Uploaded by User24085

CONTOH REVIEW JURNAL

advertisement
CONTOH REVIEW JURNAL
Review Jurnal Intervensi Person-Centered Therapy
Judul
Jurnal
Volume & Halaman
Tahun
Penulis
Reviewer
Tanggal
A Person-centered Approach to Studying the Linkages among
Parent–Child Differences in Cultural Orientation, Supportive
Parenting, and Adolescent Depressive Symptoms in Chinese
American Families.
Journal Youth Adolescence
Vol. 37, Hal. 36-49
2008
Scott R. Weaver & Su Yeong Kim
SRI UTAMI HALMAN (1171040009)
24 Desember 2013
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik bagaimana orientasi budaya Tionghoa,
orang tua imigran dan anak-anak mereka dapat berinteraksi untuk
menghasilkan peningkatan gejala depresi di kalangan remaja
melalui lingkungan pengasuhan yang kurang mendukung.
Subjek penelitian ini adalah 451 keluarga Amerika Cina yang
Subjek Penelitian
berada di California Utara berpartisipasi di penelitian masa
sekarang. Remaja (53,8% perempuan) berusia rata-rata 13 tahun
(SD = 0,73) pada gelombang pertama dan 17,05 tahun (SD = 0.80)
pada gelombang kedua. Anak-anak remaja yang terutama (75%)
kelahiran US. Kebanyakan orang tua (87% dari ayah, 90% dari ibu)
yang kelahiran asing. Rata-rata usia pada saat imigrasi adalah 30,45
tahun (SD = 10.03) untuk ayah dan 28,30 tahun (SD = 8.80) untuk
ibu. Lama waktu di AS rata-rata 17,46 tahun (SD = 9.73) untuk
ayah dan 15,74 tahun (SD = 8.36) untuk para ibu. Mayoritas dari
kedua ayah (63,1%) dan ibu (68,4%) melaporkan mencapai sekolah
tinggi atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kisaran pendapatan
tahunan keluarga rata-rata adalah $30,001-$45,000, meskipun
distribusi pendapatan ditunjukkan variabilitas yang cukup besar,
dengan 13% melaporkan kurang dari $15.000 dan 6,2% melaporkan
lebih dari $105.000. Sebagian besar remaja (85%) tinggal dengan
kedua orang tua, dengan 10,7% hidup dengan hanya ibu mereka,
1,2% hidup dengan hanya ayah mereka, dan remaja yang tersisa
tinggal di konfigurasi struktur keluarga lainnya.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuesioner. Kuesioner ini diberikan pada remaja dan orang tua
keturunan China Amerika.
Definisi Operasional Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Adolescents’ cultural
orientation (orientasi budaya remaja).
Variabel Dependen
 Tsai dan Chentsova (Weaver & Kim, 2008) menyatakan bahwa
mode diferensial dan tingkat akulturasi dapat mengakibatkan
Tujuan Penelitian
perbedaan orangtua dan anak dalam budaya orientasi, yang
didiartikan sebagai sejauh mana individu dipengaruhi dan secara
aktif terlibat dalam tradisi, norma, dan praktik budaya tertentu.
 Portes (Weaver & Kim, 2008) menjelaskan bahwa orang tua
imigran dan anak-anak mereka baik pengalaman kekuatan
asimilasi, anak-anak sering berasimilasi di tingkat yang lebih
cepat dari orang tua mereka, hak ini disebut dengan disonan
akulturasi.
Cara
&
Alat Cara dan alat yang digunakan untuk mengukur variabel dependen
Mengukur
Variabel yaitu:
Dependen
 Cara yang digunakan untuk mengukur variabel dependen yaitu
melakukan perekrutan untuk indikator remaja keturunan CinaAmerika. Penelitian dibagi dua gelombang, gelombang pertama
pada tahun 2002 dan gelombang kedua 2006.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner yang digunakan terdiri atas dua versi, yaitu versi
bahasa Inggris dan versi bahasa China.
