MATA KULIAH BAKTERIOLOGI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI PADA SALURAN PERNAFASAN Disusun Oleh : Kelompok 8 1. 2. 3. 4. Ayu Wulansari Endah Handayani Erlin Cahya Ningrum Opi Khopipah Kelas : TLM 02-A POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN JURUSAN ANALIS KESEHATAN TANGERANG 2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bernafas merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh mahluk hidup dalam upayanya mempertahankan hidup. Sehingga membutuhkan sistem pernafasan,didalam sistem pernafasan memiliki saluran pernafasan yang terdiri dari hidung, tenggorok, larynx, trachea, bronchi dan paru-paru. Secara alami saluran pernafasan meemiliki pertahanan yang kuat terhadap infeksi bakteri. Dengan adanya rambut di hidung, lendir di hidung, rambut getar pada saluran pernafasan atas serta adanya reflek bersin. Batuk dan bersin merupakan pertahanan alami sebelum pertahanan fagositosis dan humoral. Namun teryata saluran pernafasan rentan terhadap berbagai macam penyakit yang sering kita sebut sebagai infeksi saluran pernafasan. Penyebab infeksi tersebut bisa disebabkan oleh bakteri, ada berbagai macam bakteri yang dapat menginfeksi saluran pernafasan yang cara penularannya melalui udara, dropplet, air dan lainlain. Salah satu contoh bakteri yang dapat menginfeksi saluran per nafasan adalah mycobacterium tuberculosis dan corynebacterium diphtheriae. Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.1 Berdasarkan Data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita karena saluran pernafasan di dunia adalah 19-26%. Pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 1,8 juta kematian akibat pneumonia atau sekitar 20% dari total 9 juta kematian pada anak.2 MenurutWHO memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan negara industri 0,05% (5 juta jiwa).3 Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 41% dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011.Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan balita di Indonesia B. Rumusan Masalah 1. Apa itu pengertian dari bernafas? 2. Pengertian bakteri pernafasan? 3. Apa yang dimaksud dengan infeksi saluran pernafasan? 4. Bakteri apa saja yang menginfeksi pernafasan? 5. Penyakit apa saja yang disebabkan oleh bakteri penafasan? 6. Bagaimana gejalanya? 7. Bagaimana pencegahan dan pengobatannya? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari bernafas? 2. Untuk mengetahui berbagai macam bakteri yang menginfeksi pernafasan. 3. Untuk mengetahui penyebab infeksi bakteri pernafasan. 8. Untuk mengetahui Bakteri apa saja yang menginfeksi pernafasan? 4. Untuk mengetahui berbagai macam gejala yang ditimbulkan oleh bakteri. 5. Untuk mengetahui pencegahan penyakit infeksi pada saluran pernafasan. 6. Untuk mengetahui penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri pernafasan. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Bernapas adalah pengambilan oksigen untuk pembakaran zat makanan dalam tubuh. Adapun alat pernapasan pada tumbuhan, manusia dan hewan sebagai berikut tumbuhan bernapas dengan stomata dan lentisel, manusia bernapas dengan paru-paru, sedangkan tiap hewan memiliki alat pernapasan yang berbeda, seperti: Ikan → insang, Belalang → trakea, Cacing → kulit, dan Katak → paru-paru, kulit, rongga mulut. Saluran pernafasan sering terinfeksi patogen, karena kontak langsung dengan lingkungan dan secara terus menerus terpapar oleh mikroorganisme yang terdapat dalam udara yang dihirup. Beberapa mikroorganisme sangat virulen dapat menyebabkan infeksi, minimal pada orang yang rentan. Lingkungan saluran pernafasan yang lembab dan hangat, merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu pertanyaan, mengapa mikroorganisme tersebut dapat atau tidak dapat menyebabkan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada beberapa bagian saluran pernafasan, dan tempat tersebut merupakan penentu utama manifestasi klinik. Konjungtiva, telinga bagian tengah dan sinus paranasal termasuk di dalamnya, karena daerah tersebut berhubungan dengan saluran pernafasan. Manifestasi klinik infeksi saluran pernafasan bergantung pada kuman penyebab infeksi. Virus berperan penting pada saluran pernafasan atas, dan paling sering menyebabkan faringitis. Bakteri merupakan penyebab utama otitis media, sinusitis, faringitis, epiglotitis, bronkhitis, dan pneumonia. B. Pengertian bakteri pernafasan Penyebab infeksi ini bisa bermacam-macam dan salah satunya adalah bakteri. Ada berbagai macam bakteri yang bisa menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan. Bakteri-bakteri ini bisa menular melalui berbagai cara seperti melalui 3 udara, droplet, air, dan lain-lain. Terdapat beberapa bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan, diantaranya Streptococcus, Mycobacterium tuberculosis, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Corynebacterium diphtheriae, Mycoplasma pneumonia, Bordetella pertussis, dan Legionella pneumophila. C. Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernapasan (ISPA)adalah infeksi sinus, tenggorokan, saluran udara atau paru-paru apapun, yang biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Ahli kesehatan profesional umumnya membedakan antara: 1. Infeksi saluran pernapasan atas—yang mempengaruhi hidung, sinus, dan tenggorokan. 