Uploaded by User26295

Defisit Anggaran Negara

advertisement
MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
DEFISIT ANGGARAN INDONESI DAN HUTANG LUAR NEGERI
Di susun oleh :
Mega Intan Halida
160810201306
Lela Leanza
160810201307
Ainni Zahra Adiba
160810201308
Kevin Susanto
160810201309
BAB I
Latar Belakang Masalah.
Di akhir tahun 2015 pemerintah terus berupaya menekan pembengkakan defisit anggaran
agar tidak melampaui ketentuan sebesar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) berbagai
kebijakan dikeluarkan sampai dengan menekan defisit anggaran di pemerintah daerah agar
pemerintah pusat memiliki ruang fiskal yang lebih luas. Bila kita melihat susunan APBN dari
tahun ke tahun kebijakan difisit APBN nampaknya selalu menjadi pilihan utama pemerintah.
Kebijakan defisit disebut juga kebijakan ekspansif karena anggaran belanja lebih beesar dari
pada anggaran pendapatan. Lalu mengapa pemerinta menetapkan kebijakan defisit? Jika
melihat sejarah kebijakan APBN maka terlihat kebijakan defisit mempunyai hubungan
dengan rezim kekuasaan. Defisit anggaran memerikan tekanan yang berat pada postur APBN
yaitu dengan adanya beban pembayaran pokok pinjaman beserta bunganya. Kebijakan defisit
ini juga menyebabkan APBN Indonesia menjadi sensitif terhadap perubahan kondisi makro
ekonomi. Sejak pemerintah orde lama sampai pemerintahan saat ini sebetulnya pemerintah
telah menerapkan kebijakan defisit dan bahkan tetap dipertahankan sebagai kebijakan
anggaran. Dalam penyusunan APBN biasanya diadakan pada dua pilihan antara kebijakan
defisit atau surplus. Kebijakan surplus anggaran bertujuanuan mengendalikan laju
pertumbuhan ekonomi maka pemerintah akan mengurangi pengeluarannya (kontrakti).
Indonesia merupakan negara yang masih berkembang untuk itu mengapa pemerintah selalu
mengambil kebijakan defisit anggaran yang pilihan utama ketika tujuan makro ekonomi
dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga pemerintah
lebih banyak melakukan pengeluaran (ekspansi)
Alasan utama defisit sebenarnya karena terjadi gap antara penerimaan dan pengeluaran
memang sangat sulit untuk dihindari selama ini karena pengeluaran tumbuh dengan pesat
sedangkan penerimaan tumbuh rendah dimana pemerintah melakukan ini untuk menggenjot
sisi produksi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sekarang ini, setiap negara membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan
pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan. Negara akan selalu mengatur
penerimaan dan pengeluaran keuangan negara tertuang dalam APBN (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara). Sementara di sisi lain, kebijakan anggaran atau fiskal untuk membiayai
pembangunan tersebut menghadapi kendala
Penyusunan anggaran di semua negara ditentukan oleh unsur-unsur politik. Sejak
1969/70 sampai 1988/89, APBN kita berimbang, artinya penerimaan sama dengan
pengeluarannya. Berimbangnya anggaran itu karena memang arahan GBHN yang merupakan
dokumen politis itu mengatakan demikian, sehingga pemerintah mengusahakan sekuat tenaga
untuk menyusun APBN yang berimbang. Wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen selalu
mengatakan setuju dan bertepuk tangan setiap kali presiden selesai berpidato dalam
menyampaikan nota keuangan. Maklum mayoritas keanggotaan dewan adalah dari Golkar
yang merupakan partai pemerintah. Rakyat pada umumnya juga sependapat dengan kebijakan
pemerintah yang nampaknya bagus itu, karena dalam hidup berumah tangga saja,
pengeluaran harus seimbang dengan penerimaannya.
Selama ini kekurangan dana untuk pembangunan, pemerintah cenderung menempuh
melalui cara meminjam dari luar negeri.Anehnya pemerintah selalu bangga apabila pada
sidang CGI dikabarkan Indonesia memperoleh pinjaman yang sama, atau lebih besar dari
tahun sebelumnya. Dan keberhasilan tersebut selalu dikatakan bahwa itu merupakan bukti
dari kepercayaan luar negeri terhadap
pemerintah Indonesia.
Pinjaman luar negeri ini memang sering diperdebatkan oleh para pakar, apakah
pinjaman luar negeri itu merupakan beban bagi generasi yang akan datang atau tidak. Banyak
pakar yang tidak sependapat apabila bantuan luar negeri itu akan membebani generasi yang
akan datang. Tetapi siapapun yang benar, pinjaman luar negeri yang berbentuk valuta asing
itu sangat terasa sekali bebannya, terutama terhadap APBN, pada saat Indonesia mengalami
keterpurukan ekonomi pada tahun 1997, dimana nilai rupiah terus melemah terhadap
dollar.AS, yang akibatnya berdampak pada pengeluaran negara yang membengkak pada
waktu membayar pokok dan cicilan pinjaman.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud defisit anggaran negara itu?
2. Apa sajakah penyebab terjadinya defisit negara dan hutang luar negeri?
3. Bagaimana cara mengatasi defisit anggaran dan hutang luar negeri?
4. Bagaimana kebijakan pemerintah unruk mengurangi defisit dan hutang luar negeri?
C. Tujuan Penulisan
Selain sebagai tugas, penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan ilmu
pengetahuan kita terutama tentang maksud dari Defisit Anggaran dan Hutang Luar Negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Defisit Negara
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2003 defisit anggaran
pemerintah adalah selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara dalam tahun
anggaran yang sama. Penghitungan defisit anggaran dilakukan melalui rasio defisit anggaran
negara terfadap Produk Domestik Bruto PDB. Apabila kita menghitung defisit anggaran
negara sebagai persentase dari PDB maka akan mendapat gambaran berapa persen suatu
negara dapat menghimpun dana untuk menutup defisit tersebut.
2.2 Sebab – sebab Terjadinya Defisit Anggaran Negara
1.Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi
Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang
besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan
dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila
kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang dibebani tanggung jawab
yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Beban ini meliputi
pembangunan program-program, seperti :
a) Program yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jembatan,
listrik,pelabuhan, dll.
b) Program yang berkaitan dengan Hankam.
c) Pembangunan yang meliputi bidang hukum, seperti proyek-proyek pengadilan,
lembaga pemasyarakatan, dll.
d) Program bidang sosial, pendidikan dan kesehatan, seperti sekolah, rumah sakit, panti
asuhan.
e) Program yang berkaitan dengan pemerataan pendapatan, seperti program
transmigrasi, pembangunan daerah, dll.
f) Program yang menangani masalah kemiskinan,
Semuanya itu diperlukan biaya yang besar, dan diantaranya harus dilaksanakan oleh
negara, terutama program nomor b, c, e, dan f, karena swasta atau masyarakat tidak mungkin
membangun program-program seperti itu.
2.Rendahnya Daya Beli Masyarakat
Masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan per
kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan
jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai
komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli
barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi, BBM,
dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar, barang-barang itu
pastitidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena
itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar
masyarakat miskin bisa ikut menikmati.
3.Pemerataan Pendapatan Masyarakat
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh
wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang
berbeda-beda di masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik,
persatuan dan kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya,
pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di
wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah
yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal
Perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu
menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Melemahnya Nilai Tukar
Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri maka negara tersebut akan mengalami
masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai
pinjaman dihitung dengan valuta asing sedangkan pembayaran ciciilan pokok dan bunga
pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut.
5. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi.
Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sedangkan penerimaan
pajak akan menurun akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu
padadal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang
tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk programprogram kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang
miskin itu.
6. Realisasi yang Menyimpang Dari Rencana
Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan atau
dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang
telah ditetapkan sebelumnya maka berarti beberapa kegiatan proyek atau program harus
dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah karena bagaimanapun juga untuk
mencapai kinerja pembangunan suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya
dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi negara harus menutup kekurangan agar kinerja
pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula.
7. Pengeluaran Karena Inflasi
Penyusunan anggaran negara pada awal tahun didasarkan menurut standar harga yang telah
ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran tidak dapat dijamin
ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat
meningkat tetapi barang yang menurun. Apabila terjadi inflasi dengan adanya kenaikan
harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan
anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan
kualitas program sehingga anggaran negara perlu direvisi. Anggaran negara yang telah
tercantum terlalu rinci dalam dokumen anggaran pemimpin proyek sulit untuk bisa
menyesuaikan apabila terjadi kenaikan harga barang yang melampaui harga standar. Untuk
melaksanakan pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan
pemimpin proyek akan dipersalahkan oleh Badan Pengawas Keuangan. sebaliknya juga
apabila pemimpin proyek terpaksa mengurangi volumenya. Akibatnya negara terpaksa akan
mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu.
Defisit Anggaran Tahun 2016 dan Resikonya
Besarnya belanja pemerintah menyebabkan defisit anggaran pemerintah juga menjadi
semakin besar. Pemerintahan yang baru meninggalkan kebijakan pengereman belanja modal
yang menyebabkan defisit APBn sangat mengecil seperti yang terjadi pada masa
pemerintahan sebelumnya. Pemerintah sengaja memperbesar defisit anggaran agar daya
ungkit ekonomi meningkat mengingat ekonomi saat ini sedang mengalami perlambatan. Oleh
sebab itu maka belanja modal seperti pembangunan infrastruktur yang pada tahun-tahun
sebelumnya mendapatkan porsi yang sangat kecil sehingga pembangunan infrastruktur
Indonesia menjadi cukup tertinggal dibandingkan dengan negara lain coba di ubah dengan
memperbesar belanja modal untuk pemangunan infrastruktur.
Target defisit anggaran pada APBN 2016 sebesar 2,15% menjadi tantangan untuk
pemerintah agar dapat menjaga angka tersebut tidak melebar sebagaimana yang terjadi pada
tahun 2015 yang lalu. Ada beberapa hal yang harus ditinjau ulang oleh pemerintah yakni:
1. Target Penerimaan Pajak Rp 1.360,2 triliun
Pemerintah menetapkan target pajak sebesar 1.360,2 triliun, naik drastis dari realisasi
penerimaan tahun 2015 sebesar Rp 1.060 triliun. Target yang naik 24% dari tahun
sebelumnya ini dipandang pesimis oleh berbagai pihak termasuk beberapa menteri dan
pengamat perpajakan. Target penerimaan pajak selama beberapa tahun terakhir tidak pernah
ter'apai, terakhir kali Direktorat Jenderal Pajak berhasil mencapai target adalah pada tahun
2008. Bila melihat capaian kinerja perpajakan Pada tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak
hanya mampu mengumpulkan penerimaan pajak sebesar 82% dari target, hal ini tidak lepas
dari target yang terlalu tinggi dan tidak ada terobosan yang dibuat di dalam kondisi
perkonomian yang menurun. Beberapa kebijakan penting seperti pembukaan data pemilik
deposito dan pajak atas dalan tol ditolak lalu pada akhir tahun pemerinta, akhirnya melakukan
kebijakan diskon tarif pajak untuk revaluasi aset, tarif revaluasi aset yang 10% dipangkas
menjadi hanya 1% agar penerimaan pajak meningkat. Tanpa ada terobosan yang yang nyata
maka kemungkinan target pajak tajun ini tidak akan ter'apai kembali apalagi kondisi ekonomi
saat ini sedang melambat
Penurunan harga minyak Dunia saat ini sedang menghadapi Oversupply pasokan minyak
dunia akibat dicabutnya sanksi terhadap iran dan keengganan negara OPEC untuk
mengurangi produksi minyak akibat persaingan dengan negara penghasil shale oil seperti
Amerika Serikat negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi dan Venezuela saat ini
sedang dilanda krisis akibat turunnya pendapatan negara.
Di dalam APBN 2016 pemerintah menetapkan harga minyak mentah Indonesia sebesar $50
per barel. Harga acuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan harga perkiraan Bank Dunia
untuk tahun 2016 yakni sebesar $37 per barel. Rendahnya harga minyak ini di satu pihak
menguntungkan pemerintah karena secara otomatis beban beban subsidi bahan bakar minyak
(BBM) yang harus ditanggung pemerintah akan turun namun disisi lain proyeksi penerimaan
Pajak Penghasilan (PPH) dari sektor migasi penerimaan Sumber Daya Alam sektor migas dan
pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pendapatan minyak menta
DMO tidak akan
tercapai.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika SerikatDalam menyusun APBN ada beberapa
asumsi yang digunakan termasuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai
tukar rupiah wajib diketahui dalam penyusunan APBN karena nilai tukar ini berkaitan dengan
berapa besar alokasi ke hutang dan cicilan utang luar negeri dan subsidi barang impor seperti
BBM yang menunjang jalannya perekonomian nasional. Jika kurs rupiah kuat maka beban
pemerintah menjadi lebih hemat namun sebaliknya jika rupiah melemah maka beban yang
ditanggung pemerintah dipastikan meningkat.
Pulihnya ekonomi Amerika Serikat dari krisis tahun 2008 menyebabkan arus dana keluar dari
negara-negara berkembang seperti Indonesia menuju ke Amerika. Ketidakpastian The Fed
dalam menaikkan suku bunga acuan penurunan harga minyak dunia dan perlambatan
ekonomi Cina juga menjadi ancaman untuk pelemahan rupiah.
Pemerintah pusat menetapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada tahun
2016 sebesar Rp 13.900, sedangkan menurut institute For Development of Economics
(INDEF) nilai tukar rupiah untuk tahun 2016 ini berada diatas 14 rupiah per dolar AS.
Apabila ternyata nilai tukar rupiah melemah diatas nilai acuan dalam APBN maka otomatis
beban utang dan cicilan serta subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah menjadi besar.
2.3 Kebijakan Pemerintah menutup defisit anggaran
Dalam rangka menutup defisit anggaran tersebut, akan dilakukan langkah-langkah
kebijakan guna memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan tingkat risiko yang
dapat ditolerir. Langkah-langkah
2.3.1. Kebijakan dalam pembiayaan dalam negeri
kebijakan di sisi pembiayaan dalam negeri tersebut akan ditempuh antara lain dengan:
1. melakukan pengelolaan portofolio surat utang negara (SUN) melalui langkah-langkah
pembayaran bunga dan pokok obligasi negara secara tepat waktu, penerbitan SUN
dalam mata uang rupiah dan mata uang asing, penukaran utang (debt switching) serta
pembelian kembali(buyback) obligasi negara;
2. melanjutkan kebijakan privatisasi yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan
ketentuan yang berlaku di pasarmodal;
3. memanfaatkan dana eks moratorium untuk membiayai program rekonstruksi dan
rehabilitasi NAD-Nias;
4. menggunakan sebagian dana simpanan pemerintah dan memberikan dukungan dana
bagi percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka kemitraanPemerintahSwasta.
2.5.2 Kebijakan dari Sisi Pengeluaran:
1. Mengurangi subsidi
Yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk pengeluaran yang sifatnya membantu
konsumen untuk mengatasi tingginya harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta
kestabilan politik dan sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak
(BBM), subsidi listrik, dan lain sebagainya.
2. Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan
Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh departemen teknis, misalnya untuk
pengeluaran listrik, telepon, alat tulis, perjalanan dinas, rapat-rapat, seminar, dan sebagainya
tanpa mengurangi kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan.
3. Menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan
Pengeluaran pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi menurut
prioritasnya, misalnya proyek-proyek yang cepat menghasilkan. Proyek-proyek yang
menyerap biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama, sementara
ditunda pelaksanaannya.
4. Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien
Program-program semacam itu adalah program-program yang tidak mendukung pertumbuhan
sektor riil, tidak mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan
penerimaan devisa. Pemotongan program-program ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program, berarti akan ada
kecenderungan akan menurunnya kualitas dan kuantitas output.
2.5.3 Kebijakan dalam pembiayaan luar negeri
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain meliputi:
1. Mengamankan pinjaman luar negeri yang telah disepakati dan rencana penyerapan
pinjaman luar negeri, baik pinjaman program maupun pinjaman proyek,
2. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang sudah jatuh tempo.
3. Dalam rangka membiayai pembiayaan defisit anggaran, Pemerintah akan
mengedepankan prinsip kemandirian, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang
bersumber dari dalam negeri. Pendanaan dari luar negeri akan dilakukan lebih
selektif dan berhati-hati, dengan mengupayakan beban pinjaman yang paling ringan
melalui penarikan pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah dan tenggang waktu
yang panjang, dan tidak mengakibatkan adanya adanya ikatan politik, serta
diprioritaskan untuk membiayai kegiatankegiatan yang produktif.
2.6 Perlunya Pinjaman Luar Negeri
Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 10 tahun 2011 tentang tata cara
pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah. Dalam rangka pencapaian tujuan
suatu negara maka diperlu adanya program-program pembangunan yang berkesinambungan
dengan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Salah satu syarat utama untuk mencapai tujuan
pembangunan adalah cukup tersedianya dana investasi. Kebutuhan dana investasi tersebut
secara ideal seharusnya dapat dibiayai dari dana (tabungan) dalam negeri. Tetapi dalam
kenyataannya seperti negara berkembang lainnya, Indonesia masih menghadapi masalah
keterbatasan modal dalam negeri yang dibutuhkan untuk pembiayaan pembangunan. Hal
tersebut tercermin dengan adanya kesenjangan antara tabungan dalam negeri dengan dana
investasi yang diperlukan. Untuk menutup investasi yang diperlukan ini, pinjaman luar negeri
merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan ekonomi Indonesia. Di samping itu,
pinjaman luar negeri diperlukan dalam upaya menutup kesenjangan antara kebutuhan valuta
asing yang telah ditargetkan dengan devisa yang diperoleh dari penerimaan hasil kegiatan
ekspor.
Pinjaman luar negeri juga memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan sumber
pembiayaan lainnya. Pembiayaan dengan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) secara
berlebihan akan banyak menyerap uang dari sektor swasta yang dapat menimbulkan
perkembangan sektor swasta terhambat.
Demikian juga bila sumber pembiayaannya dari penjualan aset, cara ini cenderung akan
meningkatkan uang yang beredar dalam masyarakat sehingga dapat menimbulkan inflasi.
Sumber pembiayaan dari pinjaman luar negeri merupakan alternatif yang dapat menghindari
terjadinya kelemahan-kelemahan tersebut. Disamping itu pinjaman luar negeri memiliki
kelebihan lain yaitu dapat memasukkan teknologi maju/tenaga ahli.
2.7 Dampak Hutang Luar Negeri Indonesia
Pertama, dampak langsung dari utang yaitu cicilan bunga yang makin mencekik.
Kedua, dampak yang paling hakiki dari utang tersebut yaitu hilangnya kemandirian akibat
keterbelengguan atas keleluasaan arah pembangunan negeri, oleh si pemberi pinjaman. Dapat
dilihat pula dengan adanya indikator-indikator baku yang ditetapkan oleh Negera-negara
donor, seperti arah pembangunan yang ditentukan. Baik motifnya politis maupun motif
ekonomi itu sendiri.
Pada akhirnya arah pembangunan kita memang penuh kompromi dan disetir, membuat
Indonesia makin terjepit dan terbelenggu dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat negara
Donor. Hal ini sangat beralasan karena mereka sendiri harus menjaga, mengawasi dan
memastikan bahwa pengembalian dari pinjaman tersebut plus keuntungan atas pinjaman,
mampu dikembalikan. Alih-alih untuk memfokuskan pada kesejahteraan rakyat, pada
akhirnya adalah konsep tersebut asal jalan pada periode kepemimpinannya, juga makin
membuat rakyat terjepit karena mengembalikan pinjaman tersebut diambil dari pendapatan
negara yang harusnya untuk dikembalikan kepada rakyat yaitu kekayaan negara hasil bumi
dan Pajak.
Selain memberikan dampak seperti yang diatas, utang luar negeri memiliki berbagai
dampak baik positif dan negatif yaitu:
a) Dampak positif
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam
upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, yang diakibatkan oleh
pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan
adanya utang luar negeri membantu pembangunan negara Indonesia, dengan menggunakan
tambahan dana dari negara lain. Laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan
target yang telah ditetapkan sebelumnya.
b) Dampak Negatif
Dalam jangka panjang utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai macam persoalan
ekonomi negara Indonesia, salah satunya dapat menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh(Inflasi).
Utang luar negeri dapat memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut
harus dibayarkan beserta dengan bunganya. Negara akan dicap sebagai negara miskin dan
tukang utang, karena tidak mampu untuk mengatasi perekonomian negara sendiri, (hingga
membutuhkan campur tangan dari pihak lain).
Selain itu, hutang luar negeri bisa memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Membantu dan mempermudah negara untuk melakukan kegiatan ekonomi.
2.
Sebagai penurunan biaya bunga APBN
3.
Sebagai sumber investasi swasta
4.
Sebagai pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal
5.
Berguna untuk menunjang pembangunan nasional yang dimiliki oleh suatu negara
Menurut aliran neoklasik, utang luar negeri merupakan suatu hal yang positif. Hal ini
dikarenakan utang luar negeri dapat menambah cadangan devisa dan mengisi kekurangan
modal pembangunan ekonomi suatu negara. Dampak positif ini akan diperoleh selama utang
luar negeri dikelola dengan baik dan benar.
Setiap negara memiliki perencanaan pembangunan yang berbeda-beda, tetapi memiliki
kapasitas fiskal yang terbatas. Untuk membiayai pembangunan, pemerintah memiliki apa
yang dikenal sebagai government spending. Jika selisih pengeluaran pemerintah dengan
tingkat penerimaan pajak bernilai defisit, maka alternatifnya adalah dengan memanfaatkan
pendanaan yang berasal dari luar negeri.
Download