasilus dan Kokus Gram Negatif - Nonmotil - Habitat: pada selaput lendir manusia dan hewan - Contoh: Patogenik Neisseria gonorrhoeae (penyebab penyakit kelamin gonorhoe) dan Neisseria meningitidis (penyebab radang selaput otak) 11. Kokus Anaerobik Gram Negatif - Nonmotil - Anaerobik - Tidak patogen 12. Bakteri Kemolitotropik Gram Negatif - Kemampuan menghasilkan energi dari oksidasi zat-zat kimia anorganik (kemolitotropik) - Penting di lingkungan karena memanfaatkan N, S, Fe, Mn (bakteri nitrifikasi, pengoksidasi sulfur) - Bentuk: bulat, batang, spiral - Habitat: tanah, lingkungan akuatik, limbah, air asam tambang 13. Bakteri Penghasil Metan - Gas metan dibentuk dalam kondisi anaerobik - Habitat: lingkungan akuatik, perut hewan pemamah biak spt sapi (rumen), limbah - Gram positif atau gram negatif - Bentuk: bola, batang, spiral 14. Kokus Gram Positif - Banyak patogen bagi manusia dan hewan - Nonmotil - Anaerobik fakultatif - Heterotrofik - Habitat: tanah, lingkungan akuatik, kulit dan selaput lendir pada hewan dan manusia 15. Batang dan Kokus Pembentuk Endospora - Kemampuannya membentuk spora - Aerobik (genus Bacillus), anaerobik (genus Clostridium) - Bakteri dan sporanya tersebar luas di tanah sehingga dapat bertahan hidup lama - Gram positif 16. Bakteri Batang Gram Positif Tidak Membentuk Spora - Dominan Lactobasilus (erat kaitannya dengan susu) - Memfermentasi gula susu (laktose) menjadi asam laktat - Habitat: produk persusuan dan fermentasi 17. Aktinomisetes - Membentuk filamen (hifa) bercabang - Gram positif - Nonmotil - Contoh: banyak yang patogen misalnya penyebab kaki gajah (lumpy jaw/madura foot) pada manusia dan hewan oleh Actinomyces israelli, memberi aroma khas pada tanah saat awal hujan (geosmin) 18. Riketsia - Gram negatif - Nonmotil - Parasit obligat intraselular - Habitat: serangga pembawa, burung, mamalia (termasuk manusia) - Contoh: patogen berbagai penyakit: demam tifus, demam bercak Rocky Mountains yang ditularkan lewat serangga pengisap darah, penyakit mata oleh Chlamidomonas trachomatis 19. Mikoplasma - Tidak ada dinding sel sejati - Ukuran sangat kecil: bola (diameter 125-250 nm) - Gram negatif - Anaerobik fakultatif - Habitat: selaput lendir saluran pernafasan dan saluran kelamin - Patogen pada mamalia, burung, tumbuhan VI. Metabolisme Bakteri Mikroba terutama bakteri memiliki tipe metabolisme yang beragam. Perbedaan tipe didasarkan kepada sumber karbon dan nitrogen, sumber energi dan sumber hidrogen/elektron (Tabel 1). Tipe metabolisme Tabel 1. Tipe metabolisme bakteri. Sumber Sumber Sumber Energi Karbon Nitrogen Sumber Hidrogen Heterotrof/ Kemoorganotrof Organik Organik atau anorganik Oksidasi senyawa organik - Ototrof/ kemolitotrof CO2 anorganik Oksidasi senyawa anorganik - Bakteri CO2 Anorganik H2S atau H2 Sianobakteri CO2 Anorganik Cahaya matahari Fotosintesis Fotolitotrof Fotoorganotrof Bakteri Fotolisis H2O Cahaya matahari CO2 Anorganik Bahan organik Cahaya matahari Sumber : http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/CliffsReviewTopic/Cellular-Respiration topicArticleId. Metabolisme Heterotrof Mikroba heterotrof seperti semua jenis jamur/fungi dan bakteri tertentu mendapatkan energi dari oksidasi senyawa organik. Senyawa ini mengandung karbon dan nitrogen yang digunakan secara aerob atau anaerob untuk menghasilkan tenaga pereduksi seperti nicotinamide adenine dinucleotide tereduksi (NADH + H+) yang merupakan sumber energi kimia untuk sistem oksidasi dan fermentasi. Karbohidrat (untuk bakteri umumnya glukosa), lipid (lemak), dan protein adalah sumber utama senyawa yang dioksidasi. Oksidasi biologis senyawa ini mensintesis ATP sebagai sumber energi kimia. Proses ini juga dapat menghasilkan senyawa organik sederhana yang diperlukan sel bakteri untuk reaksi biosintesis (asimilasi). Respirasi Aerob Glukosa adalah substrat yang paling umum digunakan untuk mempelajari metabolisme heterotrof. Karbohidrat diambil dari sitoplasma, dan melalui suatu rangkaian proses metabolisme yang rumit, karbohidrat dipecah untuk menghasilkan energi. Energi ini tidak digunakan langsung tetapi disimpan dalam bentuk molekul ATP. Organisme aerob mengoksidasi glukosa dengan akseptor elektron terminal berupa O2 dan bahan organik sebagai donor elektron, melalui reaksi: C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + energi Persamaan di atas disebut respirasi - juga terdapat di dalam sel tanaman dan hewan – yang menghasilkan 38 molekul ATP dari 1 molekul glukosa. Hasil tersebut setara dengan 380.000 kalori (1ATP~10.000 kal/mol). Secara termodinamika, oksidasi sempurna dari satu mol glukosa menghasilkan 688.000 kal. Namun 308.000 kal energi dilepaskan dalam bentuk panas. Jadi efisiensi respirasi sel adalah 55%. Mekanisme respirasi seluler karbohidrat (glukosa) terdiri atas (Lehninger, 1994): - Glycolysis (glikolisis), molekul glukosa dipecah menjadi asam piruvat. - Kreb’s cycle (Siklus Kreb), asam piruvat dipecah untuk menghasilkan senyawa berenergi tinggi seperti nicotinamid adenine dinucleotida (NAD) yang berperan sebagai pembawa atom H + dari substrat dan mentrasfernya ke penerima. - Electron transport system (Sistem transport elektron), elektron ditransportasi sepanjang satu rangkaian koenzim dan sitokrom, dan energi di elektron dilepaskan. - Chemiosmosis (Kemiosmosis), energi yang dilepaskan elektron digunakan untuk memompa proton melalui membran dan menyediakan energi untuk sintesis ATP. Gambar 8. Mekanisme respirasi seluler karbohidrat Sumber : Celular respiration: http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/Cliff sReviewTopic/CellularRespiration.topicArticleId-8524,articleId8420.htm. Respirasi Anaerob Beberapa bakteri dapat berespirasi tanpa O2. Respirasi anaerob terjadi di lingkungan anaerob yang mengandung senyawa kimia yang berperan sebagai akseptor elektron terminal. Akseptor elektron ini adalah NO3, SO42, senyawa organik fumarate, dan CO2. Kelompok terbesar mikroba dengan respirasi anaerob adalah bakteri pereduksi nitrat (Tabel 2). Kelompok ini adalah bakteri heterotrof yang memiliki sistem transport elektron untuk menggunakan NO3 secara anaerob sebagai akseptor elektron terminal dan bahan organik sebagai donor elektron. Bakteri ini mendapatkan energi kimia melalui rekasi oksidasi secara anaerob yang melibatkan katalis nitrat reduktase. Tabel 2. Fisiologi bakteri pereduksi nitrat berdasarkan donor elektron. Tipe Fisiologi Nitrat Donor Electron Organisme Reduktase Respirasi Format Escherichia coli NO3- → NO2NADH Klebsiella acrogenes Denitrifikasi NADH Pseudomonas aeroginosa NO3- → N2 Piruvat Clostridium pertrigens NADH, suksinat Paracoccus denitrificans Asimilasi Laktat Staphylococcus aureus NO3- → NH3 H2, format Vibrio succinogenes NADH, suksinat Bacillus stearothermophilus NADH, laktat, Escherichia coli gliserolfsofat Sumber : http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/CliffsReviewTopic/Cellular-Respiration topicArticleId. Mikroba lain yang melakukan respirasi anaerob adalah kelompok bakteri metanogen yang mereduksi CO2 menjadi CH4 (Moat & Foster, 1986). Bakteri ini menghasilkan metan antara lain dari H2, CO2, format, asetat melalui rekasi (Moat & Foster, 1986): 4H2 + CO2 → CH4 + 2H2O 4HO2H → CH4 + 3CO2 + 2H2O CH3CO2H → CH4 + CO2 Genus utama bakteri metanogen adalah Methanobacterium, Methanobrevibacter, Methanococcus, Meethanomicrobium, Methanogenium, Methanospirillum, dan Methanosarcina. Di tahap akhir respirasi, ATP dibentuk melalui suatu seri reaksi transfer elektron di dalam membrane sitoplasma. Seri reaksi ini mendorong fosforilasi oksidatif ADP menjadi ATP. Bakteri menggunakan beberapa jenis flavin, sitokrom, dan senyawa besi non heme serta enzim sitokrom oksidase untuk melangsungkan transfer elektron. Metabolisme Ototrof Bakteri yang tumbuh lambat dengan keberadaan senyawa anorganik (ion mineral) tanpa menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi disebut ototrof, kemotrof, kemoototrof atau kemolitotrof. Semua ototrof menggunakan CO2 sebagai sumber karbon, dan senyawa anorganik NH3, NO3-, atau N2 sebagai sumber nitrogen. Sumber energi mikroba ini berasal dari oksidasi senyawa anorganik tertentu yang tergantung dari mikrobanya (Tabel 3). Bakteri ototrof tidak dapat tumbuh di dalam media yang mengandung bahan organik, bahkan di dalam media mengandung agar yang digunakan sebagai pemadat media. Tabel 3. Reaksi oksidasi anorganik yang digunakan oleh bakteri ototrof sebagai sumber energi. Oksidasi Senyawa Anorganik Famili, Genus, Tipe Kemosintetis sebagai Sumber Energi Spesies Pewakil Pengoksidasi NH3 NH3 dioksidasi menjadi NO2 Nitrobacteriaceae (aerob) (Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrospira) Pengoksidasi NO2 NO2 dioksidasi menjadi NO3 Nitrobacteriaceae (aerob) (Nitrobacter, Nitrococcus) Pengoksidasi S2 dioksidasi menjadi SO4, dan Thiobacillus sulfur (aerob) dan Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+. thiooxidans Pengoksidasi besi Thiobacillus (aerob) ferrooxidans Ferrobacillus, Leptothrix Pengoksidasi S2O3 dioksidasi, NO3 direduksi Thiobacillus senyawa sulfur denitrificans dan pereduski NO3 (denitrifikasi) Sumber : http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/CliffsReviewTopic/Cellular-Respiration topicArticleId. Di antara mikroba ototrof, bakteri pengoksidasi sulfur atau bakteri pengoksidasi senyawa sulfur memperlihatkan metabolisme yang benar-benar ototrof. Senyawa sulfur yang dioksidasi adalah H2S, S2, dan S2O3. Thiobacillus ferrooxidans, mendapatkan energi untuk pertumbuhan dari oksidasi S atau ion Ferro (Fe2+), T. denitrificans, mendapatkan energi dari oksidasi S2O3 secara anaerob dengan menggunakan NO3- sebagai akseptor elektron terminal tunggal. T. denitrificans mereduksi NO3 menjadi N2 (gas) melalui proses biologis yang disebut denitrifikasi (Tabel 3). Semua bakteri ototrof mengasimilasi CO2 menjadi glukosa. Energi untuk proses biosintesis ini berasal dari oksidasi senyawa anorganik. Perlu diperhatikan bahwa metabolisme ototrof hanya dimiliki oleh bakteri. Fotosintesis Bakteri Sel mikroba prokaryotik (bakteri dan sianobakteri/cyanobacteria) memiliki tipe metabolisme fototrof (Tabel 4) sehingga mampu berfotosintesis. Seperti tanaman tinggi, fotosintesis memerlukan sinar matahari (foton cahaya) dan pigmen. Pigmen fotosintesis mikoba dibagi dalam dua kelompok: 1) pigmen pusat reaksi berupa klorofil dan 2) pigmen asesoris umumnya berupa karotenoid. Tipe fotosintesis bakteri dan sianobakteri dibedakan berdasarkan jenis senyawa yang berperan sebagai donor elektron (hidrogen) dalam mereduksi CO2 menjadi glukosa. Energi metabolisme fotosinsetis berasal dari sinar matahari. Organisme fototrof menggunakan glukosa yang disintesis di dalam sel sedangkan organisme heterotrof memerlukan glukosa yang disuplai dari substrat tempat tumbuhnya. Tabel 4. Karakteristik bakteri fototrof. Tipe Fotosintesis Bakteri Ungu (purple bacteria) Tipe Sulfur, bakteri fotolitotrof Tipe non sulfur, bakteri fotoorganotrof Bakteri hijau (Green bacteria) Bakteri fotolitotrof Sianobakteri (Cyanobacteria) Karakteristik Famili dan Genus Pewakil Chromatiaceae (Chromatium, Obligat fototrof, anaerob, Thiospirillum, H2S atau H2 berperan Thiosarcina, Thiocapsa) sebagai sumber H, memiliki granula S jika menggunakan H2S, bakterioklorofil a atau b Rhodospirillaceae (Rhodopseudomonas, Fakultatif fototrof Rhodospirillum, (memiliki mekanisme Rhodomicrobium) respirasi dan dapat tumbuh secara heterotrof), anaerob tapi toleran O2, memerlukan satu atu beberapa jenis vitamin B, sumber H berupa senyawa organik sederhana, bakterioklorofil a atau b Obligat fototrof, anaerob, Chlorobiaceae pigmen bakterioklorofil c (Chlorobium, dan d, memerlu-kan