Uploaded by jovyyudha91

LAPSUS C2

advertisement
LAPORAN KASUS
EPISODE DEPRESIF BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Jiwa
Disusun oleh :
Sarah Nurulaini S
( 4151161558 )
Farah
( 4151161559 )
Mayank R Ananta
( 4151161560 )
Pembimbing:
Dr. Arlisa Wulandari,dr.,Sp.KJ.,M.Kes
PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
NOVEMBER 2018
2
LAPORAN KASUS
EPISODE DEPRESIF BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap
: Ny. Ema Rahmawati
No. Med Rec
: 309887
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 45 Tahun
Alamat
: Jalan Pojok Utara, Gang karya muda IV No. 20 RT
01 RW 04, Cimahi Tengah, Kota Cimahi
Status Perkawinan
: Menikah
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Pekerjaan
: IRT
Penghasilan/bulan
: Tidak ada
Tanggal Pemeriksaan
: 25 November 2018
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB PASIEN
Nama
:-
Hubungan
:-
Alamat
:-
Pekerjaan
:-
3
HASIL WAWANCARA
HETERO ANAMNESIS
Hasil Wawancara
Keluhan Utama
Sulit tidur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sulit tidur sejak 2 bulan yang lalu. Sulit tidur disebabkan
karena pasien memiliki banyak pikiran mengenai hutang. Pasien memikirkan cara
mengganti uang arisan karena pasien merupakan bendahara. Pasien menggunakan
uang tersebut untuk meminjami temannya membayar cicilan mobil dan dijanjikan
akan diberi komisi oleh temannya. Namun hingga saat ini temannya menjadi sulit
untuk dihubungi dan sulit untuk ditemui. Semenjak itu, pasien banyak dihubungi
teman- teman arisannya yang ingin menagih uang tersebut. Pasien merasa dijauhi
oleh teman-teman dekatnya dan tidak ada yang bisa menolong karena jumlahnya
yang cukup besar yaitu sebesar Rp.23.000.000,00. Pasien pernah berusaha untuk
meminjam uang kepada keluarganya, namun pasien dipersalahkan atas
kesalahannya tersebut. Saat ini pasien merasa suka berdebar-debar, mudah marah
dan lebih mudah tersinggung terutama pada teman-teman dan orang-orang
sekitarnya. Pasien sempat memiliki keinginan untuk bunuh diri. Saat ini, pasien
merasa menarik diri, sulit menahan emosi sampai beberapa kali pernah bertengkar
dan melempar barang-barang di sekitarnya. Pasien merasa selalu gagal dalam
berbagai hal dan merasa menjadi manusia yang tidak berguna.
Pasien masih dapat bersosialisasi dengan keluarga dan tetangga, namun tidak
4
terlalu terbuka. Biasanya ketika sedang ada masalah, pasien lebih cenderung diam
dan memendam sendiri. Pasien mengaku menjadi jarang mandi, kurang
memperhatikan penampilan dan nafsu makan menurun.
Pasien merasa tidak memiliki semangat untuk beraktivitas sebagai ibu rumah
tangga. Saat ini, pasien merasa sangat sedih dengan keadaannya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit berat, maupun gangguan jiwa sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.
Riwayat penyakit serupa pada keluarga tidak ada.

Saat pasien 10 tahun:

Sekarang:
5
Genogram:
Riwayat penggunaan alkohol dan zat psikoaktif
Tidak ada
Riwayat Hidup Penderita
◦
:
Masa dikandung dan sekitar persalinan
Pasien dikandung dengan usia kehamilan normal, tidak prematur. Pasien
lahir secara spontan ditolong oleh bidan. Pada saat setelah lahir pasien
langsung menangis. Kehamilan terjadi pada masa pernikahan.
◦
Masa bayi
Pasien berkembang baik sesuai dengan usianya. Tidak ada tahapan
perkembangan yang terlewat atau terlambat.
◦
Masa pra sekolah
Keadaan pasien baik. Pasien termasuk anak yang pendiam dan pemalu
serta tertutup. Pasien mampu mengikuti pelajaran dengan baik. Pasien
memulai sekolah dasar pada usia 6 tahun, selalu naik kelas dan lulus tepat
6
waktu.
◦
Masa dewasa
Keadaan pasien baik, hidup dengan suaminya
◦
Masa tua
Pasien tinggal serumah dengan suami, dan kedua anak
Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir SMP.
Riwayat Pekerjaan
Pasien saat ini merupakan ibu rumah tangga.
Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah.
Kepribadian Sebelum Sakit
Pasien termasuk pribadi yang pendiam, tidak pernah menceritakan masalah
yang sedang dialaminya kepada orang lain dan memilih untuk memendamnya.
Setiap ada masalah pasien sering memikirkan hal tersebut berlarut-larut.

