Uploaded by User29200

ORIENTASI BARU

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Program orientasi kerja merupakan suatu upaya mensosialisasikan pekerjaan
dan organisasi kepada pegawai baru untuk meningkatkan kontribusi pegawai baru
tersebut menjadi lebih efektif terhadap organisasi (Hariandja, 2009). Kegiatan
dalam program orientasi kerja lebih ditekankan kepada pemberian informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan staf tersebut sesuai dengan posisinya dalam
bekerja (Marquis & Huston, 2010). Sesuai dengan pernyataan diatas, menurut
International Council of Nurses (2006) bahwa informasi yang dinamis, alokasi
waktu dan sumber daya untuk menilai kompetensi karyawan baru, dan
ketersediaan alat untuk membantu dalam pertumbuhan dan pengembangan
profesional merupakan komponen penting dari program orientasi kerja yang
efektif.
Alasan pelaksanaan dari program orientasi kerja adalah karena adanya
beberapa tantangan yang biasanya dihadapi oleh pegawai baru khususnya pegawai
yang masih muda dan belum berpengalaman ketika pertama kali memasuki
organisasi seperti menghadapi harapan yang tidak realistis yang berkaitan dengan
jenis pekerjaan yang akan dilakukan, jumlah feedback atau bantuan yang diterima,
keseimbangan antara tujuan pribadi dan organisasi dan lain sebagainya
(Hariandja, 2009). Selain itu, program orientasi kerja dilaksanakan untuk
membuat pegawai baru merasa diinginkan dan diperlukan oleh rekan sekerja dan
atasannya serta untuk meyakinkan pegawai baru tersebut bahwa kehadirannya
dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita organisasi (Gillies, 1989). Hal yang sama
1
Universitas Sumatera Utara
2
juga diungkapkan Proulx dan Bourcier (2008) bahwa pelaksanaan program
orientasi kerja disebabkan oleh masalah yang dialami oleh kinerja perawat baru
seperti kurang percaya diri, ketidakmampuan dalam berpikir kritis dan
pengetahuan klinis, hubungan dengan rekan kerja, keinginan untuk mandiri tetapi
masih tergantung ke perawat senior, frustrasi di lingkungan kerja, dan kebijakan
organisasi dalam menetapkan prioritas keterampilan serta masalah komunikasi
dengan dokter atau profesi lain.
Program orientasi kerja harus dilaksanakan dengan tujuan yang jelas seperti
membantu pegawai baru dengan menyediakan informasi yang akan memperlancar
transisi pegawai baru ke lingkungan kerja baru. Program orientasi kerja yang
memadai akan meminimalkan kecenderungan pelanggaran peraturan, keluhan dan
kesalahpahaman, menumbuhkan perasaan memiliki, menerima, meningkatkan
antusiasme dan moral. Dimana tujuan program orientasi kerja adalah membuat
pegawai merasa bagian dari tim, sehingga hal ini akan mengurangi gesekan dan
membantu pegawai baru menjadi mandiri dalam peran baru mereka dengan lebih
cepat (Marquis & Huston, 2010).
Beberapa penelitian tentang program orientasi kerja menggambarkan bahwa
sangat penting program orientasi kerja dilaksanakan untuk meningkatkan
pelayanan keperawatan. Seperti hasil penelitian tentang program orientasi khusus
pada perawat baru diruang pediatrik rumah sakit anak yang menjadi sebuah
strategi untuk retensi perawat dan dampaknya bagi keuangan rumah sakit tersebut,
dinyatakan bahwa indikasi dari program orientasi kerja membawa perbedaan yang
signifikan terhadap retensi perawat. Dimana rata-rata retensi perawat baru di
Universitas Sumatera Utara
3
ruang pediatrik sebelum mengikuti program orientasi khusus tersebut adalah 82%,
sejak diterapkan sebuah program orientasi khusus pediatrik yang disebut dengan
Pediatric Nurse Fellowship Program (PNFP) menjadi 94% dan dibeberapa unit
seperti PICU dan unit oncology juga mengalami peningkatan. Analisis tambahan
yang dilakukan untuk melihat tingkat turnover di dapat penurunan seperti di unit
PICU turnover 1,61% sebelum mengikuti PNFP dan setelah mengikuti PNFP
menjadi 0,66% sampai dengan 0,38% (Friedman, Delaney, Schmidt, Quinn, &
Macyk. 2013). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat turnover adalah
orientasi tidak efektif, stres, sumber daya yang langka, dan kelompok kohesi dan
dukungan (Beecroft, Dorey, & Wenten, 2008; Park & Jones, 2010; Scott,
Engelke, & Swanson, 2008 dalam penelitian Theisen & Sandau, 2013).
Penelitian Wijaya, Sitorus, dan Handayani (2010) juga menyatakan adanya
perubahan setelah dilakukannya program orientasi kerja. Penelitian tersebut
mengidentifikasi tentang hubungan program orientasi kerja berbasis kompetensi
dengan kinerja perawat baru, yang hasilnya menunjukkan bahwa secara umum
rerata kompetensi perawat baru yang memiliki kompetensi atau kinerja baik
sebanyak 61,5% (42 orang), hanya 38,5% (16 orang) saja perawat baru yang
memiliki kompetensi atau kinerja kurang setelah dilakukan program orientasi
berbasis kompetensi. Beberapa penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa
penerapan program orientasi kerja dapat memberikan pengetahuan, membentuk
perilaku dan sikap perawat baru agar kinerja perawat menjadi lebih baik.
Sehingga untuk itu diperlukan cara yang tepat dalam melaksanakan program
orientasi kerja.
Universitas Sumatera Utara
4
Salah satu cara atau metode dalam pelaksanaan program orientasi kerja
adalah dengan teori pendidikan orang dewasa, yang sebaiknya dipakai dalam
memilih isi dan metode instruksi. Prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa
memiliki hubungan dengan orientasi kerja
bagi
personil
keperawatan.
Pembelajaran merupakan sebuah fenomena aktif dari pada pasif, artinya terjadi
hanya sebagai suatu hasil dari beberapa kegiatan orang yang belajar. Orang yang
belajar diberi semangat untuk mencoba perilaku baru melalui bimbingan
seseorang yang dapat membangkitkan rasa percaya, mendorong keterbukaan
untuk pengalaman dan mengurangi ancaman atau kegagalan (Gillies, 1989).
Menurut Watson (2008) di dalam faktor carative yang ke tujuh tentang
“memberikan pengajaran dan pendidikan interpersonal” hal ini sama dengan
uraian diatas, bahwa belajar bukan hanya menerima informasi, fakta atau data.
Hal itu melibatkan pemahaman, hubungan saling percaya dan saling
menghormati. Menurut Watson dalam proses belajar mengajar sebaiknya
diberikan secara mendalam dan bekerja berdasarkan kebutuhan orang lain, hal ini
disebut pembinaan (Caritas Coaching). Pembinaan membutuhkan pendekatan
yang lebih mendalam dalam proses belajar mengajar, memerlukan keterampilan
yang lebih spesifik sehubungan dengan hubungan peduli serta cara untuk benarbenar membantu yang lain dalam menemukan solusi terbaik, pilihan dan strategi
untuk mengatasi dan memecahkan masalah sesuai kebutuhan dan identifikasi diri.
Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan program orientasi
kerja sebaiknya diterapkan proses belajar mengajar dengan memberikan
Universitas Sumatera Utara
bimbingan atau pembinaan menggunakan prinsip caring yang disebut Caritas
Coaching menurut Watson.
Caring adalah sentral untuk praktek keperawatan karena caring merupakan
suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih
meningkatkan kepeduliannya kepada klien. Kunci dari kualitas pelayanan asuhan
keperawatan adalah perhatian, empati dan kepedulian perawat. Hal ini sangat
sesuai dengan tuntutan masyarakat pada saat ini yaitu mengharapkan pelayanan
keperawatan yang berkualitas (Muhlisin & Ichsan, 2008). Caring perawat antara
lain adalah memperkenalkan diri serta membuat kontrak hubungan, memanggil
klien dengan namanya, menggunakan sentuhan, mengkaji lebih lanjut keinginan
klien, meyakinkan klien bahwa perawat akan membantu klien dalam memberikan
asuhan keperawatan, memenuhi kebutuhan dasar klien dengan iklas, menjelaskan
setiap tindakan yang akan dilakukan, mendengarkan dengan penuh perhatian,
bersikap jujur, bersikap empati, dapat mengendalikan perasaan, selalu
mendahulukan kepentingan klien, tidak menerima uang dari klien, memberi waktu
dan perhatian, bekerja dengan terampil, dan cermat berdasarkan ilmu, kompeten
dalam melakukan tindakan keperawatan, berespon dengan cepat dan tanggap,
mengidentifikasi secara dini perubahan status kesehatan klien, serta memberikan
rasa aman dan nyaman (Kozier, 2007).
Penelitian-penelitian tentang persepsi perawat ataupun pasien terhadap
perilaku caring perawat di rumah sakit berbeda-beda. Palese, Tomietto, Suhonen,
Efstathiou, dan Tsangari (2011) menyatakan bahwa perilaku caring perawat di
enam negara-negara Eropa tergolong rendah dimana dalam penelitiannya perilaku
Universitas Sumatera Utara
6
caring diukur dengan Caring Behavior Inventory (CBI). Pada dimensi hubungan
positif, perilaku caring dipersepsikan pasien dengan nilai mean yang terendah
(mean=4.50, SD=1.10) dibandingkan dengan nilai rata-rata CBI 4.90 (SD= 0.80).
Begitu juga dengan penelitian McCance, Slater, dan McCormark (2009)
menyatakan bahwa persepsi pasien menilai rendah dalam dimensi caring tentang
keterlibatan pasien dalam perawatan dan memberikan privasi kepada pasien.
O’Connell dan Landers (2008) juga menjelaskan bahwa persepsi pasien terhadap
perilaku caring berada dalam dimensi humanistik/ harapan/ sensitivitas. Perilaku
caring di dalam dimensi itu meliputi mengetahui apa yang kamu lakukan,
merawat pasien dengan hormat, merawat pasien sebagai seorang individu, dan
menenangkan pasien.
Penelitian Prabowo, Ardiana, dan Wijaya (2014) yang mencari hubungan
tingkat kognitif perawat tentang caring dengan aplikasi praktek caring di ruang
rawat inap Rumah Sakit Umum dr. H. Koesnadi Bondowoso didapatkan hasil
penelitian dari 46 responden yaitu 23 responden mengaplikasikan praktek caring
kurang baik dan 23 responden baik. Tingkat kognitif perawat tentang caring juga
mendapatkan hasil yang tidak berbeda jauh yaitu 20 responden tingkat kognitifnya
kurang baik dan 26 baik. Dari beberapa penelitian diatas ternyata masih banyak
perawat yang belum dapat menerapkan prinsip caring dalam melaksanakan
fungsi, tugas dan tanggungjawabnya.
Menanamkan
perilaku
caring
kepada
setiap
perawat
merupakan
tanggungjawab bersama, dimana Rumah Sakit sebaiknya lebih peduli terhadap hal
tersebut dengan memberikan informasi melalui pembinaan yang efektif dan harus
Universitas Sumatera Utara
sejak awal ditanamkan ke setiap staf perawat sehingga perawat dapat menjalankan
tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. Salah satu program yang harus dibuat
dengan baik oleh Rumah Sakit adalah program orientasi kerja berbasis caring,
karena menurut Hariandja (2009) program orientasi kerja merupakan suatu cara
yang penting untuk membantu pegawai baru memenuhi tujuan-tujuan pribadi dan
organisasi.
Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu
rumah sakit yang cukup besar di kota tersebut, dan terus mengalami perbaikanperbaikan dalam segala bidang. Hasil studi awal yang dilakukan pada bulan
Pebruari sampai dengan Mei 2016 pada pimpinan rumah sakit, kepala bidang
keperawatan dan beberapa kepala unit (ruangan) melalui tehnik wawancara,
ditemukan beberapa masalah yang sering muncul di rumah sakit tersebut yaitu
kurangnya percaya diri perawat khususnya perawat baru dalam bekerja, hubungan
dengan rekan kerja yang kurang harmonis, masih ada kecemburuan dan
kesenjangan antara perawat dalam bekerja, perawat bekerja kurang profesional
pada perannya masing-masing dan belum menunjukkan kompetensinya dengan
baik sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Hasil wawancara juga mendapatkan
ada beberapa masalah terhadap pelayanan yang diberikan perawat kepada pasien.
Dimana pasien merasa kecewa karena perawat tidak segera memberikan bantuan
kepadanya sewaktu pasien tersebut membutuhkannya, perawat bersikap kurang
peduli kepada pasien dan tidak menunjukan sikap dan perilaku yang sesuai
dengan fungsinya sebagai pemberi pelayanan keperawatan atau kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
8
Hasil wawancara pada studi awal juga menemukan bahwa perawat kepala
ruangan belum sepenuhnya memahami pelaksanaan program orientasi dengan
baik. Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi melaksanakan program
orientasi kerja berdasarkan hasil pemikiran para pimpinan saja, kapan saja
perawat baru dapat ditempatkan di satu rungan dan kapan saja perawat baru
tersebut dapat dipindahkan ke ruangan lain, jika pimpinan merasa perawat
tersebut tidak kompeten dan melanggar peraturan maka perawat tersebut segera
dipindahkan ke ruang lain. Jadi tidak ada manajemen waktu yang digunakan
dalam pelaksanaan program orientasi kerja tersebut. Hasil wawancara juga
ditemukan bahwa perawat baru tidak lama bertahan untuk bekerja di rumah sakit
tersebut dikarenakan oleh ketidakpercayaan diri dalam bekerja. Saat pimpinan
memindahkan tugas perawat tersebut ke ruang yang lain karena dinilai kerjanya
kurang baik maka sering terjadi perawat tersebut merasa bersalah dan tidak
percaya diri dan akhirnya keluar dari rumah sakit tersebut.
Semua
pernyataan
hasil
wawancara pada
studi
awal
merupakan
permasalahan yang seharusnya tidak terjadi jika di rumah sakit tersebut telah
dilaksanakan program orientasi kerja dengan baik dan efektif. Permasalahan
tersebut juga didukung oleh hasil wawancara pada studi awal yang menyatakan
bahwa belum diterapkannya Standar Prosedur Operasional (SPO) sistem orientasi
kerja di rumah sakit tersebut. Selama ini proses program orientasi kerja
dilaksanakan hanya memperkenalkan gambaran umum rumah sakit saja seperti
nama-nama pejabat struktural, ruangan yang ada di rumah sakit, peraturan rumah
Universitas Sumatera Utara
sakit dan kata-kata nasihat dari pimpinan rumah sakit tersebut. Program orientasi
kerja di rumah sakit tersebut tidak memiliki alokasi waktu yang ditetapkan.
Uraian diatas menunjukkan bahwa perlunya perubahan dan perbaikan sistem
pemberian informasi dan pembinaan yang intensif kepada perawat khususnya
perawat baru dalam menunjang kerja mereka sebelum mereka ditempatkan ke
posisinya masing-masing. Sehingga perawat tersebut nantinya dapat memberikan
kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Salah satu
proses untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan pelaksanaan program
orientasi kerja yang efektif, sistematis, memiliki standar dan berbasis caring.
Perubahan dan perbaikan dari sistem sangat diperlukan dalam mencapai
kualitas pelayanan keperawatan (Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, & Majd, 2013).
Dengan action research dapat mengkaji persoalan seputar kiat mengubah
organisasi dan kelompok masyarakat menjadi lebih kolaboratif dan menjadikan
mereka sebagai peneliti yang memiliki kesadaran reflektif (Denzin & Lincoln,
2009).
1.2. Permasalahan Penelitian
Beberapa permasalahan yang timbul pada pegawai baru yang dapat
diselesaikan dengan orientasi yang efektif adalah menghadapi harapan yang tidak
realistis yang berkaitan dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan, jumlah
umpan balik atau bantuan yang diterima, keseimbangan antara tujuan pribadi dan
organisasi (Hariandja, 2009), kurang percaya diri, ketidakmampuan dalam
berpikir kritis dan pengetahuan klinis, hubungan dengan rekan kerja, keinginan
Universitas Sumatera Utara
10
untuk mandiri tetapi masih tergantung ke perawat senior, frustrasi di lingkungan
kerja, dan kebijakan organisasi dalam menetapkan prioritas keterampilan serta
masalah komunikasi dengan dokter atau profesi lain (Proulx & Bourcier, 2008).
Hasil studi awal yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Natama Kota
Tebing Tinggi ditemukan beberapa masalah yang sering muncul di rumah sakit
tersebut yaitu kurangnya percaya diri perawat khususnya perawat baru dalam
bekerja, hubungan dengan rekan kerja yang kurang harmonis, masih ada
kecemburuan dan kesenjangan antara perawat dalam bekerja, perawat bekerja
kurang profesional pada perannya masing-masing dan belum menunjukkan
kompetensinya dengan baik sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Hasil
wawancara juga mendapatkan ada beberapa masalah terhadap pelayanan yang
diberikan perawat kepada pasien. Dimana pasien merasa kecewa karena perawat
tidak
segera
memberikan bantuan kepadanya
sewaktu
pasien tersebut
membutuhkannya, perawat bersikap kurang peduli kepada pasien dan tidak
menunjukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan fungsinya sebagai pemberi
pelayanan keperawatan atau kesehatan. Oleh karena itu, berdasarkan data diatas
maka peneliti melakukan penelitian tentang pengembangan program orientasi
kerja berbasis caring di Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang dinyatakan dengan
pertanyaan penelitian: Bagaimana pengembangan program orientasi kerja berbasis
caring di Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi ?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan program orientasi kerja
berbasis caring di Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1.4.1. Praktik Keperawatan
Hasil dari penelitian ini adalah sebuah program orientasi kerja yang sudah
memiliki Standar Prosedur Operasional dan berguna sebagai panduan bagi
manajemen keperawatan dan tim pelaksana program orientasi kerja di Rumah
Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi dalam menjalankan program orientasi
kerja. Setelah mendapatkan program tersebut maka perawat dapat melaksanakan
tugas dan tanggungjawabnya dengan baik serta sesuai dengan prinsip pelayanan
keperawatan yaitu caring.
1.4.2. Pendidikan Keperawatan
Penelitian menghasilkan sebuah program orientasi kerja yang berbasis
caring yang dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan panduan yang dapat
digunakan oleh akademisi keperawatan khususnya bidang manajemen dan
administrasi keperawatan.
1.4.3. Penelitian Keperawatan
Penelitian ini menghasilkan sebuah program orientasi kerja berbasis caring
yang dapat dijadikan sumber informasi dan dapat digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
12
pertimbangan terhadap penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan
program orientasi kerja.
Universitas Sumatera Utara
Download