Estetika Klasik Barat (1)

advertisement
ESTETIKA KLASIK BARAT (1)
Pertemuan 5
Irma Damayantie, S.Ds., M.Ds
Prodi Desain Interior - FDIK
PERIODISASI ESTETIKA KLASIK BARAT
PLATONIS (DOGMATIS)
KRITIKA
POSITIVISME
PERIODE
PLATONIS (DOGMATIS)
PERIODE PLATONIS (DOGMATIS)
• Berlangsung selama masa Socrates hingga Baumgarten
(1714 – 1762)
• Peletak dasar fundamen pertama bidang Estetika adalah
Socrates, Plato, dan Aristoteles.
• Filsafat Plato merupakan batang dari segala akar Estetika :
“Estetika merupakan sesuatu yang menyenangkan.”
• Descartes memberikan gambaran sejarah filsafat seni.
SOCRATES (469 – 344 SM)
 Adalah perintis pembahasan
tentang keindahan.
 Bersama para muridnya, Socrates
membahas tentang hakikat
keindahan.
 Bahwa keindahan bukanlah sifat
tertentu dari suatu objek, melainkan
‘keindahan itu sendiri’ (the beauty
itself)
SOCRATES (469 – 344 SM)
 Keindahan erat kaitannya dengan ‘kebaikan’, sehingga
keindahan dan kebaikan merupakan pengertian dari
‘kegunaan’.
 Segala sesuatu disebut indah ketika memiliki alasan, bagi
kebaikan manusia.
 Dekorasi rumah akan kehilangan nilai estetik bila semata
untuk hiasan tanpa fungsi yang jelas.
PLATO (427 – 347 SM)
 Dikenal dengan Teori Kebenaran
(hakiki dari segala yang mengada)
atau Alethea, terkait dengan
idealisme ilahiah.
 Filsafat keindahannya mengacu
pada dunia idea dan dunia nyata.
 Idea  bukan gagasan, melainkan
bentuk dasar terukur sebagai
rumusan geometris.
PLATO (427 – 347 SM)
 Misalnya sebuah botol terdiri dari beberapa idea yang
prinsipnya adalah lingkaran dan silinder.
 Kemurnian dan kejelasan idea ini disetarakan dengan
indah.
 Hubungan-hubungan yang proporsional dan terukur tepat
menciptakan harmoni.
PLATO (427 – 347 SM)
 Teori Mimesis pada Seni:
“Art is essentially an imitation of nature.”
 Mimesis adalah daya representasi dari keilahian yang
muncul sebagai kesempurnaan karya.
 Mimesis bukan wujud, melainkan kondisi yang menghadirkan
keilahian.
ARISTOTELES (384 – 322 SM)
 Aristoteles menerima gagasan Plato
tentang seni sebagai mimesis dari
daya-daya yang ada di luar kendali
kesadaran manusia.
 Berkesenian dan karya adalah
proses pembelajaran yang
dihasilkan oleh kreasi menanggapi
realitas.
ARISTOTELES (384 – 322 SM)
 Keindahan karya seni yang dihasilkan oleh suatu sistem
mengandung unsur-unsur yang teratur, berurutan, dan
terarah, sehingga tercipta hubungan-hubungan selaras, dan
selesai (telos).
 Karya baru menjadi the thing jika sudah hadir dan memiliki
konstribusi dalam kehidupan manusia.
 Dampak dari karya yang luhur dan berhasil, sehingga disebut
indah, salah satunya adalah memberikan kenikmatan
sensasional melalui pemahaman kesatuan dan keutuhan.
ARISTOTELES (384 – 322 SM)
 Aristoteles menggali konsep Telos suatu karya
sebagai lingkaran utang budi (aiton) :
 Materi (hyle)
 Wujud/rupa (morphe)
MATERI
BENTUK
 Rancangan produksi sesuai
kebutuhan/efisien (eidos)
AITON
 Tujuan dan kesempurnaan/final
(telos)
EFFICIENSI
FINAL
ARISTOTELES (384 – 322 SM)
 Katarsis adalah pelepasan emosi, yang dapat mencapai
keadaan pembaharuan moral atau spiritual atau mencapai
keadaan pembebasan dari kecemasan dan stres.
 Katarsis berasal dari bahasa Yunani yang berarti
pembersihan. Aristoteles menggunakan katarsis untuk
menjelaskan akibat tragedi pada puisi.