Kegiatan intelektual dan kegemaran
Pasien gemar memasak.

Kehidupan fantasi
Tidak ada

Kehidupan psikoseksual
Tidak diketahui

Kehidupan emosional
Pasien termasuk orang yang pendiam dan jarang membicarakan masalahnya.
7

Konsep dan konsekuensi

Moral: pasien taat terhadap norma yang ada

Agama : pasien kurang taat menjalankan ibadah

Materi : cukup untuk kehidupan sehari-hari

Ambisi : ada
Hubungan sosial
Pasien bersosialisasi cukup baik dengan tetangganya dan rekan kerja.
Kebiasaan dan kesenangan
Semenjak sakit nafsu makan pasien berkurang. Terdapat pula penurunan
minat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
STATUS FISIKUS
Status Generalis
Tanda Vital :
Tensi
: 100/70 mmHg
Nadi
: 96 x/menit
Respirasi
: 18 x/menit
Suhu
: 36,5 C
Status Gizi
: Normal
Kepala dan Leher
: Normocephal
Mata: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/THT: Tidak ada kelainan
Leher: Tidak ada kelainan
Thoraks
: Bentuk dan gerak simetris
8
Cor dan Pulmo tidak ada kelainan
Abdomen
: Bising Usus + normal
Ekstremitas
: CRT <2 detik, akral hangat, motorik tidak ada kelainan.
Keadaan susunan saraf:
Saraf otak
: Tidak ada kelainan
Sensibilitas
: Tidak ada kelainan
Motoris
: Tidak ada kelainan
Vegetatif
: Tidak ada kelainan
Refleks fisiologis
: Tidak ada kelainan
Refleks patologis
: Tidak ada kelainan
STATUS PSIKIATRIKUS
Penampilan
: Roman Muka : murung, sedih
Sikap : kooperatif
Dekorum : baik
Kontak : (+)
Rapport : adekuat
Cara bicara
: volume cukup, kecepatan cukup, intonasi cukup, artikulasi
jelas
Tingkah laku/psikomotor : Hipoaktif
Mood&Afek
: Mood : hipotimia
Afek : sedih, murung (sesuai dengan mood)
Pikiran&Persepsi
: Bentuk : realistik
Isi : putus asa, merasa tidak berguna, waham (-)
Jalan : Koheren
Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)
9
Kognisi
: Kesadaran : compos mentis
Konsentrasi : baik
Orientasi : tempat, waktu, dan orang baik
Memori : baik
Kalkulasi : baik
Intelegensi : sesuai dengan tingkat pendidikan
Penilaian Abstrak : baik
Tilikan Penyakit
: Baik, pasien mengetahui bahwa pasien sakit dan
meminta atau mencari pengobatan (derajat 6)
USUL dan SARAN
1. HDRS (Hamilton Depression Rating Scale)
DIAGNOSIS MULTI-AKSIAL
Aksis–1 : Gangguan klinis-Psikiatrik : Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Diagnosis banding : Gangguan campuran cemas depresif
Kondisi lain yg menjadi fokus perhatian : Tidak ada.
Aksis–2 : Gangguan Kepribadian : Tidak ada diagnosis
Retardasi Mental : Tidak ada diagnosis
Aksis–3 : Kondisi Medis Umum : Tidak ada diagnosis
Aksis–4 : Masalah psikososial dan lingkungan : masalah dengan teman
Aksis–5 : Penilaian fungsi secara global (GAF Scale) : (51-60) Gejala sedang,
disabilitas sedang.
Penatalaksanaan
-
Non farmakologi
10

Pada pasien dapat dilakukan terapi CBT (Cognitive Behavioural
Therapy) atau terapi kognitif perilaku. Pendekatan psikoterapi yang
paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam mengatasi
berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi.

