KERJASAMA BILATERAL FILIPINA DAN INDONESIA DALAM MEMBERANTAS KASUS NARKOBA Havier Badzli (116105029) Prodi: Hubungan Internasional, Fakultas falsafah dan peradaban Universitas Paramadina Jakarta, 2018 Abstrak Penelitian ini didasari oleh maraknya narkoba di Filipina pada 3 tahun belakangan ini, yang dimana membuat masyarakat di Filipina menjadi tidak aman dengan semakin bertambahnya pengedar dan pemakai narkoba disana. Dengan maraknya narkoba di Filipina membuat presiden Duterte yang baru dilantik harus cepat mengambil tindakan serius untuk memusnahkan peredaran narkoba. Tujuan penelitian untuk mengetahui seberapa besar dampak kebijakan presiden Duterte terhadap pengedar narkoba di Filipina dan juga untuk mengetahui dampak dari sektor luar negeri terhadap kebijakan presiden Duterte. Di dalam penelitian ini digunakan perspektif Realisme dengan dilanjutkan dengan teori operasional kerjasama bilateral dan teori peran dan proses pembuatan kebijakan. Hasil dari penelitian ini dapat menghasilkan sebuah kebijakan yang dianggap oleh presiden Duterte sangat tepat untuk dipakai, karena kebijakan tersebut sudah dapat meminimalisir peranan pengunaan narkoba di Filipina dan juga pada penelitian ini dijelaskan hubungan antara Filipina dan Indonesia adalah untuk memberantas peranan narkoba yang ada di kedua negara tersebut, dan juga untuk mencari informasi terkait pengedaran dan penjualan narkoba melalui jalur perdagangan maritim. Kata Kunci: Filipina,Indonesia,Narkoba,Kerjasama,Kebijakan PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Narkoba di Filipina pada tahun 2015 sampai saat ini menjadi ancaman besar di negara tersebut. Karena dinamika keamanan internasional pada era globalisasi ini tidak hanya di dominasi oleh berbagai persoalan konvensional, diantaranya perang antar negara ataupun konflik perbatasan, namun juga masalah-masalah keamanan yang berkaitan dengan extra ordinary crime/EOC. Salah satunya adalah perederan narkotika dan obat bius yang dimana persoalan ini bukan hanya dapat merusak mental dan produktifitas para pecandu, tetapi juga akan merusak masa depan di suatu negara khususnya di negara Filipina. (Philipines Drugs situation, 2013) Seperti halnya menurut laporan departemen luar negeri Amerika serikat dimana dinyatakan bahwa perdagangan narkoba dapat mempengaruhi hasil pemilu di Filipina. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya politisi Filipina masuk dalam dunia narkoba yang bisa dilihat dari pernyataan Drug Enforcement Agency (DEA) Filipina yang menyatakan bahwa perdagangan narkoba dapat menghasilkan 6 US miliar dolar menjadi 8 US miliar dolar pertahunnya. Drug Enforcement Agency menyelidiki sejumlah kasus narkoba yang melibatkan politisi lokal dan adapun daftar anggota politisi yang terkait narkoba dari anggota kongres, anggota dewan dan pejabat pemerintah lokal. (World Drugs Report, 2015) Ketika Rodrigo Duterte naik sebagai presiden di Filipina, dia membuat suatu kebijakan yang dimana kebijakan tersebut dianggap kebijakan paling gila dan paling tegas yang pernah dibuat di negara Filipina. Rodrigo Duterte mendeklarasikan kebijakannya kepada rakyat/warga di Filipina, yang dimana isi dari kebijakan tersebut adalah setiap warga atau polisi yang melihat pemakai atau pengedar narkoba atau obat-obatan terlarang lainnya harus dibunuh di tempat. Lalu Duterte juga menegaskan jika ada seseorang yang berani melakukan kebijakan tersebut, maka seseorang tersebut baik masyarakat maupun polisi akan diberikan hadiah olehnya. Menurut duterte, kebijakan tersebut adalah satu-satunya cara untuk menghentikan pengedaran narkoba dari para pemasok asing atau pemasok domestik yang mengedarkan obat terlarang tersebut. Setelah presiden Duterte mendeklarasikan kebijakan tersebut, sudah banyak orang meninggal dalam kurun waktu kurang dari 1 minggu yang dimana masyarakat dan polisi sudah berani dan menyetujui kebijakan tersebut. Lalu bukan hanya itu saja, Presiden Duterte mempunyai bawahan yang bernama Maria, bawahan presiden tersebut juga sudah membunuh 5 orang pemerintah di Filipina. Dengan dibuatnya kebijakan tersebut, Sebagian masyarakat Filipina