KEWAJIBAN A. Pengertian Kewajiban FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg.35): Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerah jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: 1. Pengorbanan Manfaat Ekonomik Masa Datang Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu tugas (duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. 2. Keharusan Sekarang Untuk Mentransfer Aset Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan (obligations atau duties) sekarang. Pengertian "sekarang" (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). 3. Timbul Akibat Transaksi Masa Lalu Untuk mengakui sebagai kewajiban, selain definisi, kriteria yang lain (keterukuran, keberpautan, dan keterandalan) juga harus dipenuhi. Transaksi masa lalu yang dimaksud di sini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. B. Pengakuan Kewajiban Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Kriteria umum ini tidak operasional sehingga diperlukan kaidah pengakuan sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan umum. Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu (hlm. 119-120): 1. Ketersediaan Dasar Hukum Kalau terdapat bukti yuridis yang kuat tentang adanya daya paksa untuk memenuhi keharusan, jelas tidak dapat disangkal bahwa suatu kewajiban memang ada. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan. 1 2. Keterterapan Konsep Dasar Konservatisma Keadaan-keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak. 3. Ketertentuan Substansi Ekonomik Transaksi Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala saat keharusan sekarang timbul. Kaitan ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi. 4. Keterukuran Nilai Kewajiban Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Pada umumnya saat pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbul dari kontrak yang menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah pembayaran kewajiban, dan saat pembayaran. C. Pengukuran Kewajiban Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan aset atau timbulnya biaya. Pemerolehan aset dapat juga berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman (penerbitan obligasi) atau penerimaan uang muka untuk barang atau jasa. Oleh karena itu, pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan dalam transaksi-transaksi. Jadi, konsep dasar penghargaan berlaku baik untuk aset maupun untuk kewajiban. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang. Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap tidak material. Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan kewajiban adalah nilai setara tunai bukan nilai nominal utang. D. Penyajian Kewajiban Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa aset lancar disajikan 2 menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikean menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraf 44): Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan dan Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. EKUITAS A. Pengertian Ekuitas Ekuitas didefinisi secara mekanik atau prosedural dalam kaitannya dengan elemen-elemen statemen keuangan yang lain. Lebih tegasnya, ekuitas tidak dapat didefinisi secara independen terhadap aset dan kewajiban. Dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Keuangan (2002), misalnya, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisi ekuitas sebagai berikut (pasal 49): Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Definisi di atas tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh FASB dalam SFAC No. 6 sebagai berikut: Equity or net asset is the residual interest in the assets of an entity that remain after deducting its liabilities. B. Komponen Ekuitas Pemegang Saham Ekuitas pemegang saham diklasifikasikan atas dasar dua komponen yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal disetor dipecah menjadi modal saham (capital stock) sebagai menjadi modal yuridis (legal capital) dan modal setoran tambahan (additional paid-in capital), dan komponen yang lain yang merefleksikan transaksi pemilik (misalnya saham treasuri atau modal sumbangan). 3 C. Tujuan Penyajian Ekuitas Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statemen keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan (stewardship) manajemen. Tujuan lain adalah menyediakan informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya. Informasi tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap para pemegang saham dan pihak lainnya juga merupakan tujuan penyajian ekuitas pemegang saham. Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal, yaitu: Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengembalian modal setoran kepada pemegang saham, Prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya (urutan proteksi). D. Pembedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan Penyajian ekuitas pemegang saham atas dasar sumber sebenarnya bersifat tradisi karena anggapan bahwa penyajian seperti ini akan memberi informasi tentang riwayat modal sejak berdirinya perseroan. Makin besarnya perusahaan menjadikan ekuitas pemegang saham berubah tidak hanya dalam jumlah tetapi juga dalam komposisi atau sumbernya. Ditinjau dari sumber, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham yaitu: Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham, Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian 4 dividen, Jumlah rupiah yang timbul akibat apresiasi/revaluasi aset fisis tertentu, Jumlah rupiah donasi dari pihak nonpemegang saham, Sumber lainnya. Laba ditahan pada dasarnya adalah terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun Ikhtisar Laba-Rugi (Income Summary). Pembedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga penting secara yuridis karena modal setoran merupa- kan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuida- si atau dalam keadaan luar biasa lainnya. mk E. Penyajian Modal Pemegang Saham Dalam terjadi defisit, urutan penyajian menggambarkan urutan penyerapan rugi (sequence of charges) sedangkan dalam kondisi likuidasi urutan penyajian menggambarkan urutan perlindungan yuridis (legal sequence of protection) bagi para penyedia dana dalam hal terjadi likuidasi. Jadi, berbagai hak atas aset disajikan atas dasar urutan siapa dahulu yang memikul rugi dalam hal terjadi defisit dan siapa dahulu menerima distribusi aset dalam hal terjadi likuidasi. Dengan dianutnya pendekatan laba semua-termasuk atau laba komprehensif, masalahnya adalah bagaimana menyajikan komponen-komponen pembentuk laba komprehensif dan bagimana meretia disajikan dalam statemen laba-rugi. 5 DAFTAR PUSTAKA Suwardjono. 2014. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE 6