TENTIR DTK FARMAKO RESPIRASI Dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P KASUS 1 DTK PARU KASUS 1 TB + DM Ny. P, 55 tahun, mengeluh batuk sejak 5 hari yang lalu. Batuk tidak berhenti-berhenti setiap saat karena dahak sulit dikeluarkan, pasien merasa sangat sesak. Dahak berwarna hijau bila dikeluarkan. Sesak napas (+), bunyi ngik-ngik (-), demam (+) tidak terlalu tinggi, keringat malam (+), pasien sedang dalam pengobatan TB Paru bulan pertama. BAB normal namun BAK malam >10x dalam 2 minggu terakhir. Pasien mengatakan kencing manisnya selalu terkontrol. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat sakit flek paru waktu remaja, kencing manis sejak 4 tahun yang lalu obat tidak ingat, minum kapsul kayu manis 1 g setiap hari. Pemeriksaan fisik : Status generalis : tampak sakit sedang, TD 120/70 mmHg, FP 20x/menit, FN 86x/menit, suhu 37,5⁰C Paru : redup pada kiri bawah paru, vesikuler sedikit menurun pada lapang paru bawah, ronkhi +/+, mengi -/Pemeriksaan penunjang : Sputum BTA satu kali (-) Foto toraks : bercak infiltrat pada lapang paru inferior sinistra dan sekitar pericardial sinistra GD puasa : 186 mg/dL Diagnosis : Bronkhopneumonia pada TB paru BTA (-) kasus kambuh DM tipe II, gula darah tidak terkontrol. Terapi yang diberikan di rumah sakit : Glibenklamid 2 x 2,5 mg p.o Levofloxacin 1 x 500 mg i.v Ambroxol 3 x 30 mg po OBH 3 x c I Kodein 3 x 10 mg po INH 1 x 300 mg Rifampisin 1 x 450 mg 1. Bahaslah cara kerja, metabolisme dan indikasi masing-masing obat yang dipakai oleh Ny. P Obat Cara kerja Metabolisme Indikasi Glibenklamid Sebagai insulin secretagogues Dimetabolisme di hati hingga (Golongan sulfonilurea) merangsang sekresi insulin menjadi metabolit yang tidak tipe 2 (pasien yang mengalami 2 x 2,5 mg p.o dari granul sel ß Langerhans aktif. dieliminasi melalui rute diabetes setelah usia diatas 40 pankreas interaksi dengan biliar dan renal secara imbang. Pasien dengan diabetes melitus tahun) ATP-sensitive K channel pada membran sel ß depolarisasi membran membuka kanal Ca ion Ca2+ masuk ke sel ß merangsang granul yang berisi insulin sekresi insulin enzim (Golongan Menghambat topoisomerase II (DNA girase) Florokuinolon) dan IV pada kuman. Enzim 1 x 500 mg i.v tropoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang telah mengalami Levofloxacin Levofloxacin secara konsisten Levofloxacin termasuk dan stabil dimetabolisme sebagai fluorokuinolon jenis baru D-ofloxacin. Metabolisme utama yang fluorokuinolon adalah di hepar infeksi digunakan saluran untuk cerna, positive supercoilling. Tropoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai. Levofloxacin juga mengganggu kadar glukosa darah jika diberikan dengan antidiabetik memperpanjang efek hipoglikemia. Absorpsi terhambat jika (85 – 90 % ) dan diekskresikan infeksi saluran napas, melalui ginjal. Pada administrasi infeksi saluran kemih, oral, 87% ditemukan di urin infeksi menular seksual, dalam infeksi tulang dan sendi, waktu 48 jam, dan ditemukan di feses <4% dalam dan waktu 72 jam. jaringan nafas, Sedikit terikat protein. demam tifoid,, infeksi Distribusi baik pada berbagai saluran cerna STD dll. organ. Masa paruh 4,6 jam 3 x 30 mg po bromheksin, menigkatkan CYP3A4 sekresi saluran napas dengan Metabolisme ambroxol 30% dieliminasi cara meningkatkan produksi melalui first pass effect enzim CYP3A4 di hati. Metabolisme pertama melalui proses surfaktan paru dan stimulasi glukoronidase dan 10% sisanya menjadi aktivitas siliar, sehingga dapat metabolit kecil. sekresi lendir dan bersihan mukosilier. Bekerja dengan mengencerkan secret saluran napas dengan cara memecah benang-benang ISK, saluran Metabolit aktif dari mukolitik Metabolisme di hepar melalui konjugasi melalui lunak, infeksi Ambroxol (mukolitik) batuk dan Bioavailabilitas oral >90%. memudahkan kulit bersamaan dengan antasida. memfasilitasi ekspektoran dan infeksi Mukolitik. bronchitis kronik eksaserbasi, asma bronkial atau untuk batuk berdahak. mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Selain itu mekanisme kerja amcroxol yaitu ketika ada inflamasi akan meningkatkan pembentukan nitit oxide dan ambroxol menghambat peningkatan nitid oxide tersebut dimana NO akan mengaktivasi sekresi lender dan meningkatkan viskositas lender. OBH (ekstrak liquiritae, paracetamol, ammonium efedrin succus klorida, HCL Clorfeniramin maleat) 3xcI dan Succus liquiritae bekerja membantu mengeluarkan dahak, menyembuhkan peradangan dan mengencerkan lender. Paracetamol bekerja sebagai antipiretik dan analgesic lemah. Efek antipiretik ditimbulkan dari gugus aminobenzen. Ammonium klorida bekerja sebagai ekspektoran yaitu merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas dengan cara stimulasi asam lambung yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas Metabolism di hepar hanya sedikit, Batuk berdahak, membantu menghasilkan metabolit sedikit. Ekskresi mengeluarkan dahak, jadi paling cocok untuk batuk berdahak, selain via urine, 60 – 77 % diekskresi dalam itu juga memiliki efek lain sesuai bentuk utuh.awaktu paruh di plasma 3-6 kandungan dalam OBH yaitu untuk demam, dan anti radang jam. melalui N.X sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Efedrin HCL obat adrenergic kerja langsung dan tidak langsung, bekerja sebagai agonis reseptor α1, β1 dan β2. Dimana β2 akan bekerja untuk merelaksasikan bronkus sehingga terjadi bronkorelaksasi. CTM adalah golongan Anti Histamin 1 generasi pertama dimana akan bekerja menghambat kerja histmin 1 yang terutama dalam obat ini digunakan untuk efek anti histmin di otot polos bronkus sehingga menghambat bronkokonstriksi. Kodein (opioid) Agonis opiat derivat fenantrena Dimetabolisme di hati melalui demetilasi nyeri ringan-sedang dan batuk 3 x 10 mg po yang mengubah persepsi dan O oleh CYPD26 menjadi morfin (aktif), kering respons terhadap nyeri dengan demetilasi N oleh CYP3A4, dan konjugasi batuk yang tidak efektif dan hanya mengikat reseptor opiat di SSP, parsial dengan asam glukuronat iritatif, dimana batuknya sangat menghalangi mengganggu Kodein juga jalur nyeri. tidur dan membantu menyebabkan pasien tidak dapat menekan batuk dengan bekerja beristirahat dan mungkin disertai langsung di medula dan dengan nyeri pada batuknya. memberikan efek pengeringan pada mukosa pernapasan, saluran sehingga meningkatkan viskositas sekresi bronkial INH 1 x 300 mg Menghambat menjadi Tuberculosis, dapat digunakan mikolat pada bakteri yang asetilidoniazid oleh N-asetiltransferase untuk profilaksis pada anak yang kontak TB namun skor TB klinis rentan yang nantinya akan yang ditemukan di hati dan usus kecil, negative. menyebabkan hilangnya tahan yang kemudian dihidrolisis menjadi asam asam dan sintesis asam Mengalami gangguan pada isonikotinat asetilasi dan monoacetylhydrazine; dinding sel bakteri. Pada tingkat asam isonikotinat terkonjugasi dengan terapeutik, terhadap Mycobacterium bakteriosidal glisin menjadi isonikotinil glisin (asam organisme isonikotinurat) tuberculosis selanjutnya dan monoasetilhidrazin diasetilasi menjadi yang aktif tumbuh intraseluler diasetilhidrazin dan ekstraseluler. Rifampicin 1 x 450 mg Menekan inisiasi pembentukan Dimetabolisme di hepar melalui asetilasi Tuberkulosis rantai untuk sintesis RNA pada menjadi rifampisin 25-O-desacetyl aktif bakteri yang rentan dengan mengikat subunit β dari RNA polimerase yang tergantung DNA, sehingga menghambat transkripsi RNA. (Menghambat DNA dependen RNA polymerase) 2. Adakah kemungkinan interaksi pada kasus Ny. P Terdapat 12 kemungkinan interaksi obat yang dapat terjadi (ape aje ini 12? ) Jawab: - Kemungkinaan reaksi obat dapat terjadi yaitu antara obat rifampisin dengan obat Anti diabetic oral yaitu glibenklamid. Dimana rifampisin akan memacu metabolisme obat tersebut sehingga obat ADO yang diberikan bersamaan akan berkurang efektivitasnya. Isoniazid x rifampisin meningkatkan resiko hepatotoksik. Isoniazid mengubah metabolisme dan meningkatkan jumlah metabolit toksik. - Levofloksasin x glibenklamid levofloksasi menyebabkan homeostasis glukosa darah terganggu, bisa hipo/hiperglikemia. - Rifampisin x glibenklamid rifampisin meningkatkan metabolism glibenklamid efek terapi menurun. - Isoniazid x glibenklamid isoniazid mengganggu kontrol gula darah 3. Apakah pendapat anda mengenai pemberian terapi simptomatik untuk batuk Ny. P ? Terapi yang diberikan harus sesuai dengan keluhn dari pasien. Keluhan berupa batuk berdahak dapat diberikan agen mukolitik seperti Ambroxol dengan dosis 3 x 30 mg per oral menigkatkan sekresi saluran napas dengan cara meningkatkan produksi surfaktan paru dan stimulasi aktivitas siliar, sehingga dapat memfasilitasi ekspektoran dan memudahkan batuk melalui sekresi lendir dan bersihan mukosilier. Namun pemberikan kodein tidak diperlukan karena tidak sesuai indikasi. Kodein merupakan obat untuk keluhan batuk kering karena kodein bekerja dengan menekan refleks batuk, sedangkan keluhan pasien adalah batuk berdahak yang sulit mengeluarkan dahak, sehingga cukup dengan pemberian mukolitik dan ekspektoran. 4. Bagaimana pengaturan pemberian obat pada kasus Ny. P ? Pengobatan TB pad ny. P seharusnya mengikuti panduan berikut ini: Kemudian untuk pengobatan antibiotik pada bronkopneumonianya sesuai yaitu levofloxacin karena memang bekerja pada bakteri saluran napas Pada pengobatan DM dengan TB dapat emngikuti aturan berikut: Sehingga pengaturan pemberian obat yaitu obat TB diberikan saat malam sebelum tidur kemudian obat batuk 3x sehari dan obat glibenklamid diberikan pagi dan sore. Selain itu dapat diberikan obat tambahan habatussauda KASUS 2 DTK PARU KASUS 2 BRONKOPNEUMONIA Ny. M, 57 tahun, mengeluh batuk sejak 1 bulan lalu. Dahak banyak berwarna hijau dan sulit dikeluarkan. Sesak napas (+), demam (+) hilang timbul, keringat malam (+). Riwayat penyakit dahulu : pengobatan TB dan kontak dengan penderita disangkal. Pemeriksaan fisik : Status generalis : tampak sakit sedang, TD 120/70 mmHg, FP 20x/menit, FN 86x/menit, suhu 37,5⁰C Paru : redup pada kiri bawah paru, vesikuler sedikit menurun pada lapang paru bawah, ronkhi +/+, mengi -/Pemeriksaan penunjang : Sputum BTA satu kali (-), foto toraks : bercak infiltrat pada lapang paru inferior sinistra dan sekitar pericardial sinistra Diagnosis : Bronkhopneumonia DD/ TB paru BTA (-) lesi minimal kasus baru Terapi yang diberikan di rumah sakit : 1. Analisislah terapi yang diberikan pada kasus ini secara komprehensif (jumlah, pilihan obat, dosis, interaksi obat) 1. levofloxacin 1x500 mg iv merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon yang cocok untuk pengobatan bronkopneumonia. Kemudian untuk dosis obat levofloxacin karena masa kerja panjang sampai 24 jam sehingga dapat diberikan 1x saja dan dosis nya sudah 4. OBH 3x C 1 sudah sesuai dengan dosis dan sesuai untuk pemberiannya karena sebagai ekspektoran untuk membantu mengeluarkan dahak yang sulit dikeluarkan itu. 5. Kodein yaitu obat agonis opioid lemah untuk menekan refleks batuk. Karena kasus ini merupakan batuk berdahak sehingga pemberiannya kurang sesuai. sesuai untuk dosis dan cara pemberian 2. ketokonazole 2x 100 mg po tidak ada indikasi pemberian antijamur dalam kasus ini karena infeksinya disebabkan oleh bakteri 3. ambroxol 3x30 mg po sudah sesuai untuk kasus ini karena pasien mengeluh batuk berwarna hijau yang sulit dikeluarkan sehingga mukolitik dapat membantu untuk mengencerkan lender. KASUS 3 DTK PARU KASUS 3 ASMA PADA IBU HAMIL 2. Adakah terapi tambahan yang akan dianjurkan ? Terapi tambahan yang dianjurkan untuk mengtasi sesak berupa combivent yang berisi (iprtropioum bromide dan salbutamol) diberikan secara nebulisasi. Pemberian Habbatussauda dapat diberikan karena kandungan aktifnya dapat menjadi anti-histamin dan anti-inflamasi. Ny. A, 28 tahun, G3P2A0 hamil 20 minggu datang dengan keluhan sesak disertai bunyi ngik-ngik sejak 1 hari yang lalu. Demam (-), keringat malam (-). Pasien sudah berobat ke mantri dan diberikan aminofilin dan GG namun belum sembuh. Riwayat penyakit dahulu : asma (+) namun hanya timbul saat hamil. Pemeriksaan fisik : Status generalis : tampak sesak, TD 130/80 mmHg, FN 32x/menit (dangkal), FN 96x/menit, suhu afebris Paru : mengi +/+ Status obstetrik : sesuai dengan usia gestasi 1. Analisislah terapi yang diberikan pada kasus ini secara komprehensif (jumlah, pilihan obat, dosis, interaksi obat) GG ( GLYCERYL GUAICOLATE) atau guaifenesin adalah obat jenis ekspektoran yang dapat meredakan batuk dan melancarkan pengeluaran dahak di sal napas. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan vol daak dan membuatnya lebih encer sehingga lebih mudah dikeluarkan dengan cara batuk. FDA kategori C. Aminofilin merupakan derivate xanthine aminofilin merupakan kompleks dari teofilin dan etilenadiamin. Secara farmakodinamik aminofilin dapat menyebabkan bronkodilatasi, diuresis, SSP dan stimulasi jantung, dan sekresi asam lambung dengan cara memblokir phosphodiesterase-3 (PDE III), enzim yang mendegradasi 3'-5-adenosin monofosfat (cAMP), mempromosikan stimulasi katekolamin dari lipolisis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis dan menginduksi pelepasan epinefrin dari sel medula adrenal. Aminofilin akan meningkatkan clearance dengan aminoglutethimide, carbamazepine, moracizine, phenytoin, rifampicin, sulfinpyrazone, dan barbiturat. Mengurangi clearance dg alopurinol, carbimazole, cimetidine, ciprofloxacin, clarithromycin, diltiazem, disulfiram, erythromycin, flukonazol, interferon, isoniazid, isoprenalin, metotreksat, mexiletine, nabroksulfon, oksidosol, daparlaminol, daparlaminol, daparlaminol, daparlaminol, daparlaktan dan OC. Dapat meningkatkan konsentrasi fenitoin dalam kondisi stabil. Pemakaian aminofilin pada ibu hamil membutuhkan perhatian khusus, karena aminofilin dikategorikan C jika digunakan pada ibu hamil Pemberian aminofilin untuk ibu hamil diketgorikan C sehingga tidak dianjurkan. Kemudian pada pasien ini adalah tergolong asma eksaserbasi akut sehingga pengobatannya mengikuti algoritma tatalaksana asma di IGD yaitu dengan menilai derajat serangan kemudian diberikan pengobatan SABA dan kortikosteroid inhalasi. 2. Adakah terapi tambahan yang akan dianjurkan ? Combivent yang berisi ipratropium bromide dan salbutamol dapat diberikan untuk mengurangi keluhan sesaknya, penggunaan ini termasuk kategori C jika digunakan pada trimester pertama karena bersifat teratogenic sehingga dapat diberikan pada pasien hamil pada trimester 3. Selain itu untuk mengkontrol asma nya pada saat hamil pasien dapat diberikan terapi inhalasi kortikosteroid. Terapi inhalasi kortikosteroid cukup aman bagi ibu hamil contohnya adalah budesonide, budesonide termasuk kategori B jika diberikan pada ibu hamil. KASUS 4 DTK PARU KASUS 4 ANAFILAKSIS Seorang perempuan usia 15 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan sesak. Riwayat asma sejak kecil. Sebelum sesak, pasien mengaku minum 2 tablet ibuprofen (NSAID) karena disminore. Apakah yang terjadi pada pasien? Pasien mengalami sesak karena mengalami alergi terhadap ibuprofen sebagai hasil dari respon hipersensitivitas tipe I. Riwayat asma sejak kecil merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya reaksi alergi. Kemungkinan pada pasien terjadi reaksi anafilaksis, pada pasien asma kemungkinan terjadi alergi yang baru lebih besar dibanding pada pasein tanpa hipersensitivitas. Terjadi pelepasan mediator berupa histamin, yang memacu edema laring, sehingga pasien sesak. Terapi epinefrin 0.5 mg (5 mL dari larutan 1:10,000) berikan intravena, tetes pelan 100 mcg/minute, hentikan saat perbaikan gejala.