sangat senang dengan adanya kebijakan yang keras tersebut karena realitanya dapat terlihat hanya dalam waktu yang tidak lama, dan masyarakat Filipina menilai bahwa presiden Duterte adalah presiden terbaik dan tertegas dalam mengawasi atau menangani kasus yang serius seperti narkoba ini. Tetapi tetap saja masih ada kubu yang kontra terhadap kebijakan ini yang menilai kebijakan ini terlalu sadis. Setelah kebijakan tersebut menarik masyarakat untuk mendukung, Lalu preside Duterte tidak tinggal diam dan Duterte menginginkan Filipina bekerjasama dengan negara lain untuk urusan penjualan dan pengedaran narkoba agar kebijakannya tersebut dapat diperkuat dan adanya dukungan dari luar yang dimana Indonesia sebagai negara yang dipilihnya untuk menjalin kerjasama dengan Filipina untuk bersama memerangi peredaran narkoba baik dari dalam maupun dari luar. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Setelah banyaknya peredaran narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya di Filipina, presiden Ridrigo Duterte menyadari bahwa Filipina harus mempunyai suatu kebijakan yang dimana kebijakan tersebut dapat menghentikan atau dapat meminimalisir peredaran narkoba dan obat-obatan terlarang tersebut. Karena narkoba dan obat-obatan terlarang tersebut dapat merusak mental dan moral masyarakat disana dan juga secara tidak langsung membuat nama Filipina terdengar jelek dimata dunia. Dengan adanya itu semua, presiden Duterte mendeklarasikan suatu kebijakan tegas bagi para pengedar dan pemakai narkoba dan obatobatan terlarang yang dimana kebijakan tersebut masih ada pro dan kontra baik dari kalangan masyarakat maupun dari negara lain. Sebagian masyarakat menilai bahwa kebijakan yang dibuat oleh presiden tersebut sangatlah tidak manusiawi dan bertentangan dengan HAM yang ada di Filipina. Sebab, jika ingin menjatuhkan hukuman dengan cara membunuh harus ada proses hukum untuk menilai apakah orang tersebut layak untuk dibunuh atau tidak, dan juga masyarakat di kubu kontra ini menilai bahwa presiden Duterte terlalu cepat mengambil keputusan sehingga banyak wisatawan asing yang mulai kurang suka datang ke Filipina semenjak adanya kebijakan presiden tersebut. Tetapi disisi lain, masyarakat juga ada yang mendukung kebijakan tersebut, mereka menilai bahwa hanya pemimpin yang berani dan berpikiran realis yang berani mengambil atau membuat kebijakan ini. Sebab, dengan adanya kebijakan untuk membunuh pengedar atau pemakai, masyarakat yang mendukung kebijakan tersebut menilai sudah banyak perubahan yang terjadi di Filipina dari segi minimnya pengedar dan pemakai narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya. Lalu selain kebijakan tersebut, presiden Duterte juga mengajak Indonesia untuk bekerjasama memberantas Narkoba sebab kedua negara ini mempunyai masalah yang sama tentang Narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya. 1.3 RUMUSAN MASALAH Dari keterangan diatas, penulis dapat menyimpulkan suatu permasalahan yang ada di negara Filipina maupun negara Indonesia untuk memerangi kasus narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya yaitu: 1. Bagaimana bentuk-bentuk kerjasama bilateral Filipina dan Indonesia dalam memberantas narkotika? 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perspektif Realisme Berdasarkan buku yang ditulis oleh Ken Booth, dalam perspektif atau pandangan hubungan internasional, perspektif realisme adalah sebuah spektrum ide yang berpusat pada empat ide utama. Yaitu Grupisme politik, egoisme, anarki internasional dan politik kekuasaan. Teori realisme ini berawal dari tulisan Thomas Hobbes dan Niccolo Machiavelli yang kemudian muncul sebagai pendekatan hubungan internasional pada masa antara perang dunia 1 dan perang dunia 2. Ada 4 pilar asumsi-asumsi umum dari realis yang dimana: 1. Sistem internasional bersifat anarki, yang artinya tidak ada aktor diatas negara yang mampu mengatur jalannya interaksi 2. Negara adalah aktor terpenting 3. Semua negara didalam sistem adalah aktor tunggal yang rasional, yang artinya negara cenderung mengejar kepentingan pribadi. 