Terapi keluarga
- Terapi ini bertujuan melibatkan anggota keluarga yang bermakna
dengan gangguan depresi dilibatkan dalam terapi diharapkan
keluarga mampu mendengarkan aktif, memberi umpan balik positif
dan negatif, menggubah perilakunya. Diharapkan terjadi penurunan
derajat depresi dan perbaikan interaksi dalam keluarga.
-
Farmakologi

Pada pasien dapat diberikan antidepresan berupa golongan SSRI
seperti Fluoxetine atau trisiklik antidepresan seperti Amitriptilin.
Pemberian Fluoxetine diberikan sebanyak 1 kali saat pagi hari
dengan dosis 20 mg, pada pemberian amitriptilin dapat diberikan
obat tablet 25 mg sebanyak 1 kali sehari pada malam hari.
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
: Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Bonam
PSIKODINAMIKA
Premorbid:
Sebelum sakit, pasien termasuk pribadi yang pendiam dan memiliki
kebiasaan memendam masalahnya sendiri. Pasien bersekolah sampai tingkat SMP
kemudian pasien menikah dan hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Durante morbid:
Pasien menjadi sulit tidur, terdapat penurunan minat untuk beraktivitas dan
bekerja, merasa sangat sedih, merasa tidak berguna, dan sempat mempunyai
11
pikiran untuk bunuh diri. Pasien mengetahui bahwa dirinya sakit. Mental
mekanisme yang terdapat pada pasien adalah proyeksi dimana kegagalan diri
sendiri dipersalahkan kepada orang lain dan benda-benda sekitarnya.
Status present:
Saat diperiksa pasien tampak tenang, dengan wajah tampak sedih dan
murung. Afek dan mood serasi. Mental mekanisme proyeksi masih ada pada
pasien.
PEMBAHASAN
Definisi
Depresi merupakan gangguan suasana hati atau mood yang dalam edisi DMS
(Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang dikenal sebagai
gangguan afektif (Kaplan & Sadock, 2010). Depresif adalah salah satu bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang diatandai
dengan kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak berguna,
dan putus asa (Hawari, 2010)
Etiologi
Faktor Biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenicseperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3
12
metoksi-4-hdroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan
serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten
dengan hipotesisi bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen
amin biogenic.
Faktor Neurokimia
Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan
peptide neuro aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah
peneliti telah mengajukan bahwa system messengers kedua- seperti regulasi
kalsium, adenilat siklase, dan fosfatidilinositol- dapat menjadi penyebab. Asam
amino glutamate dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama
pada system saraf pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-MetilD-Aspartat (NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik.
Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin
jika
glutamate
bersama
dengan
hiperkortisolemia
memerantarai
efek
neurokognitif pada stress kronis. Terdapat bukti yang baru muncul bahwa obat
yang menjadi antagonis reseptor NMDA memiliki efek antidepresan.
Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang
signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik
terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh
psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam
timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki
peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi
berat.
Faktor Psikososial
Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului
episode gangguan mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk
pasien gangguan depresif berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang
diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai
episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama didalam biologi
otak.perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan
13
fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal interaneuron,
perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak
sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi mengalami
episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.
Sejumlah klinis bahwa peristiwa hidup memegang peranan utama dalam depresi.
Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peranan
terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan
menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya
depresi dikemudian hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum usia
11 tahun. Stresor lingkungan yang paling sering menyebabkan timbulnya awitan
depresi adalah kematian pasangan. Factor ressiko lain adalah PHK- seseorang
yang keluar dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan
laporan gejala episode depresif berat daripada orang yang bekerja.
Faktor Kepribadian
Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas
merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang
sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif,
histrionic dan borderline- mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk
mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian antisocial atau
paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme
defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri
mereka dari kemarahan didalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar
I dikemudian hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan
siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau gangguan bipolar I
kemudian hari.
Faktor Psikodinamik Depresi
Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund freud
dan dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai
depresi. Teori ini memiliki 4 poin penting : (1) gangguan hubungan ibu-bayi
selama fase oral (10-18 bulanpertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan
14
selanjutnya terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek
yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme
pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan akibat kehilangan
objek; (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran cinta dan benci sehingga
rasa marah diarahkan kedalam diri sendiri.
Epidemiologi
Depresi merupakan diagnosis pasien rawat jalan ketujuh tertinggi di dunia.
Rata-rata usia awitan adalah akhir dekade kedua, meskipun sebenarnya depresi
dapat dijumpai pada semua kelompok usia. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa depresi mayor lebih sering diderita perempuan dibanding laki- laki dengan
rasio 2:1. Prevalensi selama kehidupan pada perempuan 10%-25% dan pada laki
Diagnosis
Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini merujuk kepada
DSM-IV dan konsep disability berasal dari The ICD-10 Classification of Mental
and Behavioral Disorders. Menurut PPDGJ, gangguan afektif berupa depresi
dapat terbagi menjadi episode depresif dan episode depresif berulang, dimana
episode depresif sendiri terbagi menjadi episode depresif ringan, sedang, dan
berat. Sedangkan untuk episode berulang terbagi menjadi episode berulang
episode kini ringan, episode kini sedang, episode kini berat tanpa gejala psikotik,
episode kini berat dengan gejala psikotik dan episode kini dalam remisi.
DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat secara
terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan dengan depresi, dan
juga menuliskan descriptor keparahan untuk episode depresif berat.
a. Depresif Berat dengan Ciri Psikotik
Adanya ciri psikotik pada gangguan depresif berat mencerminkan penyakit yang
parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk.
b. Depresif Berat dengan Ciri Melankolik
Kepentingan yang potensial untuk mengenali ciri melankolik dari gangguan
depresif berat adalah untuk mengidentifikasi suatu kelompok pasien yang
15
dinyatakan oleh beberapa data adalah lebih responsive terhadap terapi
farmakologi daripada pasien nonmelankolik.
c. Depresif Berat dengan Ciri Atipikal
Diperkenalkannya tipe depresi dengan ciri atipikal yang didefinisikan secara resmi
adaah sebagai respons terhadap penelitian dan data klinis yang menyatakan bahwa
pasien atipikal memiliki karakteristik yang spesifik dan dapat diramalkan. Ciri
atipikal klasik adalah makan berlebihan dan tidur berlebihan.
Diagnosis banding psikiatri biasanya mencakup semua bentuk gangguan
mood dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik,
pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
organik. Riwayat penyalahgunaan obat dengan atau tanpa uji penapisan
toksikologi positif dapat mengindikasikan gangguan terinduksi zat. Keadaan
medis sebelumnya, pengobatan, atau keduanya dapat menyebabkan gangguan
psikotik dan mood. Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu
didukung dengan pemeriksaan pemindaian (scan) otak untuk menyingkirkan