2. Infeksi saluran pernapasan bawah mempengaruhi saluran udara dan paru-paru. Saluran pernapasan terbagi menjadi saluran udara atas dan saluran udara bawah. Saluran udara atas atau saluran pernapasan atas meliputi bagian hidung dan nasal, sinus paranasal, faring, dan bagian laring di atas pita suara. Saluran udara bawah atau saluran pernapasan bawah meliputi bagian laring di bawah pita suara, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Paru-paru bisa digolongkan ke dalam saluran pernapasan bawah atau sebagai bagian terpisah dan termasuk bronkiolus, pembuluh alveolus, kantong alveolus, dan alveoli. Saluran pernapasan bisa juga terbagi menjadi zona konduksi dan zona pernapasan, berdasarkan perbedaan mengangkut dan menukarkannya. Dari bronkus, pembuluh yang bercabang secara progresif menjadi semakin kecil dengan sekitar 2023 divisi sebelum berakhir di alveolus. 4 D. Bakteri apa saja yang menginfeksi pernafasan 1.Streptokokus Streptokokus adalah patogen penting karena banyak infeksi hebat yang disebabkannya dan karena komplikasi yang mungkin terjadi setelah sembuh dari infeksi akut itu. Komplikasi yang terjadi setelah infeksi streptokokus meliputi demam reumatik dan glomerulonefritis akut. Ciri-ciri Utama Mikroba bersifat Gram-positif, bentuk kokus dengan penataan tunggal, berpasangan atau berantai. Lazimnya bersifat fakultatif anaerob, katalase-negatif dan fermentatif. Mikroba ini banyak ditemukan di alam dan juga sebagai mikroba komensal pada hewan. Streptococcus yang bersifat patogen dapat ditemukan pada kulit, mukosa mebran, traktus genitalis dan saluran pencernaan. 5 Sifat Biakan Beberapa galur Streptococcus hanya dapat tumbuh dalam keadaan anaerobik. Kelompok ini agak berbeda dengan Streptococcus lainnya yang lazimnya bersifat anaerobik oleh karena tidak dapat mensintesis senyawa “heme”. Kelompok Streptococcus anaerobik ini tidak dapat mensintesis sitokromdan dengan demikian tidak dapat melakukan fosforilasi oksidatif yang ditengahi oleh sitokrom-ETS. Berdasarkan sifat ini, maka untuk mengisolasi Streptococcus seringkali ditambahkan inhibitor sitokrom yaitu Na-azide. Hemolisis Daya kerja Streptococcus pada eritrosit kuda merupakan salah-satu dasar identifikasi kelompok ini. Pada umumnya galur yang bersifat patogen menghasilkan hemolisisn yang melisiskan eritrosit kuda. Ini disebut betahemolisis dan ditandai oleh zone terang disekeliling koloni pada biakan agar darah. Pada kelompok vriridans akan terlihat hemofilis-alpha yang ditandai oleh perubahan warna kehijauan di sekitar kolonisetelah 18-24 jam bila diinkubasikan pada suhu 370 C. Bila Streptococcus kelompok ini kemudian diinkubasikan pada suhu yang rendah maka akan terlihat zone jernih di luar zone kehiajauan. Zone hijau ini tidak akan berubah warna meskipun diinkubasikan lebih lama. 2.Mycobacterium Mikroba yang termasuk kelompok ini bersifat tahan asam, berbentuk batang halus, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan bersifat aerobic. Penguraian karbohidrat dilaksanakan melalui proses oksidasi. 6 Mikroba yang termasuk kelompok ini bersifat tahan asam, berbentuk batang halus, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan bersifat aerobic. Penguraian karbohidrat dilaksanakan melalui proses oksidasi. Komponen Mycobacteria Mikroba ini tidak menghasilkan eksotoksin. Kandungan lipidnya sangat tinggi (20-40% dari berat kering) bahan ini diduga sebagai penyebab resistensi pertahanan humoral, desinfektans, larutan asam dan basa. Dinding sel yang tebal dari mycobacterium kaya akan asam mikolat dan asam lemak lainnya, sehingga menyebabkan mikroba ini bersifat hidrofobik dan bersifat impermeable terhadap zat warna. Lipida yang terdapat pada mycobacterium ialah : 1. Asam Mikolat 2. LIlin D 3. Mikosida 4. Glikolipida 7 Mekanisme Infeksi Mycobacterium tuberculosis Mikroba dikeluarkan melalui sputum dan saluran pernafasan. Infeksi terjadi melalui muntahan atau saluran pernafasan. Lesion utama terjadi pada paru-paru dan limfoglandula. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Tuberkulosis 1. Kepadatan jumlah hewan dalam satu kandang. 2. Faktor genetic 3. Kekebalan alami dan kekebalan perolehan Gambar Penyebaran tuberculosis Patogenesis Manifestasi penyakit tergantung pada masuknya mikroba. Jika terjadi melalui inhalasi, maka paru-paru dan limfoglandula tracheobronchial yang terserang. Jika melalui ingesti, maka jalur infeksi terjadi melalui limfoglandula mesenterium, dinding usus dan hati melalui sistem portal. Mikroba dari limfoglandula dapat mencapai duktus thorasikus melalui infeksi umum. Hipersensitivitas dan 8 kekebalan seluler digertak disertai dengan penghambatan perkembangbiakan dan penyebaran mikroba. “Delayed hypersensitivity” yang disebabkan jumlah antigen yang banyak menyebabkan kerusakan jaringan. Pada umumnya lokus infeksi bersifat mikroskopik dan dapat menghilang dengan sendirinya. Namun, beberapa mikroorganisme dapat bertahan sehingga mengakibatkan tuberkel yang bersifat karakteristik. Patogenitas Mycobacterium tuberculosis Mikroba ini dapat menginfeksi manusia, primata dan kera. Primata dan kera dapat ditulari oleh manusia. Ternak disensitisasi oleh manusia. Pada babi infeksi terjadi melalui sisa makanan tercemar, gejala terlihat pada limfoglandula di daerah kepala. Ayam jarang terinfeksi. Anjing dan kucing dapat terinfeksi. Hewan percobaan, marmot bersifat peka terhadap infeksi M. tuberculosis. Cara Pemeriksaan Perlakuan pada bahan terduga harus hati-hati karena kemungkinan penularan. Pemeriksaan langsung pada bahan tersangka dilakukan dengan pewarnaan tahanasam. 