4. Masalah utama bagi sebuah negara adalah kelangsungan hidup Dalam perspektif realis, mereka tidak menggunakan cara berdiplomasi untuk menghentikan suatu konflik yang ada, melainkan menggunakan perang sebagai instrumen yang dapat menghentikan suatu konflik. Sebab, menurut pandangan realis perang adalah instrumen paling kuat untuk menyelesaikan perang dan dengan perang akan terlihat siapa yang terkuat disana. (Booth, 2011) 2.2 TEORI OPERASIONAL 2.2.1 Kerjasama bilateral Selain teori perspektif realism yang dipakai, penulis akan memasukan teori kerjasama bilateral dalam konteks Filipina dan Indonesia. Menurut definisi kerjasama bilateral dari jurnal Iceland Liechtenstein Norway yang berjudul guideline for strengthened bilateral relations, yang dimana didalam jurnal tersebut dituliskan bagaimana agar hubungan bilateral kedua negara berjala dengan baik seperti Filipina dan Indonesia. Di jurnal tersebut dituliskan bahwa Hubungan bilateral antar negara sering mengacu pada politik, ekonomi, budaya dan budaya hubungan bersejarah Hubungan bilateral yang kuat dicirikan oleh kerja sama antara institusi dan orang-orang di tingkat administratif dan politik maupun di swasta sektor dan masyarakat sipil. Elemen lain dari hubungan bilateral meliputi perdagangan dan investasi, pertukaran budaya, serta pengetahuan umum, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang negara lain dan ikatan yang ada diantara mereka. 2.2.2 Teori peran dan proses pembuatan kebijakan Teori peran dan proses merupakan teori yang menitik beratkan pada peran organisasi atau negara dalam menangani suatu masalah yang memerlukan kajian dan tindakan yang sistematis. Seseorang yang memiliki jabatan tersebut mampu menjalankan perannya didalam jabatan tersebut. Menurut Purwo santoso peran suatu kebijakan harus dapat mudah dimaknai sebagai proses administratif untuk mengekekusi keputusan-keputusan politis dengan menggunakan serangkaian instrumen untuk menghasilkan perubahan sosial ke arah yang lebih positif. Dengan ditetapkannya kebijakan oleh suatu pemerintah, semua itu menunjukan adanya suatu kepentingan negara ingin dicapai. Yang dimana ini sangat berkaitan dengan presiden Duterte dalam membuat suatu kebijakan. (purwo, Analisis kebijakan publik, 2010) 3.1 PEMBAHASAN Sesuai dengan pertanyaan yang sudah penulis cantumkan yang dimana pertanyaan tersebut Apakah kebijakan yang dibuat presiden tersebut mempunyai dampak positif baik bagi sektor domestik dan sektor internal, lalu kerjasama seperti apa yang akan dijalankan Filipina dan Indonesia untuk memerangi narkoba. Seperti yang sudah disinggung pada pendahuluan kebijakan presiden Duterte untuk membuat kebijakan seperti itu tak lain untuk membasmi atau membantai peranan narkoba baik itu pemakai maupun pengedar di Filipina yang dimana pada 3 tahun belakangan narkoba menjadi marak di Filipina dan menjadikan obat-obatan terlarang tersebut pendapat ekonomi di Filipina oleh presiden sebelumnya. Meskipun kebjikan tersebut menuai kecaman mulai dari ranah domestik dan sektor internasional presiden Duterte berjanji akan tetap pada kebijakan tersebut karena menurutnya membunuh pengedar atau pemakai adalah jalan satu-satunya untuk memberantas narkoba di Filipina. Presiden Duterte menilai bahwa kecaman yang datang dari dalam negeri sendiri mempunyai nilai kecaman yang dimana menurut presiden Duterte merekalah yang sering mengkonsumsi dan kecanduan terhadap narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya sehingga mereka ingin menjatuhkan kebijakan yang presiden Duterte buat untuk memberantas narkoba yang dimana menurut mereka kebijakan tersebut perbuatan yang tidak manusiawi yang tak lain dengan cara membunuh merupakan peraturan yang tidak disetujui oleh HAM. Lalu disisi lain datang kecaman dari dunia internasional yang menilai bahwa kebijakan tersebut terlalu keras untuk diterapkan di Filipina. Yang dimana dari negara di luar asia seperti Amerika dan jaksa mahkamah internasional yaitu Fatou Bensouda menilai bahwa kebijakan tersebut termasuk didalam kebijakan diluar hukum, karena menurut kedua negara tersebut tidak ada kebijakan hukum yang dimana harus membunuh semena-mena tanpa adanya proses hukum yang