Uploaded by User18168

Filsafat Manusia

advertisement
TUGAS FILSAFAT MANUSIA
Oleh :
Theresia Jeanita – 3203016162
Helena Tiffani Marie Jiewandana – 3203016181
Saferiana Friska Dian Arif – 3203016182
Cornelia Clarissa Marjono – 3203016183
Elvaretta Natalia – 3203016187
MAHASISWA FAKULTAS BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
ANGKATAN 2016-2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia berasal dari kata-kata
“philia”: persahabatan, cinta dan “sophia”: kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya
adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Ilmu filsafat adalah ilmu yang menjadi induk
segala pengetahuan.
Filsafat merupakan sebuah sistem yang komprehensif dari ide-ide mengenai
keadaan yang murni dan realitas yang terjadi dalam hidup. Filsafat juga dapat
dijadikan paduan dalam kehidupan karena hal-hal yang berada di dalam lingkupnya
selalu menyangkut sesuatu yang mendasar dan membutuhkan penghayatan. Filsafat
digunakan
untuk
menentukan
jalan
yang
akan
diambil
seseorang
dalam
kehidupannya.
Dalam kehidupan, manusia akan selalu menemui suatu masalah dan
untuk memecahkan masalah tersebut atau untuk menemukan solusi dari masalah
tersebut manusia harus berfilsafat. Sehingga, dapat dikatakan bahwasanya filsafat
adalah pedoman dalam kehidupan manusia supaya kehidupan manusia menjadi lebih
baik. Dengan demikian filsafat sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama
dalam hal memecahkan suatu masalah kehidupan.
Filsafat manusia adalah cabang filsafat yang hendak secara khusus
merefleksikan hakikat atau esensi dari manusia. Semua persoalan filsafat itu berawal
dan berakhir tentang pertanyaan mengenai esensi dari manusia, yang merupakan tema
utama refleksi filsafat manusia.
Melihat pentingnya filsafat manusia dalam kehidupan manusia, penulis
menghadirkan makalah ini untuk membahas sedikit mengenai filsafat manusia.
Melalui makalah ini, penulis akan membahas mengenai pandangan tentang manusia,
relevansi filsafat manusia dalam kehidupan masyarakat, dan pandangan tentang
manusia dalam filsafat modern. Diharapkan makalah ini dapat berguna.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dan siapakah manusia itu?
2. Bagaimana relevansi filsafat manusia bagi hidup manusia?
3. Bagaimana pandangan tentang manusia menurut filsafat modern?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui mengenai apa dan siapakah manusia.
2. Mengetahui relevansi filsafat manusia bagi hidup manusia.
3. Mengetahui pandangan tentang manusia menurut filsafat modern.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Apa dan Siapakah Manusia Itu?
Manusia dalam bahasa Inggris disebut man. Kata “man” sendiri berasal dari
bahasa Anglo-Saxon, dari kata “mann”. Arti dasar dari kata ini tidak jelas tetapi pada
dasarnya dapat dikaitkan dengan “mens” (latin), yang berarti “ada yang berpikir”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia manusia diartikan sebagai “makhluk
yang berakal budi” (mampu menguasai makhluk yang lain). Sedangkan menurut
Endang Saifuddin Anshari yang dikutip oleh Mahmud dan Tedi Priatna (2005:62)
manusia adalah hewan yang berpikir. Berpikir adalah bertanya. Bertanya adalah
mencari jawaban. Mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Mencari kebenaran
tentang Tuhan, alam, dan manusia. Jadi, pada akhirnya manusia adalah makhluk
pencari kebenaran.
Berikut diuraikan pendapat para filsuf Barat tentang pengertian manusia:
•
Plato memandang manusia pada hakikatnya sebagai suatu kesatuan pikiran,
kehendak, dan nafsu-nafsu;
•
Aristoteles memandang manusia sebagai makhluk rasional yang memiliki
kesatuan organik antara tubuh dan jasad;
Menurut K. Bertens (Panorama Filsafat Modern, 2005) manusia adalah homo
faber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila
terhadap kerja. Manusia merupakan “mahluk alami”, yang memerlukan alam untuk
hidup. Dipihak lain ia harus berhadapan dengan alam dan menyesuaikan alam dengan
kebutuhan-kebutuhannya. Manusia juga dikatakan sebagai homo faber karena
manusia adalah tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakan alat-alat
tersebut.
Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens yang berarti manusia arif yang
memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain. Manusia juga disebut sebagai
homo ludens (mahluk yang senang bermain).
Jika dilihat dari segi biologis, manusia dan hewan hampir tidak memiliki
perbedaan. Perbedaan keduanya, terdapat pada sisi rohani dan akal budi yang dimiliki
manusia. Akal budi dan kemampuan berpikir inilah yang menentukan hakikat
manusia. Dengan akal budi inilah manusia melahirkan kebudayaan dan peradaban.
Dengan akalnya, manusia dapat berimajinasi dan memiliki tujuan. Karya yang dibuat
manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah.
Dari segi sosial, manusia merupakan zoon politicon yang berarti bahwa
manusia itu pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama
manusia lainnya (makhluk yang suka bermasyarakat). Oleh karena sifatnya suka
bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial. Faktor-faktor manusia
sebagai makhluk sosial antara lain memiliki :
1. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya;
2. Sifat adaptabiliti dan intelegensi.
Sifat ketergantungan manusia misalnya terlihat dari contoh seorang bayi yang
dilahirkan, ia sangat tergantung kepada pertolongan orang tuanya. Manusia juga
memiliki potensi untuk menyesuaikan diri, meniru, mengidentifikasi diri, mampu
mempelajari tingkah laku dan mengubah tingkah laku (Burhanudin Salam,
2002:112).
Dari kalangan pemikir abad moderen, pembahasan manusia dapat kita jumpai
oleh Dr. Alexis Carrel (peletak dasar ilmu humaniora Barat). Beliau mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang misterius. Manusia adalah makhluk tertinggi.
Manusia menjadi ukuran untuk dirinya sendiri dan segala hal. Hal ini menunjukan
bahwa, kajian tentang manusia secara menyeluruh sulit untuk dipahami dan tidak
pernah selesai untuk dikaji. Ketika dari satu aspek selesai dipahami, maka akan
timbul aspek lain yang belum dibahas.
Pandangan mengenai apa dan siapakah manusia ini sudah dibahas oleh
berbagai cabang ilmu pengetahuan. Namun pada dasarnya, pertanyaan-pertanyaan
fundamental tentang manusia tidak pernah dapat dijawab secara tuntas. Hal ini
dikarenakan manusia merupakan makhluk yang misterius dan terus berkembang.
II. Relevansi Filsafat Manusia bagi Hidup Kita
Seperti yang telah dijelaskan bahwa sebenarnya pertanyaan fundamental
tentang manusia tidak pernah dapat dijawab secara tuntas. Tetapi tentu saja
pandangan tentang manusia ini memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Filsafat manusia adalah bagian internal dari sistem filsafat yang secara khusus
menyoroti hakikat atau esensi manusia. Cara kerja filsafat manusia tidak lepas dari
cara kerja filsafat pada umumnya. Filsafat manusia berusaha untuk mencapai realitas
terdalam dan mencari kebenaran secara metodis mengenai manusia. Tugas filsafat
manusia adalah mempelajari manusia dalam keutuhannya.
Mempersoalkan manusia harus terus dilakukan agar hidup semakin bermutu.
Filsafat manusia tetap relevan (berguna secara langsung) bagi hidup manusia karena :
•
Filsafat manusia selalu berusaha mencari kebenaran dengan selalu bertanya.
Dengan bertanya, kita menunjukkan hakikat kemanusiaan. Hal ini didukung
dengan pernyataan Aristoteles yang berkata “home est animal rationale” yang
berarti manusia adalah binatang yang berpikir. Kegiatan utama manusia
adalah mempertanyakan segala hal termasuk dirinya sendiri. Dengan
mendalami hakikatnya, manusia mengungkapkan jati dirinya. Akan tetapi
dalam pandangan filosofis kita tidak boleh dengan mudah menerima apa yang
dikatakan orang lain. Kita harus bertanya secara radikal dan perlahan-lahan
mencari jawaban secara pribadi.
•
Dengan mendalami manusia, kita mengenali manusia dengan lebih baik.
Filsafat manusia tidak menawarkan jawaban praktis yang berdampak langsung
bagi hidup sehari-hari. Filsafat manusia menghadirkan pandangan tentang
dimensi hakiki manusia.
•
Filsafat manusia mengantar kita semakin mampu bertanggung jawab terhadap
diri sendiri dan sesama.
Hakikat manusia terdiri dari badan/fisik, jiwa, dan roh. Jika manusia hanya
dipandang sebagai materi, maka dengan sendirinya ia akan diakui dan dinilai sejauh
membawa keuntungan materi. Sebaliknya, jika manusia hanya dilihat sebagai roh
sedangkan tubuhnya dilihat sebagai maya (ilution), maka orang akan mengabaikan
perkembangan ekonomi dan teknik. Oleh karena itu filsafat manusia hadir untuk
mendalami hakikat manusia dan mengungkap jati diri manusia.
Sekalipun pertanyaan tentang manusia lebih merupakan misteri yang tak
terselesaikan secara tuntas. Namun, kita harus berusaha terus-menerus untuk
menjawabnya karena dari jawaban itulah kita hidup.
III. Tempat Pertanyaan tentang Manusia dalam Filsafat, Khususnya Filsafat
Modern
Pada kurun waktu sejarah tertentu, filsafat memusatkan perhatiannya pada
alam semesta dan soal manusia ditempatkan dalam konteks itu sebagai bagian dari
alam. Alam semesta dalam konteks itu disebut makrokosmos dan manusia disebut
mikrokosmos. Filsafat abad Pertengahan, khususnya filsafat Skolastik lebih
memusatkan pemikirannya pada Tuhan.
A. Zaman Renaissance
Zaman renaissance dimulai pada abad ke 15 dan 16. Renaissance berasal dari
istilah bahasa Prancis yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya
digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan
intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16.
Abad Pertengahan adalah abad ketika alam pikiran dikungkung oleh Gereja.
Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga
perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan
dapat dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh
karena itu, orang mulai mencari alternatif.
Zaman renaissance banyak memberikan perhatian pada aspek realitas.
Perhatian yang sebenarnya difokuskan pada hal-hal yang bersifat kongkret dalam
lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah. Saat zaman
Renaissance, orang secara intensif mempelajari kembali tulisan-tulisan dan karya seni
Yunani Klasik.
Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal
yang mandiri. Asumsi yang digunakan adalah, semakin besar kekuasaan akal, maka
akan lahir dunia baru yang dihuni oleh manusia-manusia yang dapat merasakan
kepuasan atas dasar kepemimpinan akal yang sehat. Inti dari gerakan Renaissance:
menempatkan manusia sebagai pusat perhatian. Hal ini jelas sekali dari kesenian masa
itu yang memilih tubuh manusia dengan segala kekuatan dan keindahannya sebagai
tema pokok.
Zaman renaissance terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia
dalam berpikir seperti pada zaman Yunani kuno. Manusia dikenal sebagai animal
rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang.
Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas
campur tangan Ilahi.
Zaman ini juga sering disebut sebagai zaman humanisme. Humanisme
menghendaki agar manusia mempunyai kemampuan berpikir. Bertolak dari sini, maka
humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur
dunia. Karena semangat humanisme tersebut, akhirnya agama Kristen semakin
ditinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat terpisah
dari agama dan nilai-nilai spiritual.
B. Zaman Rene Descartes
Rene Descartes adalah seorang filsuf yang menganut paham rasionalis. Rene
Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal/kebenaran tidak memerlukan
pengalaman. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akal-lah yang memenuhi
syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan yang ilmiah. Dengan akal dapat
diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu
pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan
diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik) yang pernah diterima tetapi ternyata
tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Ia memulai
filsafatnya dengan terlebih dahulu meragukan segala sesuatu. Gejala-gejala yang
nampak, ia ragukan semua.
Ia ragu terhadap apa yang ia tangkap melalui inderawi. Sampai akhirnya ia
menemukan yang pasti, sesuatu yang sama sekali tidak ia ragukan dan tidak bisa
diragukan oleh siapapun, yaitu “saya sedang ragu”. “Saya sedang ragu” disebabkan
karena “saya berpikir”. “Saya berpikir” merupakan suatu kebenaran karena tidak ada
yang meragukan lagi. Dari pemikirannya ia mencetuskan sebuah kalimat yang
berbunyi “saya berpikir, maka saya ada”. Pemikiran ini disebut Cogito ergo sum.
Rene Descartes dalam filsafatnya mengemukakan metode kesangsian untuk
merenungkan terus sesuatu hal sampai tidak ada keragu-raguan lagi (dubium
metodicum). Dia dijuluki sebagai “bapak filsafat modern” karena ia menempatkan
akal (rasio) pada kedudukan yang tertinggi, satu hal yang memang didambakan oleh
manusia di zaman modern.
Menurut Descartes, untuk memperoleh pengetahuan yang terang dan jelas,
maka terlebih dahulu kita harus meragukan segala sesuatu. Bagi Descartes, pengertian
yang benar haruslah dapat menjamin dirinya sendiri. Untuk mendapatkan sesuatu
pengetahuan yang tidak diragukan lagi kebenarannya, Descartes menggariskan 4
langkah aturan sebagai berikut:
-­‐
Kita harus menghindari sikap tergesa-gesa dan prasangka dalam mengambil
sesuatu keputusan dan hanya menerima yang dihadirkan pada akal secara jelas
dan tegas.
-­‐
Setiap persoalan yang diteliti dibagikan dalam sebanyak mungkin bagi sejauh
yang diperlukan bagi pemecahan yang memadai.
-­‐
Mengatur pikir sedemikian rupa dengan bertitik tolak dari objek yang
sederhana sampai pada objek yang lebih kompleks atau dari pengertian yang
sederhana dan mutlak sampai pada pengertian yang komplek dan nisbi.
-­‐
Setiap permasalahan ditinjau secara universal atau menyeluruh, sehingga tidak
ada yang dilalaikan.
Descartes tidak mengadakan pendapat baru, ia hanya merubah haluan filsafat
serta mendatangan pembaharuan. Cara yang ditempuhnya ialah menjadikan dasar
filsafat itu kesangsian. Metode keraguan ini dipergunakan sebagai sistem mencari
kebenaran, dan bukannya ia ragu benar-benar.
Kepastian bahwa ia adalah “sesuatu yang berpikir” yang memberi Descartes
landasan yang ia perlukan untuk membangun pengetahuan. Ia telah mendirikannya
dengan metode ragu dan dengan memakai apa yang disebutnya dengan “cahaya
nalar”.
C. Zaman Immanuel Kant
Abad ke-18 di Jerman biasa disebut Aufklarung atau zaman modern yang di
Inggris dikenal dengan Enlightenment. Pemberian nama ini dikarenakan pada zaman
itu manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Immanuel Kant mendefinisikan
zaman itu dengan mengatakan Aufklarung, dimaksudkan bahwa manusia keluar dari
keadaan tidak baligh, yang dengannya ia sendiri bersalah. Semboyan Aufklarung
sendiri adalah Sapere Aude! :“Hendaklah anda berani berfikir sendiri!” Dengan
demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia
Barat yang sudah dimulai sejak Renaissance dan Reformasi.
•
Pemikiran kritisme Imannuel kant
Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori
pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-
pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaanpertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dapat kita ketahui?
2. Apakah yang boleh kita lakukan?
3. Sampai di manakah pengharapan kita?
4. Apakah manusia itu?
•
Tiga Pokok Pemikiran Immanuel Kant
Indera, akal budi dan rasio. Pada Kant istilah rasio memiliki arti yang baru,
bukan lagi sebagai langsung kepada pemikiran, tetapi sebagai sesuatu yang ada “di
belakang” akal budi dan pengalaman inderawi.
Dalam filsafatnya Kant mencoba untuk mensinergikan antara rasionalisme dan
empirisme. Ia bertujuan untuk membuktikan bahwa sumber pengetahuan itu diperoleh
tidak hanya dari satu unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi
dan akal budi. Pengetahuan apriori merupakan jenis pengetahuan yang datang lebih
dulu sebelum dialami. Unsur apriori berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu.
Sedangkan a-posteriori sebaliknya yaitu dialami dulu baru mengerti. Unsur
aposteriori berasal dari pengalaman yang berupa materi. Kalau salah satunya saja
yang dipakai misalnya hanya empirisme saja atau rasionalisme saja, maka
pengetahuan yang diperoleh tidaklah sempurna. Filsafat Kant menyebutkan bahwa
pengetahuan merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.
Kant adalah seorang kopernikan dalam bidang filsafat. Sebelum Kant, filsafat
hampir selalu memandang bahwa orang (subjek) yang mengamati objek, tertuju pada
objek, penelitian objek dan sebagainya. Kant memberikan arah yang sama sekali baru,
bahwa objeklah yang harus mengarahkan diri kepada subjek. Kant tidak memulai
pengetahuan dari objek yang ada tetapi dari yang lebih dekat terlebih dahulu yaitu si
pengamat objek (subjek).
D. Aliran Fenomenologis
Fenomenologi adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani Phainein berarti menunjukkan. Dari kata ini, timbul kata Pheinomenon berarti
yang muncul dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa
setiap gambaran pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal
keadaan yang disebut intentional (berdasarkan niat atau keinginan).
Aliran fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita
ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui
hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, atau dengar oleh alat indera kita. Fenomenologi
merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia.
Salah satu tokoh fenomenologi tersebut adalah Edmund Husserl. Husserl
memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode,
Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada
fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia)
serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni.
Sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan
essensial tentang apa yang ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus dikembalikan
kembali objek tersebut. Kesimpulannya manusia adalah makhluk yang mengada
dalam dunia untuk menjadi dirinya sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pandangan mengenai manusia telah dibahas oleh berbagai ilmu pengetahuan.
Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Manusia juga adalah makhluk tertinggi.
Manusia menjadi ukuran untuk dirinya sendiri dan segala hal. Kajian tentang manusia
secara menyeluruh sulit untuk dipahami dan tidak pernah selesai untuk dikaji.
Pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang manusia tidak pernah dapat dijawab
secara tuntas. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk yang misterius dan
terus berkembang.
Meskipun pertanyaan fundamental tentang manusia tidak pernah dapat
dijawab secara tuntas. Tetapi tentu saja pandangan tentang manusia ini memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia. Filsafat manusia membantu untuk menunjukkan
hakikat kemanusiaan. Filsafat manusia menghadirkan pandangan tentang dimensi
hakiki manusia. Filsafat manusia juga mengantar kita semakin mampu bertanggung
jawab terhadap diri sendiri dan sesama. Oleh karena itu, filsafat manusia sangat
berelevansi dalam hidup manusia.
Filsafat di zaman modern dibagi ke dalam 4 zaman yaitu : zaman renaissance,
zaman Rene Descartes, zaman Immanuel Kant, dan zaman aliran fenemenologis. Di
zaman renaissance, manusia menjadi pusat perhatian. Zaman Rene Descartes
melahirkan pemikiran “Cogito ergo sum”. Immanuel Kant mendasarkan etikanya
pada otonomi manusia. Sedangkan, aliran fenomenologi meyakini bahwa manusia
adalah makhluk yang mengada dalam dunia untuk menjadi dirinya sendiri.
Daftar Pustaka :
•
http://www.psikologiku.com/pengertian-manusia-menurut-para-ahli-filsafat/
•
http://ariplie.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-manusia-secara-umummenurut.html
•
https://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/22/filsafat-modern-danpembentukannya-renaisans-rasionalisme-dan-empirisme/
•
http://filsafat.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=17
0:rene-descartes&catid=68:pemikiran
•
http://www.academia.edu/5020095/Pembahasan_makalah_Filsafat_Immanuel
_Kant https://susansutardjo.wordpress.com/tag/immanuel-kant/
•
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_manusia
•
http://seanochan.wordpress.com/2013/05/08/filsafat-rene-descartes/
•
https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/
Download