Chloropseudomonas) vitamin B12, S2 dideposit ekstrasel Fotosintesis oksigenik Anabaena azollae, sempurna seperti Nostoc tanaman tinggi Sumber : http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/CliffsReviewTopic/Cellular-Respiration topicArticleId. Fotosintesis Bakteri Ungu Bakteri ungu terdiri atas bakteri ungu belerang (Thiorhodaceae) dan bakteri ungu nonbelerang (Athiorhodaceae). Keduanya melakukan fotosintesis anoksigenik (tanpa melepaskan O2). Berbeda dengan fotosintesis tanaman tinggi, bakteri ungu hanya memiliki satu pusat reaksi dimana energi cahaya diterima oleh bakterioklorofil a atau b (P870). Bakteri ungu belerang menggunakan H2S (belerang) sebagai donor elektron dan CO2 sebagai sumber karbon sedangkan bakteri ungu nonbelerang tidak mampu memanfaatkan H2S sebagai donor elektron. Bakteri ungu nonbelerang disebut pula sebagai bakteri fotoorganotrof karena menggunakan bahan organik sebagai donor elektron (sumber H+). Substrat terbaik untuk Athirhodaceae adalah asam lemak rantai pendek: CO2 + 2CH3CHOHCH3 → (CH2O) + H2O + 2CH3COCH3 (energi dari cahaya) 2CH3COCH3 →- - - - - - → CoASH + (C4H6O2)n (melalui beberapa rekasi) (C4H6O2)n adalah poly-β-hydroxybutyrate yang berperan sebagai cadangan makanan. Meskipun demikian, Rhodopseudomonas dan Rhodobacter – anggota bakteri ungu nonbelerang – dapat menggunakan H2S sebagai donor elektron. Gambar 9. Transfer elektron pada fotosintesis bakteri ungu. Sumber : Purwoko (2007). Fotosintesis Bakteri Hijau (Bakteri Hijau Belerang) Bakteri hijau fototrof bersifat anaerob yang mengandung bakterioklorofil c atau d dan sejumlah kecil bakterioklorofil a (Moat & Foster, 1986). Bakteri ini menggunakan H2S dan/atau senyawa organik sebagai donor elektron. Reaksi kimia fotosintesis bakteri hijau yang menggunakan H2S atau tiosulfat sebagai donor electron, CO2 sebagai sumber karbon, dan cahaya sebagai sumber energi secara obligat anaerob adalah: CO2 + 2H2S → (CH2O) + H2O + 2S 2CO2 + Na2S2O3 + 3H2O → 2NaHSO4 (Fotoorganotrof) CO2 + 2H2 → (CH2O) + H2O Sama seperti pada bakteri ungu, tidak dihasilkan oksigen di akhir reaksi fotosintesis. Gambar 10. Transfer elektron pada fotsintesis bakteri hijau belerang. Sumber : Purwoko (2007). Fotosintesis Sianobakteri (Cyanobacteria) Sianobakteri berfotosintesis dengan “sempurna”, mereka memiliki fotosistem I (Pusat reaksi I, P700) dan II (Pusat reaksi II, P680) seperti halnya tanaman tinggi. Pigmen yang berperan di pusat reaksi I adalah klorofil a (P700) dan di pusat reaksi II adalah klorofil a dengan P680. Proses fotosintesis dapat berlangsung dengan dua cara (Gambar 11) yaitu non siklus yang melibatkan pusat reaksi I dan II dan siklus yang hanya melibatkan pusat reaksi I. Gambar 11. Transfer elektron pada sianobakteri. Sumber : Purwoko (2007). VII. Genetika dan Rekayasa Genetika Bakteri Genetika bakteri mempelajari pewarisan/penurunan dan keragaman sifat di antara generasi bakteri. Genetika bakteri banyak digunakan sebagai model dasar mekanisme genetika karena: 1. Bakteri dapat diperbanyak dengan cepat, sehingga sejumlah besar generasi dapat dipelajari dalam waktu singkat. 2. Populasi bakteri yang sama dapat dikulturkan dari satu induk sel untuk mempelajari homogenitas bakteri. 3. Dibandingkan dengan organisme eukaryotik, bakteri merupakan organisme sederhana, sehingga untuk karakterisasi gen. Gen Escherichia coli( K-12) telah dikarakterisasi dan memiliki satu kromosom yang mengandung 4268 gen. Sel manusia memiliki 46 kromosom dan 30.000 gen. 4. Materi genetik bakteri siap ditransfer dari satu sel ke sel lainnya sehingga fungsi gen dapat diteliti. Kromosom – Gen – Deoxyribonucleic Acid (DNA) Unit keturunan yang diwariskan induk pada turunannya disebut gen. Gen terdiri dari DNA. Pada bakteri (sel prokaryotik), informasi genetik (gen) disimpan di dalam DNA pada: 1) kromosom dan 2) Plasmid (DNA ekstra kromosom). Ukuran kromosom bakteri 1000 kali lebih dari panjang sel yang menempati 1/10 isi sel. Pada bakteri, molekul yang panjang ini dikemas sebagai supercoil. Plasmid Plasmid adalah elemen genetik bakteri berbentuk lingkaran tertutup yang terdapat di luar kromosom (extra chromosomal genetic material), berukuran lebih kecil daripada kromosom, plasmid bereplikasi secara mandiri tanpa tergantung dari kromosom. Replikasi ini diatur oleh sekuen yang disebut Ori (Origin of Replication). Plasmid juga dapat berintegrasi dengan sel inang, dan ini menjadi dasar dari rekayasa genetika melalui transfer gen suatu bakteri ke organimse lainnya. DNA Deoxyribonucleic Acid DNA menyimpan informasi genetik spesifik yang menentukan karakteristik organisme. Perbedaan biologis (fenotip) antar organisme disebabkan oleh perbedaan informasi yang disandikan dalam DNA. DNA adalah molekul panjang dua untai yang saling membelit (double stranded) (Watson &Crick, 1952), yang tersusun dari empat jenis nukleotida, gula pentosa dan molekul fosfat. Struktur DNA terdiri dari: Gula pentosa, Molekul fosfat dan nukleotida yang mengandung salah satu dari empat basa: adenin (A), timin (T), guanin (G), dan sitosin (S, dalam gambar C = cytosin). Tabel 5. Komposisi nukleotida berbagai organisme. Organisme Manusia Kambing Ragi E. Coli Staphylococcus aureus A (%) 30.9 29.3 31.3 24.7 30.8 G (%) 19.9 21.4 18.7 26.0 21.0 T (%) 19.8 21.0 17.1 25.7 19.0 C (%) 29.4 28.3 32.9 23.6 29.2 Tugas biologis DNA: 1) Menyimpan informasi genetik; DNA adalah cetak biru milik sel dan mengandung semua informasi yang diperlukan untuk menghasilkan dan memelihara organisme tertentu; 2) Pewarisan keturunan; Informasi genetik diturunkan ke seluruh turunan organisme dengan tepat. DNA direplikasi saat akan ditranskripsi menjadi Ribonucleic acid dan selanjutnya ditranslasi menjadi protein. Ekspresi Pesan Genetik Informasi yang disimpan di DNA diterjemahkan dan digunakan untuk mengarahkan jenis protein (termasuk enzim) yang dibuat sel. Protein ini mengatur aktivitas seluler dan menentukan karakteristik sel. Pada saat sel membelah, sebuah sel menggandakan DNA dengan tepat. Satu DNA dikonservasi di dalam sel lama dan satu DNA diturunkan pada sel baru. Proses replikasi semikonservatif ini disebut Replikasi DNA. Ringkasan replikasi DNA dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Sintesis Protein Protein disintesis melalui proses translasi dalam sel. Gambaran proses tramslasi dalam sel yang menghasilkan protein dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Struktur RNA Struktur RNA dicirikan adanya Urasil sebagai hasil transkripsi nukleotida Timin (lihat gambar di bawah ini). Jenis RNA yang Berperan dalam Sintesis Protein Fungsi DNA adalah menyimpan kode genetik, untuk menerjemahkan informasi di dalam DNA menjadi protein. Diperlukan beberapa jenis RNA: 1. messengerRNA (mRNA): membawa informasi genetik dari DNA keluar dari inti sel menuju sitoplasma untuk sintesis protein. 2. transferRNA (tRNA): mengkode informasi di dalam mRNA. 3. ribosomRNA (rRNA); menyusun 50% ribosom (gabungan molekul yang berperan dalam sintesis protein). 4. catalyticRNA: mengkatalisis sejumlah reaksi di dalam sitoplasma sel (berperan seperti enzim). 5. small Nuclear RNA (snRNA): memiliki sejumlah peran di dalam pembentukan RNA lainnya. 6. small Nucleolar RNA (snoRNA): terdapat lebih dari 100 snoRNA di dalam anak inti, berperan dalam pembuatan ribosom. Gambaran proses transkripsi dalam sel dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Tabel 6. 64 kemungkinan codon yang terbentuk dari proses transkripsi. Basa Kedua U U C Basa kesatu A G C A G UUU Phenylalanine UCU Serine UAU Tyrosine UGU Cysteine UUC UCC Serine UAC Tyrosine UGC Cysteine Phenylalanine UCA Serine UAA Ochre Stop UGA Opal Stop UUA Leucine UCG Serine UAG Amber Stop UGG Tryptophan UUG Leucine CUU Leucine CCU Proline CAU Histidine CGU Arginine CUC Leucine CCC Proline CAC Histidine CGC Arginine CUA Leucine CCA Proline CAA Glutamine CGA Arginine CUG Leucine CCG Proline CAG Glutamine CGG Arginine ACU Threonine AUU Isoleucine ACC AAU Asparagine AGU Serine AUC Isoleucine Threonine AAC Asparagine AGC Serine AUA Isoleucine ACA AAA Lysine AGA Arginine 1AUG Methionine Threonine AAG Lysine AGG Arginine ACG Threonine GUU Valine GCU Alanine GAU Aspartic acid GGU Glycine GUC Valine GCC Alanine GAC Aspartic acid GGC Glycine GUA Valine GCA Alanine GAA Glutamic acid GGA Glycine GUG Valine GCG Alanine GAG Glutamic acid GGG Glycine Mutasi Mutasi adalah perubahan genom yang diturunkan. Mutasi spontan jarang terjadi pada bakteri. Beberapa mutasi menyebabkan perubahan karakteristik fenotip. Pada genetika mikroba, organisme acuan disebut strain tipe liar (wild-type strains), dan turunannya yang mengalami mutasi disebut mutan. Jenis Mutasi Mutasi titik (point mutation): penggantian satu jenis nukleotida oleh nukleotida lainnya. Gambaran secara molekuler mutasi titik dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Mutasi pergeseran kerangka (frame-shift mutation): kehilangan atau penambahan satu atau dua nukleotida yang akan menggeser kerangka baca sehingga pesan tidak ditranskripsi dengan tepat. Delesi: kehilangan suatu bagian besar gen. Mutasi nonsense: substitusi suatu nukleotida untuk nukleotida lainnya tetapi tidak mengubah asam amino yang disintesis. Mutasi missense: substitusi nukleotida untuk nukleotida lainnya dan mengubah asam amino yang disintesis. Pertukaran Informasi Genetik (Transfer Gen) Interaksi genetik antar mikroba memungkinkan terjadinya evolusi genom yang lebih cepat daripada yang disebabkan oleh mutasi. Proses ini merupakan proses seksual. Perubahan informasi genetik atau susunan genom berperan penting dalam bidang medis, pertanian, dll. Transformasi, transduksi dan konyugasi adalah proses seksual untuk memasukan DNA donor ke dalam plasmid bakteri penerima. Mekanisme Transfer Gen Antar Bakteri Transformasi; Transfer informasi genetik oleh DNA ekstraseluler yang berasal dari bakteri donor (pemindahan DNA bebas-sel dari satu sel ke sel yang lain). Transduksi; Transfer gen yang dimediasi oleh virus (pemindahan gen dari satu sel ke sel lain oleh bakteriofage). Konyugasi; Sejumlah bakteri mampu melekat ke sel bakteri lain dan mentransfer materi genetik (pemindahan gen antara sel-sel yang kontak secara fisik). Gambar 12. Mekanisme transfer gen antar bakteri. DNA Rekombinan DNA Rekombinan merupakan teknik dalam bioteknologi yang sangat penting saat ini. Prinsip dari teknologi ini adalah memanfaatkan kode genetik yang bersifat universal, sehingga gen dari satu organisme dapat dipindah atau dialihfungsikan ke organisme lain dengan cara mengintegrasikan dengan gen-gen organisme target. Mikroorganisme, termasuk bakteri telah dijadikan traget untuk memproduksi protein dari organisme lain. Demikian juga gen-gen dari bakteri telah dimanfaatkan untuk pengendalian hama penyakit yang disebabkan oleh leppidoptera pada tanaman jagung, kapas. Gen anti hama ini diambil dari Bacilus thuringiensis. Berbagi teknik diperlukan untuk mendukung penerapan teknologi DNA rekombinan. Pustaka Acuan Claverie, J.M.2001. GENE NUMBER: What If There Are Only 30,000 Human Genes?. Science 16 February 2001: ol. 291. no. 5507, pp. 1255 – 1257. DOI:10.1126/science.1058969 Mc. Kane L and J. Kandel. 1996. Microbiology: Essentials and Applications. Int. Ed. McGraw Hill, Inc. New York. Pelczar, M.J.,E.C.S. Chan and N.R. Krieg. 