9 Isolasi Diagnosis tuberkulosis sering kali didasarkan pada ditemukannya mikroba tahan-asam di lesion yang bersifat karakteristik. Bila bahan terduga berupa nodula, maka digunakan ”mortar” dengan pasir halus dan steril. Pada gerusan ditambahkan 10 ml 4% NaOH yang mengandung merah fenol, kemudian pusingkan. Sedimen dinetralisasikan dengan HCl 2N selama paling lama 30 menit. Sedimen ini kemudian diinokulasikan ke medium LOewenstein-jensen dan diinkubasikan pada 37ºC selama 6-8 minggu. Identifikasi Identifikasi didasarkan pada sifat biakan, pertumbuhan dan ciri biokimia. Peneguhan biasanya dilakukan di laboratorium rujukan. Sifat Biakan Koloni terlihat kering, berbutir, dan subur. Permukaan koloni terlihat kasar dan bewarna kuning. Pertumbuhan pada media padat dengan suhu inkubasi 37ºC terlihat setelah 2 minggu. Resistensi Pada umumnya mycobacteria bersifat resisten terhadap berbagai faktor fisik dan desinfektan kimia. Resisten ini disebabkan oleh kandungan lipida dalam dinding sel. Bahan yang mengandung tuberkulosis tetap hidup dalam karkas yang membusuk dan tanah lembab selam 1-4 tahun. Dalam tinja sapi yang kering mikroba ini dapat bertahan selam 150 hari. Pembekuan tidak mempengaruhi daya shidup mikroba. Kekeringan mempengaruhi daya hidup mikroba bila dilakukan bersamaan dengan sinar matahari. Mikroba ini resisten terhadap asam dan basa, namun fenol (5%), lisol (3%), dan kresol berdya kerja sedang. 10 Pengobatan Penggunaan obat mungkin tidak dapat diterapkan pada hewan. Obat yang paling ampuh dalam pengobatan tuberculosis adalah isoniazid. Obat ini digunakan bersama para-aminosalisilat atau ethambutol dan kadangkala bersama dengan streptomycin merupakan “triple therapy”. Pengobatan dapat diberikan selam 3 tahun, namun untuk streptomycin pengobatan dilakukan untuk beberapa bulan saja. Beberapa galur dapat menjadi resisten terhadap streptomycin dan gangguan terhadap syaraf pendengaran dapat terjadi. Selain itu terdapat pula galur yang resisten terhadap isoniazid. Rifampin juga merupakan obat manjur dan dapat digabung dengan ioniazid. Penggabungan kedua obat ini sering diberikan pada hewan penderita di kebun binatang. Pencegahan Di lapangan, diagnosis dilakukan dengan uji tuberkulin yang didasarkan pada “Delayed-hypersensitivity”. Beberapa macam tuberculin dapat digunakan, semuanya mengandung protein mycobacterium yang menyebabkan hewan terinfeksi menjadi hipersensitif . “Old Tuberculin” menurut Koch merupakan filtrat dari biakan M. tuberculosis yang berumur 8 minggu. Kekebalan Meskipun antibody diproduksikan dalam tuberkulosis, imunitas terutama disebabkan (Cell Mediated Immunity) CMI. Vaksin yang terutama digunakan ialah vaksin BCG yang merupakan M. bovis yang hidup dan diatenuasikan dengan menumbuhkannya pada biakan kentang-gliserin empedu dengan pemindahan berulang kali. Vaksin ini digunakan untuk pencegahan penyakit pada pedet. 11 Hipersensitivitas terhadap tuberkulin menunjukan resistensi terhadap tuberkulin. Reaksi ini terkadang bersifat negatif bila tingkat infeksinya parah ataupun bila terdapat kelemahan tedapat pada CMI. 3. Streptococcus pneumoniae (Pneumokokus) Klasifikasi Kingdom : Bakteri Filum : Frimicutes Kelas : Cocci Ordo : Lactobacillales Famili : Streptococcaceae Genus : Streptococcus Spesies :Streptococcus pneumonia Pada tahun 1881, George Sternberg dan Louis Pasteur menemukan bakteri ini dalam saliva manusia di tempat yang terpisah. Walaupun mereka dapat membuat septikemia dengan menyuntik kan kuman ini pada kelinci, namun mereka tidak menghubungkannya dengan penyakit pneunomia. Kemudian pada tahun 1886 12 diketahui bahwa kuman ini dapat menyebabkan pneumonia lobaris, oleh Frunkel dan Weischselbaum di tempat yang terpisah juga. Koloni Kuman dan Sifat Biaka Kuman ini merupakan positif Gram berbentuk diplokokus dan seperti lanset. Namun pada perbenihan tua dapat nampak sebagai negatif Gram, tidak membentuk spora, tidak bergerak (tidak berflagel). S. pneunomiae adalah anaerob fakultatif, larut dalam empedu dan merupakan alfa hemolitis. Selubungnya terutama dibuat oleh jenis yang virulen. S. pneunomiae tumbuh pada pH normal, yaitu 7,6-7,8, dan jarang terlihat tumbuh pada suhu di bawah 25°C dan di atas 41°C, melainkan tumbuh dengan suhu optimum 37,5°C. Glukosa dan gliserin meningkatkan perkembangbiakannya, tapi bertambahnya pembentukan asam laktat dapat menghambat dan membunuhnya, kecuali jika ditambahkan kalsium karbonat 1% untuk menetralkannya. Dalam lempeng agar darah sesudah pengeraman selama 48 jam akan terbentuk koloni yang bulat kecil dan dikelilingi zona kehijau-hijauan identik dengan zona yang dibentuk oleh Streptococcus viridans. Perbedaan antara S. pneumoniae dengan S. viridans tersebut adalah sifat S. viridans yang lisis dalam larutan empedu 10% (otolisis) atau natrium desoksikholat 2% dalam waktu 5-10 menit. Pneumokokus dapat dibedakan dengan kokus lainnya, sebab kuman ini dihambat pertumbuhannya oleh optokhin. Pneumokokus tidak tahan terhadap sinar matahari langsung. Penyimpanan bakteri ini adalah baik jika dalam keadaan liofil. Kuman ini lebih mudah mati dengan fenol, HgCl2, kalium permanganat dan antiseptikum lainnya daripada Mikrokokus dan Streptokokus lain. Pneumokokus juga rentan terhadap sabun, empedu, natrium oleat, zat warna dan derivat kuinin. Sulfadiazin juga dapat menghambatnya, namun sering terjadi resistensi sesudah beberapa hari. 13 Manifestasi Klinis Infeksinya pada manusia yang khas ialah menyebabkan penyakit pneumonia lobaris. Penyakit lain yang disebabkannya juga adalah sinusitis, otitis media, osteomielitis, artritis, peritonitis, ulserasi kornea, dan meningitis. Pneumonia