jelas. Yang dimaksud proses hukum yang jelas disini dengan adanya sebuah pertimbangan apakah pelaku tersebut memang layak dibunuh atau harus dimasukan kedalam penjara. Dengan adanya proses hukum tersebut menurut Amerika dan Russia mungkin kebijakan tersebut dapat diterima oleh semua kalangan termasuk dunia luar. (Kompas, 2018) Tetapi Presiden Duterte membantah kecaman yang ada tersebut dengan memberikan sebuah realitas yang dapat disaksikan oleh Filipina dan dunia luar yang dimana kebijakan yang presiden buat tersebut sangat sesuai untuk diterapkan di Filipinan maupun untuk dicontoh oleh dunia luar. Untuk memperkuat kebijakannya tersebut, presiden Duterte menegaskan bahwa setelah satu setengah bulan kebijakan itu dibuat, hampir 9000 pengguna dan pengedar narkoba meninggal dunia ditangan polisi dan ditangan pihak-pihak yang diberi mandate oleh negara untuk membunuh mereka tanpa proses pengadilan sejak kebijakan tersebut di deklarasikan. Lalu dengan dibuatnya kebijakan tersebut, Duterte menanggapi bahwa narkoba bukan hanya dikonsumsi oleh masyarakat saja tetapi sudah sampai dititik para petinggi negara. Yang dimana polisi Filipina berhasil membunuh senator yang menentang kebijakan tersebut karena dia sendiri telah mengkonsumsi narkoba dan obat-obatan terlarang tersebut, lalu kemudian presiden Duterte mengakui sudah membunuh 3 orang petinggi negara dengan kedua tangannya sendiri. Kemudian bukan hanya itu saja para anggota kongres yang ada di Filipina rata-rata mempunyai hasil positif terhadap narkoba yang dimana membuat presiden Duterte member mandate kepada bawahannya untuk menghabisi mereka semua karena menurut presiden jika para petinggi saja sudah menjadi pecandu narkoba bagaimana dengan masyarakat yang nantinya akan mendapatkan contoh yang tidak baik dari para petinggi negara. (Andreas Danilo, 2016) Lalu di sektor masyarakat, dalam 1 bulan kebijakan tersebut dikeluarkan kurang lebih sudah ada 178 orang yang berhasil dibunuh oleh masyarakat dan pihak kepolisian. Ini menandakan bahwa kebijakan Duterte tersebut sangat cocok dipakai untuk memberantas kasus narkoba dan obat-obatan terlarang yang beredar di Filipina. Faktor inilah yang membuat sebagian masyarakat di Filipina senang terhadap Duterte karena hanya Duterte yang berhasil meminimalisir bahkan memberantas narkoba dalam waktu yang cukup singkat tidak sampai satu tahun. Kemudian, masyarakat yang pro terhadap kebijakan ini menilai bahwa sudah seharusnya negara-negara mencontoh kebijakan tersebut karena masyarakat Filipina sudah merasakan keberhasilan kebijakan tersebut untuk dipakai melawan narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya. Kebijakan selanjutnya yang dibuat oleh presiden Duterte adalah bekerjasama dengan Indonesia untuk memberantas narkoba. Yang dimana Indonesia adalah negara di asia yang sering dimasukan penyelundupan barang narkoba. Penyelundupan narkoba di Indonesia diperkirakan jumlahnya jauh lebih besar dibanding keberhasilan aparat membongkar kasuskasus dari narkoba itu sendiri. Narkoba di Indonesia sangat meningkat di tahun-tahun belakangan ini. Dari data yang sudah diambil dan dikumpulkan, narkoba dan jenis obatobatan lainnya masuk ke Indonesia bukan lewat perjalanan darat, melainkan perjalanan maritime yang dilewatinya agar sedikit lebih rumit ketika diperiksa oleh pihak pemeriksan. Dengan adanya kasus tersebut, presiden Duterte mengajak Indonesia bekerjasama untuk memberantas narkoba agar wilayah asia khususnya Filipina dan Indonesia dapat memperkuat keamanannya khususnya pada sektor penyelundupan narkoba. Sebab, menurut Duterte narkoba bukan hanya menghancurkan masyarakat saja tetapi dapat merperburuk citra sebuah negara dimata dunia luar. Pada tanggal 9 Februari 2015, Filipina dan Indonesia sepakat bekerjasama untuk memberantas narkoba dan juga bekerjasama untuk memperkuat di sektor maritim. Kerjasama tersebut bertujuan antara Indonesia dan Filipina dapat bertukar informasi mengenai jaringan dan orang-orang yang terkait sindikat penyelundupan narkoba. Bukan hanya itu saja, ada pula pertukaran informasi terkait rute dan modus operasi perdagangan narkoba yang