Definisi Operasional Variabel independen dalam penelitian ini adalah person centered
Variabel Independen
approach.

Pendekatan berpusat pada orang telah dianggap mampu
keuntungan untuk meneliti tentang remaja dan keluarga
(Bergman 2001; Mandara 2003). Aspek utama dari pendekatan
berpusat pada orang adalah penekanan pada pemahaman
terhadap individu secara keseluruhan, bukan pada karakteristik
individu atau variabel itu sendiri. Kekuatan dari pendekatan
berpusat pada orang adalah kemampuannya untuk
mengakomodasi non-linearities dan interaksi yang tidak dapat
dengan mudah terwakili dalam berpusat variabel model
(Bergman, 2001).
Langkah-langkah
Langkah-langkah yang digunakan dalam proses penelitian ini
Terapi
adalah:
1. Tahun 2002 dilakukan perekrutan di tujuh sekolah menengah di
daerah metropolitan utama California utara dengan bantuan dari
administrator sekolah (dipilih berdasarkan kriteria).
2. Meminta persetujuan dari keluarga mengenai penelitian
tersebut.
3. Peserta diberi paket kuesioner yang akan dikumpulkan dua
sampai tiga minggu setelah surat oleh staf penelitian diterima
peserta.
4. Melakukan studi tingkat lanjut pada tahun 2006.
5. Membagikan dua versi kuesioner kepada peserta, yaitu
kuesioner dalam bahasa China dan bahasa Inggris.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini memberikan beberapa
Hasil Penelitian
dukungan untuk gagasan bahwa disonansi generasi berhubungan
dengan dukungan orangtua dan tingkat kebersamaan simtomatologi
depresi. Secara umum, memiliki orangtua dengan profil bicultural
tampaknya paling menguntungkan jika remaja sama memiliki profil
bicultural. Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini bukan
ibu atau ayah bicultural, melainkan kombinasi dari sebuah
Kekuatan Penelitian
Kelemahan Penelitian
biculturally orangtua dan remaja. Konfigurasi ini mungkin optimal,
karena melibatkan jarak minimal antara orangtua dan anak di kedua
budaya China dan Amerika saat masih berada pada lingkungan
keluarga yang memiliki aspek nilai-nilai budaya dan tradisi Cina
serta sama dihargainya oleh orang tua dan anak.
Kekuatan penelitian ini adalah alat yang digunakan dalam penelitian
berupa kuesioner cukup mudah digunakan oleh subjek penelitian
sehingga dalam pengambilan datanya tidak dibutuhkan waktu yang
lama seperti pada metode kualitatif.
Kelemahan penelitian ini adalah rentan waktu penelitian yang
digunakan pada wave 1 ke wave 2 cukup jauh, yaitu 4 tahun
sehingga subjek yang dapat ikut pada wave 2 hanya 80%.
Judul Jurnal :
Atribusi Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Kesadaran Terhadap Kesataran
Gender, dan Strategi Mengahadapi Masalah Pada Perempuan Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
1. Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang saat ini
menjadi soroton berbagai pihak. Fenomena tersebut semakin memprihatinkan karena
pelaku kekerasan adalah orang-orang yang dipercaya, disayangi, dan dicintai, yaitu
keluarga. Kekerasan yang dilakukan oleh pasangan intimnya tersebut dikenal sebagai
“kekerasan dalam rumah tangga” (Jhonson & Sacco, dalam Hakimi, dkk, 2001).
Kekerasan terhadap istri langsung maupun tidak langsung menimbulkan akibat
yang buruk (Unger & Crawford, 1992) baik bagi korban maupun bagi anak-anaknya.
Namun demikian, istri yang menjadi korban kekerasan cenderung memilih untuk bertahan
dalam situasi tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puslitkes Atmajaya
dengan Rifka Annisa ( Hayati, 1999), tampak bahwa 76% dari 125 korban yang
berkonsultasi ke RAWCC memilih kembali kepada suami.
Berlangsungnya kekerasan yang menimpa secara berulang-ulang membuat
istri melakukan coping. Menurut Lazararus dan Folkan (Folkman, 1984), coping terdiri
dari dua yaitu Problem Focused Coping (SMM-M) dan Emosional Focused Coping
(SMM-E). SMM-M merupakan usaha mengatasi masalah dengan fokus pada masalah
yang terjadi. SMM-E merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengurangi stress
dengan cara menghadapi tekanan-tekanan emosi dan untuk keseimbangan afeksinya.
Perempuan cenderung melakukan SMM-E, sebagaimana yang ditunjukkan dalam
penelitian Fawcett, dkk, (1999), bahwa perempuan korban kekerasan melakukan beberapa
strategi antara lain dengan bersikap sabar, bertoleransi, diam, berhubungan seks dengan
pasangan, atau melakukan apapun perintah pasangan.
Pemilihan setrategi menghadapi masalah dipengaruhi beberapa faktor.
Diantara faktor-faktor tersebut adalah penilaian kognitif (Folkman, 1984). Suatu penilaian
yang hampir setiap waktu yang digunakan oleh individu adalah penilaian sebab akibat
yang disebut dengan atribusi.
Atribusi merupakan suatu proses penilaian tentang penyebab, yang dilakukan
individu setiap hari terhadap berbagai peristiwa, dengan atau tanpa disadari ( Sears, dkk,
1994). Demikian pula jika seseorang dihadapkan pada situasi yang menekan, ia akan
spontan mencari atribusi terhadap situasi tersebut (Taylor, dkk, 1984). Teori atribusi
menyatakan bahwa setelah mengalami peristiwa negatif atau menyakitkan, seseorang akan
membuat atribusi untuk memudahkan penyesuain, karena atribusi membantu mereka
merasa bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan (Kelley, dalam Tennen, 1986).
Disisi lain kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah yang berkaitan
erat dengan bias gender yang biasa terjadi di masayarakat patriarkal, dimana distribusi
kekuasan antara laki-laki dan perempuan timpang, sehingga kaum laki-laki mendominasi
institusi sosial dan tubuh sosial (Arivia, 1996). Dominasi kekuasan suami atas istri ini
mencakup pula dorongan untuk mengontrol istrinya, termasuk mengontrol tubuhnya
dengan melakukan kekerasan (Skrobanek, 1991).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lokasi
penyebab, stabilitas, dan pengendalian penyebab kekerasan dalam rumah tangga, serta
kesadaran terhadap kesataraan gender dengan strategi menghadapi masalah.
2. Metode
Subjek penelitian ini adalah perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga,
berjumlah 45 orang. Skala yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi:
1. Skala strategi menghadapi masalah (SMM), yang merupakan gabungan antara skala
SMM-M dan SMM-E. Skala SMM-M terdiri dari 5 aspek. Sementara skala SMM-E
terdiri dari 8 aspek. Skala ini terdiri dari 26 aitem.
2.
Skala atribusi kekerasan dalam rumah tangga, skala ini terdiri dari 24 aitem yang
meliputi 3 dimensi yaitu penyebab, stabilitas, dan pengendalian.
3.
Skala kesadaran terhadap kesataraan gender, skala ini terdiri dari 20 aitem yang
meliputi 4 dimensi.
Reliabilitas ke-3 skala tersebut bergerak dari 0,827 sampai dengan 0,897. Data
yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis regresi
dengan menggunakan metode stepwise.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara
lokasi penyebab, stabilitas, pengendalian, dan kesadaran terhadap kesataraan gender
dengan strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada masalah (SMM-M). Dari
penelitian ini diketahui bahwa 84% SMM-M perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga dapat dijelasakan dari atribusi mereka terhadap kekerasan dalam ruumah tangga,
yang meliputi lokasi penyebab, stabilitas, dan pengendalian, serta kesadaran mereka
terhadap kesataraan gender. Dari hasil diatas juga dapat dikatakan bahwa lokasi
penyebab, stabilitas, dan pengendalian, serta kesadaran mereka terhadap kesataraan
gender, secara bersama-sama dapat memprediksi SMM-M. Semakin eksternal lokasi
penyebab, semakin tidak stabil, semakin dapat dikendalikan, serta semakin tinggi
kesadaran terhadap kesataraan gender, maka akan semakin tinggi SMM-M.
Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa tidak ada hubungan
signifikan antara lokasi penyebab, stabilitas, dan pengendalian, serta kesadaran mereka
terhadap kesataraan gender secara bersama-sama dengan strategi mengahadapi masalah
yang berosrientasi pada emosi (SMM-E). Namun disini ditemukan bahwa kesadaran
terhadap kesataraan gender secara signifikan mampu memprediksi SMM-E. Semakian
tinggi kesadaran terhadap kesataraan gender akan semakin rendah SMM-E.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisi diatas ditemukan adanya penggunaan strategi
menghadapi masalah pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Pengguanaan SMM-M dapat diprediksikan dari atribusi mereka terhadap kekerasan
dalam rumah tangga yang dialami dan kesadaran mereka terhadap kesataraan gender.
Sementara itu pengguanan SMM-E dapat diprediksikan dari kesadaran mereka terhadap
kesataraan gender.
Daftar Pustaka
Siti Rormah Nurhayati, dan Sugiyanto. “Atribusi Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
Kesadaran Terhadap Kesataran Gender, dan Strategi Mengahadapi Masalah Pada
Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. Jurnal Psikologi, Voleme 32,
No.1, 34-46 ( Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta dan Fakultas
Psikologi Universittas Gajah Mada: Yogyakarta).
CONTOH REVIEW JURNAL
Peringkas
Tanggal
Topik
Penulis
Tahun
Judul
MUDASSIR HASRI GANI
12 oktober 2012
Program Intervensi (pencegahan dan terapi psikologis) untuk
anak-anak dari keluarga yang bercerai.
Jurnal
Vol. & Halaman
JoAnne L.Pedro-Carrol and Emory L.Cowen
1985
The Children of Divorce Intervention Program: An Investigation of
the Efficacy of a School-Based Prevention Program
Journal of Consulting and Clinical Psychology
Vol. 53, No. 5, 603-611
Landasan Teori
 Penelitian ini dilatari oleh peningkatan jumlah rata-rata
perceraian dari tahun ke tahun di Amerika Serikat. Perceraian
yang terjadi menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi
psikologis semua anggota keluarga, khususnya pada anakanak sebagai korban yang menderita paling parah.
 Hasil penelitian dari banyak ahli menunjukkan bahwa dampak
perceraian antara lain, perasaan sedih, marah, agresivitas,
penolakan, masalah penyesuaian diri, ekspresi afeksi yang
kurang, prestasi akademik rendah, penguasaan skill yang
terhambat, kecemasan bahkan depresi merupakan masalahmasalah
yang
lazim
dialami
oleh
anak-anak
korban
perceraian.

Hasil
penelitian
mengenai
dampak
negatif
perceraian
memotivasi para peneliti untuk membuat program intervensi
(prevensi dan treatmen) bagi anak-anak korban perceraian.
Beberapa hasil penelitian yang dipaparkan dalam jurnal ini
menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi efek
negatif yang dialami oleh anak-anak tersebut.
 Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi children support
group (CSG) yang dimodifikasi bagi anak-anak korban
perceraian yang berusia 9-12 tahun yang menekankan pada
pemberian
dukungan
dan
ketrampilan
kognitif
anak,
pengungkapan perasaan (komponen afeksi) anak tentang
perceraian
orang
tua,
serta
upaya
untuk
mengontrol
kemarahan yang dirasakan anak.
Metode
Pada awal penelitian, subjek berjumlah 75 anak (42 laki-laki, 33
Subyek
perempuan). Tiga anak mengundurkan diri pada saat penelitian
berjalan sehingga data penelitian yang dianalisis adalah: 40
subjek pada kelompok eksperimen (KE) dan 32 subjek pada
kelompok kontrol (KK). Dua puluh satu (21) anak tingkat keenam,
20 tingkat kelima, 26 tingkat keempat dan 8 tingkat ketiga. Semua
anak belum pernah mengikuti program treatmen sebelumnya.
Subjek penelitian adalah anak-anak dari keluarga-keluarga yang
bersedia mengikuti penelitian, berasal dari kelas menengah,
berkulit putih, dan rata-rata telah bercerai selama 23,6 bulan
(Range = 1-84 bulan). Pengelompokan subjek ke dalam KE dan
KK dilakukan secara random.
Manipulasi
 Tes awal diberikan pada guru, orangtua dan anak-anak yang
diselesaikan kira-kira satu minggu sebelum program dimulai.
Tes diberikan di sekolah dalam kelompok kecil yang terdiri dari
8-9 anak. Tes akhir diberikan dua minggu setelah treatmen.
 Program treatmen terdiri dari 10 sesi program yang terbagi atas
3 kelompok, yaitu: sesi 1-3, merupakan sesi perkenalan
masing-masing anggota, pembukaan diri dengan menceritakan
pengalaman satu sama lain, memberikan dukungan dan
menceritakan
kecemasan
dan
miskonsepsi
mengenai
perceraian. Sesi 4-6 merupakan program pembentukan
komponen kognisi. Sesi 7-9 merupakan program yang
bertujuan untuk mengelola dan mengontrol rasa marah. Sesi
terakhir merupakan evaluasi pengalaman mengikuti treatmen.
Instrumen
 Instrumen penelitian terbagi atas 4 jenis, disesuaikan dengan
komponen yang terlibat dalam penanganan, yaitu: guru,
orangtua, kelompok leader, dan anak-anak.
 Teacher rated children’s problem behavior on the Classroom
Adjustment Rating Scale (CARS; Lorion, Cowen, & Caldwell,
1975). Skala yang terdiri dari 41 aitem yang mengukur 3 faktor
permasalahan anak. Banyaknya faktor dan skor total yang
diperoleh merupakan indikasi maladjustment pada anak.
Informasi tentang reliabilitas alat ukur tidak disebutkan.
 Parent Evaluation Form, skala yang terdiri dari 14 aitem, yang
mengindikasikan maladjustment yang berat pada skor total
yang diperoleh. Informasi tentang reliabilitas alat ukur tidak
disebutkan
 Group Leader Evaluation Form, terdiri dari dua bagian yang
masing-masing terdiri dari 8 aitem. Penilaian ini diberikan dua
kali, yaitu awal sesi ketiga dan setelah sesi kesepuluh selesai.
Skor total yang diperoleh mengindikasikan penyesuaian subjek
yang menjadi lebih baik. Informasi tentang reliabilitas alat ukur
tidak disebutkan.
 Child measure, terdiri dari empat jenis alat ukur, yaitu: Harter’s
Perceived Competence Scale (28 aitem), The State-Trait
Anxiety Inventory for Children (STAIC) terdiri dari 20 aitem,
Children’s Attitude and Self Perception (CASP) terdiri dari 15
aitem
dan
CAG
(untuk
mengetahui
komentar
tentang
kelompok, terdiri dari 6 aitem. Informasi tentang reliabilitas alat
ukur tidak disebutkan.
Hasil
Tujuan utama penelitian ini, yaitu melakukan evaluasi terhadap
efektivitas program treatmen berbasis sekolah yang diberikan
pada anak-anak yang orang tuanya bercerai dengan melibatkan
guru, orang tua, kelompok leader dan anak menunjukkan hasil
yang
positif
(perbedaan
skor
anak-anak
pada
kelompok
eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol menunjukkan
hasil yang signifikan, kecuali pada satu pengukuran, yaitu:
perceived competence dan self-esteem).
Download