MAKALAH BIOGRAFI TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM MASA MODERN AT TAHTAWI DAN RASYID RIDHA Disusun Oleh : Nama : Rena Sondary Kelas : XI – AP3 SMK NEGERI 1 BANDUNG TAHUN AJARAN 2018-2019 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul "Biografi Tokoh Tokoh Pembaharuan Islam Masa Modern" tepat pada waktunya. Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini. BIOGRAFI AT-TAHTAWI Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi adalah pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke sembilan belas di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, at-Tahtawi turut memainkan peranan. Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan, dan meninggal di Cairo pada tahun 1873. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan yang dikuasai itu, ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun ia pergi ke Cairo untuk belajar di al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di al-Azhar pada tahun 1922. Pemikiran-pemikiran Pembaharuan. (At-Tahtawi) 1 2 3 4 5 6 Jika umat Islam ingin maju harus belajar ilmu pengetahuan sebagaimana kemajuan yang terjadi Barat (Eropa). Untuk itu umat Islam harus berani belajar dari Barat. Negara yang baik adalah Negara yang pandai meningkatkan ekonomi rakyat, sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Fir’aun. Kekuasaan Raja sangat absolut, sehingga perlu dibatasi oleh Undang-undang Syariat yang yang dipimpin oleh majlis syura (ulama). Oleh karena antara Raja dengan ulama harus bisa berunding untuk melaksanakan hukum syariat. Umat Islam harus menguasai bahasa asing jika ingin maju di samping bahasa Arab. Bahasa Arab adalah berfungsi untuk memahami alQur’an dan al-Hadits, bahasa asing berfungsi untuk menerjemahkan dan memahami ilmu dan peradaban Barat. Ulama Islam harus memahami ilmu-ilmu pengetahuan modern jika tidak ingin umat Islam ketinggalan. Umat Islam tidak boleh bersikap fatalis (pasrah dengan keadaan) tanpa berusaha sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita. Pelajaran yang bisa diteladani dari At-Tahtawi Jika kita ingin maju kita harus belajar ilmu pengetahuan sebagaimana kemajuan. Umat islam harus menguasai bahasa asing jika ingin maju di samping bahasa Arab. Ulama islam harus memahami ilmu ilmu pengetahuan modern dan umat islam tidak boleh bersikap fatalis (Pasrah dengan keadaan). BIOGRAFI RASYID RIDHA Muḥammad Rashīd Riḍā; lahir di Suriah Utsmaniyah, 23 September 1865 atau 18 Oktober 1865 meninggal di Mesir, 22 Agustus 1935) dikenal sebagai Rasyid Ridha) adalah seorang intelektual muslim dari Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahankelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern. Mulai tahun 1898 hingga wafat(1935), Ridha menerbitkan surat kabar yang bernama Al-Manar. Nasabnya sampai kepada Ahlul Bait. Ide-ide Pemikiran dalam Bidang Agama Dalam bidang agama, Rasyid Ridha berpendapat umat Islam lemah dikarenakan tidak lagi mengamalkan ajaran agama yang murni seperti yang diterapkan pada masa Rasulullah SAW. Sebab, ajaran pada saat itu sudah tercampur bid'ah dan khurafat. Rasyid Ridha juga menegaskan, jika umat Islam ingin maju, mereka harus kembali berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW tanpa terikat oleh pendapatpendapat ulama terdahulu yang tidak sesuai dengan tuntutan hidup modern. Ia kemudian mengamati paham fatalisme yang menyelimuti umat Islam pada waktu itu. Rasyid Ridha berpendapat ajaran Islam itu seharusnya mengandung paham dinamika, bukan fatalisme. Idenya yang lain ialah toleransi dalam bermazhab. Menurutnya, timbulnya perpecahan pada kalangan umat Islam dikarenakan adanya sikap fanatisme terhadap mazhab. Oleh karena itu, menurut Rasyid Ridha perlu menghidupkan toleransi dalam bermazhab. Bahkan, termasuk dalam bidang hukum, walaupun ia sendiri dikenal sebagai pengikut Mazhab Hanbali. Bersama Tarekat Syadziliyyah Dia mulai mempelajari tasawuf dari gurunya, Husain Al-Jisr. Setelah dia menggali dan memperdalam ilmu dan ushuluddin, sadarlah ia bahwa membaca Wirid tersebut termasuk bid’ah. Karena itu, ia pun meninggalkannya dan lebih memilih untuk membaca dan mempelajari al-Qur’an. Beralih Dari Tasawuf Ke Pemahaman Manhaj Salaf Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan sebagai Sufi, dia menuturkan pengalamannya, “Saya sudah menjalani Tarekat Naqsyabandiyyah, mengenal yang tersembunyi dan paling tersembunyi dari misterimisteri dan rahasia-rahasianya. Aku telah mengarungi lautan Tasawuf dan telah meneropong intan-intan di dalamnya yang masih kokoh dan buihbuihnya yang terlempar ombak. Namun akhirnya petualangan itu berakhir ke tepian damai, ‘pemahaman Salaf ash-Shalih’ dan tahulah aku bahwa setiap yang bertentangan dengannya adalah kesesatan yang nyata.” Dia banyak terpengaruh oleh majalah ‘al-‘Urwah al-Wutsqa’ dan artikel-artikel para ulama dan sastrawan. Terlebih, pengaruh gurunya, Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ia benar-benar terpengaruh sekali sehingga seakan gurunya lah yang telah menggerakkan akal dan pikirannya untuk membuang jauh-jauh seluruh bid’ah dan menggabungkan antara ilmu agama dan modern serta mengupayakan tegak kokohnya umat dalam upaya menggapai kemenangan. Dan yang lebih banyak mempengaruhinya lagi adalah dia buku-buku karya Bersama Tarekat Naqsyabandiyyah Mengenai hal ini, Syaikh Rasyid menyebutkan bahwa yang membuatnya gandrung mempelajar Tasawuf adalah pesona kitab ‘Ihya’ ‘Ulum ad-Diin’ karya Imam Al-Ghazali. Kemudian dia meminta kepada gurunya dalam tarekat Syadziliyyah, Muhammad AlQawiqji untuk memperkenankannya untuk tetap menjalankan tarekat Syadziliyyah secara formalitas saja. Pelajaran yang bisa diteladani dari Rasyid Ridha Lebih menerapkan ajaran yang diterapkan pada jaman Rasulullah SAW. dan menghidupkan toleransi dalam bermazhab yang termasuk ke dalam bidang hukum, walau belum termasuk Mazhab Hambali.