lobaris dapat menyebabkan komplikasi berupa septikemia, empiema, endokarditis, perikarditis, meningitis dan artritis. Patologi Angka kematian pada pneumonia tergantung pada ras, seks, umur dan keadaan umum penderita, tipe kumannya, luasnya bagian paru-paru yang terkena, ada tidaknya septikemia, ada tidaknya komplikasi, pemberian terapi spesifik, dan faktor-faktor lainnya. Pengobatan Penisilin merupakan obat yang sangat efektif. Yang berbahaya bila terjadi infeksi sekunder oleh Stafilokokus yang resisten terhadap penisilin dan antibiotika lainnya. Dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mengobati meningitis agar dapat mencapai selaput otak. Namun, akhir-akhir ini pneumokokus sudah resisten 14 terhadap banyak preparat antibiotika, misalnya tetrasiklin, eritromisin, dan linkonmisin. Peningkatan resistensi terhadap penisilin juga terlihat pada Pneumokokus yang diisolasi dari New Guinea. 4.Haemophilus influenzae Klasifikasi Divisi : Bakteri Kelas : Schizomicetes Ordo : Eubacteriales Famili : Haemophilunaceae Genus : Haemophilus Spesies : Haemophilus influenzae Bakteri H. influenzae pertama kali ditemukan oleh Richard Pfeiffer (1892) ketika sedang terjadi wabah influenza. H. influenzae disalah artikan sebagai penyebab influenza sampai tahun 1933, ketika etiologi virus flu menjadi jelas. 15 Koloni Kuman dan Sifat Biakan H. influenzae mempunyai ukuran (1 µm X 0.3 µm). Bakteri ini berbentuk cocobacillus negatif Gram dan merupakan anaerob fakultatif. Pada 1930, bakteri ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu koloni R yang dibentuk oleh kuman-kuman tak bersimpai (NTHi) dan koloni S yang dibentuk oleh kuman-kuman bersimpai. Kuman-kuman koloni S dianggap virulen dan secara serologik dibagi dalam 6 tipe berdasarkan simpainya: a,b,c,d,e, dan f. Penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa H. influenzae tak bersimpai (rough) biasa diasosiasikan dengan penyakit saluran pernafasan kronik, terutama pada orang dewasa. Sedangkan H. influenzae bersimpai merupakan penyebab penyakit-penyakit invasif seperti meningtis, piartrosis, sellulitis, pneumonia, perikarditis, dan epiglotitis akut. Salah satu jenis dari kuman bersimpai ini adalah H. influenzae tipe b (Hib), yang merupakan penyebab sebagian besar penyakit invasif, termasuk penyakit pneunomia dan meningitis bakterial akut pada bayi dan anak-anak. Sesuai dengan namanya, H. influenzae membutuhkan faktor-faktor pertumbuhan yang terdapat di dalam darah yang dilepaskan ketika sel darah merah mengalami lisis (haemo=darah, philos=menyukai). Faktor-faktor tersebut adalah faktor X (hemin), suatu derivat haemoglobin yang termostabil, dan faktor V (nicotinamide-adenine-dinucleotide) yang termolabil. Spesies ini memerlukan salah satu atau kedua faktor pertumbuhan tersebut. H. influenzae sangat peka terhadap disinfektan dan kekeringan. Kuman ini tumbuh optimum pada suhu 37°C dan pH 7,4-7,8 dalam suasana CO2 10%. Kuman ini juga tumbuh subur sebagai satelit Stafilokokus karena Stafilokokus menghasilkan faktor V. 16 Penyeberan Infeksi oleh H. influenzae terjadi setelah mengisap droplet yang berasal dari penderita baru sembuh, atau carrier, yang biasanya menyebar secara langsung saat bersin atau batuk. H. influenzae menyebabkan sejumlah infeksi pada saluran pernafasan bagian atas seperti faringitis, otitis media, dan sinusitis yang terutama penting pada penyakit paru kronik. Meningitis karena H. influenzae jarang terjadi pada bayi berumur kurang dari 3 bulan dan tidak umum dijumpai pada anak-anak diatas umur 6 tahun. Pada anak-anak, selain meningitis, H. influenzae tipe b juga menyebabkan penyakit bacterial epiglottitis akut. Manifestasi Klinis Gejala-gejala klinis yang disebabkan penyakit ini cukup banyak, tergantung letak infeksi dan jenis penyakit yang disebabkannya. Anak-anak mungkin memiliki gejala klinis yang berbeda tiap pribadi, namun jika disimpulkan, gejala klinis tersebut adalah Irritability (kekurangan makanan dan nutrisi saat bayi, demam (pada bayi prematur temperaturnya dibawah normal), sakit kepala, muntah, sakit di leher, sakit di punggung, posisi badan yang tidka biasa, kepekaan terhadap cahaya, epiglottitis, dyspnoea (sulit bernafas), dysphagia (sulit menelan), septic arthritis, cellulitis, pneumonia, sepicaemia, osteomyelitis, bacteramia, dan empyema. Kasus Hib jarang terjadi pada bayi di bawah 3 bulan atau di atas 6 tahun. Biasanya terjadi pada umur 4-18 bulan. 17 Gambar : Sakit kepala, sakit leher, sakit di punggung Diagnosis Dalam mendiagnosis penyakit ini, dapat dipergunakan cairan serebrospinal, sputum, dan cairan telinga sebagai bahah pemeriksaan. Dari bahan ini dibuat preparat Gram, dan ditanam pada perbenihan agar coklat yang dieramkan dalam suasana CO2 10%. Ada 3 cara untuk mendiagnosanya, yaitu dengan Staphylococcus streak technique, untuk mengasingkan H. influenzae, terutama dari bahan-bahan yang tidak terkontaminasi dengan kuman-kuman lain seperti cairan serebrospinal dan darah. Cara lain adalah dengan reaksi Quellung yang khas sangat membantu diagnosis, kecuali untuk kuman-kuman tak bersimpai. Sedangkan untuk menegakkan diagnosis meningitis, digunakan deteksi antigen polisakarida simpai di dalam cairan tubuh. Pengobatan Pemilihan antibiotika yang akan digunakan dapat ditentukan dengan tes kepekaan secara in vitro. Kebanyakan H. influenzae peka terhadap ampisilin, khloramfenikol, tetrasiklin, sulfonamida dan kotrimoksasol, dan terapi dengan 18 salah satu atau kombinasi obat-obat ini, namun kepekaan kumannya sendiri dan hasil suatu terapi tidak dapat diperkirakan. Terapi untuk anak atau bayi yang terinfeksi meningitis karena Hbi dapat diberikan dexamethasone atau campuran dari cefotaxime sodium/ceftriaxone sodium/ampicillin dengan chloramphenicol. Sementara untuk pencegahannya, dapat digunakan vaksin khas polisakarida simpai (vaksin PRP). Disarankan juga untuk menjaga pola hidup bersih di daerah yang padat penduduk. 