VII. INSECT BITE (GIGITAN SERANGGA) A. DEFINISI Insect bite (gigitan serangga) adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan seragga yang disebebkan reaksiterhadap toksinaatau alergen yang dikeluarkan antropoda penyerang (Moffit, 2003; Burns, 2012). B. ETIOLOGI Insect bite disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta memiliki tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki, dan tubuh bersegmen dimana kepala, toraks, dan abdomennya menyatu. Insekta merupakan golongan hewan yang memiliki jenis paling banyak dan palingberagam. Oleh karena itu, kontak antara manusia dan serangga sulit dihindari.Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya dapat berakibatringan atau hampir tidak disadari ataupun dapat mengancam nyawa (Burns, 2012). C. PATOGENESIS Saliva pada serangga dapat membantu dalam pencernaannya, menghambat koagulasi, meningkatkan aliran darah pada tempat gigitan, atau menganestesi daerah gigitan. Banyak lesi yang terjadi biasanya merupakan akibat dari respon imun terhadap sekret insekta ini. Kebanyakan gigitan serangga bentuknya kecildan hanya menghasilkan luka tusuk superfisial (Burns, 2012).. D. DIAGNOSIS Anamesis Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitan serangga ketika terjadireaksi atau tepat setelah gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui kecuali terjadi reaksi yang berat atau berakibat sistemik. Pasien yang memiliki sejarahtidak memiliki rumah atau pernah tinggal di tempat penampungan mungkinmengalami paparan terhadap organisme, seperti serangga kasur. Pasien dengan penyakit mental juga memungkinkan adanya riwayat paparan dengan parasitserangga. Paparan dengan binatang liar maupun binatang peliharaan juga dapatmenyebabkan paparan terhadap gigitan serangga (Burns, 2012). Gejala Klinis Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal,nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar gigitan.2 Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri dari eritema yang luas, urtikaria,dan edema pruritis . Reaksi lokal yang berat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sitemik serius pada paparan berikutnya (Burns, 2012).. Gambar 1. Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu,sangat gatal, urtikaria seperti papula di lokasigigitan kutu pada lutut dan kaki seorang anak,papula biasanya berdiameter <1 cm serta memilikivesikel di atasnya . Bila tergoresakanmengakibatkan erosi maupun krusta Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanyagejala lokal sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan. Gejaladapat bervariasi dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya termasuk ruam yang luas, urtikaria, pruritus, dan angioedema. Gejala ini dapat berkembang danpasien dapat mengalami ansietas, disorientasi, kelemahan, gangguangastrointestinal, kram perut pada wanita, inkontinensia urin atau alvi, pusing,pingsan, hipotensi, stridor, sesak, atau batuk. Seiring berkembangnya reaksi,pasien dapat mengalami kegagalan napas dan kolaps kardiovaskuler (Burns, 2012). Laboratorium Pemeriksaan laboratorium jarang dibutuhkan. Pemeriksaan laboratoriumyang sesuai harus dilakukan apabila pasien mengalami reaksi yang berat dan membutuhkan penanganan di rumah sakit atau dicurigai mengalami kegagalan organ akhir atau membutuhkan evaluasi akibat infeksi sekunder, seperti sellulitis (Burns, 2012). Pemeriksaan mikroskopis dari apusan kulit dapat bermanfaat padadiagnosis scabies atau kutu, namun tidak berguna pada kebanyakan gigitanserangga. Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam menentukan infeksi yang diakibatkan oleh vektor serangga, namun jarang tersedia dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya (Burns, 2012). E. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding insect bite reaction didasarkan oleh reaksi pada tempatgigitan (papula eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta neksrosiskutaneous yang menyebabkan timbulnya lesi yang berbedaa. A. Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis kontak alergi merupakan tipe delayed dari perangsangan alergiyang berasal dari kontak antara kulit dengan alergen spesifik dimana pasien memiliki sensitivitas tertentu. Reaksi alergi ini menyebabkan radang kulit yangbermanifestasi dalam berbagai bentuk eritema, edema, dan vasikulasi (Hogan, 2011). Diagnosis didasarkan pada riwayat dan ditambah dengan pengetahuantentang penyebab alergi umum dan iritan di lingkungan (Beck, 2010). Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung padakeparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula (Sularsito, 2005). Gambar 2. Dermatitis kontak alergi akut pada pasien yang alergi terhadap akrilat yang digunakan dalam industri percetakan (Beck, 2010). b. Skabies Skabies adalah infeksi parasit yang umum terjadi di dunia. Arthropoda Sarcoptes scabiei var hominis menyebabkan pruritus berat dan merupakan penyakit kulit yang sangat menular, dapat menyerang pria dan wanita dari semuatingkat status sosioekonomi dan etnik (Mc Croskey, 2010). Gejala dan tanda biasanya berkembang perlahan sekitar 2-3 minggusebelum pasien mencari penanganan medis untuk mengatasinya. Skabies munculdalam bentuk cluster, pada individu terlihat sebagai ruam yang gatal dan papul.Diagnosis skabies dapat dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggotakeluarga yang mengalaminya. Pruritus nokturnal merupakan keluhan utama yang khas pada skabies. Lesi primer skabies berbentuk liang, pustul, nodul, biasanyapapul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari, area fleksor pergelangantangan, axilla, area antecubiti, umbilicus, area genital dan gluteal, serta kaki. Lesisekunder skabies berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eksematous (Mc Croskey, 2010). C. Reaksi Obat yang merugikan Kulit ( Adverse Cutaneous Drug Reactions) Adverse Cutaneous Drug Reactions merupakan kasus rawat inap yangtersering begitu pula pada pasien rawat jalan. Reaksi yang sering timbul adalah reaksi ringan disertai dengan pruritus dan akan membaik ketika penggunaan obat dihentikan. Erupsi obat dapat timbul seperti hampir semua ekspresi morfologi didermatologi dan harus menjadi pertimbangan pertama dalam diagnosis diferensial dari suatu lesi yang muncul secara tiba-tiba. Erupsi obat disebabkanoleh kekebalan atau mekanisme non immunologi dan diprovokasi oleh pemberian sistemik atau topikal obat. Sebagian besar didasarkan pada mekanisme hipersensitivitas dan dengan demikian imunologi dan mungkin jenis I, II, III, atauIV (Beck, 2010). F. PENATALAKSANAAN TOPIKAL :jika reaksi lokal ringan, dikopres dengan larutan asam borat3%, atau kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison, 1-2%. Jika reaksi berat dengan gejala sistemik,lakukan pemasangan tornikuet proksimal dari tempat gigitan dan diberi obat sistemik SISTEMIK : Injeksi antihistamin seperti klorferinamin 10 mg atau difenhidramin 50 mg, adrenalin 1%0,3-0,5 ml subkutan. Kortikosteroid sistemik diberikan pada penderita tak tertolongdengan antihistamin atau adrenalin (Amirudin, 2003). G. PROGNOSIS Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yangterlibat dan seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian topikal berbagai jenis analgetik, antibiotik, dan pemberian oral antihistamin cukup membantu,begitupun dengan kortikosteroid oral maupun topikal. Pemberian insektisida,mencegah pajanan ulang, dan menjaga higienitas lingkungan juga perludiperhatikan. Sedangkan untuk reaksi sistemik berat, penanganan medis daruratyang tepat memberikan prognosis baik (Amirudin, 2003). DAFTAR PUSTAKA Moffitt, John E. MD. 2003. Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on Southern Medical Journal , November 2003, Volume 96, Issue 11, pp1073-1079. Burns, Bo. DO, FACEP, FAAEM. 2011. Insect Bites. from:http://emedicine.medscape.com/article/769067overview#showall [Downloaded : 28 Juni 2012] Taken Hogan, Daniel J. MD.2011. Allergic Contact Dermatitis. Taken from : http://emedicine.medscape.com/article/1049216-overview#showall [Downloaded : 2 april 2013] Beck, M.H., Wilkinson, S.M. 2010.Contact Dermatitis: Allergic In: Burns T,Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.Vol.2. Eight Edition.USA: Blackwell publishing; P. 26.13-14. Sularsito SA, Djuanda S. 2005. Dermatitis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, AisahS, dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.5. Jakarta: FKUI; P.135 McCroskey, Amy L. MD. 2010. Scabies. Taken from :http://emedicine.medscape.com/article/785873overview#showall [Downloaded : 2 april 2013] Amiruddin MD. 2003. Skabies. Dalam :Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; P. 5-10.