Uploaded by User21440

RELAKSASI OTOT PROGRESIF KEP.JIWA

advertisement
KEPERAWATAN JIWA II
RELAKSASI OTOT PROGRESSIF
DISUSUN OLEH
Dosen Pembimbing: Sri Maryatun, S.Kep., Ns., M.Kep.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
KATA PENGANTAR
1
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat-NYA, sehingga kami penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini kami susun berdasarkan tugas dari
mata kuliah Keperawatan Jiwa II yang berjudul RELAKSASI OTOT
PROGRESSIVE. Penyusunan makalah ini salah satunya bertujuan memberi
informasi kepada pembaca agar lebih memahami tentang Relaksasi Otot
Progressive
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita
semua. Penyusun juga meminta maaf apabila banyak kesalahan dalam penyusunan
makalah ini.
Indralaya, Maret 2017
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER..............................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................5
C. TUJUAN..................................................................................................... 6
D. MANFAAT..................................................................................................6
BAB II TUJUAN TERAPI.......................................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9
A. DEFINISI TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF.............................9
B. FISIOLOGI RELAKSASASI OTOT PROGRESIF..................................11
C. TEORI TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF................................13
D. TUJUAN TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF.........................13
E. INDIKASI TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF.........................14
F. KONTRAINDIKASI TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF.........14
G. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN.........................................14
H. TEKNIK TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF.............................15
BAB IV SOP RELAKSASI OTOT PROGRESIF.................................................20
BAB V PENELITIAN TERKAIT.........................................................................28
BAB VI PENUTUP................................................................................................39
A. KESIMPULAN ..........................................................................................39
B. SARAN......................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi
kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa
gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area
psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab
perilaku maladaptive dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor
predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan
penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana
mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru
menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptif.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda
terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku
terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual
kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model
social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan
model stress – adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam
terapi gangguan jiwa.
Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang
dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan
yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan
perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
4
Terdapat banyak terapi modalitas yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan gangguan jiwa yang ada seperti terapi modalitas
individual, lingkungan (milleu therapy), kognitif, terapi keluarga, kelompok, dan
bermain. Salah satu terapi modalitas yang sering digunakan dan dapat dikatakan
efektif untuk permasalahan gangguan jiwa seperti stress, kecemasan dan
gangguan lainnya yaitu dengan terapi modalitas relaksasi otot progresif yang
secara lebih mendalam dan lengkap akan dijelaskan pada materi makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tentang terapi modalitas
relaksasi otot progresif maka rumusan masalah yang diperoleh yaitu :
a. Apa dan bagaimana kerja terapi modalitas relaksasi otot progresif ?
b. Apa tujuan dari dilaksanakannya terapi modalitas relaksasi otot progresif ?
c. Apa indikasi dan kontraindikasi dari terapi modalitas relaksasi otot
progresif ?
d. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam terapi modalitas relaksasi
otot progresif ?
e. Bagaimana proses dan teknik pelaksanaan dari terapi modalitas relaksasi
otot progresif ?
5
C. Tujuan Terapi
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui lebih
jelas tentang materi terapi modalitas relaksasi otot progresif dan bagaimana proses
pelaksanaanya beserta pengaruh yang ditimbulkannya.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kerja terapi modalitas relaksasi otot progresif
b. Untuk mengetahui tujuan dari dilaksanakannya terapi modalitas relaksasi
otot progresif
c. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari terapi modalitas
relaksasi otot progresif
d. Untuk mengetahuiproses dan teknik pelaksanaan dari terapi modalitas
relaksasi otot progresif
e. Untuk mengetahuihal-hal yang perlu diperhatikan dalam terapi modalitas
relaksasi otot progresif
D. Manfaat
1. Bagi Pelayanan dan Pengembangan Ilmu Keperawatan
Manfaat makalah yang dibuat tentang terapi modalitas relaksasi otot
progresif ini yaitu sebagai sumber pengetahuan, pedoman dan bacaan bagi rekan
sejawat lainnya tentang terapi non farmakologis yang bisa dimanfaatkan atau
digunakan untuk mengatasi pasien atau masyarakat yang mengalami gangguan
6
kesehatan jiwa sehingga ilmu yang diperoleh dapat diterapkan di lingkungan
sekitar dan masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat terapi modalitas relaksasi otot progresif ini dapat
digunakan sebagai salah satu cara alternatif untuk mengatasi gangguan kesehatan
jiwa yang sering muncul seperti stres dan kecemasan. Selain itu relaksasi otot
progresif ini juga dapat digunakan untuk permasalahan kesehatan lainnya seperti
untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dan diabetes jika
dilakukan dengan prosedur yang tepat dan berulang.
7
BAB II
TUJUAN TERAPI
Menurut Purwanto (2013), Asmadi (2008 dalam Bima Anindita, 2012), Funda
(2009 dalam Bima Anindita, 2012) tujuan dari teknik ini adalah untuk:
1.
Menurunkan ketegangan otot dan syaraf, tingkat kecemasan, nyeri leher
dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolic.
2.
Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen
3.
Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokuskan perhatian serta relaks
4.
Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi
5.
Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
6.
Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia
ringan, gagap ringan.
Membangun emosi positif dari emosi negative.
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Terapi Relaksasi Otot Progresif
Menurut Herodes (2010), teknik relaksasi otot progresif merupakan
teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau
sugesti. Berdasarkan keyakina tubuh manusia berespons pada kecemasan dan
kejadian yang dapat merangsang pikiran dengan ketegangan otot (Davis,
1995). Teknik relaksasi otot progresif dapat memusatkan perhatian pada suatu
aktivitas otot yaitu mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan
ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan
relaks (Herodes, 2010). Teknik relaksasi otot progresif adalah suatu terapi
relaksasi yang diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-oto tertentu
dan kemudian otot tersebut di relaksasi. Relaksasi progresif merupakan salah
satu cara dari teknik relaksasi yang mengombinasikan latihan napas dalam
serta serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu. (Kustanti dan
Widodo, 2008).
Menurut Stuart & Laraia (2005) Gangguan fisik dapat mengancam
integritas diri seseorang, ancaman tersebut berupa ancaman eksternal dan
internal. Sedangkan Taylor (2007) mengatakan bahwa ancaman gangguan
fisik yang terjadi dalam kehidupan individu dapat menjadi stressor yang bisa
menyebabkan terjadinya stress dan kecemasan. Stres dan kecemasan
serinhkali terjadi pada kehidupan seseorang dan disebabkan oleh semua
peristiwa yang dialami sehari-hari.
Menurut Stuart & Laraia (2005) Gangguan fisik dapat mengancam
integritas diri dari seseorangsehingga ancaman tersebut dapat berupa
ancaman eksternal dan internal. Sedangkan Taylor (2007) mengatakan bahwa
ancaman gangguan fisik dapat terjadi dalam kehidupan individu yang dapat
menjadi stressor yang bisa menyebabkan terjadinya stress dan kecemasan.
9
Menurut Stuart dan Laraia (2005) ansietas adalah kekhawatiran yang
tidak jelas yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan perasaan
tidak berdaya. Respon individu yang bersifat unik dan memerlukan
pendekatan yang unik pula. Salah satu terapi untuk spesialis keperawatan
jiwa sebagai manajemen ansietas yaitu dengan melakukan progressive muscle
relaxation yang merupakan bagian dari terapi relaksasi.
Penggunaan relaksasi dibidang klinis telah dimulai semenjak awal abad
20 ketika Edmund Jacobson melakukan penelitian yang ditulis kedalam
sebuah buku Progressive Relaxation yang kemudian diterbitkan oleh Chicago
University Press pada tahun 1938. Jacobson menjelaskan mengenai hal-hal
yang harus dilakukan seseorang pada saat tegang dan dan pada saat rileks.
Pada saat tubuh dan pikiran rileks, maka ketegangan yang terjadi dapat
membuat otot-otot mengencang dan akan diabaikan (Zalaquet & mcCraw,
2000 dalam ramdhani & Putra, 2009).
Relaksasi
otot
progresif
meerupakan
terapi
relaksasi
dengan
menggunakan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot pada satu
bagian tubuh, pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi. Gerakan
mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif dapat dilakukan secara
berturut-turut (Synder & Lindquist, 2002). Pada latihan relaksasi perhatian
individu dapat diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat otot
dilemaskan dan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. Dengan mengetahui
lokasi dan merasakan otot yang tegang, maka klien dapat merasakan
hilangnya ketegangan yang merupakan salah satu respon dari kecemasan
(Chalesworth & Nathan, 1996).
Terapi ini diyakini bahwa tubuh dapat berespon pada kecemasan yang
dapat merangsang pikiran dan kejadian dengan ketegangan otot, oleh sebab
itu dengan adanya relaksasi otot progresif dapat bekerja melawan ketegangan
fisiologis yang terjadi sehingga bisa mengatasi kecemasan ( Davis dkk,
1995). Terapi relaksasi merupakan sarana psikoterapi yang efektif. Jenis
terapi perilaku yang dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe yang digunakan
untuk mengurangi kecemasan serta ketegangan otot-otot, syaraf yang dapat
10
bersumber dari objek-objek tertentu (Goldfried dan Davidson, 1976 dalam
Subandi, 2002).
B. Fisiologis Relaksasi Otot Progresif
Terapi relaksasi otot progresif ini akan menimbulkan efek relaks yang
melibatkan syaraf parasimpatis dalam sistem syaraf pusat. Sistem syaraf
simpatis meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu
meningkatkan
denyut
jantung
dan
pernafasan,
serta
menimbulkan
penyempitan pembuluh darah tepi (pheriperal) dan pembesaran pembuluh
darah pusat, maka sebaliknya sistem syaraf parasimpatis menstimulasi
turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem syaraf simpatis dan
menaikkan semua fungsi yang diturunkan oleh sistem syaraf simpatis. Ketika
individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem
syaraf simpatis, sedangkan saat relaks yang bekerja adalah sistem syaraf
parasimpatis. Jadi relaksasi otot progresif dapat mengurangi rasa cemas dan
tegang dengan cara resiprok, sehingga timbul penghilangan dan counter
conditioning (Prawitasari, dalam Ramdhani dan Putra, 2011).
Latihan relaksasi otot progresif secara fisiologis dapat menimbulkan efek
relaks yang melibatkan syaraf parasimpatis dalam sistem syaraf pusat. Fungsi
salah satu syaraf parasimpatis adalah menurunkan produksi hormon adrenalin
atau
epinefrin
(hormon
stres)
dan
meningkatkan
sekresi
hormon
noaradrenalin atau norepinefrin (hormon relaks) sehingga terjadi penurunan
kecemasan serta ketegangan pada perawat sehingga perawat menjadi lebih
relaks (Subandi, 2002).
11
Kecemasan akibat stres kerja ini dikurangi dengan terapi relaksasi otot
progresif dilakukan dengan cara memutuskan lingkaran kecemasan yang semakin
bertambah dalam. Bila individu semakin tegang akibat menghadapi situasi yang
khusus, maka otot-otot dan organ-organ tubuh menjadi tegang, dan individu
tersebut akan merasa cemas. Kondisi itu mempengaruhi sistem syaraf pusat.
Kondisi itu dapat memberikan suatu rangsang yang akan menambah respon
kecemasan dan ketegangan, sehingga dapat membentuk sistem lingkaran yang
cenderung akan membentuk spiral yang kemudian secara teru menerus menambah
ketegangan. Bila hal ini dapat dipotong dalam waktu tertentu, maka tingkat
ketegangan dan kecemasan akan berkurang secara lebih baik, dengan kondisi
tersebut maka perawat menjadi lebih relaks, nyaman dan dapat mengatasi masalah
yang dihadapi dengan cara-cara yang lebih tepat. 12
Asumsi dasar lain pemilihan terapi
relaksasi otot progresif selain
mempengaruhi kerja sistem syaraf simpatis dan syaraf parasimpatis adalah terapi
ini bertujuan untuk memberikan rasa nyaman pada otot-otot. Ketika terjadi stres
maka otot-otot pada beberapa bagian tubuh menjadi menegang seperti otot leher,
punggung dan lengan (Miltenberger, 2004). Ketika individu mengalami reaksireaksi fisiologis yang dirasakan individu akan berkurang, sehingga dapat merasa
relaks. Jika kondisi fisiologisnya sudah relaks, maka kondisi psikisnya juga
tenang (Subandi, 2002). Semakin melemasnya otot mampu mengurangi
strukturisasi ketegangan dan individu yang dalam kondisi relaks secara otomatis
dapat memudahkan proses terjadinya pengubahan pola pikirnya yang tidak logis
atau keyakinan yang irasional menjadi pola pikir yang rasional atau keyakinan
yang rasional (Subandi, 2002)12
12
Respon stres bermula dari meningkatnya hormon kortisol. Peningkatan
hormon kortisol secara kronis dapat meningkatkan kerentanan terhadap
semua jenis penyakit (Faigin, 2001). Secara fisiologi, situasi stres dapat
mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem
neuroendrokrin, yaitu sistem syaraf simpatis dan sistem korteks adrenal.
Berdasarkan penjelasan diatas jadi dapat dikatakan bahwa distress terjadi
karena individu sudah terlalu lama mengalami kondisi disequilibrium
(ketidakseimbangan). Kondisi ketidakseimbangan yang terjadi ini karena
individu menghadapi jumlah tuntutan yang semakin meningkat atau semakin
mengancam dirinya, sehingga individu tersebut menilai bahwa dirinya tidak
mampu menghadapi dan mengatasinya.
C. Teori Terapi Relaksasi Otot Progresif
Kebutuhan dasar klien salah satunya adalah kebutuhan tidur dan istirahat.
Sekitar 60% klien mengalami insomnia. Stress terhadap tugas ataupun
permasalahan tidak apabila tidak bisa segera diatasi dapat menimbulkan
kecemasan. Kecemasan dapat berakibat pada munculnya emosi negative
terhadap permasalahan maupun kegiatan sehari-hari. Semua ini dapat
menyebabkan gangguan tidur atau insomnia. Insomnia dapat diatasi dengan
cara nonmedik yaitu dengan menggunakan terapi relaksasi (Alim, 2009).
Salah satu terapi relaksasi yaitu dengan terapi relaksasi otot progresif yang
dapat membuat tubuh serta pikiran terasa relaks, dan memudahkan untuk
tidur (Susanti, 2009).
D. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan potter (2005), tujuan dari teknik
relaksasi ini adalah untuk :
13
a. Menurunkannya ketegangan pada otot, nyeri pada leher, pada punggung,
kecemasan, dan, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju dari
metabolic.
2. Mengurangi disritmia pada jantung dan mengurangi kebutuhan oksigen
3. Meningkatkan gelombang alfa pada otak yang dapat terjadi ketika klien
sadar dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks
4. Mengatasi insomnia, depresi, dan kelelahan
5. Meningkatkan rasa kebugaran dan meningkatkan konsentrasi
6. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
7. Membangun emosi positif dari emosi negative.
E. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif
Indikasi dari terapi relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut :
1. Klien lansia yang mengalami gangguan untuk tidur (insomnia).
2. Klien lansia yang mengalami kecemasan
3. Klien lansia yang sering mengalami stress.
4. Klien lansia yang mengalami depresi.
F. Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif
Kontraindikasi dari terapi relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut :
1. Klien lansia yang mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak bisa
menggerakkan badannya.
2. Klien lansia yang menjalani perawatan tirah baring (bed rest).
G. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan
terapi relaksasi otot progresif :
1.
Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri
sendiri.
14
2.
Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot relaks.
3.
Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata tertutup. Hindari
dengan posisi berdiri.
4.
Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.
5.
Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian kiri dua
kali.
6.
Memeriksa apakah klien benar-benar relaks.
7.
Terus-menerus memberikan instruksi.
8.
Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
H. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif
a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang
tenang dan sunyi.
Persiapan klien :
1. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian lembar persetujuan
terapi pada klien;
2. Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata
tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk
dikursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri;
3. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu;
4. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya
mengikat ketat.
15
b. Prosedur
Gerakan 1: Ditujukan untuk melatih otot tangan.
1. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
2. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
3. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk
merasakan relaks selama 10 detik.
4. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga
klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan
otot dan keadaan relaks yang dialami.
5. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
Gerakan 2 : Ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
1. Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan
sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang,
2. Jari-jari menghadap ke langit-langit
Gerakan 3 : Ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada bagian
atas pangkal lengan).
1.
Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
2. Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga
otot biseps akan menjadi tegang.
16
Gerakan 4 : Ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.
1. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga
menyantuh kedua telinga.
2. Fokuskan atas, dan leher.
Gerakan 5 dan 6: Ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti otot
dahi, mata rahang, dan mulut).
1. Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi
dan alis sampai otot terasa dan kulitnya keriput.
2. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan
gerakan mata.
Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh
otot rahang.
1. Katupkan rahang,
2. diikuti
dengan
menggigit
gigi
sehingga
terjadi
ketegangan disekitar otot rahang.
Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
1. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan
dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
17
Gerakan 9: Ditujukan untuk merileksikan otot leher bagian depan maupun
belakang.
1. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan.
2. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
3. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian
rupa sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian
belakang leher dan punggung atas.
Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.
1. Gerakan membawa kepala ke muka.
2. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.
Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
1. Angkat tubuh dari sandaran kursi.
2. Punggung dilengkungkan.
3. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,
kemudian relaks.
4. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lemas.
Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
18
1. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyak-banyaknya.
2. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan
ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut,
kemudian dilepas.
3. Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan
lega.
4. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan relaks.
Gerakan 13: Ditujukan untuk melatih otot perut.
1. Tarik dengan kuat perut kedalam.
2. Tahan sampai menjadi kencang dank eras selama 10
detik, lalu dilepaskan bebas.
3. Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.
Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan
betis).
1. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang.
2. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa
sehingga ketegangan pindah ke otot betis.
3. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
4. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.
BAB IV
19
SOP
LANGKAH-LANGKAH
RELAKSASI OTOT PROGRESIF
NO
GAMBAR GERAKAN
KETERANGAN
1
Gerakan
pertama
ditujukan
untuk melatih otot tangan.
Tangan
kanan
membentuk
kuat
kan
digenggam
suatu
kepalan,
kepalan
sambil
merasakan ketegangan yang
terjadi.
Kemudian
klien
untuk
arahkan
melepaskan
kepalan dan merasakan relaks
selama 20-50 detik. Lakukan
gerakan
yang
sama
untuk
tangan kiri. Gerakan diulang
masing-masing dua kali agar
klien
mengetahui
menegangkan
merilekskan.
20
posisi
dan
2
Gerakan2 : berfungsi untuk
melatih otot tangan bagian
belakang. Kedua pergelangan
tangan
ditekuk
kebelakang
sehingga otot tangan bagian
belakang dan lengan bawah
menegang, kemudian lepas kan
tekukan keposisi semula secara
perlahan-lahan.
Ulangi
masing-masing gerakan dua
kali
3
Gerakan3 : berfungsi
untuk
melatih otot biseps (otot besar
pada pangkal lengan bagian
atas).
Keduatan
digenggam
gan
membentuk
kepalan, arah kan kepalan
menujuk kepundak sehingga
otot
biseps
akan
menjadi
tegang. Ulangi satu kali lagi.
21
4
Gerakan4 : berfungsi untuk
melatih
otot
mengendur.
diangkat
bahu
supaya
Kedua
bahu
setinggi-tingginya
seakan-akan
hamper
menyentuh telinga. Perhatian
dipusatkan
pada
kontras
ketegangan yang terjadi pada
bahu, punggung atas dan leher.
Ulangi satu kali lagi.
5
Gerakan5 : berfungsi dalam
melemaskan otot-otot wajah
seperti otot dahi, mata, rahang
dan
mulut.
digerakkan
Otot
dahi
dengan
cara
mengerutkan dahi dan alis
sampai otot terasa bahkan
kulitnya keriput. Ulangi satu
kali lagi.
22
6
Gerakan6 : Mata dipejamkan
semaksima
sehingga
l
mungkin
ketegangan
dapat
dirasakan dirasakan di sekitar
mata termasuk otot-oto tmata.
Ulangi satu kali lagi.
7
Gerakan7 : berfungsi untuk
mengendurkan
rahang.
Rahang
otot–otot
dikatupkan
bersamaan dengan menggigit
gigi
sehingga
keteganga
nterjadi di sekitar otot rahang
23
8
Gerakan8 : berfungsi dalam
mengendur
mulut.
kan
Bibir
otot-otot
dimoncongkan
semaksimal mungkin sehingga
ketegangan dapat dirasakan di
sekitar mulut. Ulang isatu kali
lagi.
9
Gerakan9 : berfungsi untuk
merileks
otot-otot
depan
dan
bagian
belakang
leher.Kepala direbahkan pada
sandaran, gerakan dimulai Dari
ototl eher bagian belakang
kemudian otot leher bagian
depan. Kepala ditekankan pada
sandaran
sehingga
dapat
dirasakan
ketegangan
yang
terjadi
pada
leher
bagian
belakang dan punggung atas.
Ulangi satu kali lagi.
24
10
Gerakan10 : berfungsi untuk
melatih
otot
leher
bagian
depan. Kepala ditekuk, dagu
dibenamkan
sehingga
kearah
dada
ketegangan
dapat
dirasakan pada leher bagian
depan. Ulangi satu kali lagi.
11
Gerakan11 : berfungsi untuk
melatih otot punggung. Tubuh
ditegakkan
dari
sandaran,
punggung dilengkungkan dan
busungkan dada. Kondisi ini
(tegang)
dipertahankan
10
detik kemudian lakukan posisi
relaks dengan cara meletakkan
kembali tubuh kesandaran dan
membiarkan
otot
menjadi
lemas. Ulangi satu kali lagi.
25
12
Gerakan12 : berfungsi untuk
melemaskan
otot
dada.
Lakukan nafas dalam agar
paru-paru
terisi
sebanyak-banyaknya,
udara
tahan
selama beberapa saat dengan
merasakan ketegangan yang
terjadi pada bagian dada dan
turun keperut, lalu dilepas
dengan mengeluarkan udara
seperti bernafas biasa. Ulangi
satu kali lagi.
13
Gerakan13 : berfungsi untuk
melatih
otot
perut.
Perut
ditarikke dalam dengan kuat,
tahan sampai kencang dan
keras selama 10 detik, lalu
lepaskan. Ulangi sekali lagi.
26
14
Gerakan14 : berfungsi untuk
melatih
otot-otot
kaki
khususnya bagian paha. Lurus
kan telapak kaki sehingga otot
paha terasa kencang.
15
Gerakan15 : berfungsi untuk
melatih
otot
bagian
betis.
Selagi telapak kaki diluruskan,
antara paha dan betis juga
diluruskan. Tahan selama 10
detik
kemudian
dilepaskan.
Ulangi satu kali lagi.
27
BAB V
PENELITIAN TERKAIT
1. Judul penelitian:
Judul : Pengaruh Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Klien Skizofrenia Paranoid Di Rsjd Surakarta
Oleh : Bima Anindita (2012)
Hasil Penelitian:
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh relaksasi progresif terhadap
tingkat kecemasan klien skizofrenia paranoid pada klien skizofrenia paranoid di
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta. Pengujian adanya pengaruh relaksasi
progresif terhadap tingkat kecemasan klien skizofrenia paranoid menggunakan uji
Paired sample t-test. Hasil uji uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pada
pre-test dan post test diperoleh nilai thitung 2,381 dengan p-value 0,029. Karena
nilai p-value lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan disimpulkan terdapat
pengaruh yang signifikan teknik relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan
pada klien skizofrenia paranoid di RSJD Surakarta.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa relaksasi progresif efektif
untuk mengurangi ketegangan otot, kecemasan dan kelelahan yang dialami klien
sehingga akan mempengaruhi status mental klien. Hasil ini sesuai pendapat Utami
(2002) yang menyatakan bahwa manfaat dari terapi relaksasi progresif adalah
menurunkan ketegangan otot, mengurangi tingkat kecemasan, masalah yang
berhubungan dengan stress seperti hipertensi, dan insomnia.
28
Walaupun secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
relaksasi progresif berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan klien
skizofrenia paranoid, namun dalam penelitian ini terdapat 3 pasien (17%) yang
justru meningkat tingkat kecemasannya menjadi kecemasan berat. Kondisi ini
dapat terjadi karena setelah dilakukan relaksasi progresif peneliti tidak melakukan
kontrol terhadap perilaku atau pengobatan pasien. Gangguan-gangguan yang
terjadi selama masa tunggu antara pemberian terapi relaksasi satu dengan lainnya
bisa menjadi faktor penyebab terjadinya peningkatan tingkat kecemasan pasien,
sehingga pemberian terapi relaksasi pada masa berikutnya tidak dapat berperan
secara signifikan terhadap penurunan kecemasan pasien.
2. Judul penelitian:
Judul : Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien
Kemoterapi Di Rumah Singgah Kanker Denpasar
Oleh : Praptini, K.D., Sulistiowati, N.M.D., Suarnata, I.K.
Hasil Penelitian:
Pemberian relaksasi
otot progresif berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan pasien yang menjalani kemoterapi yang efektif diberikan pada
kelompok perlakuan.
Hasil
uji
statistik
Mann-Whitney U
Test
untuk
membandingkan selisih tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan dan kontrol
dan didapatkan nilai p = 0.002 (p < 0,05) dimana terdapat pengaruh relaksasi otot
progresif terhadap tingkat kecemasan. Jadi dapat disimpulkan ada pengaruh
relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pasien kemoterapi di Rumah
29
Singgah Kanker Denpasar dengan nilai Mean Rank pada kelompok perlakuan
sebesar 15,68 yang lebih besar dari n responden sehingga latihan relaksasi otot
progresif memiliki respon positif terhadap tingkat kecemasan pada kelompok
perlakuan.
3. Judul Penelitian:
Judul : Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan Tingkat
Insomnia Pada Lansia Di Panti Werdha Manado
Oleh : Yuliana R. Kanender., Henry Palandeng., Vandri D. Kallo (2015)
Hasil Penelitian:
Hasil penelitian ini mengenai adanya perubahan tingkat insomnia sebelum
dan sesudah terapi relaksasi otot progresif. Hal ini dibuktikan dengan adanya
penurunan skor insomnia pada lansia tersebut. Berdasarkan hasil penelitian
terdapat penurunan nilai rata-rata tingkat insomnia sebelum dan sesudah terapi
relaksasi otot progresif. Dimana rata-rata tingkat insomnia sebelum terapi
relaksasi adalah 2,42 dan rata-rata tingkat insomnia sesudah terapi relaksasi
adalah 1,25.
Adanya penurunan tingkat insomnia ini juga terlihat dari hasil analisa
statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Test diperoleh Pvalue =
0,000 < α = 0,05 pada taraf signifikan 95% atau tingkat kemaknaan 5%, artinya
ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap perubahan tingkat insomnia
lansia di Panti Werdha Manado. Adanya perubahan yang signifikan tersebut
30
menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif memberikan dampak bagi
lansia yang mengalami insomnia.
4. Judul Penelitian:
Judul : Efek Terapi Relaksasi Otot Progresif Dalam Menurunkan Tingkat Stres
Kerja Pada Perawat Panti Wredha Elim Di Semarang
Oleh: Irma Finurina Mustikawati (2015)
Hasil Penelitian:
Berdasarkan hasil analisis data penelitian uji beda Wilcoxon Signed Ranks
test pada sebelum dan sesudah terapi relaksasi otot progresif diperoleh hasil Z=2.201dengan nilai signifikansi p=0.014 (p<0.05)(Level of significance for onetailed), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada stres
kerja pada perawat setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif. Berdasarkan
hasil analisis kuantitatif yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis penelitian ini diterima, yaitu terapi relaksasi otot progresif dapat
menurunkan stres kerja pada perawat panti wredha Elim.
Secara keseluruhan berdasarkan hasil statistik deskriptif diperoleh tingkat
stres kerja subjek penelitian menunjukkan bahwa saat pre test skor tertinggi
adalah 108, dan skor terendah adalah 94dengan nilai rata–rata sebesar 100.67.
Pada saat post test skor tertinggi adalah 89, dan skor terendah adalah 73,dengan
nilai rata–rata sebesar 83. Hasil tersebut secara deskriptif menunjukkan bahwa
terapi relaksasi otot progresif dapat menurunkan stres kerja pada perawat.
31
5. Judul Penelitian
Judul
: Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Kemoterapi Di Rumah Singgah Kanker Denpasar
Oleh
: Praptini, K.D., Sulistiowati, N.M.D., Suarnata, I.K.
Hasil Penelitian:
Pada kelompok perlakuan, sebelum diberikan latihan relaksasi otot
progresif sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 6
responden (55%) dan setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif sebanyak 6
kali (3 hari setiap pagi dan sore), sebagian besar responden mengalami kecemasan
ringan yaitu sebanyak 7 responden (64%). Sedangkan pada kelompok kontrol,
nilai pretest menunjukkan sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan
sebanyak 8 responden (73%), dan sisanya tidak mengalami kecemasan sebanyak 3
responden (27%). Setelah 3 hari didapatkan hasil terjadi penurunan jumlah
responden yang mengalami kecemasan ringan menjadi 5 responden (46%), dan
terjadi peningkatan jumlah responden yang tidak mengalami kecemasan sebanyak
6 responden (54%). Jadi dapat disimpulkan ada pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap tingkat kecemasan pasien kemoterapi di Rumah Singgah Kanker
Denpasar dengan nilai Mean Rank pada kelompok perlakuan sebesar 15,68.
Sehingga latihan relaksasi otot progresif memiliki respon positif terhadap tingkat
kecemasan pada kelompok perlakuan.
32
6.
Judul Penilitian
Judul
: “Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Karangdoro Semarang”
Oleh
:Endah
Sri
Rahayu,
Dwi
Heppy
Rochmawati,
dan
Purnomo(April,2014).
Hasil Penilitian :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari responden yaitu 40 klien
diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdoro Semarang
sebelum dilakukan terapi otot progresif jumlah klien yang mengalami kecemasan
berat adalah 25 orang (62,5%), dan tidak ada yang tidak menderita kecemasan.
Sesudah dilakukan terapi otot progresif jumlah klien yang mengalami kecemasan
sedang adalah 12 orang (30%), dan jumlah klien yang mengalami kecemasan
berat adalah 6 orang (15%). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan terdapat pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat
penurunan kecemasan pada klien diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangdoro Semarang.
7. Judul Penilitian
Judul
: “Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Depresi
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisi di
Unit Hemodialisa RS Telogorejo Semarang”
Oleh
:Nur Eva Alfiyanti, Dody Setyawan, dan Muslim Argo Bayu
Kusuma ( 2014).
33
Hasil Penilitian :
1.
Tingkat depresi pada responden sebelum diberikan PMR sebagian besar
berada pada kategori depresi ringan yaitu 13 responden (72,7%), depresi
sedang sebesar 4 responden (22,2%) dan depresi berat sebesar 1 responden
(5,6%).
2.
Tingkat depresi pada responden sesudah diberikan PMR sebagian besar
berada pada kategori depresi ringan yaitu 10 responden (55,6%) dan normal
(tidak depresi) sebesar 8 responden (44,4%).
3.
Tingkat depresi pada responden yang tidak mendapatkan PMR saat sebelum
(pengukuran awal) berada pada kategori depresi ringan sebesar 12
responden (66,7%) dan depresi sedang sebesar 6 responden (33,3%).
4.
Tingkat depresi pada responden yang tidak mendapatkan PMR saat sesudah
(pengukuran akhir tanpa diberi intervensi) berada pada kategori depresi
ringan sebesar 15 responden (83,3%), normal (tidak depresi) sebesar 2
responden (11,1%) dan depresi sedang sebesar 1 responden (5,6%).
5.
Ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada pasien
GGK yang menjalani hemodialisis dengan p-value 0,000 (<0,05).
6.
Ada perbedaan penurunan tingkat depresi pada responden antara kelompok
yang diberikan PMR dengan kelompok yang tidak diberikan PMR dengan
p-value 0,000 (<0,05), dimana pada kelompok yang diberikan PMR,
penurunan tingkat depresi lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang
tidak diberikan PMR.
34
8.
Judul Penilitian :
Judul
:“Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres pada
Penderita Asma Rumah Sakit Tamar Medical Pariaman “
Oleh
:Indriana Bil Resti ( Januari,2014)
Hasil Penilitan :
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terapi teknik relaksasi
otot progresif dapat menguBrangi stres pada subjek yang merupakan penderita
asma, sehingga masa kambuhnya asmanya dapat diminimalisir. Pada saat awal
melakukan latihan relaksasi, ada reaksi-reaksi yang tidak biasa terjadi pada kedua
subjek. Mulai dari mengantuk setelah selesai melakukan relaksasi, merasa
melayang di udara, sakit pada sendi-sendi. Hal ini merupakan suatu tanda
terjadinya relaksasi pada tubuh.Dari hasil analisis grafik perubahan tingkat stres
pada YS yang sebelum diberikan terapi (praterapi) tingkat stresnya adalah 9 atau
termasuk kategori tingkat stres yang tinggi maka setelah follow up atau setelah
diberikan terapi relaksasi otot progresif tingkat stresnya mengalami penurunan
menjadi berada pada tingkat 4 atau kategori tingkat stres yang rendah. Sedangkan
pada subjek NN yang sebelum diberikan terapi (praterapi) tingkat stresnya adalah
9 atau termasuk kategori tingkat stres yang tinggi maka setelah followup tingkat
stresnya mengalami penurunan menjadi berada pada tingkat 5,5 atau kategori
tingkat stres yang sedang. Sehingga manfaat yang dirasakan NN dan YS dengan
melakukan latihan relaksasi ialah NN dan YS menjadi lebih rileks, melatih
pernafasan sehingga menjadi lebih enak dan lebih ringan. Serta bisa lebih tenang
dalam berpikir. Gejala-gejala stres yang mereka rasakan juga mengalami
35
perubahan. Terutama pada aspek perasaan. Gejala stres yang dulunya sangat
sering mereka rasakan, selama menjalani latihan relaksasi rutin intensitasnya
berkurang, ada yang sering, agak sering, dan tidak sering lagi mereka rasakan atau
menghilang. Perubahan yang signifikan terjadi pada kedua subjek yaitu gejala
stres dari aspek perasaan. Salah satunya adalah dapat mengontrol emosi pada saat
stres, tidak seperti biasanya gampang meledak-ledak pada saat ada masalah yang
menyebabkan mereka stres. NN menyatakan gejala-gejala stres yang tidak sering
lagi ia alami selain emosi tidak stabil adalah kerentanan terhadap penyakit, mudah
letih, sakit kepala atau migraine. Terjadinya perbaikan pada kedua subjek, baik
penurunan tingkat stres dan berkurangnya intensitas kemunculan gejala stres
disebabkan oleh relaksasi otot progresif yang rutin dilakukan oleh kedua subjek,
terutama pada situasi-situasi stres. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat stres pada subjek penelitian
yang merupakan penderita asma.
9.
Judul Penilitian :
Judul
:“ Metode Relaksasi Untuk Menurunkan Stres dan Keluhan Tukak
Lambung pada Penderita Tukak Lambung Kronis “
Oleh
: Tri Subektidan Muhana Sofiati Utami. (Desember, 2011)
Hasil Penilitian :
Ketiga subjek dalam penelitian inimenunjukkan penurunan stres dan
keluhan tukak lambung baik pada saat terapi, latihan mandiri maupun pada saat
followup. Adanya penurunan stres dan intensitas keluhan tukak lambung
menunjukkan bahwa relaksasi yang diberikan sebagaiterapi maupun sebagai
36
latihan mandiri (self help) dapat menurunkan stres dan keluhantukak lambung.
Penurunan yang terjadi terbukti signifikan secara klinis karena berdasarkan data
kualitatif yang diperoleh dengan wawancara pada masa follow up terdapat
perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari pada ketiga subjek.Keberhasilan
terapi relaksasi dalam penelitian ini tampak pada penurunan skor stres dan
keluhan tukak lambung.
10.
Judul
Judul Penilitian :
:“Relaksasi Otot Progresif Sebagai Upaya Menurunkan Tingkat
Depresi Lansia di Posyandu Anggrek Desa Gandeka Wilayah
Kerja Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta”
Oleh
:Wahyuni dan Lucia Ambarwati ( Mei,2016).
Hasil Penilitian :
Nilai rata-rata sebelum diberikan terapi relaksasiotot progresif yaitu 2.17
dan nilai sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif yaitu 1,67. Maka
dengan hasil tersebut masing-masing tingkat depresi mengalami tingkat perbedaan
dari sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif.
Berdasarkan data hasil uji statistik
Wilcoxon Match Pair Test bahwa
diketahui dari 18 responden, tingkat depresi lansia sesudahdiberi perlakuan terapi
relaksasi otot progresiftingkat depresi responden lebih kecil dari sebelum
diberikan perlakuan terapi relaksasi otot progresif. Nilai z (Based of Positif Rank)
yakni (-3,000) dengan angka signifikansi ρ value 0,003 dari hasil tersebut akan
dibandingkan dengan nilai z tabel untuk angka signifikansi 5% yaitu sebesar
(±1,96). Bedasarkan hasil tersebut diketahui bahwa z hitung (-3,000) > z tabel (-
37
1,96) atau ρ(0,003) < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh yang
signifikan dalam pemberianterapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi
pada lansia di Posyandu Anggrek Wilayah Kerja Puskesmas Purwodiningratan
Jebres Surakarta.
38
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa
pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang
tersusun secara sistematis untuk merilekskan pikiran dan anggota tubuh
seperti otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke
keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai
kepada gerakan kaki.
Terapi relaksasi dilakukan untuk mencegah dan mengurangi
ketegangan pikiran dan otot - otot akibat stres karena ketegangan dapat
mempengaruhi keseimbangan tubuh. Bila ketegangan terjadi maka tubuh
akan menjadi lemah dan akibatnya tubuh tidak dapat melakukan fungsinya
secara optimal.
B. SARAN
Dalam menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan
beberapa persiapan yang harus diperhatikan seperti setting lingkungan
yang tenang atau tidak mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak
mengikat, perut yang tidak sedang kelaparan atau kekenyangan, serta
tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil posisi tubuh. Bisa pula
ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam pelaksanaan
teknik relaksasi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Setyoadi dan Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta. Salemba Medika.
Perry, Patricia A., & Potter, Anne Griffin. (2005). Fundamental Keperawatan
buku I edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI
Alim. 2009. “Langkah-Langkah Relaksasi Otot Progresif”.
http//www.psikologizone.com/Langkah-Langkah-Relaksasi-Otot-Progresif,
diakses tanggal 24 Februari 2017
Purwanto, B. (2013). Herbal dan Keperawatan Komplementer. Yogyakarta :
Nuha Medika
Ulandari, Y.F (2016). Efektifitas relaksasi otot progresif. Universitas Sriwijaya.
Inderalaya
40
LAMPIRAN
UJI PLAGIARISME
1. TUJUAN
2. LATAR BELAKANG
41
3. TINJAUAN PUSTAKA
42
43
44
4. FISIOLOGIS ROP
45
5. SOP
46
47
Download