5.Mycoplasma pneumoniae Klasifikasi Kingdom : Bacteria Divisi : Firmicutes Kelas : Mollicutes Ordo : Mycoplasmatales Famili : Mycoplasmataceae Genus : Mycoplasma Spesies : Mycoplasma pneumonia 19 Mycoplasma pneumoniae merupakan salah satu penyebab infeksi saluran nafas akut (ISNA) pada anak-anak dan dewasa muda. Pada awalnya penyakit ini dikenal dengan Pneumonia Atypical Primer (PAP) karena gambarannya tidak menyerupai bakteri tipikal dari pneumonia, gambaran radiologis paru tidak spesifik dan angka kematian yang rendah. Tetapi kemudian ditemukan kesamaan antara bakteri ini dengan bakteri penyebab pneuropneumonia pada ternak oleh Eaton dkk. Maka sejak saat itu disebut Eaton egent atau Pleuropneumonia-Like Organism (PPLO). Mycoplasma dapat tumbuh atau berkembang biak dalam perbenihan tanpa sel, dan pertumbuhannya dihambat oleh antibodi spesifik. Kuman ini mempunyai afinitas selektif untuk sel epitel saluran nafas misalnya bronkus, bronkiolus, dan alveolus yang akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). Pada umumnya bersifat anaerob fakultatif dengan suhu pertumbuhan optimal 36-37° C dan pH optimum 7. Untuk pertumbuhannya diperlukan kolesterol dan asam lemak rantai panjang, sedangkan sumber energi utama didapatkan dari glukosa atau arginin. Koloni Kuman Mikroorganisme ini mempunyai struktur yang sangat primitif dan merupakan prokariota yang paling kecil yang masih dapat melakukan self replication. Bersifat sangat pleomorf karena spesies ini tidak memiliki dinding sel peptidoglikan, ia memiliki tiga lapis membran sel yang menggabungkan senyawa sterol, mirip dengan sel-sel eukariotik. Mycoplasma pneumoniae merupakan bakteri gram negatif dengan ukuran panjang 1 mm – 2 μm dan lebar 0,1 mm – 0,2 μm, berbentuk bundar agak datar, pinggirnya bening (transculent), bagian tengah keruh dan granuler. Kuman tumbuh jauh ke dalam agar dan membentuk penampilan fried egg. Permukaan koloni dapat mengadsorpsi sel darah merah, membentuk zona hemolisis. Pertumbuhannya sangat lambat antara 5-10 hari atau lebih. Epidemiologi 20 Infeksi M. Pneumoniae dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi menyebar luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi ini lebih mudah tersebar pada populasi penduduk yang padat. Patologi Baru sedikit informasi yang diperoleh mengenai gambaran histopatologi infeksi M. Pneumoniae ini pada manusia, penyakit ini jarang menyebabkan kematian. Pada beberapa kematian yang pernah dilaporkan, ditemui gambaran interstitial pneumonia dan bronkiolitis yaitu penebalan dinding bronkus karena edeme, penyempitan pembuluh darah, dan infiltrat dari mononuklear. Gambaran Klinis Gambaran klinis dari Mycoplasma pneumoniae sangat bervariasi dari yang ringan hingga berat, bahkan ada yang dapat menimbulkan kematian, tetapi hal ini jarang ditemukan. Demam dan batuk merupakan manifestasi klinik yang biasanya terjadi, ditambah infeksi saluran pernapasan atas disertai myringitis, faringitis, bronkitis, atau kombinasi ketiganya. Namun terkadang juga sering terjadi manifestasi klinis lain, misalnya infeksi telinga kira-kira 20% terdiri dari otitis media, otitis externa dan bullous myringitis. Komplikasi pulmonal yang paling sering terjadi adalah Pleural effusi ringan, sedangkan komplikasi berat menyebabkan bronkiolitis obliterans dan respiratori distress sindrom pada orang dewasa yang dapat menyebabkan kematian. Komplikasi gastrointestinal jarang terjadi, gejala ringan berupa diare, mual, muntah, dan anoreksia. Pada darah, hemolitik anemi dapat terjadi pada pasien yang memiliki titer Aglutinin dingin yang sangat tinggi, penurunan angka hematrokrit hingga 50% juga dapat terjadi pada minggu ke 2-3 perjalanan penyakit. Komplikasi pada kulit jarang terjadi dan bersifat sementara, terlihat rash 21 yang bervariasi dari makular, vesikular, dan eritema multiforme mayor (StevensJohnson Symdrome) Gambar : Infeksi Mycoplasma pneumoniae pada kulit Diagnosis Secara umum, terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis M. Pneumoniae pada pasien terinfeksi, namun hanya beberapa cara yang efektif. Gambaran radiologik paru dapat digunakan, tetapi tidak dapat digunakan sebagai patokan karena tidak ada kelainan yang patognomomik dan cepat membaik dalam waktu yang relatif singkat kurang dari seminggu. Pemeriksaan laboratorium dengan menghitung leukosit, namun biasanya leukosit penderita berada pada tingkat normal atau sedikit meninggi. Kemudian dapat pula dengan kultur dari sputum atau hapusan tenggorokan, namun diperlukan waktu 2-3 minggu hingga terdapat pertumbuhan kuman. Lalu dengan pemeriksaan serologik yang umum digunakan saat ini adalah pemeriksaan terhadap antibodi IgM spesifik, antibodi IgG spesifik, antibodi fluoresense, inhibisi pertumbuhan, fiksasi komplemen, dan Aglutinin dingin. Metode yang dipakai untuk pemeriksaan serologik adalah Efisa (Enzyme linked immunosorbent assay) atau EIA (Enzyme Immuno Assay). Namun dari semuanya, diagnosis M. Pneumoniae cepat dapat dilakukan dengan DNA probe test yang mempunyai sensitivitas 76% dan sensitivitas 91,7% dibandingkan dengan kultur. 