patologi anatomis dan elektroensefalogram untuk menentukan setiap gangguan
bangkitan yang mungkin (contoh epilepsi lobus temporalis). Pasien epileptik
dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih baik daripada
pasien dengan gangguan spektrum skizofrenik. Kontrol bangkitan yang lebih baik
dapat mengurangi psikosis.
Kriteria diagnosis menurut DSM IV
1. Episode Depresi Mayor
Kriteria :
A. Lima (atau lebih) gejala berikut ditemukan selama periode 2 minggu yang
sama dan menunjukan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling
kurang satu gejala dari salah satu (1) mood terdepresi atau (2) kehilangan
minat atau kesenangan.
Catatan: Jangan masukan gejala yang jelas disebabkan suatu kondisi medis
umum atau waham atau halusinasi yang tidak sesuai mood.
16
1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari. Seperti yang
ditunjukan baik oleh laporan subyektif (misalnya, perasaan sedih atau
kosong) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya,
tampak sedih)
Catatan : pada anak-anak dan remaja, dapat berupa mood yang iritabel
2. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang
ditunjukan baik oleh laporan subyektif maupun pengamatan yang dilakukan
oleh orang lain)
3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau
penambahan berat badan ( misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5%
sebulan ), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
Catatan : pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai
peningkatan berat badan yang diharapkan
4. Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh
orang lain, bukan hanya perasaan subyektif tentang adanya kegelisahan atau
menjadi lamban)
6. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak
sesuai (yang dapat berupa waham hampir setiap hari (bukan hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit)
8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi atau keraguraguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subyektif maupun yang
diamati orang lain)
9. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya ketakutan atau
kematian). Ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau
percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri
B. Gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran
C. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau
gangguan pada fungsi social, pekerjaan atau fungsi bidang penting lainnya.
17
D. gejala bukan karena egek fisiologis langsung dari zat (misalnya
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya
hipotiroidisme)
E. gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh berduka, yaitu, setelah kehilangan
orang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai
oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan
tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
2. Gangguan depresi mayor, episode berulang
Kriteria diagnosis :
A. terdapat dua atau lebih episode depresi mayor.
Catatan : dipertimbangkan sebagai episode yang terpisah. Harus terdapat
suatu interval paling kurang 2 bulan berturut-turut dimana kriteria episode
depresi mayor tidak terpenuhi.
B. episode depresi mayor tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham atau ganggua psikotik yang tidak
ditentukan.
C. tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode
hipomanik
Catatan : penyingkiran ini tidak digunakan jika episode mirip manik, mirip
campuran atau mirip hipomanik yang diinduksi zat atau pengobatan atau
karena efek fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum
Jika saat ini memenuhi kriteria suatu episode depresi mayor, sebutkan status
dan/atau gambaran klinis saat ini :
 Ringan, sedang berat tanpa ciri psikotik/berat dengan ciri psikotik
 Kronik
 Dengan ciri katatonik
 Dengan ciri melankolik
 Dengan ciri atipikal
 Dengan onset postpartum.
18
PPDGJ III
F32 EPISODE DEPRESIF
Gejala utama
-
Afek depresif
-
Kehilangan minat dan kegembiraan
-
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan lelah dan
menurunnya aktivitas
Gejala lainnya
-
Konsentrasi dan perhatian berkurang
-
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
-
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
-
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
-
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
-
Tidur terganggu
-
Nagsu makan berkurang
F32.0 EPISODE DEPRESI RINGAN
-
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
seperti
tersebut diatas
-
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
-
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
-
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
-
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
F32.1 EPISODE DEPRESI SEDANG
-
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan
-
Ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lainnya
-
Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
-
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan rumah tangga
F32.2 EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK
19
-
Semua 3 gejala utama depresi harus ada
-
Di tambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
-
Bila ada gejala penting yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secarra rinci
-
Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang
dari 2 minggu
-
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas
F32.3 EPISODE DEPRESIF BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK
-
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut
diatas
-
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Patofisiologi
Uji klinis dan praklinis menunjukan adanya interaksi kompleks antara
ketersediaan neurotransmitter dan regulasi reseptor dan sensitivitas yang
mendasari gejala afektif. Adanya gangguan pada aktivitas serotonin sistem saraf
pusat (5-HT) sebagai faktor penting. Neurotransmitter lainnya yang terlibat
meliputi norepinephrine (NE), dopamine (DA), glutamat, dan faktor neurotropika
yang diturunkan dari otak (BDNF). Studi menunjukkan bahwa gangguan afektif
musiman juga dimediasi oleh perubahan tingkat SSP 5-HT dan tampaknya dipicu
oleh perubahan ritme sirkadian dan paparan sinar matahari.Lesi vaskular juga
dapat menyebabkan depresi dengan mengganggu jaringan saraf yang terlibat
dalam regulasi emosi - khususnya, jalur frontostriatal yang menghubungkan
korteks prefrontal dorsolateral, korteks orbitofrontal, cingulate anterior, dan
20
cingulate dorsal. Komponen sirkuit limbik lainnya, khususnya hippocampus dan
amigdala, telah terlibat dalam depresi.
Studi neuroimaging fungsional mendukung hipotesis bahwa keadaan
depresi dikaitkan dengan penurunan aktivitas metabolik dalam struktur neokorteks
dan peningkatan aktivitas metabolik dalam struktur limbik.Neuron serotonergik
yang terlibat dalam gangguan afektif ditemukan di inti raphe dorsal, sistem
limbik, dan korteks prefrontal kiri. Sebuah meta-analisis yang membandingkan
struktur otak pada pasien dengan depresi berat, pada kontrol yang sehat, dan pada
pasien dengan gangguan bipolar menunjukkan hubungan antara depresi dan
peningkatan ukuran ventrikel lateral, volume cairan serebrospinal yang lebih
besar, dan volume ganglia basal, thalamus, hippocampus, Lobus frontal, korteks
orbitofrontal, dan radang gyrus. Pasien yang mengalami episode depresi memiliki
volume hippocampal yang lebih kecil dibandingkan dengan remisi.
Dalam satu studi, emisi positron tomografi (PET) gambar menunjukkan
aktivitas normal berkurang di daerah korteks prefrontal pada pasien dengan
depresi unipolar dan depresi bipolar. Wilayah ini terkait dengan respon emosional
dan memiliki koneksi luas dengan daerah lain dari otak, termasuk daerah yang
tampaknya bertanggung jawab untuk pengaturan DA, noradrenalin (lokus
seruleus), dan 5-HT (raphe nukleus). Kelainan fungsional dan struktural
ditemukan di daerah otak yang sama selama episode depresi berat. Sacher dkk
menemukan peningkatan metabolisme glukosa pada korteks anterior dan
subgenual anterior kanan dan penurunan volume materi abu-abu di amigdala,
korteks frontomedian dorsal, dan korteks paracingulate kanan.
Perubahan otak terkait usia dan perubahan terkait penyakit (misalnya
penyakit serebrovaskular), ditambah dengan kerentanan fisiologis (misalnya,
faktor risiko genetik, riwayat depresi pribadi) dan kesulitan psikososial,
menyebabkan gangguan Dalam sirkuit fungsional peraturan emosi - yaitu,
hipometabolisme struktur kortikal dan hipermetabolisme struktur limbik.
Perubahan endokrin dalam depresi terbukti sepanjang rentang hidup, namun ada
21
pula yang unik untuk penuaan. Wanita dengan riwayat depresi sebelumnya
berisiko tinggi terkena depresi selama menopause , walaupun penggantian
estrogen tidak mengurangi depresi; Tingkat testosteron rendah telah dikaitkan
dengan depresi pada pria yang lebih tua.
Penatalaksanaan
1. Psikoterapi (non farmakologi)
A. Terapi keluarga

Melibatkan seluruh anggota keluarga

Anggota keluarga yang bermakna dengan gangguan depresi dilibatkan
dalam terapi

Diharapkan keluarga mampu mendengarkan aktif, memberi umpan balik
positif dan negatif, menggubah perilakunya.

Fokus terapi adalah interaksi dalam keluarga.

Dicapai penurunan derajat depresi dan perbaikan interaksi dalam keluarga.
B. Psikoterapi interpersonal

Fase pertama, identifikasi pola interpersonal yeng menimbulkan kognisi
depresi. Diharapkan terbentuk hubungan teurapetik.

Fase kedua, strategi mengubah komunikasi interpersonal.

Fase ketiga, menerapkan cara-cara untuk mengubah komunikasi
interrpersonal.
C. Terapi perilaku kognitif/ Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Tujuannya adalah mengurangi sikap menghykum dan menyalahkan diri
sendiri, berpikir selalu positif dan meningkatkan kemampuan sosial.

Terfokus terapi pada penderita.

Orang tua juga terlibat.

Peranan aktif therapis (koolaborasi terapis dan anak).

Mengajar penderita memantau dan catat pikiran serta perilakunya.

Kombinasi beberap prosedur

Dapat berkelompok.
22

Intervensi orang tua untuk penilaian perilaku.
2. Terapi dengan obat-obatan (farmakologi)
Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,
meminimalkan
efek
samping,
memastikan
kepatuhan
pengobatan,
membantu pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah
episode lebih lanjut. Banyaknya jenis terapi pengobatan, keefektivitan
pengobatan juga akan berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang
yang
lain.
Psikater
menggunakan
penderita. Terapi
biasanya
antidepresan
untuk
memberikan
medikasi
menyeimbangkan
yang digunakan untuk
dengan
kimiawi
otak
pasien dipengaruhi oleh hasil
evaluasi riwayat kesehatan serta mental pasien.
Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki
perasaan (mood) yaitu dengan meringankan atau menghilangkan gejala
keadaan murung yang disebabkan oleh keadaan sosial - ekonomi, penyakit atau
obat -obatan. Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi serius yang dikarenakan depresi berat. Kadar NT (nontransmiter)
terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam otak sangat berpengaruh
terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan serotonin di
dalam otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya
terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat
yang mampu meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat terbaru
dengan batas keamanan yang lebar dan memiliki spektrum efek samping obat
yang berbeda – beda. SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler
yang semula mengaktifkan autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan
serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk
saat ini SSRI secara umum dapat diterima sebagai obat lini pertama.
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang
mekanisme kerjanya menghambat pengambilan serotonin
yang telah
23
disekresikan dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam
otak meningkat. Peningkatan kadar serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat
sebagai antidepresan. SSRI memiliki efikasi yang setara dengan antidepresan
trisiklik pada penderita depresi mayor. Pada pasien depresi yang tidak
merespon antidepresan trisiklik (TCA) dapat diberikan SSRI. Untuk gangguan
depresi mayor yang berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki
efikasi yang lebih besar daripada SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar
SSRI lebih efektif dibandingkan antidepresan trisiklik ,hal ini dikarenakan
antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya mania dan hipomania.Obat
antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram,
Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline. Fluoxetine
merupakan antidepresan golongan SSRI yang memiliki waktu paro yang lebih
panjang dibandingkan dengan anidepresan golongan SSRI yang lain, sehingga
fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari.
Efek
samping
yang
ditimbulkan
Antidepresan
SSRI
yaitu
gejala
gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan
wanita, pusing, dan gangguan tidur. Efek samping ini hanya bersifat sementara.
2. Antidepresan Trisiklik (TCA)
Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang mekanisme
kerjanya menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti norepinerin
(NE), Serotonin ( 5 – HT) dan dopamin didalam otak, karena menghambat
ambilan kembali neurotransmitter yang tidak selektif,sehingga menyebabkan
efek samping yang besar ( Prayitno, 2008). Antidperesan trisiklik efektif dalam
mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama, karena
efek sampingnya dan efek kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA. Efek
samping yang sering ditimbulkan TCA yaitu efek 9 kolinergik seperti mulut
kering, sembelit, penglihatan kabur, pusing, takikardi, ingatan menurun, dan
retensi urin. Obat – obat yang termasuk golongan TCA antara lain Amitripilin,
Clomipramine, Doxepin, Imipramine, Desipiramine, Nortriptyline.
3. Antidepresan Tetrasiklik
24
Mirtazapin adalah satu – satunya obat antidepresan golongan tetrasiklik.
Mekanisme kerjanya sebagai antagonis pada presinaptic α2 – adrenergic
autoreseptor
dan
heteroreseptor,
sehingga
meningkatkan
aktivitas
nonadrenergik dan seratonergik. Mirtazapin bermanfaat untuk pasien depresi
dengan gangguan tidur dan kekurangan berat badan. Efek samping yang
ditimbulkan berupa mulut kering, peningkatan berat badan, dan konstipasi.
4. Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )
Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek yang
terdistribusi didalam tubuh, yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenik
(norepinefrin,
epinefrin,
dopamin,
dan
serotonin).
MAOI
bekerja
memetabolisme NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya dan supaya
mudah disekresikan. Dengan dihambatnya MAO, akan terjadi peningkatan
kadar NE dan serotonin di sinap, sehingga akan terjadi perangsangan
SSP.MAOI memiliki efikasi yang mirip dengan antidepresan trisiklik. MAOI
juga dipakai untuk pasien yang tidak merespon terhadap antidepresan trisiklik.
Enzim pada MAOI memiliki dua tipe yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua obat
hanya akan digunakan apabila obat – obat antidepresan yang lain sudah tidak
bisa mengobati depresi (tidak manjur).
Moclobomida merupakan suatu obat
baru yang menginhibisi MAO – A secara ireversibel, tetapi apabila pada
keadaan overdosis selektivitasnya akan hilang. Selegin secara selektif
memblokir MAO – B dan dapat digunakan sebagai antidepresan. pada dosis
yang tinggi dan beresiko efek samping. MAO – B sekarang sudah tidak
digunakan lagi sebagai antidepresan. Obat – obat yang tergolong dalam MAOI
yaitu Phenelzine, Tranylcypromine, dan Selegiline. Efek samping yang sering
muncul yaitu postural hipotensi (efek samping tersebut lebih sering muncul
pada pengguna phenelzine dan Tranylcypromine), penambahan berat badan,
gangguan sexual (penurunan libido, anorgasmia).
3. Terapi Tambahan
Digunakannya terapi tambahan yang untuk meningkatkan efek antidepresan
serta mencegah terjadinya mania.
25
1) Mood Stabilizer
Lithium dan Lomotrigin biasa digunakan sebagai mood stabilizer. Litium
adalah suatu terapi tambahan yang efektif pada pasien yang tidak memberikan
respon terhadap pemberian monoterapi antidepresan. Lomotrigin adalah
antikonvulsan yang mereduksi glutamateric dan juga digunakan sebagai agen
terapi tambahan pada depresi mayor dan juga digunakan untuk terapi dan
pencegahan relapse pada depresi bipolar. Beberapa mood stabilizer yang lain
yaitu Valproic acid, divalproex dan Carbamazepin ini semua digunakan untuk
terapi mania pada bipolar disorder. Divalproex dan Valproate digunakan untuk
mencegah kekambuhan kembali.
2) Antipsikotik
Antipsikotik digunakan untuk meningkatkan efek antidepresan. Ada 2
macam antipsikotik yaitu typical antipsikotik dan atypical antipsikotik. Obat obat yang termasuk typical antipsikotik yaitu Chorpromazine, Fluphenazine,
dan Haloperidol. Antipsikotik typical bekerja memblok dopamine D2 reseptor.
Atypical antipsikotik hanya digunakan untuk terapi pada depresi mayor
resisten dan bipolar depresi. Obat-obat yang termasuk dalam Atypical
antipsikotik clozapine, olanzapine, dan aripripazole.
Tabel 1. Antidepresan Yang Tersedia Saat Ini dan digunakan Untuk Terapi
Nama Generik
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
Citalopram
Escitalopram
Flouxetine
Fluvoxamine
Paroxetine
Sertraline
Serotonin/Norepinefrin Reuptake Inhibitor
Venflaxine
Doloxetine
Aminoketon
Bupropion
Triazolopyridines
Nefazodone
Trazodone
Tetracyclics
Mitazapine
Tricyclics
Tertiary amines
Terapi
plasma
konsentrasi
(ng/ml)
Dosis
lazim
(mg/hari)
20 – 60
10 – 20
20 – 60
50 – 300
20 – 60
50 – 200
75 -225
30 – 90
150 – 300
200 – 600
150 – 300
15 – 45
120 – 250b
26
Amitriptyline
Clomipramine
Doxepin
Imipramine
Secondary amines
Desipiramine
Notriptyline
Monoamine Oxidase Inhibitor
Phenelzine
Selegiline (Transdermal)
Tranylcypromine
200 – 350 c
100 – 300
100 – 250
100 – 300
100 – 300
100 – 300 c
50 – 150
100 – 300
50 – 200
6 – 12 d
20 – 60
a
Dosis yang tercantum adalah dosis harian total, pasien lanjut usia biasanya diobati dengan
separuh dosis yang terdaftar. bParents drug plus matbolite
c Telah dikemukakan kombinasi impiramin + desipiramine sebaiknya berada diantara
konsentrasi 150 – 240 µg/mL. d Sisten transdermaldirancang untuk memeberikan dosis yang
terus – menerus selama jangka waktu 24 jam.
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
: Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Harold I, Sadock, Benyamin J. 1998. Anxietas dan Deprso dalam
ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika. Hal. 145-154 dan
227-232.
2. Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 3-11 dan 17-22.
3. Muslim Rudi, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.nuh jaya. Hal 64-75.
Download