 Katarsis bagi Aristoteles adalah permurnian dan pencucian
diri dari berbagai hasrat dan penyakit dunia melalui
perjalanan kepahitan penderitaan (eleos) dan ketakutan
(phobos).
RENE DESCARTES (1596 – 1650)
 Terkenal dengan pernyataannya
‘cogito ergo sum’ (I think therefore I
am)
 Dualisme Cartesian  dunia memiliki
dua macam bahan yang berbeda.
Dunia memiliki akal budi yang
berpikir dan tidak terdapat secara
spasial, dan tubuh yang
membutuhkan ruang.
RENE DESCARTES (1596 – 1650)
 Descartes memiliki ide kesempurnaan yang disebut Tuhan/God.
 Meskipun Descartes tidak mencetuskan teori estetika, namun
pemikirannya mempengaruhi perkembangan estetika pada
masanya.
 Persepsi inderawi datang begitu saja, tanpa kehendak penikmat
karya.
 “And so something which I thought I was seeing with my
eyes is in fact grasped solely by the faculty of
which is in my mind.”
judgment
PERIODE KRITIKA
PERIODE KRITIKA
 Pada periode dogmatis, pemikiran para filsuf lebih bersifat
rasionalis. Ada alasan-alasan sebagai sumber pengetahuan/
penilaian bukan berdasarkan penginderaan tetapi filosofis.
 Karena alasan filosofis inilah gaya Historicism menjadi
standar estetika periode dogmatis, yang dikritik oleh Kant.
 Menurut Immanuel Kant, ilmu pengetahuan tidak semata
bersifat rasionalis, tetapi juga empiris.
ALEXANDER G. BAUMGARTEN (1714 – 1762)
 Seni bersifat inderawi dan
kebenarannya bersifat relatif.
 Ada kebenaran yang secara inderawi
benar, namun secara intelektual tidak
benar. Ada kebenaran yang menurut
intelektual logis, namun secara estetik
tidak benar.
 Baumgarten membedakan antara pengetahuan dengan
intelektual sebagai pengetahuan konkrit dan pengetahuan
abstrak.
IMMANUEL KANT (1724 – 1804)
 Pengalaman inderawi tidak lepas dari
kehidupan interaktif manusia dalam
lingkungannya.
 Namun pengalaman harus dipahami
melalui kategori pembentukan :
kualitas, kuantitas, hubungan,
modalitas, dan turunan bentuknya.
IMMANUEL KANT (1724 – 1804)
 Ada prinsip-prinsip universal yang mendasari setiap
penampilan agar dikenali sebagai sesuatu yang indah
atau jelek.
 Bahwa keindahan bukan masalah selera, melainkan
kepekaan untuk mengenali prinsip-prinsip hakiki alam.
 Dua kategori penilaian utama sebuah karya  kegunaan &
moral.
IMMANUEL KANT (1724 – 1804)
 Kant menjembatani dua ranah pemikiran yaitu
pikiran/rasionalisme (ada selama bisa dinalar) dan
materialis/empirisme (ada selama bisa dirasakan).
 Keindahan karya terletak dalam gejala harmoni antara
persepsi imajinatif dan pemahaman.
 Keutuhan komposisi secara visual dicapai melalui berbagai
teknik dan cara untuk mencapai kesepakatan dalam
kesamaan/ kemiripan atau perbedaan/ kontras.
IMMANUEL KANT (1724 – 1804)
 Keindahan hakiki sebuah karya ada pada sistem tata atur
yang jelas dan konsisten  adanya irama yang menghantar
pada harmonisasi elemen.
 Dasar keutuhan sistemik  dominasi rupa/ bentuk yang
kuat.
 Pengalaman estetik tidak lepas dari minat yang diberikan
pada representasi. Pengalaman estetik terbangun oleh
interaksi manusia dan karya.
 Penilaian moral atas karya terkait dengan kaidah kepatutan
dalam kehidupan sosial.
PERIODE POSITIVISME
PERIODE POSITIVISME
 Para ahli filsafat pada era ini mengkaji hakikat keindahan,
keindahan seni, dan seni tidak lagi dengan menggunakan
pola pikir metafisik, namun menggunakan pendekatan
keilmuan.
 Oleh karenanya era ini disebut dengan Periode Positivisme.
 Tokoh-tokohnya: Leo Tolstoy, Gustaf Teheodor Fechner,
Edward Bullough, Susan K. Langer, Bell, George dickie, dan
Beneditto Croce.
Download