22 Pengobatan 1. Antibiotika M. Pneumoniae secara invitro memperlihatkan sensitivitas terhadap Eritromisin dan Tetrasiklin sebagai obat pilihan untuk infeksi M. Pneumoniae. Pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun, obat pilihan adalah Eritromisin, sedangkan Tetrasiklin tidak dianjurkan karena memiliki efek samping pada anak. Rincian dosisnya adalah sebagai berikut. Dewasa dengan berat badan ≥ 26 kg : Tetrasiklin 1000 mg/hari dibagi 4 dosis Erotromisin 1500 mg/hari dibagi 4 dosis Anak-anak dengan berat badan ≤ 25 kg : Tetrasiklin 25 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis Eritromisin 30-50 mg/kg BB/hari Diberi selama 2-3 minggu Pemberian obat di atas dalam jangka waktu pendek menunjukkan hasil yang baik, tapi mikroorganisme ini bisa tidak segera hilang dari sputum atau hapusan tenggorokan, sehingga dapat mempengaruhi fungsi paru di kemudian hari. Obat baru yang sekarang ini banyak dipakai adalah Roxytromycin, yang ternyata cukup efektif terhadap M. Pneumoniae dengan sedikit efek samping. Dosis yang diberikan 5-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis secara oral, diberikan selama 7-14 hari. 1. Simtomatik, yaitu : 1. Istirahat 2. Analgetik atau Antipiretik 3. Antitussive 4. Asupan cairan 23 Pencegahan Tidak ada cara spesifik untuk mencegah pertumbuhan penyakit ini. Cara yang dapat ditempuh hanya berupa menjaga kebersihan diri, terutama kebiasaan mencuci tangan, serta menghindari kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi. 6.Bordetella pertussis Klasifikasi Kingdom : Eubacterium Filum : Coccobacillus Kelas : Bacillus Ordo : Coccobacillus Famili : Alcaligenaceae Genus : Bordetella Spesies : Bordetella pertussis 24 Penyakit pertusis atau batuk rejan (whooping chough) atau batuk seratus hari merupakan penyakit akut saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk paroksismal. Di dunia terjadi sekitar 30 sampai 50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (data dari WHO). Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. 90 persen kasus ini terjadi di negara berkembang dan merupakan penyakit yang menular. Penyakit ini disebabkan oleh Bordetella pertussis yang untuk pertama kalinya diasingkan oleh Bordet dan Gengou pada tahun 1906. Penyakit-penyakit serupa berhasil ditemukan kemudian, yaitu yang disebabkan oleh Bordetella parapertussis dan Bordetella bronchiseptica. Standarisasi waksin serta penggunaannya secara luas sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit ini. Bakteri ini mengandung beberapa komponen yaitu Peitusis Toxin (PT), Filamentous Hemagglutinin (FHA), Aglutinogen, endotoksin, dan protein lainnya. Morfologi dan Fisiologi Boredetella pertussis berbentuk coccobacillus kecil-kecil, terdapat sendirisendiri, berpasangan, atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Pada isolasi primer, bentuk kuman biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat pleomorfik.Bentuk koloni pada biakan agar yaitu smooth, cembung, mengkilap, dan tembus cahaya. Bentuk-bentuk filament dan batang-batang tebal umum dijumpai. Simpai dibentuk tapi hanya dapat dilihat dengan pewarnaan khusus, dan tidak dengan penggabungan simpai. Kuman ini hidup aerob, tidak membentuk H2S, indol serta asetilmetilkarbinol. Bakteri ini merupakan gram negative dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat granula bipolar metakromatik. Pada Bordetella pertussis ditemukan dua macam toksin yaitu Endotoksin yang sifatnya termostabil dan terdapat dalam dinding sel kuman. Sifat endotoksin ini mirip dengan sifat endotoksin-endotoksin yang dihasilkan oleh kuman negative gram lainnya. 25 Protein yang bersifat termolabil dan dermonekrotik. Toksin ini dibentuk di dalam protoplasma dan dapat dilepaskan dari sel dengan jalan memecah sel tersebut atau dengan jalan ekstraksi memakai NaCl. Baik endotoksin maupun toksin yang termolabil tersbeut tidak dapat memancing timbulnya proteksi terhadap infeksi Bordetella pertussis. Peranan yang pasti daripada kedua toksin ini dalam pathogenesis pertusis belum diketahui. Berbeda dengan spesies-spesies Hemophilus, kuman Bordetella dapat tumbuh tanpa adanya hemin (factor X) dan koenzim I (factor V). Pembiakan dilakukan pada perbenihan Bordet-gengou, dimana kuman-kuman ini tumbuh dengan membentuk koloni yang bersifat smooth, cembung, mengkilat, dan tembus cahaya. Kuman ini membentuk zona hemolisis. Sifat-sifat ini dapat ebrubah tergantung lingkungan dimana kuman ini dibiakkan, yang diikuti oleh perubahanperubahan sifat antigenic serta virulensinya. Struktur antigen Proteksi terhadap infeksi oleh Bordetella pertussis merupakan respon imunoloik terhadap antigen (antigen-antigen) kuman. Sifat antigen protektif kuman ini tidak diketahui. Walaupun demikian, penelitian serologic yang ekstensif telah berhasil menemukan antigen-antigen yang penting. Diketahui adanya antigen permukaan O yang termostabil pada smooth strains dan rough strains Bordetella pertussis. Antigen O ini berupa protein, mudah diekstraksi dari sel dan terdapat di dalam cairan supernatant biakan kuman. Antigen-antigen serta factor-faktor lainnya seperti HLT (heat-labile toxin), lipopolisakarida (endotoksin), HSF (histamine-sensitizing factor), LPF (lymphocytosis-promoting factor), MPF (mouse-protective factor), hemaglutinin dan agaknya juga IAP (islet-activating protein) adalah sangat erat kaitannya dengan infeksi, penyakit dan kekebalan. Epidemiologi 26 Penyakit pertusis tersebar di seluruh dunia dan mudah sekali menular. Manusia merupakan satu-satunya sumber Bordetella pertussis, dan penyebaran penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh orang-orang dengan infeksi aktif. Banyak kasus terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun, sebagian besar meninggal pada usia 1 tahun. Penularan Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya infeksi bakterial yg mengikuti dan mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai pada stadium catarrhal) sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap diberikan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini, antibiotik juga diberikan pada orang yg kontak dengan penderita, diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi terjadinya penularan pada orang sehat tersebut. 