1993. Microbiology: Concepts and Applications. McGraw Hill, Inc. New York. Pelczar MJ, Chan ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press. Schlegel HG. 1986. General Microbiology. Cambridge: Cambridge University Press. Purohit, S.S. 2003. Agricultural Biotechnology. Agrobios. India Tate RL. 2000. Soil Microbiology. Canada: John Wiley & Sons. Watson, J. D. 2003. Genes, Girls, and Gamow: After the Double Helix. New York: Vintage. p. 118. ISBN 978-0-375-72715-3. OCLC 5133895 BAB – 3A EKOLOGI DAN FISIOLOGI JAMUR Peta Konsep/kompetensi Mengidentifikasi Jamur Karakeristik Makroskopis (koloni) Karakteristik Mikroskopis Menentukan genus jamur Klasifikasi Reproduksi Siklus hidup Peranan Pendahuluan Jamur atau cendawan adalah mikroorganisme yang sel-selnya berinti sejati (eukariotik), biasanya berbentuk benang, bercabang-cabang, tidak berkhlorofil, dinding selnya mengandung kitin, selulosa atau kedua-duanya, merupakan organisme heterotrof yang mendapatkan nutrisi dengan cara absorsi dan bereproduksi secara seksual atau aseksual dengan spora (Alexophoulos e al., 1996). Jamur mempunyai jenis yang sangat beragam. Di dunia diduga terdapat sekitar 1.5 juta jenis jamur, namun hanya 74.000- 120.000 yang telah teridentifikasi. Sementara itu, Scmidt dan Muller (dalam Hawksworth & Muller, 2005) menduga bahwa terdapat sedikitnya 600.000 spesies jamur. Jamur dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting, baik peranan yang menguntungkan maupun yang merugikan. Sebagian besar jamur hidup sebagai saprofit yaitu hidup di sisa-sisa tanaman yang membantu juga dalam proses dekomposisi. Jamur juga dapat dimanfaatkan manusia antara lain untuk proses fermentasi, penghasil antibiotik, sumber makanan (konsumsi), agen biokontrol organism pengganggu tanaman, agen penginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen, perangsang pertumbuhan tanaman (Plant Growth Promoting Fungi), sebagai pupuk hayati, dan agen bioremediasi senyawa-senyawa toksik. Walaupun banyak yang menguntungkan, jamur juga dapat merugikan manusia. Lebih kurang 50 species menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan dan lebih dari 10.000 species jamur dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Jamur juga dapat menyebabkan kerusakan pada makanan dan bahan makanan yang disimpan, penghasil racun (mikotoksin) yang berbahaya bagi manusia misalnya aflatoksin dsb. Modul ini membahas karakteristik jamur, prinsip klasifikasinya, cara reproduksi, ekologi dan peranannya dalam bidang pertanian. Materi dalam modul diambil dari berbagai referensi acuan diantaranya Alexophoulos et al.( 1996), Agrios (2007), dan Semangun (2004). Morfologi Jamur Jamur memiliki bagian vegetatif yang disebut hifa yaitu berupa benang-benang halus, bersekat atau tidak bersekat, selnya berinti satu (monokariotik) atau berinti dua (dikariotik). Pada umumnya hifa memiliki tebal sekitar 0,5 – 100 µm. Kumpulan dari benang-benang hifa disebut miselium. Jamur tertentu tidak membentuk hifa melainkan sel-sel tunggal yang terkadang membentuk untaian sehingga seperti hifa (pseudohifa), misalnya pada khamir/yeast. Ada beberapa spesies jamur yang mempunyai sifat dimorphisme yaitu dapat berbentuk sel tunggal maupun hifa. Pada umumnya sel-sel jamur tidak berwarna (hialin). Jika berwarna, sel tersebut mempunyai pigmen yang menyebabkan warna kelam mirip dengan melanin yang kebanyakan terikat pada dinding sel. Dinding sel jamur mengandung chitin dan glucans sebagai komponen dari kerangka dinding sel serta polisacharida dan glycoprotein sebagai matriks pengisinya. Berdasarkan ada tidaknya sekat dan jumlah sel yang menyusun hifa, miselium dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : 1. Hifa senositik (coenocytic) yaitu hifa yang mengandung banyak inti dan tidak mempunyai sekat melintang, jadi hifa berbentuk satu tabung halus yang mengandung protoplast dengan banyak inti. Jamur yang mempunyai hifa senositik dianggap jamur tingat rendah, yaitu kelompok Chytridiomycota dan Zygomycota. 2. Hifa seluler (celuller), yaitu hifa yang memiliki sekat (septa) terdiri dari banyak sel yang masing-masing sel mempunyai satu atau dua inti. Jamur yang mempunyai hifa seluler dianggap jamur tingkat tinggi, yaitu kelompok Ascomycota (termasuk fase aseksualnya: Deuteromycetes) dan Basidiomycota. Pada umumnya pertumbuhan hifa memanjang melalui pembentukan sel-sel baru yang terjadi pada bagian terminal/ujung dari hifa. Namun demikian, seluruh bagian dari jamur pada dasarnya berpotensi untuk ditumbuhkan. Pada substrat yang padat, pertumbuhan jamur yang bersekat biasanya akan memanjang karena pembentukan sel-sel baru pada ujunganya sehingga bagian pada ujung koloni adalah yang paling muda. Pada koloni hifa yang tidak bersekat, bagian yang paling muda justru ada pada bagian yang paling dekat potongan biakan awal atau perkecambahan spora ketika jamur tersebut mulai tumbuh. Dalam perkembangan hidupnya hifa-hifa jamur dapat membentuk berbagai struktur khusus yang mempunyai fungsi tertentu, antara lain : 1. Organ yang berkaitan dengan infeksi jamur pada inang yaitu berupa: - apresorium : alat untuk menempel pada permukaan jaringan inang - haustorium : hifa yang bercabang-cabang dan berfungsi sebagai alat mengabsorpsi nutrisi dari jaringan inangnya 2. Organ yang berfungsi sebagai alat tahan dari lingkungan yang ekstrim atau tidak menguntungkan bagi pertumbuhan jamur. - Khlamidospora: spora tahan yang berasal dari sel hifa yang membesar dan dindingnya menebal - Rhizomorf : alat tahan yang bentuknya memanjang seperti tali sepatu atau akar, yang berasal dari sekumpulan hifa yang bersatu, dan memadat sehingga terbentuk satu unit organ yang ujungnya masih dapat tumbuh memanjang (sampai beberapa meter) - Sklerotium : alat tahan yang bentuknya membulat, berasal dari bersatunya sekumpulan hifa yang kemudian akan saling berkait dan memadat 3. Organ yang berhubungan dengan reproduksi baik seksual maupun aseksual - konidiofor, sporangiofor : ujung hifa yang akan membentuk sporangium atau konidia - stromata : organ yang bentuknya seperti bantalan yang nantinya sebagai tempat terbetuknya badan buah Apresorium Chlamidospora Rhizomorph Scleroia Gambar 1. Berbagai alat/organ yang terbenuk dari perkembangan hifa (Sumber: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0065266006570038;http://eswaribi otech.webs.com/fungi.htm; http://www.apsnet.org/edcenter/illglossary/). Prinsip-prinsip dalam Klasifikasi Jamur Klasifikasi jamur merupakan penggolongan jamur berdasarkan kesamaan karakteristik yang ada. Tujuan dari klasifikasi adalah pertama untuk memberi nama suatu organisme berdasarkan suatu sistem yang diterima secara internasional sehingga dapat dikomunikasikan dengan pihak lain; yang kedua, untuk memberi gambaran konsep tentang hubungan jamur dengan jamur dan jamur dengan organisme yang lain (Alexopoulos & Mims, 1988). Secara umum jamur dikelompokkan ke dalam kategori-kategori sebagai berikut: Kingdom Divisi/Filum : mycota Sub divisi : mycotina Kelas : mycetes Sub Kelas : mycetidae Ordo : ales Famili : aceae Genus Spesies Nama Spesies adalah nama latin dengan sistem binomial, dimana kata pertama adalah kata benda yang menunjukkan genus, sedangkan kata kedua biasanya adalah kata sifat yang mengambarkan kata benda sebelumnya. Pada jamur patogen, spesies terkadang dikelompokkan lagi berdasarkan kisaran inang (variety: var. atau forma spesies : f. sp.) misalnya Puccinia graminis f. sp. tritici atau P. graminis tritici. Pengelompokkan juga dapat didasarkan pada perbedaan varietas tanaman inang yaitu pengelompokkan ke dalam “ras” atau perbedaan tempat asal populasi sehingga disebut “ isolat” dan perbedaan klon populasi “ biotipe”. Klasifikasi merupakan sesuatu yang dinamis, yang dapat berubah atau berbeda tergantung perbedaan interpretasi para ahli mikologi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Suatu nama organisme pun dapat berubah sejalan dengan perkembangan pengetahuan tentang karakteristiknya. Klasifikasi klasik pada umumnya lebih mendasarkan pada karakteristik morfologi serta bagaimana pembentukan spora asexual dan sexual, maupun karakteristik hifa dan koloni. Namun, sejalan dengan perkembangan dalam bidang biologi molekular, karakteristik protein dan asam nukleat (misalnya DNA sequence) merupakan dasar penggolongan yang lebih kuat dari hanya sekedar kesamaan morfologi. Sebagian besar sistem klasifikasi jamur lebih didasarkan pada bentuk morfologi serta sifat reproduksi dari jamur. Namun demikian, analisa secara molekuler menunjukan bahwa pengelompokan berdasarkan morfologi tersebut ternyata menunjukkan banyak variasi pada struktur asam nukleatnya atau bersifat polyphyletic, sehingga beberapa spesies atau kelompok mungkin harus dipindahkan ke kelompok lain atau terbagi lagi menjadi kelompok lebih kecil yang mempunyai kesamaan asam nukleat/clade. Dari kajian molekuler biologi juga ada beberapa perubahan mendasar pada klasifikasi jamur. Organisme yang sebelumnya dianggap termasuk Kingdom Jamur (Mycetae), sekarang digolongkan pada Kingdom Protista (misalnya: Plasmodiophoromycetes) atau Kingdom Straminophyla (misalnya: Oomycetes). Kedua golongan kemudian dianggap organismne yang mirip dengan jamur (fungal like organisms) atau pseudofungi. Sebaliknya, Chytridiomycota yang pernah dimasukkan ke dalam Kingdom Protista, ternyata merupakan cikal bakal dari golongan jamur sejati (true fungi) yang lain. Selain berdasarkan perbedaan pada asam nukleatnya, karakteristik lain yang membedakan antara Pseudofungi (Kingdom Protista, Stramenopila) dengan Jamur sejati adalah: 1. stadia vegetative a. pseudofungi; stadia vegetatifnya berupa plasmodium dan tidak berdinding sel b. jamur sejati; stadia vegetatifnya berdinding sel 2. Dinding sel a. Pseudofungi; dinding sel mengandung selulosa, zoospore(jika terbentuk) heterokont (berflagel 2) tipe whiplash dan tinsel b. Jamur sejati: dinding sel mengandung kitin dan glukan, zoozpora (jika ada) isokont (berflagel1) posterior, tipe whiplash. Perbedaan dan persamaan karakteristik dari Phylum organisme yang mirip jamur dan jamur sejati secara garis besar dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 1. Perbandingan antar Phylum pada jamur dan organisme mirip jamur/pseudofungi. Habitat Thalus Jumlah khromosom dalam thalus Konponen utama dinding sel Stadia bergerak Reproduksi aseksual Reproduksi Sexual Protista/ Protoctista Plasmodiphoro mycota Air plasmodium Stramenopila/ Chromista Oomycota Fungi Air Hifa senositik Air dan darat Pseudomiselium, Rhizoid darat Hifa senositik, ada yang mempunyai rhizoid, stolon darat Hifa bersekat, beberapa bersel 1 Haploid Diploid Diploid haploid haploid Tidak berdinding sel Zoospore 2 anterior flagel, tdk sama panjang, wiplash Zoospora sekunder dalam sporangia Selulosa, glucan Chitin Chitin/chitosan Chitin/glucan Chitin/glucan Zoospore 2 flagel, 1 anterior tinsel, 1 posterior wiplash Zoospore 1 flagel, posterior, whiplash Tidak ada Tidak ada Tidak ada Zoospore dalam sporangia Holocarpic (seluruh thalus membentuk spora tahan atau sporangium yg berisi zoospora) Sporangiospora dalam sporangia, klamidospora Pembentukan tunas, fragmentasi hifa, oidia, konidia Spora tahan hasil fusi planogamet kontak antheridium dan oogonium Oospora Konidia pada konidiofor tanpa atau dalam badan buah, pembentukan tunas (yeast) Antheridium kontak dengan ascogonium melalui buluh fertilisasi askospora dalam askus Chtrydiomycota Zygomycota Isogametangium melakukan kopulasi/fusi zigospora Ascomycota Basidiomycota darat Hifa bersekat Mempunyai 3 jenis hifa : primer, sekunder, tersier Dikariotik, haploid Basidiospora pada basidium Chytridiomycota Karakteristik umum Anggota dari Phylum ini sering disebut sebagai Chytrids. Jamur ini dapat ditemukan pada air dan tanah, beberapa spesies sebagai parasit algae dan tanaman. Sifat, struktur thallus dan alat reproduksi pada Chytridiomycota sangat bervariasi. Beberapa spesies dengan struktur yang lebih kompleks bersifat epibiotik yaitu memproduksi organ reproduksi di atas permukaan jaringan inang, tetapi organ penyerap makanannya ada di dalam jaringan inang. Beberapa anngota Chtridiomycota mempunyai bentuk yang sangat sederhana yaitu bersel satu, pada awal perkembangannya mungkin tidak mempunyai dinding sel, tidak membentuk miselium, namun akan membentuk diniding sel pada saat dewasa, serta bersifat endobiotik yaitu hidup dalam sel inangnya. Pada spesies yang lebih berkembang, biasanya bersifat epibiotik (hidup di luar jaringan inang) dan terbentuk rhizoid yang berfungsi untuk melekat pada substrat tempat hidupnya dan juga sebagai alat untuk absorpsi makanan. Pada spesies tertentu, rhizoidnya bercabang-cabang sehingga berbentuk seperti miselium. Spesies yang lebih kompleks, thalusnya berbentuk hifa/miselia yang tidak bersekat atau bersekat palsu (pseudoseptum, karena komposisi senyawa kimianya berbeda dengan sekat biasa). Beberapa spesies bersifat holokarpik yaitu seluruh thalusnya berubah menjadi alat reproduksi, tetapi sebagian yang lain bersifat eukarpik yaitu hanya sebagain dari thalusnya berubah menjadi alat reproduksi. Pada spesies yang bersifat eukarpik, rhizoid merupakan bagian penting dari thallus. Jika pada suatu rhizoid hanya terbentuk satu organ reproduksi, thallus dianggap bersifat monosentrik, tetapi jika membentuk lebih dari satu organ reproduksi maka diseabut polisentrik. A Holocarpic B Eucarpic Sumber:http://bugs.bio.usyd.edu.au/learning/resources/Mycology/Animal_Interactions/symbiont sCommensals/GITfungi.shtml;http://bama.ua.edu/. Reproduksi Reproduksi aseksual. Reproduksi aseksualnya dengan membentuk sporangium yang di dalamnya akan terbentuk zoospora. Setelah keluar dari sporangium zoospore akan berenang- renang beberapa saat dan akhirnya encyst, pada saat ini biasanya flagelnya akan hilang. Setelah beristirahat beberapa lama, cyst akan berkecambah. Struktur zoospore merupakan sifat penting untuk klasifikasi Chytridiomycetes. Reproduksi seksual. Reproduksi seksual pada Chytridiomycota dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: 1. Kopulasi planogamet. Cara ini dapat dibedakan dua tipe, tergantung dari ukuran gametnya. a. konjugasi planogamet yang isogami, yaitu perkawinan antara dua buah gamet bergerak/motile yang secara morfologi serupa, tetapi secara fisiologi berbeda, dan menghasilkan zigot bergerak. Gamet dari satu sporangium biasanya tidak dapat melakukan fusi. Contoh spesies yang melakukan cara perkawinan ini adalah Olpidium viciae dan Synchytrium endobioticum. b. konjugasi planogamet yang anisogami, yaitu perkawinan antara dua buah gamet bergerak yang ukurannnya tidak sama (yang satu lebih besar dari yang lain). Beberapa spesies yang melakukan cara ini adalah dari Ordo Blastocladiales. 2. Fertilisasi gamet betina yang tidak bergerak (telur) oleh gamet jantan yang bergerak (antherozoid). Gamet jantan dilepaskan dari gametangia jantan (antheridia), di dalam air mereka akan bergerak-gerak dan beberapa diantaranya bertemu dengan gametangium betina. Salah satu dari gamet jantan akan masuk ke dalam gametangium betina dan akan mengawini sel telur yang ada di dalmnya. Cara ini dilakukan oleh Ordo Monoblepharidales. 3. Kopulasi gametangium. Cara ini dilakukan dengan pemindahan seluruh protoplas dari satu gametangium ke gametangium yang lain. 4. Somatogami. Dilakukan antara benang/filament yang berhizoid, sebelum terbentunya spora istirahat. Peranan Contoh genus yang mempunyai peranan pening dalam bidang peranian: - Synchitrium endobioticum patogen penyebab kutil hitam (black warts) pada umbi kentang. - Synchitrium psophocarphi: karat palsu pada kecipir - Olpidium brassicae : vektor big vein viruspada lettuce (slada) - Physoderma maydis : brown spot jagung Zygomycota Karakteristik umum Karakteristik yang membedakan Phylum/Divisi ini dengan yang lain adalah adanya spora seksual berupa zygospore/zigospora. Jamur membentuk hifa yang tidak bersekat/senositik, sehingga dulu dianggap sebagai jamur tingkat rendah. Spora aseksualnya berupa sporangiospora yang terbentuk dalam sporangium, serta klamidospora. Berbeda dengan Oomycota maupun Chytridiomycota yang sporangiumnya dapat membentuk zoospora (spora yang dapat bergerak), Zygomycota membentuk sporangium yang di dalamnya berisi sporangiospora yang tidak dapat bergerak. Sebelumnya, Zygomycota klas Zygomycetes mempunyai beberapa ordo diantaranya Mucorales dan Endogonales/Glomales (banyak diantara genusnya merupakan jamur mikoriza misalnya Glomus, Gigaspora, Endogone). Namun demikian, pada klasifikasi yang baru, Glomales membentuk divisi/phylum baru yaiu Glomeromycota. Oleh karena itu, yang dibahas dalam modul ini lebih banyak pada Mucorales. Reproduksi Reproduksi aseksual. Spora aseksual pada Zygomycetes terutama dari ordo Mucorales berupa sporangiospora yang dihasilkan dalam sporangium. Sporangium terbentuk pada ujung tangkai yang disebut sporangiofor. Sporangifor ada yang bercabang (misalnya pada Mucor) atau tidak bercabang (misalnya Rhizopus), tergantung spesies. Bentuk sporangium juga bervariasi tergantung dari spesies. Berdasarkan bentuknya, sporangium dibedakan menjadi : - sporangium : ukurannya relatif besar, bentuknya pada umumnya bulat, mempunyai kolumela dan menghasilkan banyak spora - Sporangiolum/sporangiola : ukurannya lebih kecil, tidak mempunyai kolumela dan hanya mengahasilkan beberapa atau bahkan satu spora. Pada spesies tertentu sporangiola berbentuk silindris disebut “merosporangium” (Sumber: e-dok.rm.dk). Reproduksi seksual. Beberapa genus ada yang bersifat homothalik dan beberapa yang lain bersifat heterothalik (hifa bersifat – atau +). Detail proses reproduksi seksual mungkin akan bervariasi, tergantung spesies, tetapi secara garis besarnya adalah sebagai berikut : Pada sebagian besar jamur Zigomycota akan membentuk zygophore/zigofor pada ujung hifa. Dua zigofor akan melakukan fusi dan ujung keduanya akan membesar, sehingga terbentuk progametangium. Pada masing-masing progametangium terbentuk sekat sehingga progematangium terbagi menjadi dua sel yaitu gametangium dan sel suspensor (sel pendukung). Dinding yang membatasi kedua progametangium akhirnya melebur (plasmogami), dilanjutkan dengan bersatunya inti (kariogami) sehingga terbentuklah zygosporangium yang akan membesar, dindingnya menebal dan berlapis-lapis. Di dalam zygosporangium terbentuk zygospora. Zygosporangium yang berasal dari hifa yang sejenis (secara parthenogenesis) sering disebut azygospora. (Sumber:http://www.cartage.org.lb/en/themes/sciences/botanicalsciences/majordivisions/kingdo mfungi/Fungi/Fungi.htm). Peranan Contoh Genus/spesies yang berperan dalam bidang peranian: - Rhizophus: mirip sekali dengan Mucor, tetapi mempunyai rhizoid, stolon dan sporangiofor tidak bercabang - beberapa spesies dapat digunakan dalam pembuatan tempe - R. oryzae : dapat digunakan untuk fermetasi alcohol - R. sinensis, R. stolonifer, R. oryzae, untuk membuat asam laktat - R. stolonifer/nigricans : penyakit buluk atau busuk lunak - Mucor : tidak mempunyai rhizoid, stolon, pada spesies tertentu sporangiofornya bercabang - beberapa spesies digunakan untuk pembuatan sufu/tahu cina - beberapa spesies dapat menimbulkan penyakit pada manusia - Choanephora cucurbitarum : pathogen pada Cucurbitaceae - Cunninghamella : beberapa spesies berpotensi sebagai agen biokontrol jamur patogen Ascomycota Karakterisik umum Karakteristik terpenting kelompok ini adalah adanya spora seksual yang disebut askospora yang terbentuk di dalam suatu kantong (sac) yang disebut askus. Ascomycota pada umumnya mempunyai dua tahap reproduksi yaitu stadium seksual atau tahap askus (teleomorph/perfect stage) dan tahap aseksual atau tahap konidia (anamorph/imperfect stage). Ascomycota termasuk jamur tingkat tinggi yaitu thalusnya berupa hifa bersekat dengan sekat yang bertipe centrum. Sekat berasal dari pinggiran hifa kemudian berkembang ke tengah dan membentuk lubang kecil/pori di tengah-tengah sekat. Miseliumnya seringkali berkembang membentuk jaringan yang disebut plectenchyma. Jika jaringan tersebut terdiri dari jalinan hifa yang agak longgar, maka disebut prosencyma. Sedangkan jika jalinannya kuat dan rapat sehingga seperti jaringan parenkim pada tanaman maka disebut pseudoparenchyma. Kedua jenis jaringan tersebut nantinya akan berperan dalam pembentukan badan buah. Ada beberapa anggota Ascomycota yang tidak mempunyai miselum, tetapi mempunyai thalus yang bersel satu (misalnya pada ragi/yeast) atau sel-selnya membentuk rantai sehingga menyerupai miselium, disebut pseudomiselium. Ada pula beberapa spesies yang mempunyai kemampuan dimorphism yaitu pada kondisi tertentu mempunyai thalus bersel satu, tetapi pada kondisi lain, dapat membentuk miselium. Reproduksi Reproduksi aseksual Perkembang biakan secara aseksual pada Ascomycota dapat dilakukan dengan berbagai cara antara tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Cara reproduksi aseksualnya antara lain : - Pembelahan sel - Pembentukan tunas/ budding. Pada sel akan terbentuk tunas yang akan membesar dan akhirnya akan terpisah dari sel induknya ketika sudah matang. Spora yang terbentuk disebut blastospora (blastos: tunas). Cara ini biasanya dilakukan oleh yeast dan beberapa anggota Ascomycota yang lain. - Fragmentasi hifa. Hifa akan terpotong-potong menjadi sel-sel yang berperan sebagai spora yang disebut arthrospora. - Chlamidospora. Spora tahan yang terbentuk dari sel pada ujung hifa (terminal) atau tengah hifa (interkalar) membesar dan dinding selnya menebal - Pembentukan konidia. Konidia biasanya erbenuk pada ujung hifa yang disebut konidifor. Konidiofor dapat dibentuk tersebar bebas satu sama lain, tetapi dapat pula dibentuk sangat rapat dan teratur pada atau di dalam badan tertentu yang disebut badan buah. Macam-macam badan buah atau tempat terbentuknya konidiofor dan konidia antara lain : - sinemata (sinema, kalau banyak): yaitu kumpulan konidiofor yang terjalin kuat pada bagian dasarnya sehingga berbentuk seperti menara. Konidia dapat terbentuk sepanjang sinema atau pada ujungnya saja - sporodokium (sporodokia jika banyak) : yaitu stroma (kumpulan hifa tempat terbentuknya organ reproduksi) yang menonjol sehingga seperti bantalan, di mana diatasnya terbentuk konidiofor-konidiofor yang rapat serta konidia - aservulus (aservuli) yaitu badan buah tempat terbentuknya konidiofor yang berbentuk seperti cawan - piknidium (piknidia) : yaitu badan buah tempat terbentuknya konidiofor yang berbentuk seperti botol atau bulat dengan lubang tempat pengeluaran konidia (ostiol) pada ujungnya Piknidium Gambar Sinemata * Aservulus Sporodokium 2. Bentuk-bentuk badan buah penghasil konidia (Alexophoulos 1996).http://www.apsnet.org/edcenter/illglossary/Pages/S-V.aspx. et al., Reproduksi seksual. Perkembang biakan secara seksual pada Ascomycota dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut ini, tergantung dari spesiesnya: - Kopulasi gametangia. Dua gametangia yang serupa mengadakan kontak pada bagian ujungnya atau saling membelit dan melakukan fusi sehingga terjadi plasmogami yang langsung diikuti kariogami. Pada yeast/ragi, selnya dapat berperan sebagai gametangia yang akan mengadakan fusi sehingga membentuk zigot bersel satu yang langsung menjadi askus. - Kontak gametangia. Beberapa spesies membentuk gametangia yang berbeda bentuknya. Gametangium jantan (antheridium) biasanya lebih kecil daripada gametangium betina (ascogonium). Proses perkawinan secara detail akan di bahas kemudian. - Spermatisasi. Beberapa spesies tidak membentuk antheridia, sehingga inti jantan akan menjangkau ascogonia melalui spermatia, microconidia atau conidia. Spermatia yaitu sel kelamin jantan yang berbetuk bulat atau persegi panjang akan terlepas dari spermatiofor (hifa yang membentuk