Uploaded by User28764

LAPORAN KASUS URTIKARIA

advertisement
LAPORAN KASUS
URTIKARIA
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas sebagai internship di Eka Hospital
Pekanbaru
Disusun Oleh :
dr. Shabrina Sari Medina
Narasumber :
dr. Afriyan Wahyudi Sp.A
Pendamping :
dr. Lilyana Sutanto
dr. Jesri Yanto
RS. EKA HOSPITAL PEKANBARU
RIAU
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah diberikan
kepada saya untuk membuat referat ini.Saya juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung. Salah satunya adalah dr.
Afriyan Wahyudi, Sp.A sebagai narasumber dan sebagai pemberi informasi, kritikan, dan
saran yang membangun saya untuk lebih baik lagi.
Saya sadar bahwa referat ini masih banyak kekurangannya.Tetapi saya telah berusaha
untuk membuat referat yang berguna bagi para pembaca. Karena itu, saya mengharapkan
adanya kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca demi perkembangan saya ke
depan.
Saya mengharapkan referat ini dapat digunakan untuk kepentingan para pembaca,
serta dapat menambah wawasan para pembaca.Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya dan selamat membaca.
Pekanbaru, 26 Juli 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna
pucat dan kemerahan, meninggi dipermukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.
Urtikaria juga didefinisikan sebagai suatu kelainan yang terbatas pada bagian
superfisialis kulit berupa bintul (wheal) yang berbatas jelas dengan dikelilingi daerah yang
eritematus. Pada bagian tengah bintul tampak kepucatan. Biasanya kelainan ini bersifat
sementara (transient), gatal dan bisa terjadi di daerah manapun di seluruh permukaan kulit.
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering di jumpai. Dapat terjadi secara akut
maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita maupun untuk dokter.
Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang
diberikan kadang-kadang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas, berwarna merah,
lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila ditekan, disertai rasa gatal. Urtikaria dapat
berlangsung secara akut, kronik, atau berulang. Sinonim urtikaria: Hives, nettle rash, biduran,
kaligata.
Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada
dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran
cerna, dan organ kardiovaskular.
2.2 Epidemiologi
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis kelamin,
pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi bagi urtikaria.
Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai
dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang berobat
ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Menurut
Sheldon (1951) juga menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun,
sering dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.
Ditemukan 40 % bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama sama dengan angioedema,
dan 11 % angioedema saja. Lama serangan berlangsung variasi, ada yang lebih dari satu
tahun, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun.
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal.
Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Umur, ras, jabatan,
pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensivitas yang
diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang sering menimbulkan urtikaria.
2.3 Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab
urtikaria bermacam-macam, antara lain:
a. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun nonimunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria
secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras.
b. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang,
coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.
c. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih banyak
diperantarai oleh IgE ( tipe I ) dan tipe seluler ( tipe IV ).tetapi venom dan toksin biasanya
dapat mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya dapat
menimbulkan urtika bentuk popular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan
sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.
d. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan
sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
e. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan aerosol,
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). reaksi ini sering dijumpai pada
penderita atopi dan disertai gangguan nafas.
f. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis
serangga), dan bahan kosmetik.
g. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan emosi
menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Dapat timbul
urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian.
Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena Darier.
h. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,
jamur, maupun infestasi parasit.
i. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas
dan vasodilatasi kapiler.
j. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan
penurunan autosomal dominant. Diantaranya ialah familial cold urticaria, familial localized
heat urticaria, vibratory angiodema.
k. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering
disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.
2.4 Patogenesis
Sel mast adalah sel efektor utama pada kebanyakan bentuk urtikaria, meskipun tipetipe sel lainnya juga dapat terlibat. Sel mast kutaneus melepaskan histamin dalam respon
terhadap C5a, morfin, dan kodein. Neuropeptida substansi P (SP), vasoactive intestinal
peptide (VIP), dan somatostatin, neurokinin A dan B, bradikinin, dan calcitonin gene–related
peptide (CGRP), kesemuanya dapat mengaktivasi sel-sel mast untuk mensekresi histamin.
Tidak semua produk biologik potensial tersebut diproduksi ketika sel mast kutaneus
terstimulasi. Permeabilitas vaskuler di kulit diakibatkan secara predominan oleh reseptor
histamin H1, meskipun reseptor histamin H2 juga dapat berperan. Urtikaria disebabkan karena
pelepasan histamin, bradikinin, leuketrien C4, prostaglandin D2, dan substansi vasoaktif
lainnya lainnya dari sel mast dan basofil di kulit. Substansi-substansi tersebut menyebabkan
ekstravasasi cairan ke kulit, mengakibatkan timbulnya lesi urtikaria. Intensitas pruritus dari
urtikaria adalah hasil dari pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor histamin H1 pada selsel endotel dan otot polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Sedangkan
aktivasi reseptor histaminH2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula.
Gambar 2.1 patogenesis urtikaria
Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I IgE diinisiasi
oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan cross-link reseptor Fc pada
permukaan sel-sel mast dan basofil, hal tersebut menyebabkan pelepasan histamin. Respon
alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T sitotoksik, menyebabkan deposit Ig, komplemen, dan
fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal ini menyebabkan vaskulitis urtikaria.
Penyakit
kompleks imun tipe III berhubungan dengan SLE dan penyakit autoimun lainnya yang dapat
menyebabkan urtikaria.
Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus, serum
sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria terjadi ketika substansi alergenik
dalam plasma dari produk darah donor bereaksi dengan antibodi IgE resipien. Beberapa obatobatan (opioids, vecuronium, succinylcholine, vancomycin, dan lain-lain) juga agen-agen
radiokontras menyebabkan urtikaria karena degranulasi sel mast melalui mekanisme mediasi
non-Ig E. Urtikaria fisik pada beberapa stimulus fisik yang menyebabkan urtikaria meliputi
immediate pressure urticaria, delayed pressure urticaria, cold urticaria, dan cholinergic
urticaria. Terakhir, urtikaria kronik dimana penyebabnya tidak dapat ditemukan secara
signifikan, merupakan idiopatik.
FAKTOR NON IMUNOLOGIK
FAKTOR IMUNOLOGIK
Bahan kimia pelepas mediator
Reaksi tipe I (IgE)
(morfin,kodein)
(inhalan, obat, makanan, infeksi)
Reaksi tipe IV (kontaktan)
Faktor fisik
Pengaruh komplemen
(panas, dingin, trauma,
sinar X, cahaya)
SEL MAS
BASOFIL
Aktivasi komplemen
klasik – alternatif
(Ag-Ab, venom, toksin)
Efek kolinergik
Reaksi tipe II
Reaksi tipe III
Faktor genetik
(defisiensi C1 esterase inhibitor)
PELEPASAN MEDIATOR
(histamin, SRSA, serotonin, kinin,
PEG, PAF)
Alkohol
VASODILATASI
Emosi
Demam
PERMEABILITAS KAPILER ↑
Idiopatik?
URTIKARIA
Gambar 10. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang Menimbulkan Urtikaria2
2.5 Gejala Klinis
a. Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:

Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.

Biduran berwarna merah muda sampai merah.

Lesi dapat menghilang dalam 24-48 jam, tapi lesi baru dapat mucul seterusnya.

Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare, muntah
dan nyeri kepala.
b. Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: 2,4

Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang
bagian tengah tampak lebih pucat.

Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.

Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory
distress, stridor, dan gastrointestinal distress.

Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka
merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan perubahan
pigmentasi.

Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek
tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.

Edema jaringan kulit yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa
atau subkutan pada angioedema.
Gambar 2.3
gambaran klinis
urtikaria
Gambar 2.4 gambaran klinis
angioedema
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi Urtikaria
Ordinary urticarias
Acute urticaria
Chronic urticaria
Contact urticaria
Physical urticarias
Dermatographism
Delayed dermatographism
Pressure urticaria
Cholinergic urticaria
Vibratory angioedema
Exercise-induced urticaria
Adrenergic urticaria
Delayed-pressure urticaria
Solar urticaria
Aquagenic urticaria
Cold urticaria
Special syndromes
Schnitzler syndrome
Muckle-Wells syndrome
Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy
Urticarial vasculitis
Ordinary urticarias
1.
Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau berlangsung
selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya hilang dalam <24 jam,
terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20%-30%
pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau rekuren.
2.
Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2, pengembangan
urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6 minggu dengan setiap
lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan terkait
dengan kualitas hidup.3
3.
Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di tempat di
mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa. Urtikaria kontak dapat
dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-independen).
2. Urtikaria Fisik
a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan merupakan
suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang tepinya
eritem yang muncul beberapa detik setelah kulit digores. Dermographism tampak
sebagai garis biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara
muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit
biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.
Gambar2.5 Dermographism
b. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa
immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul
eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.
c. Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema lokal, sering
disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.
Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk
pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan
dengan tangan.
Gambar 2.6 Delayed pressure urticaria
d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat
berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena
paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di pengasahan logam
karena getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal
dominan yang diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan
flushing pada wajah.
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter).
Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan
dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara
paparan dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan ratarata durasi episode adalah 12 jam.
Gambar 2.7 Cold urtikaria
f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic
urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan
biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh
flare eritema sedikit atau luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.
2.8 cholinergik urtikaria
g. Local heat urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam
beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit
setelah kulit terpapar panas diatas 43°C. Area yang terekspos menjadi seperti
terbakar, tersengat, dan menjadi merah, bengkak dan indurasi.
h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-kadang
angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar
matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil
dan neutrofil dapat ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet
A (UVA), UVB, dan sinar atau cahaya yang terlihat.
Gambar 2.9 solar urtikaria
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari
pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang
berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-induced anaphylaxis memerlukan
olahraga/exercise sebagai stimulusnya.
j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang
terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena peran
norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus
seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan coklat.
k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan urtikaria dan
atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai pembawa antigenantigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip
dengan cholinergic urticaria.
2.7 .Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan gatal dapat
bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik.
Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah
sebagai berikut:

Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Apakah ada makanan baru yang
ditambahkan dalam menu makanan?

Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat baru? Jika iya,
apakah jenis obat tersebut?

Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?

Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin, tekanan, vibrasi?

Apakah biduran berhubungan dengan senyawa yang dihirup atau kontak dengan kulit yang
mungkin timbul pada tempat kerja?

Apakah biduran berhubungan dengan gigitan atau sengatan serangga?
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:

Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:

Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.

Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi kulit,
kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.

Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.

Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.

Dermographism
b. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan menjadi
presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa, diantaranya adalah:
 Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak.
 Angiodema pada bibir, lidah, atau laring.
 Sclera ikterik, pembesaran hepar, atau nyeri yang mengindikasikan hepatitis
 Pemeriksaan pulmonal untuk mencari apakah ada riwayat asthma
 Ekstremitas untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur
2.7. 3. Pemeriksaaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan darah rutin bisa
bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta. Pemeriksaanpemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal
hati, faal hati, dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis.
Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema
berulang tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada
urtikaria dingin.
b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c. Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik (radioallergosorbent test-RASTs).Tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien
sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang
cukup sederhana untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histaminereleasing autoantibodies.
d. Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi
memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini
dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.
1. Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai
untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.2
2. Tes Kulit
Meskipun terbatas kegunaannya dapat digunakan untuk membantu diagnosis.
Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat
digunakan untuk mencari allergen inhalan, makanan dermatofit, dan kandida.
Gambar 2.11 tes Intradermal
Gambar 2.12 Patch test
3. Tes dengan es (ice cube test)
Tes dengan es (ice cube test) biasanya digunakan untuk mendiagnosis cold
urtikaria.
Gambar 2.13 Ice cube test
e. Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu diagnosis. Pada
urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat perubahan
epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak antara serabutserabut kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi
pembuluh darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang
berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin
sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan kronik. Beberapa
lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu campuran limfosit,
polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel inflamasi lainnya. Infiltrasi seluler
campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon alergi fase akhir. Beberapa
pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau urtikaria atipikal memiliki vaskulitis
pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi berhubungan derajat keparahan penyakit,
mulai dari limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).
Gambar 2.14 Diagram pemeriksaan urikaria4.
2. 8 .Diagnosis Banding
a. Sengatan serangga multipel
Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang merupakan bekas
sengatan serangga.
b. Angioedema herediter
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada kelainan ini
terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa sakit dan terkadang
disertai edema laring. Edema biasanya mengenai ekstremitas dan mukosa gastrointestinal
yang sembuh setelah 1-4 hari. Pada keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun
dan tidak adanya inhibitor C1-esterase dalam serum.
2.9. Penatalaksanaan5
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang sembuh dengan
sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip pengobatan urtikaria akut adalah sebagai
berikut.
A. Penanganan Umum
1. Eliminasi/Penghindaran faktor penyebab
2. Antihistamin
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada urtikaria
adalah histamin. Preparat yang bisa digunakan:

Antihistamin H1 generasi I (sedatif), misal Chlorfeniramin Maleat
(CTM) dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau
antihistamin H1 generasi II (nonsedatif), contoh setirizin dengan dosis
0,25 mg/kgBB/kali (usia < 2 tahun: 2 kali/hari; usia > 2 tahun: 1
kali/hari). Pada urtikaria akut lokalisata cukup diberikan antihistamin
H1.

Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5 mg/kgBB/kali, 3
kali/hari dapat membantu efektifitas antihistamin H1
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah
pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya
bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat diberikan selama 7-10 hari
3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan, asma atau
edema laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan dosis 0,01 ml/kgBB/kali
subkutan (makasimal 0,3 ml) dilanjutkan dengan pemberian antihistamin.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan obat lain
dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi. Kortikosteroid jangka pendek
digunakan pada urtikaria akut yang berat dengan atau tanpa angioedema atau bila
urtikaria diduga berlangsung akibat reaksi alergi fase lambat. Obat yang digunakan
adalah prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering off biasanya
tidak
dibutuhkan pada urtikaria akut.
5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)
Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1 untuk
menangani urtikaria yang tidak terkontrol, tetapi penggunaannya sebagai terapi
tunggal masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Antileukotrien pernah tercatat
memiliki manfaat pada kasus alergi aspirin, namun efek sesungguhnya masih
belum dapat dipastikan. Salah satu antileukotrien yang sering dipakai adalah
montelukast dengan dosis yang dianjurkan untuk anak-anak adalah 4-5 mg/hari.
Tablet 4 mg digunakan pada anak 2-6 tahun dan 5 mg digunakan pada anak 6-15
tahun. Di Indonesia, antileukotrien itu sendiri masih jarang digunakan dan
preparatnya pun masih sangat terbatas. Preparat antileukotrien yang telah beredar di
Indonesia adalah zafirlukast, sedangkan montelukast belum tersedia. Zafirlukast
dapat digunakan untuk mengobati asma akibat alergi.
Tabel 1. Antihistamin untuk Urtikaria dan Angioedema
Golongan Obat
Dosis
Frekuensi
Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)
Hydroxizine
0,5-2 mg/kg/kali
Setiap 6-8 jam
(dewasa 25-100 mg)
Diphenhydramin
1-2 mg/kg/kali
Setiap 6-8 jam
(dewasa 50-100 mg)
Chlorpheniramin
Maleat
0,25 mg/kg/hari
Setiap 8 jam
(dibagi 3 dosis)
Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)
Setirizin
0,25 mg/kg/kali
6-24 bulan: 2 kali/hari
>24 bulan: 1 kali/hari
Fexofenadin
6-11 tahun: 30 mg
2 kali/hari
> 12 tahun: 60 mg
Loratadin
Dewasa : 120 mg
1 kali/hari
2-5 tahun: 5 mg
1 kali/hari
> 6 tahun: 10 mg
Desloratadin
6-11 bulan: 1 mg
1-5 tahun: 1,25 mg
6-11 tahun: 2,5 mg
>12 tahun: 5 mg
1 kali/hari
Antihistamin H2
Cimetidine
Bayi: 10-20 mg/kg/hari
Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 dosis
Anak: 20-40 mg/kg/hari
Ranitidine
1 bln-16 tahun: 5-10 mg/kg/hari
Tiap 12 jam (terbagi dalam 2 dosis)
B. Penanganan Khusus
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria
C. Penanganan Topikal
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak salisilat.
Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap identifikasi dan
menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit dilakukan. Untuk ini, selain
antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat antihistamin H2. Kombinasi lain yang dapat
diberikan adalah antihistamin H1 dan H2 pada malam hari atau antihistamin H1 dengan
antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin H1 dengan kortikosteroid
jangka pendek5.
Suportif

Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau pengap,
dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei, dibilas bersih dari sisa
deterjen dan diganti lebih sering.

Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan menghindarkan garukan
untuk mencegah infeksi sekunder6.
Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan angioedema hebat,
distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.
2.10. Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, sedangkan
urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.
BAB III
LAPORAN KASUS
Status Pasien
3.2
Nama
: An. C
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 9 tahun
No.RM
: xxxx
Tgl masuk
: 2 Juni 2019
Pekerjaan
:-
Anamnesa
Keluhan Utama
: Ruam-ruam merah di seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang : Ruam-ruam merah muncul sejak 1 hari yang lalu,
berbentuk bentol- bentol , muncul di tungkai kaku lalu
kemudian menyebar ke seluruh tubuh sampai ke wajah.
Ruam di sekitar mulut, telapak tangan dan telapak kaki
tidak ada. Sebelumnya dikatakan anak memakan udang.
Gatal-gatal ada, anak tampak gelisah karena gatal-gatal.
Riwayat alergi debu, bulu-bulu, tungau ada. Demam
ada sejak hari ini. Mual dan muntah ada sejak 2 hari
yang lalu. Muntah sebanyak 5 kali, berisi
apa yang
dimakan dan diminum. Nyeri ulu hati ada. Nafsu makan
dan minum menurun. Batuk ada sesekali, terutama bila
terpapar alergen. Sesak nafas tidak ada. Nyeri menelan
tidak ada. BAB dan BAK tidak keluhan. Pasien
merupakan rujukan dari Siak .
Riwayat Penyakit Dahulu
: Tidak ada
Riwayat Pemakaian Obat
: Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
: tidak ada
Riwayat Alergi
: Udang, tungau, debu
Riwayat Makanan dan Minuman
-
ASI
: 0-1 tahun 8 bulan
-
Buah
: 1 tahun 8 bulan – sekarang
-
Bubur susu
: 1 tahun 8 bulan – sekarang
-
Nasi Tim
: 1 tahun 8 bulan – sekarang
-
Nasi biasa
: 1 tahun 8 bulan – sekarang, 3x sehari, sediki-sedikit.
Riwayat Imunisasi
-
BCG
: 1 kali, 1 bulan
-
DPT
: 3 kali, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
-
Polio
: 3 kali, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
-
Hepatitis B
: 3 kali, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
-
Campak
: 9 bulan
-
Kesan : Imunisasi dasar lengkap dan sesuai waktu
Riwayat tumbuh kembang
Perkembangan fisik
-
Ketawa
: 4bulan
-
Miring
: 4 bulan
-
Berdiri
: 9 bulan
-
Berjalan
: 1 tahun
Perkembangan Mental
-
Isap jempol (-), gigit kuku (-), membangkang (-), aktif sekali (-)
Kesan : perkembangan fisik dan mental baik.
Pemeriksaan Fisik
KU
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4 ; V5 ; M6
TD
: 100/60 mmHg
RR
: 20 x/menit
Nadi
: 94 x/menit
Temperatur
: 37,20C
Tinggi badan
: 140cm
Berat badan
: 39 kg
Status Generalis
1. Kepala
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.
2. Mata
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.
3. Hidung
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.
4. Telinga
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.
5. Mulut
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.
6. Leher
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan
7. Paru
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan
8. Jantung
:
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan
9. Abdomen
:
Datar, Lembut, Hepar/lien tidak terbaba, bising usus
normal, Nyeri tekan abdomen ada
10. Ekstremitas
:
11. Generalisata/ kulit
Dalam batas normal. Tidak ada kelainan
:
Truncus, ekstremitas atas dan bawah, facialis :
dijumpai makula hiperemis, papula , difus, generalisata
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 2 Juni 2019
HEMATOLOGI RUTIN
No
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Normal
1
Hemoglobin
14,70
mg/dl
11.5 - 14.5
2
Leukosit
13,20
/mm3
5.0 - 13.5
3
Hematocrit
.39,90
%
33.0 - 43.0
4
Eritrosit
10^6/mm3
4.10 - 5.50
5.18
5
MCV
77
fL
76.0 - 90.0
6
MCH
28.40
Pg
24.0 - 30.0
7
MCHC
36.80
g/dl
33.0 - 37.0
8
Trombosit
310.000
%
150 – 400
9
Hitung
Jenis
Lekosit
Eosinofil
0.00
%
2–4
Basofil
0.00
%
0-1
Monosit
3.00
%
2–8
Neutrofil
91.00
%
32-52
b) Elektolit Lengkap
ELEKTROLIT LENGKAP
No
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Normal
1
Natrium
136
mmol/L
136 – 145
2
Kalium
3.2
mEq/L
3.4 – 4.7
3
Klorida
103
mmol/L
96 – 111
c) CRP Kualitatif
: 5.38 mg/L
d) Faeces lengkap
Faeces Lengkap
No
Pemeriksaan
Hasil
1
Warna
Coklat
2
Konsistensi
3
Lendir
Positif
4
Darah
Negatif
5
Amoeba
6
Telur cacing
7
Eritrosit
0-1
8
Lekosit
0-3
9
Amilum
Negatif
10
Lemak
Negatif
Lembek
Tidak ditemukan
Negatif
11
Serat
Negatif
12
Darah samar
Negatif
e) Urine Lengkap
Urine Lengkap
No
Pemeriksaan
Hasil
1
Warna
Kuning
2
Kejernihan
Jernih
3
Berat jenis
1.02
4
pH
8.00
5
Protein
Negatif
6
Glukosa
Negatif
7
Keton
8
Darah samar
+++++
9
Bilirubin
Negatif
10
Urobilinogen
Normal
11
Nitrit
Negatif
12
Lekosit esterase
Negatif
13
Eritrosit
592.30
14
Lekosit
6.20
15
Silinder
0.37
16
Sel epitel
13.40
17
bakteri
7.10
18
Kristal
0.10
Diagnosa
Urtikaria dd viral exantema
+++
Konsultasi
1. Dr. Afriyan , Sp.A
Advice :
-
Loading Asering 500 ml/1 jam
-
IVFD KA EN 3B 60 ml/jam
-
Injeksi taxegram 3 x 1 gram iv
-
Injeksi dexametason 3 x 10 mg iv
-
Injeksi OMZ 2 x 40 mg iv
-
Injeksi ondansetron 3 x 4 mg iv
-
Sanmaag syr 3 x 10 ml po
-
Injeksi sanmol 3 x 400 mg iv
-
Diet MB agak lunak tidak pedas
Penatalaksanaan IGD
1. Injeksi Paracetamol 400 mg IV
2. Injeksi OMZ 30 mg IV
3. Injeksi dexametason 10 mg IV
4. Injeksi dipenhidramin 10 mg IV
5. IVFD Asering 500ml dalam 1 jam
Follow Up
Tanggal
S
O
A
P
03/06/20
Demam masih
19
ada
Ruam merah di
KU Sakit Sedang
Kesadaran CM
HR : 90 x/ menit
seluruh tubuh
masih ada dan
RR: 22 x/menit
mersh disertai
T: 36,7°C
Urticaria
IVFD KA EN 3B 60 ml/jam
dd
Injeksi taxegram 3 x 1 gram
dermatiti
iv
s alergi
Injeksi dexametason 3 x 10
mg iv
Injeksi dipenhidramin 3 x 25
mg iv
gatal
Injeksi OMZ 2 x 40 mg iv
Kedua mata
Injeksi ondansetron 3 x 4 mg
bengkak dan
iv
wajah sembab
Sanmaag syr 3 x 10 ml po
Anak lemas
Injeksi sanmol 3 x 400 mg iv
Oral lacto b 2 x 1
Makan dan
Diet MB agak lunak tidak
minum sedikit
pedas
Cek feses
04/06/20
19
Demam tidak ada
TD : 90/60mmHg
Ruam merah di
HR : 88 x/menit
seluruh tubuh dan
ma
Injeksi taxegram 3 x 1 gram
iv
RR : 20x/ menit
Injeksi dexametason 2 x 10
T : 36,1 °C
mg iv
rasa gatal mual
berkurang
Angioede IVFD KA EN 3B 60 ml/jam
Injeksi dipenhidramin 3 x 25
Kedua mata tidak
mg iv
bengkak dan
Injeksi OMZ 2 x 40 mg iv
wajah tidak
Injeksi ondansetron 3 x 4 mg
sembab
iv
Anak sudah mau
Sanmaag syr 3 x 10 ml po
makan dan
Injeksi sanmol 3 x 400 mg iv
minum
Lacto b 2 x 1 sach po
Epexol syr 3 x7.5 ml po
FG Troches 3 x1 po hisap
Alco plus syr 3 x 10 ml po
Diet MB agak lunak tidak
pedas
05/06/20
19
Demam tidak ada
TD : 90/60
Ruam merah di
HR : 98 x/menit
seluruh tubuh dan
RR : 20 x/menit
rasa gatal mual
berkurang
Angioede
IVFD KA EN 3B 60 ml/jam
ma
Ceptik syr 2 x 5 ml po
Gastroente
ritis akut
Colergis tab 3 x 1 tab po
Narfoz syr 2 x 5 ml po
Elocon cream 3 x sehari ue (
T : 36.3°C
Dehidrasi
pada area yang gatal dan
Kedua mata tidak
ringan
merah)
bengkak dan
sedang
Injeksi OMZ 2 x 40 mg iv
Low
Sanmag syr 3 x 10 ml po
intake
Injeksi sanmol 3 x 400 mg iv
wajah tidak
sembab
Anak sudah mau
(k/p demam)
makan dan
Lacto b sachet 2 x 1 sach po
minum
Cobazim cap 2 x 1000 mcg
po ( campur makanan)
Noroid lotion ue (k/p pada
kulit kering)
Epexol syr 3 x7.5 ml po
FG Troches 3 x1 tab po hisap
Alco plus syr 3 x 10 ml po
Diet MB agak lunak tidak
pedas
06/06/20
19
Demam tidak ada
TD : 90/60
Ruam merah di
HR : 98 x/menit
seluruh tubuh
rasa gatal
berkurang
Tadi pagi sempat
bengkak-bengkak
RR : 20 x/menit
Angioede
Ceptik syr 2 x 5 ml po
ma
Colergis tab 3 x 1 tab po
Gastroente
ritis akut
Narfoz syr 2 x 5 ml po
Elocon cream 3 x sehari ue (
pada area yang gatal dan
T : 36.3°C
Dehidrasi
merah)
ringan
Sanmag syr 3 x 10 ml po
sedang
Lacto b sachet 2 x 1 sach po
di bagian perut ,
Low
Cobazim cap 2 x 1000 mcg
namun saat ini
intake
po ( campur makanan)
sudah tidak ada
Noroid lotion ue (k/p pada
kulit kering)
Anak sudah mau
Epexol syr 3 x7.5 ml po
makan dan
FG Troches 3 x1 tab po hisap
minum
Alco plus syr 3 x 10 ml po
OMZ cap 2 x 20 mg po
Diet MB agak lunak tidak
pedas
07/06/20
rasa gatal tidak
19
ada
bengkak-bengkak
TD : 90/60
HR : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
dan ruam
kemerahan tidak
ada
Anak mau makan
dan minum baik
Angioede
Ceptik syr 2 x 5 ml po
ma
Colergis tab 3 x 1 tab po
Gastroente
ritis akut
Elocon cream 3 x sehari ue (
pada area yang gatal dan
merah)
T : 36.3°C
Dehidrasi
Sanmag syr 3 x 10 ml po
ringan
Lacto b sachet 2 x 1 sach po
sedang
Cobazim cap 2 x 1000 mcg
Low
po ( campur makanan)
intake
Noroid lotion ue (k/p pada
kulit kering)
Epexol syr 3 x7.5 ml po
FG Troches 3 x1 tab po hisap
Alco plus syr 3 x 10 ml po
OMZ cap 2 x 20 mg po
Diet MB agak lunak tidak
pedas
DAFTAR PUSTAKA
1.Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.
2. Djuanda, A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. Gattan C.E.H, Black A. (2010). Urticaria and Angioedema dalam: Rook’s Textbook of
Dermatology, 8th edition. London:p.22.1
4. Keplen, Allen. (2008). Urticaria in Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh
edition. New York: p.330
5. Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema. Buku Ajar AlergiImunologi Anak Edisi Kedua. Disunting oleh Akib, Munash dan Kurniati. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
6. IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia jilid I.
Download