27 Patogenesis Setelah menghisap droplet yang terinfeksi, kuman akan berkembang biak di dalam saluran pernafasan. Gejala sakit hampir selalu timbul dalam 10 hari setelah kontak, meskipun masa inkubasi bervariasi antara 5-21 hari. Penyakit ini terbagi dalam 3 stadium. Stadium prodromal (kataral) berlangsung selama 1-2 minggu. Selama stadium ini, penderita hanya menunjukkan gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas yang ringan seerti bersin, keluarnya cairan dari hidung, batuk dan kadangkadang konjungtivitis. Pemeriksaan fisik tidak memberikan hasil yang menentukan. Masa ini merupakan masa perkebmangbiakan kuman di dalam epitel pernafasan. Stadium kedua biasanya berlangsung selama 1-6 minggu dan ditandai dengan peningkatan batuk paroksismal. Suatu batuk paroksismal yang khas adalah dimana dalam jangka waktu 15-20 detik terjadi 5-20 batuk beruntun biasanya diakhiri dengan keluarnya lender/muntah serta tidak ada kesempatan untuk bernafas diantara batuk-batuk tersebut. Tarikan nafas setelah batuk biasanya menimbulkan bunyi yang keras. 28 Stadium ketiga berupa stadium konvalessen. Batuk dapat berlangsung sampai beberapa bulan setelah permulaans akit. Beratnya penyakit bervariasi. Sindrom respiratorik ringan yang disebabkan oleh Bordetella pertussis tidak mungkin dikenal atas dasar klinik saja. Kurang lebih 20% infeksi pertusis diperkirakan sebagai penyakit-penyakit atipik dan penderita-penderita ini berbahaya bagi orang lain. Komplikasi yg dapat mengikuti keadaan ini adalah pneumonia, encephalitis, hipertensi pada paru, dan infeksi bakterial yg mengikuti. Diagnosis laboratorium Diagnosis yang pasti tergantung pada diasingkannya Bordetella pertussis dari penderita. Hasil isolasi tertinggi diperoleh pada stadium kataral, dan kuman pertusis biasanya tidak dapat ditemukan lagi setelah 4 minggu pertama sakit. Bahan pemeriksaan berupa usapan nasofaring penderita atau dengan menampung batuk secara langsung pada perbenihan. Isolasi Bordetella pertussis dari bahan klinik sangat bergantung pada transportasi dan pengolahan bahan tersbeut. Bila diperlukan lebih dari 2 jam sebelum bahan tersebut sampai di laboratorium, sebaiknya bahan pemeriksaan tadi ditanam pada perbenihan Stuart (dimodifikasikan). Penambahan penicillin 0,25-0,5 unit/ml di dalam perbenihan kedua adalah berguna untuk menghambat pertumbuhan kuman positif gram saluran pernafasan, tanpa mengurangi pertumbuhan kuman pertusis. Selain reaksi-reaksi biokimiawi, identifikasi Bordetella pertussis secara serologic akan memastikan isolasi tersebut. Pewarnaan antibody fluoresensi (AF) telah dipakai untuk mengidentifikasi Bordetella pertussis pada preparat langsung hapusan nasofaring dan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang tumbuh pada perbenihan Bordet-gengou. Cara AF ini tidak dapat menggantikan isolasi kuman, namun dapat mengidentifikasi kuman secara lebih cepat. Pengobatan dan pencegahan 29 Pencegahan dilakukan dengan cara mencegah kontak langsung dengan penderita dan dengan imunisasi. Dilakukan vaksinasi aktif pada bayi. Setiap bayi sebaiknya menerima 3 suntikan dari vaksin pertusis selama 1 tahun pertama diikuti serum tambahan sampai jumlah keseluruhan. Pada saat ini, eritromisin merupakan obat pilihan. Pemberian antibiotika ini akan menyingkirkan kuman-kuman tersebut dari nasofaring dan karenanya dapat mempersingkat masa penularan/penyebaran kuman. Selain eritromisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan ampisilin juga bermanfaat. Cara pencegahan terbaik terhadap pertusis adalah dengan imunisasi dan dengan mencegah kontak langsung dengan penderita. Proteksi bayi terhadap pertusis dengan vaksinasi aktif adalah penting karena komplikasi-komplikasi berat serta morbiditas tertinggi terdapat pada usian ini. 7.Corynebacterium diphtheria Klasifikasi Kingdom : Bakteri Filum : Actinobacteria Kelas : Actinobacteria Order : Actinomycetales Keluarga : Corynebacteriaceae Genus : Corynebacterium Spesies : Corynebacterium diphtheria Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. Ia juga dikenal sebagai basil Klebs-Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-1915). Ada tiga strain C. diphtheriae yang berbeda yang dibedakan oleh tingkat keparahan penyakit mereka yang disebabkan pada manusia yaitu gravis, 30 intermedius, dan mitis. Ketiga subspesies sedikit berbeda dalam morfologi koloni dan sifat-sifat biokimia seperti kemampuan metabolisme nutrisi tertentu. Perbedaan virulensi dari tiga strain dapat dikaitkan dengan kemampuan relatif mereka untuk memproduksi toksin difteri (baik kualitas dan kuantitas), dan tingkat pertumbuhan masing-masing. Strain gravis memiliki waktu generasi (in vitro) dari 60 menit; strain intermedius memiliki waktu generasi dari sekitar 100 menit, dan mitis memiliki waktu generasi dari sekitar 180 menit.. Dalam tenggorokan (in vivo), tingkat pertumbuhan yang lebih cepat memungkinkan organisme untuk menguras pasokan besi lokal lebih cepat dalam menyerang jaringan. 