spermatia), kemudian akan disebarkan oleh angin, air atau serangga. Spermatia yang telah menempel pada hifa reseptif (dapat berupa hifa somatic atau trichogen) akan memasukkan isi selnya ke dalam hifa reseptif tersebut. Inti spermatia kemudian masuk ke dalam askogonium melalui pori-pori pada sekat. - Somatogami. Pada beberapa anggota Ascomycota, reproduksi seksualnya dilakukan dengan fusi dua buah miselia yang kompatibel (sesuai). Inti (berfingsi sebagai sel kelamin jantan) akan bergerak menuju asoconium melalui lubang/pori pada sekat. Walaupun siklus hidup pada individu Ascomycota bervariasi tergantung spesies, namun secara umum siklusnya dapat dirangkum sebagai berikut: Dalam perkembangannya miselium dapat membentuk konidiofor yang akan menghasilkan konidia yang biasanya berinti banyak. Apabila lingkungan mendukung konidia akan berkecambah membentuk buluh kecambah yang akan tumbuh menjadi miselium. Selain membentuk konidiofor, apabila lingkungan mendukung miselium dapat terdiferensiasi membentuk ascogonium yang bersel satu atau banyak, tergantung spesies dan juga anteridium yang berinti banyak. Inti anteridium yang berfungsi sebagai inti jantan akan masuk ke dalam ascogonium melalui beberapa cara seperti yang telah disebutkan di atas. Secara umum, inti anteridium akan masuk ke dalam askogonium melalui trikogen. Di dalam askogonium inti ascogonium (sel kelamin betina) dan inti anteridium (sel kelamin jantan) akan berpasang-pasangan. Dari askogonium kemudian akan terbentuk hifa askogen dan pasangan-pasangan inti yang ada akan masuk ke dalam hifa tersebut. Setiap pasangan ini akan dibatasi oleh sekat, sehingga setiap sel pada hifa askogen akan berinti dua. Setiap sel yang berinti dua tersebut dapat memanjang dan membengkak membentuk seperti kait yang disebut crozier. Masing-masing inti akan membelah sehingga terbentuk empat inti, kemudian terbentuk dua sekat sehingga membagi crozier menjadi tiga sel yaitu sel ujung dengan satu inti, sel tengah dengan dua inti (menjadi sel induk askus) dan sel pangkal dengan satu inti. Di dalam sel induk kedua inti akan mengadakan kariogami membentuk inti diploid, yang kemudian membelah secara meiosis, menjadi empat inti haploid yang masing-masing akan membelah lagi secara mitosis sehingga terdapat delapan inti haploid. Masing-masing inti beserta sitoplasma disekitarnya akan membentuk askospora dan sel induk tersebut berperan sebagai askus. Hifa-hifa monokariotik disekitarnya akan terus berkembang membentuk tubuh buah dan parafisis. Gambar 3. Proses pembentukan ascospora pada Ascomycota (Sumber: Semangun, 2004). Sebagian besar anggota Ascomycota memproduksi askus dalam suatu badan buah yang disebut ascocarp. Tipe-tipe ascocarp dan tempat pembentukan askus antara lain: - Lapisan himenium yang terdapat di luar badan buah. Ascusnya sering disebut askus telanjang/naked asci. - Cleistotecium, yaitu badan buah tempat terbentuknya askus yang berbentuk bulat dan tertutup (tidak mempunyai lubang pengeluaran spora). Ascospora dilepaskan dengan cara pecahnya badan buah. - Peritesium, yaitu badan buah tempat terbentuknya askus, berbentuk bulat atau botol, yang apabila telah dewasa/matang akan terbentuk lubang pengeluaran spora (papilla) pada ujungnya. - Apotecium, yaitu badan buah tempat terbetuknya askus yang berbentuk seperti cawan - Askus terbentuk pada lubang/cavity pada stroma - Gambar 4. Badan buah pembentuk askus: Aphotecium, Perithecium, Pseudothecium dan Cleistothecium (Alexophoulos et al., 1996). Peranan Sebagian besar patogen tumbuhan maupun anagonis patogen adalah berasal dari Ascomycota. Ascomycota dapat dikelompokkan menjadi Archiascomycetes, Saccharomycetes (yeasts) dan Euascomycetes yaitu ascomycetes yang mempunyai miselia, dikelompokan lagi berdasarkan bentuk ascocarpnya. Beberapa contoh kelas dan genusnya antara lain: - Discomycetes : membentuk ascocarp berupa apotesium - Monilinia fructicola : busuk coklat pada stone fruits - Sclerotinia sclerotiorum : kapang putih atau busuk lunak pada sayuran - Sclerotium cepivorum : busuk putih pada onion - Pyrenomycetes : membentuk ascocarp berupa peritesium - Hypocrea : merupakan sadia seksual dari Trichoderma dan Gliocladium - Gibberella : merupakan sadia seksual dari Fusarium - Claviceps purpurea : penyaki ergot pada gandum,rye - Phyllachora graminis : bercak daun pada gramineae - Glomerella (anamorph : Colletotrichum), penyebab antrkanosa - Laculoascomycetes : askus terbentuk pada stroma - Elsinoe fawcetii : penyebab kudis pada jeruk - Mycosphaerella (anamorph: Cercospora, Septoria): M. musicola, bercak daun Sigatoka pada pisang - Capnodium : penyebab penyakit embun jelaga pada berbagai tanaman - Plectomycetes : askus dibentuk pada kleistotecium - Eurotium : teleomorf dari Aspergillus Basidiomycota Karakterisik umum Salah satu karateristik terpenting yang membedakannya dengan kelompok lain adalah adanya spora seksual yang disebut basidiospora. Thallusnya berupa miselium yang bersekat dengan tipe dolipori. Dalam siklus hidupnya, Basidiomycota teruama yang dapat membenuk basidiocarp pada umumnya mempunyai tiga jenis miselium yaitu : - miselium primer : miselium yang berasal dari perkecambahan basidiospora, bersifat homokarion (berinti satu) - miselium sekunder : yaitu miselium yang bersifat dikarion (berinti 2) sebagai hasil fusi hifa primer dengan sifat yang berbeda (heterothallic) - miselium tertier : miselium pembentuk badan buah yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari miselium sekunder dengan jaringan yang lebih kompleks misalnya terbentuknya sporophores/sporofor (pembentuk spora) Reproduksi Reproduksi aseksual. Reproduksi aseksual pada umunya dilakukan dengan cara: - pembentukan tunas (budding) - fragmentasi hifa sehingga terbentuk arthrospora - pembentukan konidia atau yang serupa misalnya uredospora pada karat - pembentukan oidia, terbentuk pada ujung oidiofor, biasanya secara berkelompok diselimuti oleh suatu lapisan mucus. Oidia selain berperan sebagai spora aseksual, juga dapat bereparan sebagai spermatia (sel kelamin jantan) Gambar 5. Oidia pada Basidiomycota (Alexophoulos et.al., 1996). Reproduksi seksual. Detail dari reproduksi seksual tergantung pada masing-masing ordo, tetapi secara umum, pada sebagain besar anggota Basidiomycetes terutama yang membentuk basidiocarp, pembentukan basidiosporanya adalah sebagai berikut: ujung hifa yang berinti dua akan memanjang dan membesar kemudian terjadi kariogami yang kemudian diikuti meisosis kemudian mitosis sehingga terbentuk 4 inti. Pada ujung sel yang membesar terbentuk tonjolantonjolan (sterigma) yang ujungnya membesar, kemudian masing-masing inti akan berpindah ke ujung sterigmata tersebut, sehingga terbentuklah basidiospora. Sel pendukungnya disebut basidium. Tidak setiap basidium membentuk 4 basidiospora, terkadang ada yang membentuk 2 atau > 4 basidiospora. Gambar 6. Tahap-tahap dalam pembentukan basidiospora (Sumber: Alexophoulos et. al., 1996). Pada umumnya basidum dibentuk dalam suatu lapisan disebut himenium. Selain jajaran basidium, pada himenium juga terdapat organ-organ steril seperti basidiole (basidium yang belum memproduksi basidiospora) dan sistidium/a yang bentuknya lebih besar dan mungkin berfungsi sebagai perangkap udara dan membantu penguapan air serta senyawa volatil pada lapisan tersebut. Gambar 7. Organ-organ dalam lapisan himenium (Alexophoulos et. al., 1996). Peranan Beberapa ordo dan contoh genusnya yang mempunyai peranan penting dalam bidang pertanian - Ordo: Ustilaginales (smut fungi) : penyebab penyaki gosong Ustilago: penyebab gosong Ustilago maydis: pada jagung, U. nuda : pada barley U. tritici pada gandum - Ordo: Uredinales : jamur karat mempunyai beberapa stadia dengan jenis spora yang berbeda yaitu teliospores, basidiospores, aeciospores, and uredospora (dianggap spora aseksual) - Hemileia : H. vastatrix : karat kopi - Phakopsora, P. pachyrrhizi : karat kedelai - Puccinia : karat pada kacang-kacangan - Uromyces, U. appendiculatus causing rust of beans - Ordo: Exobasidiales — tidak membenuk basidiocarp, basidia dibenuk pada jaringan erinfeksi - Exobasidium, causing leaf, flower, and stem galls on several ornamentals - Ordo: Agaricales : basidocarp lunak, lapisan himenium pada lamellae Pleurotus ostreatus : jamur tiram dapat dimakan Armilaria: patogen akar pada pohon-pohonan Ordo: Aphyllophorales : basdiocarp keras dan dibawahnya berpori, lapisan himenium dibentuk pada lapisan berpori - Fomes, membentuk badan buah seperti konsul (seperti kuku kuda), membentuk lapisanlapisan seperti cincin sesuai dengan umurnya (dapat mencapai 80 tahun) - Fomes/Rigidoporus lignosus: penyebab penyakit akar putih terutama pada karet - Fomes/Phellinus noxius : penyebab penyakit akar coklat pada kopi - Ganoderma, mempunyai basidiospora terpancung/truncates pada ujung apikalnya. Basidiospora berdinding dua lapis, lapisan luar / epispora berdinding halus, sedangkan lapisan dalam/endospora berduri. Tubuh buahnya biasanya duduk, kadang bertangkai, permukaannya atasnya berkerak keras, seringkali mengkilat. - G. pseudoferreum/G. phillipii, jamur akar merah anggur pada teh - G. boninense, penyebab busuk pangkal pada kelapa sawit - G. lucidum, permukaan basidiokarpnya sangat mengkilat - G. tornatum/applanatum, jamur kayu, sebagai saprofit - Polyporus, badan buahnya tidak begitu keras, saprofit atau patogen penyebab busuk pada kayu atau akar Ekologi jamur Jamur merupakan organisme yang heterotrof yang mendapatkan nutrisinya dengan cara absorpsi. Untuk mendapatkan makananannya, pada umunya jamur harus mengeluarkan enzimenzim untuk memecahkan atau merombak molekul-molekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak pada substrat tempat tumbuhnya menjadi senyawa-senyawa yang lebih mudah larut sehingga dapat diabsorpsi. Proses ini, memerlukan adanya air yang berperan sebagai medium untuk difusi nutrisi-nutrisi tersebut ke dalam sel. Pada dasarnya jamur dapat menggunakan berbagai macam sumber karbon, namun kebutuhan nutrisi untuk masing-masing spesies atau genus jamur akan berbeda. Beberapa jamur bersifat omnivore yang dapat tumbuh di berbagai habitat yang mengandung bahan organic. Penicillium dan Aspergillus misalnya, dapat tumbuh pada berbagai bahan asalkan sedikit lembab. Jamur lain, misalnya parasit obligat akan memerlukan nutrisi khusus yang diperoleh dari jaringan inangnya yang hidup. Jamur tertentu bahkan memerlukan nutrisi khusus untuk memacu pembentukan organ reproduktifnya. Jenis substrat yang dapat digunakan jamur untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur akan tergantung dari jenis enzim yang dikeluarkannya. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur adalah kelembapan, suhu, pH dan oksigen. Lingkungan yang optimum bagi masing-masing jamur akan berbeda tergantung spesies atau genusnya. Pada umumnya jamur dapat membentuk spora atau alat tahan yang dapat membantunya untuk bertahan pada lingkungan yang tidak mendukung. Walaupun pada umunya jamur memerlukan kelembaban yang cukup tinggi untuk perkecambahan spora dan pertumbuhannya, namun jamur-jamur tertentu misalnya jamur yang tumbuh pada biji-bijian yang disimpan, hanya memerlukan sedikit kelembaban untuk dapat tumbuh. Beberapa spesies jamur dapat bertahan pada kondisi yang relatif kering karena dapat membentuk manitol dan senyawa-senyawa lain yang dapat mengatur tekanan osmotik dalam hifanya. Pada umumnya suhu optimum bagi pertumbuhan jamur berkisar antara 25-30 oC dengan suhu minimum 10 oC dan suhu maksimum 40 oC. Namun demikian, jamur-jamur yang bersifat thermophilic akan tumbuh optimum pada suhu di atas 40 oC. jamur-jamur yang berperan dalam proses pengomposan dapat pula tumbuh pada suhu di atas 50 oC. Sebaliknya, jamur-jamur yang bersifat psychrophilic dapat tumbuh pada suhu di bawah titik beku air. Kemasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan jamur juga sangat bervariasi tergantung sepesies atau genus, namun pada umumnya jamur dapat tumbuh pada pH 4-7. Pada proses pemecahan substrat untuk mendapatkan nutrisi, jamur seringkali mengeluarkan metabolit yang dapat mengubah pH di lingkungan mikro di sekitar hifanya. Berkaitan dengan kebutuhan oksigen, sebagian besar jamur bersifat aerob. Walaupun demikian, sejumlah species termasuk yeast, mampu hidup dalam lingkungan yang anaerob. Beberapa species Chytridiomycota merupakan jamur untuk fermentasi dan bersifat anaerob obligat. Pada jamur, hasil akhir dari proses fermentasi atau respirasi secara aerobic biasanya berupa ethyl alcohol atau asam laktat atau campuran keduanya. Cahaya pada dasarnya bukan faktor yang esensial bagi pertumbuhan jamur, namun biasanya pertumbuhan beberapa spesies akan meningkat dengan adanya cahaya. Pada jamur, cahaya lebih dibutuhkan untuk pembentukan organ reproduksi. Cahaya juga terlibat dalam orientasi (menentukan arah pertumbuhan) tangkai spora atau badan buah dan pelepasan spora. Peranan Jamur Jamur sebagai patogen Di bidang pertanian, jamur merupakan jenis patogen yang menyebabkan sebagian besar penyakit baik pada tanaman di lapangan atau pada produk-produk pertanian pasca panen. Penyakit karena jamur dapat menyebabkan kerugian karena dapat menurunkan hasil pertanian baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jamur –jamur patogen ini ada yang bersifat : (i) parasit sejati atau parasit obligat, yang hanya dapat hidup pada inang yang hidup, (ii) saprofit fakultatif, yang dapat hidup sebagai parasit dan juga saprofit bila tidak ada tanaman inang. Secara umum, patogen tumbuhan tidak dapat menginfeksi manusia kecuali pada kasus tertentu antara lain: - jamur Cercospora apii penyebab bercak daun seledri dapat pula menginfeksi manusia menyebabkan penyakit kulit - Beberapa jamur dapat mengeluarkan mikotoksin yang beracun bagi manusia yang mengkonsumsi produk yang terinfeksi misalnya : o Jamur Clavicep purpurea yang menginfeksi biji-biji rye o Jamur Aspergillus flavus yang menyerang biji-bijian terutama pada kacang-kacangan mengahsilkan aflatiksin yang ber bahaya bagi manusia o Jamur Fusarium moniliformae yang menyerang tongkol jagung - Jamur-jamur saprofit atau yang menguntungkan misalnya sebagai antagonis pathogen yang menghasilkan banyak spora (mouldy) juga ada yang dapat bersifat alergenik misalnya menyebabkan gangguan pernafasan bila sporanya terhisap Walaupun demikian, ada pula jamur patogen yang sporanya justru dapat digunakan untuk menambah daya tahan tubuh atau obat misalnya basidiospora jamur Ganoderma (jamur akar pada pohon-pohonan). Jamur sebagai Pupuk Hayati Salah satu peranan penting jamur bagi kehidupan manusia adalah sebagai pupuk hayati. Beberapa jamur rhizosfer diantaranya Trichoderma sp., Gliocladium sp. dapat menghasilkan hormon-hormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Jamur semacam itu disebut Plant growth Promoting Fungi/PGPF (jamur pemacu pertumbuhan tanaman). Selain jamur rhizosfer, jamur yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inangnya adalah jamur-jamur yang membentuk vesicular-arbuskular yang dikenal dengan jamur vesicular-arbuskular atau mikoriza vesikular-arbukuslar (MVA). Mikoriza vesicular-arbuskular adalah jamur yang berasosiasi dengan akar tanaman tinggi. MVA telah diketemukan pada 70% dari seluruh famili tanaman. Jamur MVA merupakan jamur yang besifat obligat yaitu hanya dapat hidup pada jaringan inang. Asosiasi antara MVA dengan tanaman bersifat mutualistik, dimana MVA meningkatkan serapan air dan unsur hara dari tanah ke tanaman, sedangkan MVA mendapatkan nutrisi berupa karobohidrat dari tanaman untuk perkembangbiakannya. Jamur MVA pada umumnya berasal dari Ordo Glomales (lihat Bab Zigomycota). Genus yang merupakan jamur MVA antara lain Gigaspora, Scutellospora, Glomus, Sclerocytis, Acaulospora dan Entropospora. Peranan MVA sebagai pupuk biologi bagi tanaman dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, MVA dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari pathogen akar dan unsure-unsur toksik. Secara tidak langsung MVA berperan dalam memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Kontribusi MVA dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan zona eksploitasi perakaran hingga 10 kali sehingga suplai hara dan air bagi tanaman dapat meningkat. 2. Memperluas bidak kontak perakaran dan meningkatkan kemampuan menyerap unsure hara dan air di dalam tanah. 3. Meningkatkan kelarutan dan ketersediaan hara, khususnya hara yang tidak atau sukar larut dalam tanah (P) sehingga tersedia bagi tanaman. 4. Berperan dalam transformasi unsure hara (Proses biogeoeimia) dalam tanah, yaitu melalui proses mineralisasi maupun dekomposisi berbagai senyawa organik. 5. Meningkatkan toleransi tanaman terhadap senyawa atau unsure logam berat dalam tanah. 6. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim. Hifa MVA mampu menembus pori mikro dan mengambil air walaupun dalam jumlah yang relatif sedikit. Jamur sebagai Agen Antagonis Patogen Jamur juga dapat digunakan sebagai agen biokontrol penyakit tumbuhan. Beberapa anggota PGPF antara lain Trichoderma, Gliocladium dan MVA selain sebagai pupuk biologi, dapat pula berperan sebagai agen pengendali secara biologi terhadap patogen. Jamur-jamur yang juga sering berperan sebagai antagonis pathogen tumbuhan antara lain : binucleate Rhizoctonia, Fusarium yang non pathogenik, Chaetomium, dsb. Mekanisme antagonisme dari jamur-jamur tersebut dapat secara langsung misalnya dengan pembentukan antibiotik, dengan kompetisi atau hiperparasit juga dapat secara langsung melalui kemampuan mereka dalam menginduksi resistensi tanaman terhadap patogen. Mekanisme dari MVA sebagai agen antagonis misalnya adalah sebagai berikut : 1. Hifa yang menyelimuti permukaan akar dapat berfungsi sebagai penghalang masuknya pathogen ke dalam tanaman. 2. MVA menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pathogen. 3. MVA mengeluarkan antibiotic yang dapat memamatikan pathogen 4. Terjadinya kompetisi ruang, makanan,oksigen antara MVA dengan patogen. Selain sebagai antagonis patogen, jamur juga dapat berperan sebagai entomopatogen (agen biokontrol serangga hama) dan nematopatogen (agen biokontrol nematoda). Genus yang dikenal sebagai entomopatogen antara lain Beauveria, Metharrizium, Verticillium, Cordiceps, sedangkan yang dikenal sebagai nematopatogen antara lain Paecillomyces, Dactylella, Arthrobotrys dsb. Jamur-jamur konsumsi Beberapa jamur anggota Phylum Basidiomycotina yang membentuk badan buah makroskopis (biasanya berupa payung, lunak) merupakan jamur konsumsi (mushroom) yang beberapa diantaranya bahkan telah banyak dibudidayakan. Jamur-jamur tersebut antara lain Agaricus bisporus (jamur kancing) Agaricus brunnescens, Pleurotus ostreotus (jamur Tiram), Lentinus edodus, Volvariella volvaceae (jamur merang), Tricloma magnivelare, Pholiota nameko, Boletus edulis, dan marasmius oreades. Pustaka Acuan Agrios, G. N. 2007. Plant Pathology, Academic Press, London Alexopoulos, C.J., C.W. Mims, and M. Blackwell. 1996.Introductory Mycology. Fourth Edition. John Wiley & Sons Inc., New York. Carlile, M. J. and Watkinson, S. C. 1994. The Fungi. Academic Press, London Dugan, F.M. The identification of fungi. APS.,Minnesota, USA. Istifadah, N, Hersanti, Yulia, E. 2007. Bahan Ajar : Mikologi Tumbihan. Jur. Hama dan penyakit Tumbuhan, Fak. Pertanian, Unpad (Publikasi terbatas) Kendrick, B. 2001. The fifth kingdom. Mycologue Publications. Available online at http:/www.mycology.com/CHAP4a.htm Semangun, 2004. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Trigiano, R. N., Windham, M. T, Windham, A. S. 2004. Plant pathology: Concepts and Laboratory Exercises. CRC Press, Boca Raton BAB – 3B EKOLOGI DAN FISIOLOGI PROTOZOA Seperti algae, protozoa merupakan kelompok lain yang termasuk protista eukariotik. Walaupun kadang-kadang antara algae dan protozoa kurang jelas perbedaannya. Beberapa organisme mempunyai sifat antara algae dan protozoa. Sebagai contoh algae hijau Euglenophyta, selnya berflagela dan merupakan sel tunggal yang berklorofil, tetapi dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan untuk berfotosintesa. Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada nutrien komplek tanpa adanya cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke dalam filum protozoa. Misalnya strain mutan algae genus Chlamydomonas yang tidak berklorofil, dapat dikelaskan sebagai protozoa genus Polytoma. Hal ini sebagai contoh bagaimana sulitnya membedakan dengan tegas antara algae dan protozoa. Protozoa dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya eukariotik. Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari jamur lendir karena tidak dapat membentuk badan buah. I. Habitat Protozoa Protozoa umumnya hidup bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau daratan. Beberapa spesies bersifat parasitik, hidup pada organisme inang. Inang protozoa yang bersifat parasit dapat berupa organisme sederhana seperti algae, sampai vertebrata yang kompleks, termasuk manusia. Beberapa spesies dapat tumbuh di dalam tanah atau pada permukaan tumbuh-tumbuhan. Semua protozoa memerlukan kelembaban yang tinggi pada habitat apapun. Beberapa jenis protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut yang lain hidup di dasar laut. Spesies yang hidup di air tawar dapat berada di danau, sungai, kolam, atau genangan air. Ada pula protozoa yang tidak bersifat parasit yang hidup di dalam usus termit atau di dalam rumen hewan ruminansia. II. Morfologi Protozoa Protozoa tidak mempunyai dinding sel, dan tidak mengandung selulosa atau khitin seperti pada jamur dan algae. Kebanyakan protozoa mempunyai bentuk spesifik, yang ditandai dengan fleksibilitas ektoplasma yang ada dalam membran sel. Beberapa jenis protozoa seperti Foraminifera mempunyai kerangka luar sangat keras yang tersusun dari Si dan Ca. Beberapa protozoa seperti Difflugia, dapat mengikat partikel mineral untuk membentuk kerangka luar yang keras. Radiolarian dan Heliozoan dapat menghasilkan skeleton. Kerangka luar yang keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil. Kerangka luar Foraminifera tersusun dari CaO2 sehingga koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat membentuk batuan kapur. Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur tekanan osmosa. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif (trophozoite), atau bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang tidak menguntungkan dapat membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat kista berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah menjadi sel vegetatifnya. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Pengelompokkan protozoa berdasarkan alat geraknya: (a) Sarcodina,(b) Mastigophora, (c) Ciliophora, (d) Sporozoa. Protozoa merupakan sel tunggal, yang dapat bergerak secara khas menggunakan pseudopodia (kaki palsu), flagela atau silia, namun ada yang tidak dapat bergerak aktif. Berdasarkan alat gerak yang dipunyai dan mekanisme gerakan inilah protozoa dikelompokkan ke dalam 4 kelas. Protozoa yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan ke dalam Sarcodina, yang bergerak dengan flagela dimasukkan ke dalam Mastigophora, yang bergerak dengan silia dikelompokkan ke dalam Ciliophora, dan yang tidak dapat bergerak merupakan parasit hewan maupun manusia dikelompokkan ke dalam Sporozoa. Mulai tahun 1980, oleh Commitee on Systematics and Evolution of the Society of Protozoologist, mengklasifikasikan protozoa menjadi 7 kelas baru, yaitu Sarcomastigophora, Ciliophora, Acetospora, Apicomplexa, Microspora, Myxospora, dan Labyrinthomorpha. Pada klasifikasi yang baru ini, Sarcodina dan Mastigophora digabung menjadi satu kelompok Sarcomastigophora, dan Sporozoa karena anggotanya sangat beragam, maka dipecah menjadi lima kelas. Contoh protozoa yang termasuk Sarcomastigophora adalah genera Monosiga, Bodo, Leishmania, Trypanosoma, Giardia, Opalina, Amoeba, Entamoeba, dan Difflugia. Anggota kelompok Ciliophora antara lain genera Didinium, Tetrahymena, Paramaecium, dan Stentor. Contoh protozoa kelompok Acetospora adalah genera Paramyxa. Apicomplexa beranggotakan genera Eimeria, Toxoplasma, Babesia, Theileria. Genera Metchnikovella termasuk kelompok Microspora. Genera Myxidium dan Kudoa adalah contoh anggota kelompok Myxospora. III. Fisiologi Protozoa Protozoa umumnya bersifat aerobik nonfotosintetik, tetapi beberapa protozoa dapat hidup pada lingkungan ananaerobik (misal pada saluran pencernaan manusia atau ruminansia). Protozoa aerobik mempunyai mitokondria yang mengandung enzim untuk metabolisme aerobik, dan untuk menghasilkan ATP melalui proses transfer elektron dan atom hidrogen ke oksigen. Protozoa umumnya mendapatkan makanan dengan memangsa organisme lain (bakteri) atau partikel organik, yaitu secara: 1. Holozoik: menelan makanan sebagai partikel-partikel padat (bakteri, ganggang atau protozoa lain) melalui rongga mulut, contoh Didinium sp. yang memakan Paramecium. 2. Fagositosis: mencerna makanan dengan mengabsorbsi molekul organik terlarut. IV. Perkembangbiakan Protozoa Protozoa dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Secara aseksual protozoa dapat mengadakan pembelahan diri menjadi 2 anak sel (biner), tetapi pada Flagelata pembelahan terjadi secara longitudinal dan pada Ciliata secara transversal. Beberapa jenis protozoa membelah diri menjadi banyak sel (schizogony). Pada pembelahan schizogony, inti membelah beberapa kali kemudian diikuti pembelahan sel menjadi banyak sel anakan. Perkembangbiakan secara seksual dapat melalui cara konjugasi, autogami, dan sitogami. Protozoa yang mempunyai habitat atau inang lebih dari satu dapat mempunyai beberapa cara perkembangbiakan. Sebagai contoh spesies Plasmodium dapat melakukan schizogony secara aseksual di dalam sel inang manusia, tetapi dalam sel inang nyamuk dapat terjadi perkembangbiakan secara seksual. Protozoa umumnya berada dalam bentuk diploid. Protozoa umumnya mempunyai kemampuan untuk memperbaiki selnya yang rusak atau terpotong. Beberapa Ciliata dapat memperbaiki selnya yang tinggal 10 % dari volume sel asli asalkan inti selnya tetap ada. Pustaka Acuan Sumarsih S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta. BAB – 4A EKOLOGI DAN FISIOLOGI ALGAE Pendahuluan Ekologi Algae Karakteristik Algae Morfologi Algae Merugikan Fisiologi Klasifikasi Algae Reproduksi Algae Bermanfaat Materi Bahasan Di dunia mikrobia, algae termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin). Morfologi algae ada yang berbentuk uniseluler, ada pula yang multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas pada sel-sel komponennya. Algae dibedakan dari tumbuhan karena algae memiliki struktur reproduksi yang sederhana (pada reproduksi seksual). Ilmu yang khusus mempelajari seluk beluk algae disebut Fikologi. I. Ekologi Algae Habitat algae dapat berada di permukaan atau dalam perairan (aquatik) maupun daratan (terestrial) yang terkena sinar matahari, tetapi kebanyakan di perairan. Algae terestrial dapat hidup di permukaan tanah, batang kayu, dan lain-lain. Algae darat dapat bersimbiose dengan jamur dan membentuk lumut kerak (Lichenes). Pada lichenes algae bertindak sebagai fikobion, sedangkan jamur sebagai mikobion. Algae yang dapat membentuk Lichenes adalah anggota dari Chlorophyta, Xanthophyta, dan algae hijau biru (Cyanobacteria) yang termasuk bakteri. Fikobion memanfaatkan sinar matahari untuk fotosintesa, sehingga dihasilkan bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikobion. Mikobion memberikan perlindungan dan berfungsi untuk menyerap mineral bagi fikobion. Pada beberapa kasus mikobion dapat menghasilkan faktor tumbuh yang dapat dimanfaatkan oleh fikobion. Lichenes sangat lambat pertumbuhannya, tetapi dapat hidup pada tempat ekstrem yang tidak bisa digunakan untuk tempat tumbuh jasad hidup lain. Sebagai contoh Lichenes dapat tumbuh pada batuan dengan keadaan yang sangat kering, panas dan miskin unsur hara atau bahan organik. Lichenes menghasilkan asam-asam organik yang dapat melarutkan mineral batuan. II. Morfologi Algae Tubuh suatu algae disebut talus. Ukuran algae sangat beragam dari yang mikroskopik (algae bersel tunggal dan berkoloni) sampai dengan yang makroskopik (algae multiseluler). Algae uniseluler dapat betul-betul berupa sel tunggal, atau tumbuh dalam bentuk rantaian atau filamen. Algae bersel tunggal seperti Micromonas pusilla (1x1,5 µm) dan Chlorella (2-8 µm) mempunyai ukuran dalam kisaran ukuran bakteri. Ada beberapa jenis algae yang sel-selnya membentuk koloni, misalnya pada Volvox, koloni terbentuk dari 500-60.000 sel. Koloni-koloni inilah yang dapat dilihat dengan mata biasa. Algae multiseluler (makroskopik) mempunyai ukuran besar, sehingga dapat dilihat dengan mata biasa misalnya dari jenis Phaeophyta. . Pada algae makroskopik biasanya mempunyai berbagai macam struktur khusus. Beberapa jenis algae mempunyai struktur yang disebut hold fast, yang mirip dengan sistem perakaran pada tanaman, yang berfungsi untuk menempelnya algae pada batuan atau substrat tertentu, tetapi tidak dapat digunakan untuk menyerap air atau nutrien. Algae tidak memerlukan sistem transport nutrien dan air, karena nutrien dan air dapat dipenuhi dari seluruh sel algae. Struktur khusus yang lain adalah bladder atau pengapung, yang berguna untuk menempatkan algae pada posisi tepat untuk mendapatkan cahaya maksimum. Tangkai atau batang pada algae disebut stipe, yang berguna untuk mendukung blade, yaitu bagian utama algae yang berfungsi mengabsorbsi nutrien dan cahaya. III. Fisiologi Algae Pada umumnya algae bersifat fotosintetik, menggunakan H2O sebagai donor elektron, pada keadaan tertentu beberapa algae dapat menggunakan H2 untuk proses fotosintesa tanpa menghasilkan O2. Sifat fotosintetik pada algae dapat bersifat mutlak (obligat fototrof), jadi algae ini tumbuh di tempat-tempat yang terkena cahaya matahari. Beberapa algae bersifat khemoorganotrof, sehingga dapat mengkatabolisme gula-gula sederhana atau asam organik pada keadaan gelap. Senyawa organik yang banyak digunakan algae adalah asetat, yang dapat digunakan sebagai sumber C dan sumber energi. Algae tertentu dapat mengasimilasi senyawa organik sederhana dengan menggunakan sumber energi cahaya (fotoheterotrof). Pada algae tertentu dapat tidak terjadi proses fotosintesa sama sekali, dalam hal ini pemenuhan kebutuhan nutrisi didapatkan secara heterotrof. Pada umumnya algae yang dapat melakukan fotosintesa normal, dapat tumbuh baik dengan cepat dalam keadaan gelap, dengan menghabiskan berbagai senyawa organik hasil fotosintesa. Pada keadaan gelap, proses fotosintesa berubah menjadi proses respirasi. Pada algae heterotrof, pemenuhan kebutuhan energi berasal dari bahan organik yang ada di sekitarnya. Algae yang tidak berdinding sel dapat memakan bakteri secara fagotrofik. Algae leukofitik adalah algae yang kehilangan kloroplas. Hilangnya kloroplas tersebut bersifat tetap, atau tidak dapat kembali seperti semula. Hal ini banyak terjadi pada algae bersel tunggal seperti diatomae, flagelata, dan algae hijau nonmotil. Algae leukofitik dapat dibuat, misalnya Euglena yang diperlakukan dengan streptomisin atau sinar ultra violet. Tiap sel algae mengandung ≥ 1 kloroplas. Dalam kloroplas terdapat tilakoid, yaitu gelembung-gelembung pipih bermembran yang berisikan pigmen fitosintetik (klorofil, karotenoid, fikobilin). Pigmen karotenoid yaitu karoten & xantofil (jika kandungannya tinggi, algae berwarna coklat). Pigmen fikobilin: fikosianin & fikoentrin (alga berwarna ungu atau kemerahan). Di dalam kloroplas dapat dijumpai daerah protenous disebut pirenoid. Pada beberapa algae, pirenoid berasosiasi dengan tempat penimbunan makanan cadangan. Selain pirenoid dan cadangan makanan, bintik mata (stigma) berupa beberapa lapis butir-butir karotenoid juga dapat dijumpai di dalam kloroplas. Sel eukariot berflagella, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, pada umumnya mempunyai dinding sel tersusun atas selulose. Sementara sel berflagella dari beberapa kelompok algae lainnya seringkali tidak dilindungi oleh dinding, kadang-kadang hanya terbungkus oleh penutup sel berupa sisik-sisik dari bahan organik Suhu optimum untuk pertumbuhan algae berkisar antara 20 – 30°C, namun demikian terdapat algae yang dapat hidup di daerah kutub. Beberapa algae dapat hidup di sumber air panas hingga 70°C. Gambar 1. Contoh morfologi Algae dari jenis Euglena. IV. Reproduksi Algae Pada umumnya algae melakukan reproduksi aseksual maupun seksual, namun demikian ada beberapa algae yang tidak melakukan reproduksi seksual. Pada reproduksi seksual terjadi plasmogami, kariogami dan meiosis. Reproduksi seksual memungkinkan terjadinya pertukaran dan penggabungan materi genetik. Reproduksi Aseksual Perkembangbiakan secara aseksual terjadi melalui proses pembelahan sel. Kebanyakan algae bersel tunggal berkembang biak dengan membelah diri, seperti pada bakteri (prokariot). Perbedaannya, pada pembelahan sel prokariot terjadi replikasi DNA, dan masing-masing sel hasil pembelahan mempunyai setengah DNA awal dan setengah DNA hasil replikasi. Sedangkan pada algae eukariot, terjadi penggandaan kromosom dengan proses yang lebih kompleks yang disebut mitosis. Masing-masing sel hasil pembelahan mempunyai kromosom turunannya. Algae lain, khususnya yang berbentuk multiseluler, berkembang biak dengan berbagai cara. Beberapa jenis algae dapat mengadakan fragmentasi, yaitu pemotongan bagian filamen yang kemudian dapat tumbuh menjadi individu baru. Algae yang lain berkembang biak dengan menghasilkan spora yang disebut akinet. Spora algae mempunyai struktur yang berbeda dengan endospora pada bakteri. Spora ada yang dapat bergerak aktif, yang disebut zoospora, dan ada yang tidak dapat bergerak aktif (nonmotil) disebut aplanospora. Reproduksi Seksual Perkembangbiakan secara seksual pada algae seperti pada jasad eukariotik lain, yaitu dengan terbentuknya dua jenis sel khusus yang disebut gamet yang bersifat haploid. Dua sel gamet tersebut melebur dan menghasilkan zygot yang bersifat diploid. Zygot mempunyai dua turunan masing-masing kromosom (2n). Gamet hanya mempunyai satu turunan kromosom (1n). Proses reduksi jumlah kromosom ini disebut meiosis. Meiosis terjadi dalam masa-masa yang berbeda pada berbagai siklus hidup algae. Beberapa jenis algae selama siklus hidupnya terutama berada pada fase diploid, tetapi algae lain mempunyai fase zygot sampai meiosis yang sangat singkat, sehingga dalam siklus hidupnya terutama berada pada fase haploid. Pada algae yang berukuran besar (makroskopik) ada yang mempunyai 2 macam struktur reproduktif yang berbeda, yaitu gametofit (haploid) dan sporofit (diploid) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Sebagai contoh adalah pada Ulva yang termasuk algae hijau. Gambar 2. Reproduksi algae dengan dua sistim (haploid dan diploid). Reproduksi seksual isogami merupakan proses konyugasi melibatkan gamet yang secara morfologi serupa. Sedangkan heterogami prosses konyugasi melibatkan gamet yang berbeda ukurannya. Oogami terjadi pada algae tingkat tinggi gamet betina & jantan lebih mudah dicirikan yaitu ovum/gamet betina ukurannya lebih besar & nonmotil sedangkan sperma/gamet jantan lebih kecil & motil. V. Pengelompokan/Klasifikasi Algae Berdasarkan tipe pigmen fotosintetik yang dihasilkan, bahan cadangan makanan di dalam sel, dan sifat morfologi sel, maka algae dikelompokkan menjadi 8 divisi utama (Tabel 1): Tabel 1. Divisi (phylla) dan kelas algae beserta nama umumnya. No. 1. 