digunakan pelaku yang diduga memperjual belikan obat-obatan terlarang tersebut. Kemudian tujuan lain dari kerjasama tersebut antara lain untuk memperkuat tali silaturahmi antara Indonesia dan Filipina, dan juga kesempatan tersebut digunakan oleh dua negara untuk mempelajari kebijakan satu sama lain pada sektor keamanan yang dimana dikhususkan untuk keamanan jalur perdagangan narkoba. Karena dengan mempelajari kebijakan antara kebijakan Filipina dan Indonesia dapat menghasilkan suatu aset yang dimiliki oleh pengedar untuk ditindak lanjuti. (Cullamar, 2017) Dengan adanya kerjasama tersebut, membuat Filipina dan Indonesia semakin yakin untuk memberantas narkoba. Degan adanya kerjasama tersebut, Indonesia khususnya bagi presiden Jokowi Dodo sudah berani mengambil sebuah keputusan atau kebijakan untuk mengeksekusi mati bagi para pengedar narkoba. Lalu pada tahun 2017 Indonesia sudah menerapkan beberapa kebijakan yang ada di Filipina. Salah satunya polisi sudah menembak mati 98 terduga pengedar narkoba yang ada di Indonesia. 3.2 KESIMPULAN Filipina adalah salah satu negara yang mempunyai kasus narkoba terbanyak di dunia. Narkoba tersebut membuat masyarakat di Filipina menjadi resah dan masyarakat tersebut merasakan hal yang tidak aman lagi di Filipina. Dengan dilantik Duterte menjadi presiden di Filipina, membuat presiden Duterte mengambil kebijakan tegas terhadap pemberantasan narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya. Duterte membuat kebijakan tegas yang dimana jika masyarakat atau kepolisian menemukan pengedar atau pemakai narkoba, harus dibunuh pada saat itu juga. Karena menurut Duterte hal tersebut dapat membuat jera pengedar dan pemakai agar tidak mengulanginya lagi. Tetapi disisi lain, kebijakan tersebut tidak diterima oleh sebagian masyarakat Filipina dan dunia luar. Kebijakan tersebut dianggap menyalahgunakan aturan hukum yang sudah dibuat dan juga kebijakan tersebut bertentangan dengan HAM yang ada di Filipina maupun di dunia. Tetapi kecaman yang ada tersebut tidak membuat presiden Duterte harus mencabut kebijakannya, karena menurutnya hanya dengan kebijakan itu lah pengedar dan pemakai dapat di musnahkan paling tidak dapat terminimalisir keberadaanya di Filipina. Dengan adanya statement tersebut membuat presiden Duterte semangat dalam menjalankan kebijakannya yang membuat sebagian masyarakat menyetujui adanya kebijakan tersebut. Lalu kebijakan lainnya yang dibuat oleh presiden Duterte terhadap Filipina adalah bekerjasama dengan Indonesia untuk memberantas narkoba dan memperkuat ketahanan pada sektor maritim. Karena pada Indonesia sendiri merupakan negara yang sering dimasukan penyelundupan barang-barang terlarang lewat jalur perdagangan maritim. Maka dari itu, presiden Duterte memilih Indonesia untuk bekerjasama dalam sektor tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. http://pdea.gov.ph/images/AnnualReport/2013AR/2013thephilippinedrugsituation.pdf, diakses pada tanggal 26 april 2018. 2. “World Drugs Report : United Nations Office on Drugs and Crime : Philippines Country Report”, dalam https://www.unodc.org/documents/wdr2015/World_Drug_Report_2015.pdf 3. Santoso, Purwo dan Joash Tapiheru, Analisis Kebijakan Publik : Modul Pembelajaran, Research Center for Politics and Government, Yogyakarta, 2010, hal.126. 4. Marbun, BN. Kamus Politik Edisi Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005, hal.265. 5. Richard H. Snyder and Burton Sapin, Foreign Policy Decion Making : Revised, Palgraff Mc Millan Publishing, London and New York, 2003, hal.39. 6. Booth Ken, “Realism and World Politics”, New York, Hal.2-3 7. Grants Norway and EEA 2009-2014, Guidlined for strengthened bilateral relations, Hlm. 6-8. 8. https://internasional.kompas.com/read/2018/02/09/15405091/mahkamah-internasionalselidiki-kebijakan-duterte-terkait-narkoba 9. Andreas Danilo, Reyes, “The Spectacle of Violence in Duterte’s “War on Drugs”, in: Journal of Current Southeast Asian Affairs, Hamburg University,2016, Hal.128 10. Cullamar Tan Evelyn, “The Indonesian Diaspora and Philippine-Indonesian Relations”, Ateneo de Manila University Press,2017, Hal. 42-43