1) Morfologi dan Sifat Biakan Kuman difteri berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um, tidak berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C. Diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob. Pembiakan kuman dapat dilakukan dengan perbenihan Pai, perbenihan serum Loeffler atau perbenihan agar darah. Pada perbenihanperbenihan ini, strain mitis bersifat hemolitik, sedangkan gravis dan intermedius tidak. Dibanding dengan kuman lain yang tidak berspora, C. Diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan dan pembekuan. Namun, kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan. 2) Epidemiologi Difteri terdapat di seluruh dunia dan sering terdapat dalam bentuk wabah. Penyakit ini terutama menyerang anak umur 1-9 tahun. Difteri mudah menular dan menyebar melalui kontak langsung secara droplet. Banyak spesies Corynebacteria dapat diisolasi dari berbagai tempat seperti tanah, air, darah, dan kulit manusia. Strain patogenik dari Corynebacteria dapat menginfeksi tanaman, hewan, atau manusia. Namun hanya manusia yang diketahui sebagai reservoir 31 penting infeksi penyakit ini. Bakteri ini umumnya ditemukan di daerah beriklim sedang atau di iklim tropis, tetapi juga dapat ditemukan di bagian lain dunia. 3) Penentu Patogenitas Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua fenomena yang berbeda, yaitu: · Invasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi dan proliferasi bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang mekanisme kepatuhan terhadap difteri C. diphtheriae tapi bakteri menghasilkan beberapa jenis pili. Toksin difteri juga mungkin terlibat dalam kolonisasi tenggorokan. · Toxigenesis: produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan kematian sel eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein dalam sel. Meskipun toksin bertanggung jawab atas gejala-gejala penyakit mematikan, virulensi dari C. diphtheriae tidak dapat dikaitkan dengan toxigenesis saja, sejak fase invasif mendahului toxigenesis, sudah mulai tampak perbedaan. Namun, belum dipastikan bahwa toksin difteri memainkan peran penting dalam proses penjajahan karena efek jangka pendek di lokasi kolonisasi. 4) Patogenesis Organisme ini menghasilkan toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan bertanggung jawab atas kerusakan jaringan lokal dan pembentukan membran. Toksin yang dihasilkan di lokasi membran diserap ke dalam aliran darah dan didistribusikan ke jaringan tubuh. Toksin yang bertanggung jawab atas komplikasi utama dari miokarditis dan neuritis dan juga dapat menyebabkan rendahnya jumlah trombosit (trombositopenia) dan protein dalam urin (proteinuria). Penyakit klinis terkait dengan jenis non-toksin umumnya lebih ringan. Sementara kasus yang parah jarang dilaporkan, sebenarnya ini mungkin 32 disebabkan oleh strain toksigen yang tidak terdeteksi karena contoh koloni tidak memadai. 5) Gambaran klinis Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan klinis, akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa manifestasi, tergantung pada tempat penyakit. 6) Diagnosis Diagnosis klinik difteri tidak selalu mudah ditegakkan oleh klinikus-klinikus dan sering terjadi salah diagnosis. Hal ini terjadi karena strain C. Diphtheriae baik yang toksigenik maupun nontoksigenik sulit dibedakan, lagipula spesies Corynebacterium yang lain pun secara morfologik mungkin serupa. Karena itu bila pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan kuman khas difteri, maka hasil presumtif adalah: ditemukan kuman-kuman tersangka difteri. Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan diagnosis laboratorium secara mudah, cepat, dan dengan hasil yang dipercaya untuk membantu klinikus. Walaipun demikian, diagnosis laboratorium harus dianggap sebagai penunjang bukan pengganti diagnosis klinik agar penanganan penyakit dapat cepat dilakukan. Hapusan tenggorok atau bahan pemeriksaan lainnya harus diambil sebelum pemberian obat antimikroba, dan harus segera dikirim ke laboratorium. 33 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Umumnya, penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak yakni oleh karena infeksi virus dan bakteri (Depkes, 2005). Bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pernafasan : 1. Mycobacterium tuberculosis 2. Streptococcus pneumoniae 3. Haemophilus influenza 4. Mycoplasma pneumonia 5. Corynebacterium diphtheria 6. Bordetella pertussis 7. Streptococcus B. SARAN Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan dapat memakhlumi jika masih banyak terdapat kekurangan di dalam makalah ini. Jadi harapan penulis sendiri jika ada kesalahan dalam penulisan atau kalimat-kalimat dalam makalah yang kurang berkenan, kedepannya dapat dibenahi dengan yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna kedepan. 34 Daftar Pustaka Pratiwi, Sylvia. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Bandung Margono, bambang. 2015. Bakteriologi. Erlangga : Bogor Soemarno.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik.Aademi Analis Kesehatan Yogjakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Yogjakarta Tim Mikrobiologi.2003.Bakteriologi Medik.Bayumedia Publishing: Malang World TB Day 2009 : STOP TB. http://www.Indosiar.com. Diakses padatanggal 17 Agustus 2019. 35