2. 3. 4. Divisi dan kelas Divisi Chlorophyta Kelas Chlorophyceae Divisi Charophyta Kelas Charophyceae Divisi Phaeophyta Kelas Phaeophyceae Divisi Chrysophyta Kelas Chrysophyceae Kelas Bacillariphyceae Nama Umum Algae hijau Keterangan Mikroskopik & makroskopik Makroskopik Alga coklat Mikroskopik & makroskopik Algae emas Diatom Mikroskopik Mikroskopik 5. 6. 7. 8. Kelas Xanthophyceae Kelas Eustigmatophyceae Kelas Raphidophyceae Kelas Prymnesiophyceae Divisi Rhodophyta Kelas Rhodophyceae Divisi Euglenophyta Kelas Euglenophycae Divisi Phyrophyta Kelas Phyrophyceae Divisi Cryptophyta Kelas Cryptophyta Algae hijau-kuning Mikroskopik & makroskopik Mikroskopik Mikroskopik Mikroskopik Algae merah Mikroskopik & makroskopik Euglenoid Mikroskopik Algae api, dinoflagelata Cryptomonad Mikroskopik Mikroskopik Chorophyta (algae hijau) Algae hijau mempunyai pigmen fotosintesis berupa klorofil a dan b, serta pigmen tambahan berupa karotin dan santofil. Cadangan karbohidratnya adalah pati di dalam kloroplas. Alga hijau mikro berbentuk sel tunggal berflagella atau tidak berflagella, koloni, palmeloid, dan filamen. Bintik mata pada sel-sel berflagella terdapat di dalam kloroplas. Jenis yang termasuk algae hijau antara lain Chlamydomonas, Chlorella, Prototheca, Desmid, Volvox, Ulotrix, dan Ulva (Gambar 3). Chlorella merupakan algae hijau dengan ciri nonmotil. Algae ini digunakan sebagai sistem hayati di laboratorium untuk penelitian fotosintesis & sebagai persediaan makanan tambahan. Sedangkan Prototecha merupakan algae yang patogen bagi manusia yaitu dapat menyebabkan penyakit bursitis. Chlorella Prototecha Gambar 3. Contoh jenis algae hijau. Euglenophyta (Euglenoi). Kelompok algae ini pada umumnya bersel tunggal dan dapat aktif bergerak dengan 2 flagella. Pada jenis tertentu salah satunya flagellumnya tidak dikeluarkan dari bagian reservoar. Sel euglenoid tidak mempunyai dinding sel, membran plasmanya terbungkus oleh partikel. Kloroplas mengandung klorofil a dan b, cadangan karbohidrat berupa paramilon dan pirenoid. Selain di dalam kloroplas, paramilon juga dapat dijumpai pada sitoplasma. Sel euglenoid juga mengandung bintik mata dan vakuola kontraktil yang terletak pada sitoplasma bagian anterior. Gambar 4. Contoh jenis Euglenophyta. Cryptophyta (cryptomonad) Kebanyakan berupa sel tunggal berflagella (jarang koloni) tanpa dinding sel. Flagella tidak sama panjang, muncul pada bagian lateral atau subapikal. Pigmen fotosintesis berupa klorofil a dan c, karotin dan santofil, pada beberapa jenis dijumpai juga fikosianin dan fikoeritin. Cadangan karbohidrat berupa pati. Pyrrophyta (dinoflagellata) Kebanyakan bersel tunggal dengan 2 flagella. Flagella muncul pada bagian lateral sel, satu flagellum diarahkan ke belakang, satu flagellum melingkari sel. Pigmen fotosintesis berupa klorofil a dan c, karotin dan beberapa santofil. Cadangan karbohidrat berupa pati, dinding sel terdiri dari selulose atau diganti bahan-bahan berlendir. Chrysophyta Algae ini terdiri dari alga bersel tunggal, koloni atau berbentuk filamen. Pigmen fotosintesis berupa klorofil a dan c. Pada beberapa kelas dijumpai juga pigmen fukosantin. Penutup sel pada algae ini bervariasi dari sisik-sisik, lorika, periplas, frustul (penutup sel mengandung silika), sampai dinding sel berupa selulosa. Flagella pada sel-sel motil bertipe ‘tinsel’ dan ‘whispash’. VI. Arti Penting Algae Algae merupakan penghasil bahan organik dan oksigen penting bagi lingkungan tempat hidupnya. Algae laut (fitoplankton) mempunyai peranan yang sangat penting di dalam siklus unsur-unsur di bumi, mengingat jumlah massanya yang sangat banyak yang kemungkinan lebih besar dari jumlah tumbuhan di daratan. Beberapa algae laut bersel satu bersimbiosa dengan hewan invertebrata tertentu yang hidup di laut, misalnya spon, koral, cacing laut. Kandungan beberapa pigmen fotosintetik pada algae memberikan warna yang spesifik. Beberapa divisi algae dinamakan berdasarkan warna tersebut, misalnya algae hijau, algae merah dan algae coklat. Beberapa jenis algae seperti Chlorella dan Chlamydomonas sering digunakan sebagai model penelitian. Beberapa jenis algae mikro mempunyai kandungan protein tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan manusia maupun ternak. Sumber vitamin A, B1, C & K bagi makhluk hidup. Algae sebagai sumber makanan, misal orang Jepang membudidayakan Porphyra (ganggang merah) sebagai bahan makanan. Berbagai jenis algae dapat menghasilkan produk komersial seperti lemak, lipid, gula dan senyawa bioaktif fungsional. Kandungan lipid Prymnestium sp. (algae keemasan uniseluler berflagela) berkisar antara 22-38 % bahkan pada Scenesdesmus sp (algae hijau) dapat mencapai 40 % dari berat keringnya. Contoh lain adalah Dunaliella (algae hijau uniseluler berflagela) dapat digunakan sebagai sumber bahan kimia plyserol dan β karotin. Sumber vitamin A, B1, C & K bagi makhluk hidup. Beberapa jenis algae mempunyai manfaat bagi manusia, antara lain diatom yang berperan sebagai bahan pembentuk tanah diatom dan dapat digunakan sebagai bahan penyaring). Sebagai penyubur tanah (Sumber N bagi tanah, yaitu dapat mengikat N udara). Lichens bermanfaat sebagai tanaman perintis Beberapa jenis algae dapat berpengaruh negatif bagi lingkungannya maupun organisme lain. Pertumbuhan algae yang sangat hebat (blooming) di suatu perairan dapat menyebabkan penurunan oksigen ketika terjadi penguraian sel-sel yang telah mati, dan menggangu keindahan karena warna air tidak jernih lagi sehingga dapat memberi warna pada air (Oscillatoria rubescens) : air berwarna merah. Beberapa jenis dinoflagellata pada saat blooming tersebut dapat menghasilkan racun yang dapat terakumulasi pada rantai makanan dan dapat membunuh ikan-ikan dan hewan laut lainnya. Algae yang berpengaruh buruk pada manusia yaitu Prototecha merupakan algae yang patogen bagi manusia yaitu dapat menyebabkan penyakit bursitis (radang sendi). Terdapat algae yang dapat menghasilkan neurotoksin/racun syaraf seperti oleh Gymnodium & Gonyaulax. Juga dapat sebagai parasit pada tumbuhan tingkat tinggi yaitu dari jenis Cephaleuros. Pustaka Acuan Metting FB. 1993. Soil Microbial Ecology.Applications in Agriculture and Environment Management. NY: Marcel Dekker Inc. Pelczar, M., Chan, E.C.S and Krieg, N. 1986. Microbiology. McGraw-Hill Book Company. Schlegel HG. 1986. General Microbiology. Cambridge: Cambridge University Press. Stanier RY, Adelberg EA, Ingraham JL. 1980. The Microbial Word. New Jersey: Prentice Hall, Inc. BAB – 4B EKOLOGI DAN FISIOLOGI VIRUS Materi Bahasan Virus ukurannya sangat kecil dan dapat melalui saringan (filter) bakteri. Ukuran virus umumnya 0,01-0,1 µ. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa. Untuk melihat virus diperlukan mikroskop elektron. Sifat-sifat virus yang penting antara lain: 1. Virus hanya mempunyai 1 macam asam nuklein (RNA atau DNA). 2. Untuk reproduksinya hanya memerlukan asam nuklein saja. 3. Virus tidak dapat tumbuh atau membelah diri seperti mikrobia lainnya. Virus memiliki sifat-sifat khas dan tidak merupakan jasad yang dapat berdiri sendiri. Virus memperbanyak diri dalam sel jasad inang (parasit obligat) dan menyebabkan sel-sel itu mati. Sel inang adalah sel manusia, hewan, tumbuhan, atau pada jasad renik yang lain. Sel jasad yang ditumpangi virus dan mati itu akan mempengaruhi sel-sel sehat yang ada di dekatnya, dan karenanya dapat mengganggu seluruh kompleks sel (becak-becak daun, becak-becak nekrotik dan sebagainya). I. Virus Tumbuhan Virus tumbuhan pada umumnya masuk ke dalam sel melalui luka, jadi tidak dapat menerobos secara aktif. Sebagai tanda penyerangannya ialah adanya becak-becak nekrotik di sekitar luka primer. Dalam alam virus tumbuhan disebarkan dengan pertolongan hewan serangga vektor atau dengan cara lain, misalnya tanaman Cuscuta dengan haustorianya juga memindahkan virus melalui sistem jaringan angkutannya (buluh-buluh pengangkutan). Banyak jenis virus yang memperbanyak diri terlebih dahulu di dalam tractus digestivus hewan-hewan vektornya. Setelah masa inkubasi tertentu dapat menyebabkan infeksi pada tumbuh-tumbuhan lagi. Virus semacam itu dikenal sebagai virus yang persisten. Virus yang nonpersisten dapat segera ditularkan dengan gigitan (sengatan) serangga (hewan). Virus tumbuhan yang telah banyak dipelajari adalah TMV (Tobacco Mozaic Virus = Virus Mozaik Tembakau). Bahan genetik virus ini ialah RNA. II. Bentuk Virus Suatu virion terdiri atas bahan genetik (RNA atau DNA) yang diselubungi oleh selubung protein. Selubung protein ini disebut kapsid. Asan nuklein yang diselubungi kapsid disebut nukleokapsid. Nukleokapsid dapat telanjang misalnya pada TMV (Tobacco Mozaik Virus yang menyebabkan penyakit becak daun), Adenovirus dan virus kutil (Warzervirus); atau diselubungi oleh suatu membran pembungkus misalnya pada virus influenza, virus herpes. Kapsid terdiri atas bagian-bagian yang disebut kapsomer (misalnya pada TMV dapat terdiri atas hanya satu rantaian polipeptida, juga dapat terdiri atas protein monomer-protein monomer yang identik yang masingmasing terdiri atas rantaian polipeptida). Pada dasarnya kapsid terdiri atas banyak satuan-satuan dasar yang identik. Pada umumnya kapsid tersusun simetris. Pada TMV (suatu virus yang berbentuk batang) kapsomernya tersusun dalam bentuk anak tangga uliran spiral. Bentuk dasar virus adalah yang bulat, silindris, kubus, polihedral, seperti huruf T, dan lain-lain. Gambar 1. Skema komponen-komponen virion (partikel virus yang lengkap). III. Bakteriophage (Virus yang Menyerang Bakteri) Virus pada bakteri coli (T-phage) terdiri atas dua bagian, yaitu bagian kepala yang berbentuk heksagonal dan bagian ekornya. Bentuk demikian itu hanya dapat dilihat pada pengamatan dengan mikroskop elektron. Bagian kepala terdiri atas bagian utama yang bagian pusatnya terdiri atas DNA; sedang bagian luarnya merupakan selubung protein yang berfungsi sebagai pelindung. Bagian ekornya berupa tubus yang mempunyai sumbat, selain itu dilengkapi pula dengan serabut ekor. Bakteri yang terserang bakteriofag akan lisis. Untuk mendapatkan gambaran tentang siklus hidup bakteriofag, perlu ditinjau tingkatan-tingkatan yang terjadi pada waktu phage menyerang bakteri: a. Pada permulaannya phage melekat dengan bagian ekornya pada bagian tertentu dari sel (fase adsorpsi phage pada sel), b. DNA phage dimasukkan ke dalam sel melalui tubus ekornya, DNA phage merusak DNA bakteri sehingga proses di dalam sel dikendalikan oleh DNA phage, kemudian akan terbentuk protein (selubung) phage dan DNA phage yang baru (fase perkembangan phage), c. Fase yang terakhir ialah keluarnya partikelpartikel virus (bekteriophage) dari sel. Sel bakteri mengalami lisis (bakteriolisis/fase pembebasan phage). Gambar 2. Skema bakteriofag. DOCKIN G& PENET RATION BIOSYNTHE SIS & MATURATIO N Gambar 3. Siklus perkembangan bakteriofag. Tabel 1. Kelompok Virus yang Penting. Ada beberapa virus yang ukurannya sangat kecil, dan hanya tersusun dari beberapa asam nukleat saja. Virus yang sangat sederhana ini disebut viroid. Sekarang telah ditemukan juga jasad hidup yang susunan kimianya hanya terdiri dari beberapa molekul protein, jasad ini disebut prion. Pustaka Acuan Sumarsih S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta.