konsep trauma abdomen 2.1 Trauma Abdomen 2.1.1 Definisi Trauma Abdomen Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. 2.1.2 Etiologi Trauma Abdomen 1. Penyebab trauma penetrasi (Trauma tajam) 1) Biasanya berkaitan dengan tikaman atau luka tembak 2) Mungkin berhubungan dengan luka pada dada, diafragma atau retroperitonial 3) Hati dan usus kecil biasanya organ yang paling sering rusak 4) Luka tikaman bisa tidak menembus peritoneum dan sering ditangani dengan konservatif (Caterino,2003;251) Mekanisme : Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan seberapa besar energi kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%) (American College of Surgeon Committe on Trauma,2004). 2. Penyebab trauma non-peneterasi (Trauma Tumpul) 1) Biasanya dikarenakan karena kecelakaan lalulintas 2) Kasus lain disebabkan karena terjatuh (Caterino,2003;251 Mekanisme : Suatu pukulan langsung, misalnya terbentur pinggiran stir ataupun bagian pintu mobil karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Kekuatan seperti ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu yang hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritonitis. Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lapbelt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada saat suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma deselerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antar suatu bagian yag terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti suatu ruptur lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien – pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering mengalami trauma adalah lien (40-55%), hepar (35-45%) dan usus halus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hemetoma retroperitoneal. (American College of Surgeon Committe on Trauma,2004) 2.1.3 Klasifikasi Trauma Abdomen Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Trauma penetrasi (Trauma tajam) : luka tusuk dan luka tembak menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi atau terpotong. Luka tembak kecepatan tinggi mengalihkan lebih banyak energy pada organ-organ abdomen mengingat peluru mungkin berguling atau pecah sehingga menambah efek cedera yang lebih berat (Modul Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat, 2008) 2. Trauma non-penetrasi (Trauma tumpul) : akibat trauma benda tumpul dapat mengakibatkan rusaknya organ padat atau berongga yang menyebabkan rupture, dengan perdarahan sekunder dan peritonitis. Pada penderita yang dilakukan lapaorotomi oleh karena trauma tumpul organ yang paling sering terkena adalah limpa (40-55%), hati dan hematoma retroperitoneum (Modul Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat, 2008) Trauma pada dinding abdomen terdiri dari : 1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. 1. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari: 1. Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. 1. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah. 1. Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi Berdasarkan organ yang mengalami cedera : 1. Liver injuries Cedera organ hati biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan trauma tumpul atau trauma tajam dan harus dicurigai jika terjadi fraktur costa bagian kanan bawah. Angka kematiannya berkisar antara 10-20%. Ini dikarenankan 1/5 curah jantung menuju hati, kemungkinan besar untuk terjadi kehilangan darah oleh cedera organ hati. Cedera pada hati mempengaruhi fungsinya termasuk cadangan darah dan filtrasi : sekresi empedu, pemecahan gula menjadi glikogen, sintesis dan pemecahan lemak dan tempat penyimpanan sementara asam lemak dan sintesis protein serum (globulin dan albumin) yng membantu meregulasi volume darah dan faktor-faktor penting dalam pembekuan darah (fibrinogen dan protrombin). 1. Splenic injuries Limpa adalah organ abdomen yang sering terkena luka akibat trauma tumpul. Cedera limpa harus dicurigai apabila terjadi fraktur pada costa kiri atau terjadi pneumothorax kiri. Cedera limpa dapat menghambat fungsinya yaitu sebagai tempat berkumpulnya sel-sel retikuloendotelial, mempertahankan cadangan darah yang mengandung eritrosit, membantu darah tetap bebas dari limbah yang tidak diinginkan dan infeksi organisme dan penyimpanan sementara hemoglobin. Perhatian khusus adalah potensi kehilangan darah ke abdomen setelah trauma limpa. Kehilangan tersebut mungkin tak terdeteksi sampai mengancam kehidupan 1. Stomach injuries Cedera perut biasanya terkait dengan luka tembus, seperti luka tembak, namun dapat berhubungan dengan trauma tumpul karena kecelakaan kendaraan bermotor (sebuah gaya geser oleh kemudi untuk perut). Sebagian trauma perut adalah luka tembus dengan jumlah sekitar 19% dari semua cedera intra-abdomen. Cedera pada perut mengganggu gerak peristaltik dan pencernaan. Jika perut tertembus, korosif asam klorida, enzim, dan dan mucin dapat bocor ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis. Cedera pada perut dapat mengganggu kerja enzim yang membantu memecah molekul makanan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil : mucin, yang bekerja pada gula dan melindungi lapisan perut : dan asam hidroklorik, yang membantu melarutkan enzim makanan sebelum mulai bekerja. 1. Pancreatic injuries Cedera pankreas sering dikaitkan dengan cedera otot perut lainnya. Seperti cedera karena kecelakaan kendaraan bermotor. Tingkat kematian dilaporkan sebesar 50% untuk cedera tumpul, 25% untuk luka tembak, dan 8% untuk luka tusukan. Satu-satunya faktor paling penting yang mempengaruhi morbiditas dan kematian adalah keterlambatan dalam diagnosis, itulah sebabnya mengapa angka kesakitan begitu tinggi untuk trauma tumpul. Cedera pankreas mengubah sekresi pankreas mengandung enzim-enzim yang jus pemecahan protein, lemak dan karbohidrat. ion bikarbonat dalam jus pankreas membantu menetralisir chyme yang lulus dari lambung ke duodenum. mengubah sekresi glukagon dan insulin sebagai akibat dari cedera pankreas adalah salah satu masalah terbesar dan kekhawatiran. 1. Mesentric/bowel/colon injuries Cedera ini sering dikaitkan dengan cedera otot perut lainnya. Trauma tumpul biasanya disebabkan oleh perlambatan atau kendaraan bermotor jatuh mengakibatkan kekuatan geser kontak tubuh dengan kemudi. Luka tembus paling sering disebabkan oleh luka tembakan. Cedera pada mesenterium dan usus menghambat gerak peristaltik, pemecahan dan penyerapan nutrisi, penyerapan dan limbah cairan ekskresi. 2.1.4 Patofisiologi Trauma Abdomen Etiologi trauma abdomen dapat dibagi menjadi dua, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul (pukulan atau benturan benda tumpul) akan menyebabkan kompresi terhadap abdomen yang dapat merusak jaringan, sistem saraf dan pecahnya pembuluh darah. Sedangkan trauma tajam secara langsung dapat menyebabkan inkontinuitas jaringan, saraf dan vaskular. Pecahnya dan robeknya pembuluh darah akan menyebabkan bocornya pembuluh darah yang membutuhkan penanganan segera untuk menghentikan pendarahan. Bocornya pembuluh darah secara langsung mengakibatkan penurunan volume darah sirkulaslasi efektif (syok hipovelemi dan kekurangan volume cairan). Kerusakan jaringan dan sel saraf menyebabkan pelepasan mediator nyeri seperti histamin, bradikinin, dan kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang berbahaya) untuk memulai transmisi neural. Impuls saraf yang dihasilkan menyebar di sepanjang serabut perifer (serabut C dan A) dan ditransmisikan ke kornus dorsalis medula spinalis dan selanjutnya ke korteks serebri untuk selanjutnya di interpretasikan sebagai sensasi nyeri. 2.1.5 Manifestasi Klinis Trauma Abdomen Tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu : 1. Nyeri Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. 1. Darah dan cairan Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi. 1. Cairan atau udara dibawah diafragma Tanda Kehrs : Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben. 1. 2. 3. 4. Perdarahan Sesak Mual dan muntah Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) : Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi 5. Tekanan darah menurun / hipotensi 6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), 7. Nadi cepat 8. Diaforesis 9. Spasme otot abdomen 10. Tanda dullness pada perkusi, terutama saat pasien mengubah posisi 11. Laserasi, memar 12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal 13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan retroperitoneal . 14. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis 15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe 16. Hematemesis 17. Bising usus (-) 18. Hematuria Menurut Bambang Suryono (2008), gejala dan tanda Trauma abdomen yang ditimbulkan disebabkan karena dua hal yaitu : 1. Pecahnya organ solid Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan bahkan kematian. Gejala dan tandanya adalah : 1. Gejala perdarahan secara umum dimana penderita tampak anemis (pucat) dan bila perdarahan berat akan menimbulkan gejala dan tanda dari syok perdarahan 2. Gejala adanya darah intra peritoneal, penderita akan merasa nyeri abdomen, yang dapat bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat. Pada auskultasi biasanya bising usus menurun. Tanda ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya karena bising usus akan menurun pada banyak kejadian lain. Pada pemeriksaan akan teraba bahwa abdomen nyeri tekan, kadang-kadang ada nyeri lepas dan defance muscular (kekakuan otot) seperti pada peritonitis. 3. Pecahnya organ berlumen Pecahnya gaster, usus halus atau colon akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali (gaster) atau lambat. Pada pemeriksaan penderita akan mengeluh nyeri seluruh abdomen. Pada auskultasi bising akan menurun. Pada palpasi akan ditemukan defance muscular, nyeri tekan, nyeri tekan lepas. Pada perkusi akan ditemukan nyeri pula (nyeri ketok). Biasanya peritonitis bukan merupakan keadaan yang memerlukan penanganan sangat segera (berbeda dengan perdarahan intra peritoneal) sehingga jarang menjadi masalah pada fase pra hospital Apabila trauma tajam, maka kadang-kadang akan ditemukan bahwa ada organ intra abdomen yang menonjol keluar (paling sering omentum, bisa juga usus halus atau colon), keadaan ini dikenal sebagai eviserasi. Trauma ginjal akan menyebabkan perdarahan yang tidak masuk rongga peritoneum (organ ekstra peritoneal). Jarang perdarahan dari ginjal akan menyebabkan shock walaupun bisa. Gejala lain pada trauma ginjal adalah bahwa kebanyakab penderita ini akan buang air kecil kemerahan atau berdarah (hematuria) 2.1.6 1. 2. 3. 4. Komplikasi Trauma Abdomen Trombosis Vena Emboli Pulmonar Stress Ulserasi dan perdarahan Pneumonia 5. Tekanan ulserasi 6. Atelektasis 7. Sepsis 8. Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan perdarahan. 9. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan syok. 10. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok. 11. Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003) 2.1.7 Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen Menurut Catherino (2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen ialah : Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT Pemberian obat analgetik sesuai indikasi Pemberian O2 sesuai indikasi Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan Trauma penetrasi : ü Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas ü Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal ü Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan ü Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan ü Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan Sedangkan menurut ENA (2000) penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma abdomen yaitu : § Monitor TTV § Monitor CVP § Monitor AGD § Berikan terapi oksigen sesuai indikasi o § Berikan resusitasi cairan IV dengan cairan kristaloid, darah atau komponen darah § Pasang kateter urine § Monitor pemasukan dan haluaran § Pasang NGT sesuai indikasi § Berikan analgesik jika diijinkan § Minimalkan rangsangan dari luar § Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi § Monitor GCS § Monitor perfusi jaringan perifer o § Antiembolic stoking untuk mencegah pembentukan trombus sekunder untuk meningkatkan trombosit § Monitor tingkat kesadaran § Monitor CRT § Jelaskan prosedur dengan sederhana § Jawab pertanyaan pasien § Monitor serum amilase dan lipase § Monitor serum dan kadar gula dalam urine § Monitor suhu tubuh § Monitor serum amilase dan lipase o § Monitor serum dan kadar gula dalam urine o § Monitor tanda-tanda peritonitis : spasme otot/kekakuan abdomen, penurunan sampai tidak ada bising usus. Menurut Bambang Suryono (2008),pengelolaan trauma abdomen ialah : Perawatan pasien dengan perdarahan abdomen difokuskan seputar pencegahan dan penanganan syok. Pengobatan definitif untuk perdarahan internal hanya dapat dilakukan di ruang operasi rumah sakit. Tanda-tanda syok harus dinilai sejak dini, periksa periksa dengan cermat nadi penderita, kesadaran dan warna kulit. Penurunan tekanan darah merupakan tanda yang terlambat. Tanda-tanda itu akan muncul setelah perdarahan internal menyebabkan kehilangan darah yang signifikan. Pasien yang diduga mengalami perdarahan internal harus dianggap serius dan harus dirujuk ke rumah sakit secepatnya. Seperti semua pasien, prioritas pertama adalah ABC. Pastikan pembukaan jalan nafas, pernafasan yang adekuat dan sirkulasi. Pasien dengan perdarahan internal kemungkinan akan memburuk dengan cepat. ABC dan tanda vital harus sering dimonitor. Persiapkan untuk mempertahankan jalan nafas pasien, untuk memberikan ventilasi atau melakukan RJP jika diperlukan. 2.2 Perdarahan Saluran Cerna Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer, 2000) Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Perdarahan saluran cerna bagian atas/ Upper gastrointestinal bleeding (UGIB) 2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah /Lower gastrointestinal bleeding (LGIB) (Mansjoer, 2000) 2.2.1 Definisi Perdarahan Saluran Cerna Atas Perdarahan saluran cerna atau Upper gastrointestinal bleeding (UGIB) didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari organ traktus gastrointestinalis yang terletak di atas dari Ligamentum Treitz. Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus,gaster dan duodenum. 2.2.1.1 Etiologi Perdarahan Saluran Cerna Atas Perdarahan orofaringeal dan epistakis ® darah tertelan Esofagitis erosive Pejamu yang tanggap imunnya baik : GERD / esofagus Barrett, XRT Pejamu yang tanggap imunnya lemah : CMV, HSV, kandida Varices (10 %) Ruptur Mallory-Weiss (7%, robekan di gastroesofagus karena mau muntah / muntah-muntah dengan glotis yang tertutup). Gastritis / gastropati (23%, NSAID, H. Pylori, alkohol, penyakit mukosa yang berhubungan dengan stres). Penyakit ulkus peptikum (PUD) (46%) Malformasi vascular : Lesi Dieulafony (arteri ektatik superfisialis biasanya pada kardia dengan UGIB yang mendadak dan massif), AVM (tersendiri atau bersama sindrom OslerWeber-Rendu), fistula aorta-enterik (tandur aorta mengikis sepertiga porsio duodenum, muncul dengan “perdarahan luas”) serta vaskulitis. Penyakit neoplastik (esofagus atau gaster) Penyebab lainnya : ulserasi hiatus hernia, koagulapati, amiloidosis, penyakit jaringan penyambung. 2.2.1.2 Manifestasi Klinis Perdarahan Saluran Cerna Atas Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal Hematemesis dan melena Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang pendek Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb. 2.2.1.3 Komplikasi Perdarahan Saluran Cerna Atas 1. Stenosis pilorus-duodenum 2. Perforasi 3. Tukak duodenum refrakter 4. Syok hipovolemik 2.2.1.4 Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan umum dan tindakan khusus . v Tindakan umum: Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai,pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti: ü Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pemasangan CVP ü Oksigen sungkup/ kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT ü Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine ü Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang ada. ü Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi ü Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25% ü Pemberian vitamin K ü Obat penekan sintesa asam lambung (PPI) ü Terapi lainnya sesuai dengan komorbid Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises gastroesofageal dapat diberikan oktreotid bolus 50 g dilanjutkan dengan drip 50 g tiap 4 jam. Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakuka assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas. v Terapi khusus Varises gastroesofageal Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif. Otreotid Somatostatin Glipressin (Terlipressin) o Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota o Terapi endoskopi o Skleroterapi o Ligasi Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS( Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno – porta. Terapi pembedahan Shunting Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi Devaskularisasi + splenektomi 2.2.2 Definisi Perdarahan Saluran Cerna Bawah Perdarahan saluran cerna bawah atau Lower gastrointestinal bleeding (LGIB) didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari organ traktus gastrointestinalis yang terletak distal dari Ligamentum Treitz yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia simptomatis. Perdarahan saluran cerna bagian bawah umumnya didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus di sebelah bawah ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. 2.2.2.1 Etiologi Perdarahan Saluran Cerna Bawah Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik merupakan penyebab tersering dari saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon. Tidak seperti halnya perdarahan saluran cerna bagian atas, kebanyakan perdarahan saluran cerna bagian bawah bersifat lambat, intermiten, dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit. v Divertikulosis : Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3% pasiendivertikulosis. Tinja biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa juga menjadi merah. Meskipun divertikel kebanyakan ditemukan di kolon sigmoid namun perdarahan divertikel biasanya terletak di sebelah kanan. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak berulang, oleh karena itu tidak ada pengobatan khusus yang dibutuhkan oleh para pasien. v Angiodisplasia : Angiodisplasia merupakan penyebab 10-40% perdarahan saluran cerna bagian bawah. Angiodisplasia merupakan salah satu penyebab kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia kolon biasanya multipel, ukuran kecil kurang dari diameter <5mm dan biasa terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan. Sebagaimana halnya dengan vaskular ektasia di saluran cerna, jejas di kolon umumnya berhubungan dengan usia lanjut, insufisiensi ginjal, dan riwayat radiasi. v Kolitis Iskemia : Kebanyakan kasus kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah viseral dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah mesenteik. Umunya pasien kolitis iskemia berusia tua. Dan kadang-kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain, dan dehidrasi. v Penyakit Perianal : Penyakit perianal contohnya: hemoroid dan fisura ani biasanya menimbulkan perdarahan dengan warana merah segar tetapi tidak bercampur dengan faeces. Berbeda dengan perdarahan dari varises rectum pada pasien dengan hipertensi portal kadangkadang bisa mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yang disebabkan oleh hemoroid oleh karena itu pada perdarahan yang diduga dari hemoroid perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma kolon. v Neoplasia Kolon : Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat pada pasien usia lanjut dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar. Kelainan neoplasma di usus halus relatif jarang namun meningkat pada pasien IBD seperti Crohn’s Disease atau celiac sprue. v Penyebab Lain dari Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah: Kolitis yang merupakan bagian dari IBD, infeksi (Campilobacter jejuni spp, Salmonella spp, Shigella spp, E. Coli) dan terapi radiasi, baik akut maupun kronik. Kolitis dapat menimbulkan perdarahan namun biasanya sedikit sampai sedang. Divertikular Meckel merupakan kelainan kongenital di ileum dapat berdarah dalam jumlah yang banyak akibat dari mukosa yang menghasilkan asam. Pasien biasanya anakanak dengan perdarahan segar maupun hitam yang tidak nyeri. Intususepsi menyebabkan kotoran berwarna marun disertai rasa nyeri di tempat polip atau tumor ganas pada orang dewasa. Hipertensi portal dapat menimbulkan varises di ileukolon dan di anorektal yang dapat menimbulkan perdarahan dalam jumlah yang besar. Penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah yang lebih jarang seperti fistula autoenterik, ulkus rektal soliter, dan ulkus di caecum. 2.2.2.2Klasifikasi Perdarahan Saluran Cerna Bawah Perdarahan saluran cerna bagian bawah dibagi menjadi 3 jenis, berdasarkan jumlah perdarahan, yaitu massive bleeding, moderate bleeding, occult bleeding. Massive bleeding merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa yang memerlukan sedikitnya 5 unit labu tranfusi darah. Pemeriksaan yang didapatkan pada pasien dengan keadaan seperti ini adalah tekanan darah sistol kurang dari 90 mmHg dan kadar hemoglobin darah kurang atau sama dengan 6 gr/dl. Kasus ini lebih sering terjadi pada pasien dengan usia lebih atau sama dengan 65 tahun, ada penyakit penyerta, dengan risiko kematian karena perdarahan akut atau komplikasi perdarahan. Tingkat kematian LGIB jenis massive bleeding sebesar 0-21%. Occultbleeding menunjukkan adanya anemia hipokrom mikrositer dan reaksi guaiac intermiten. Definisi massive bleeding adalah adanya darah dalam jumlah yang sangat banyak dan berwarna merah marun yang melewati rectum, adanya ketidakseimbangan hemodinamik dan syok, penurunan initial hematokrit kurang atau sama dengan 6 gr/ dl, tranfusi minimal 2 unit labu transfuse PRC, perdarahan yang berlangsung terus menerus selama 3 hari. 2.2.2.3 Manifestasi klinis Perdarahan Saluran Cerna Bawah v Hematokezia : Hematokezia diartikan darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan mznifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia lazimnya menunjukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah yang cepat. v Melena : Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokhrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol, lycorice, obat-obatan yang mengandung besi (obat tambah darah) dapat menyebabkan faeces menjadi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan test guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin. v Darah Samar : Darah samar timbul bilamana ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah warna tinja/feses. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan tes guaiac. 2.2.2.4 Komplikasi Pendarahan Saluran Cerna Bawah Sebagaimana halnya perdarahan saluran cerna bagian atas, perdarahan saluran cerna bagian bawah yang masif dapat menimbulkan sequele yang nyata. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang berulang atau kronik berhubungan dengan morbiditas dan dapat menyebabkan kebutuhan transfusi yang lebih sering dan juga dapat menguras sumber pembiayaan kesehatan. Perdarahan yang persisten biasanya bearasal dari usus halus dan tidak dapat dijangkau dengan tindakan terapi endoskopi, hanya dapat dilakukan diagnosis saja. 2.2.2.5 Penatalaksaan Pendarahan Saluran Cerna Bawah Resusitasi : Resusitasi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah yang akut mengikuti protokol yang juga dianjurkan pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Dengan langkah awal menstabilkan hemodinamik. Oleh karena perdarahan saluran cerna bagian atas yang hebat juga menimbulkan darah segar di anus maka pemasangan NGT (nasogatric tube) dilakukan pada kasus-kasus yang perdarahannya kemungkinan dari saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan laboratorium memberikan informasi serupa dengan perdarahan saluran cerna bagian atas meskipun azotemia jarang ditemukan pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan segera diperlukan pada kasus-kasus yang membutuhkan transfusi lebih 3 unit pack red cell. Medikamentosa : Beberapa perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat diobati secara medikamentosa. Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter dapat diobati dengan bulkforming agent, sitz baths, dan menghindari mengedan. Salep yang mengandung steroid dan obat supositoria sering digunakan namun manfaatnya masih dipertanyakan. Kombinasi estrogen dan progesteron dapat mengurangi perdarahan yang timbul pada pasien yang menderita angiodisplasia. IBD biasanya memberi respon terhadap obatobatan anti inflamasi. Pemberian formalin intrarektal dapat memperbaiki perdarahan yang timbul pada proktitis radiasi. Respon serupa juga terjadi pada pemberian oksigen hiperbarik. Terapi Endoskopi : Colonoscopic bipolar cautery, monopolar cautery, heater probe application, argon plasma caogulation, and Nd: YAG laser bermanfaat untuk mengobati angiodisplasia dan perubahan vaskular pada kolitis radiasi. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk melakukan ablasi dan reseksi polip yang berdarah atau mengendalikan perdarahan yang timbul pada kanker kolon. Sigmoidoskopi dapat mengatasi perdarahan hemoroid internal dengan ligasi maupun teknik termal. Angiografi Terapeutik : Bilamana kolonoskopi gagal atau tida dikerjakan maka angiografi dapat digunakan untuk melakukan tindakan terapeutik. Embolisasi arteri secara selektif dengan polyvinyl alcohol atau mikrokoil telah menggantikan vasopresin intraartery untuk mengatasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Embolisasi angiografi merupakan pilihan terakhir karena dapat menimbulkan infark kolon sebesar 13-18%. Terapi Bedah : Pada beberapa diagnostik (seperti divertikel Meckel atau keganasan) bedah merupakan pendekatan utama setelah keadaan pasien stabil. Bedah emergensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan dapat memperburuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan perdarahan berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka hemikolektomi kanan atau hemikolektomi subtotal dapat dipertimbangkan dan memberikan hasil yang baik.