GENETIKA PENERAPAN HUKUM MENDEL PADA TERNAK

advertisement
GENETIKA
PENERAPAN HUKUM MENDEL PADA TERNAK RUMINANSIA
Disusun oleh:
Kelompok X
Koordinator: Maya Elvira Castro
Anggota : Ilham Ramadhan
Fajar Tarekat
Adinta Nugroho Putra
Gerry Octavianda
Nur Alim Ramadhany
PT/06637
PT/06670
PT/06811
PT/06819
PT/06820
PT/06825
LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK
BAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
MINGGU IV: HUKUM MENDEL
PENERAPAN HUKUM MENDEL PADA TERNAK RUMINANSIA
A. Pengantar
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang
dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'.
Hukum ini terdiri dari dua bagian: Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai
Hukum Pertama Mendel, dan Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari
Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme, yang kita
kenal dengan hukum segregasi dan hukum asortasi bebas, yang telah di jabarkan oleh Gregor Johann
Mendel . Mendel mengatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk
(Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen
dari induknya sebagaimana bunyi hukum mendel I, dan bunyi hukum mendel II, menyatakan bahwa
bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara
bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain.
B. Resume Materi Kuliah di RPKPM
Hukum Mendel I
Hukum Mendel I adalah mengenai pemisahan gen sealel atau dikenal pula dengan Hukum
Segregasi. Peristiwa pemisahan alel ini terlihat ketika pembuahan gamet individu yang memiliki
genotip heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah satu alel itu. Dasar hukum Mendel I
adalah penyilangan dua individu yang memiliki satu karakter beda (monohibrid), sebagai contoh,
individu AA akan membentuk gamet A dan individu aa akan membentuk gamet a. Individu Aa yang
menghasilkan gamet A dan gamet a, akan terlihat bahwa gen A dan gen a akan dipisahkan
(disegregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut.
Hukum Mendel II
Hukum Mendel II adalah mengenai pengelompokan gen secara bebas atau pemilihan bebas atau
independent assortment of genes atau hukum asortasi yaitu segregasi suatu pasangan gen tidak
bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk
akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas. Anggota suatu pasangan gen akan terpisah
satu sama lain pada proses pembentukan gamet (sel kelamin), sehingga separuh dari sel kelamin
yang terbentuk akan mengandung salah satu dari pasangan lainnya. Setiap gamet hanya
mengandung salah satu dari pasangan tersebut.
C. Studi Referensi oleh Kelompok
Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2007
132
PEMANFAATAN PENCIRI GEN К-KASEIN UNTUK SELEKSI
PADA SAPI DAN KERBAU
HASANATUN HASINAH dan EKO HANDIWIRAWAN
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Jl. Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16152
ABSTRAK
Kasein merupakan salah satu protein yang paling banyak ditemukan di dalam susu.
Polimorfisme
gen
kasein
susu
telah
diduga
berhubungan
dengan
perbedaan
komposisi
nutrisi
susu,
prosesing
dan
kualitas
dan
juga
dengan
karakteristik
produksi. Apabila hubungan itu dapat ditemukan dan cukup erat dan hubungan itu
merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat digunakan untuk seleksi
sebagai indikator produktivitas. Dengan penciri genetik tersebut potensi produksi
ternak dapat diketahui secara lebih dini dan lebih efisien. Polimorfisme genetik κkasein telah dapat dideteksi pada level protein maupun DNA, pada sapi yang telah
diidentifikasi umumnya terdiri dari dua alel yaitu A dan B dengan menggunakan
teknik PCRRFLP dan enzim restriksi Hind III dan Taq I. Alel B dilaporkan sangat
menguntungkan untuk produksi susu tetapi mungkin bersifat resesif karena tidak ada
perbedaan antara genotipe AA dan AB. Alel B juga bertanggung jawab untuk
protein susu dan persen protein susu yang tinggi, tetapi tidak berpengaruh pada
persen
lemak
susu.
Hasil-hasil
penelitian
tersebut
menunjukkan
bahwa
penciri
genetik gen κ-kasein pada sapi dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam
menseleksi produksi susu dan komposisi susu. Beberapa laporan hasil penelitian
pada beberapa bangsa kerbau menunjukkan bahwa frekuensi alel pada gen κ-kasein
berbeda dengan yang ditemukan pada sapi. Beberapa peneliti melaporkan tidak
ditemukannya
alel
A
pada
kerbau,
keseluruhan
melaporkan
monomorfik,
baik
dengan teknik PCR-RFLP maupun SSCP. Alel yang ditemukan pada penelitian
tersebut adalah hanya alel B, keseluruhan individu kerbau bergenotipe BB. Hasil
penelitian
tersebut
menunjukkan
bahwa
dengan
tidak
adanya
polimorfisme
pada
lokus
gen
κ-kasein
tidak
memungkinkan
mengetahui
pengaruh
alel
terhadap
produksi dan komposisi susu pada kerbau. Dengan demikian penciri PCR-RFLP
(dengan enzim restriksi Hind III dan Hinf I) dan SSCP tidak dapat dipergunakan
sebagai penciri genetik sebagai alat bantu seleksi pada kerbau. Masih diperlukan
penelitian lebih jauh mengenai hal ini untuk kerbau Indonesia atau pencarian penciri
genetik lain yang menunjukkan polimorfisme dan berhubungan erat dengan produksi
dan komposisi susu untuk dapat dipergunakan sebagai alat seleksi.
Kata Kunci: Penciri genetik, κ-kasein, seleksi, sapi, kerbau
EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN
BARRU MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT
LOKUS INRA035
ABSTRAK
ANDI TENRI BAU ASTUTI MAHMUD (I 111 10 004). Evaluasi Kemurnian Genetik Sapi Bali Di
Kabupaten Barru Menggunakan DNA Penciri Mikrosatelit Lokus INRA035. Dibawah bimbingan oleh
Sudirman Baco sebagai pembimbing utama dan Lellah Rahim sebagai pembimbing anggota.
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemurnian genetik sapi Bali di Kabupaten Barru
berdasarkan identifikasi fenotipe dan menggunakan DNA penciri mikrosatelit lokus INRA035. Sebanyak
80 sampel darah dikoleksi dari Kabupaten Barru. Genom diekstraksi dengan menggunakan Kit DNA
ekstraksi Genjet Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protokol ekstraksi yang
diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan DNA penciri mikrosatelit lokus INRA035, kemudian
hasil amplifikasi dapat divisualisasikan pada gel polyacrylamide kemudian dilakukan dengan pewarnaan
perak dan penentuan posisi pita DNA. Hasil penilitian ini menunjukkan persentase pola warna normal
yaitu 72,5% dan pola warna menyimpang yaitu 27,5% dan bentuk tanduk sapi jantan yaitu silak bajeg
sedangkan sapi betina yaitu silak manggulgangsa. Kemurnian genetik yang polimorfik karena ditemukan
tiga alel pada populasi tersebut. Frekuensi Alel A 0,4813, B 0,5000 dan C 0,0187. Frekuensi genotipe AB
0,9625 dan BC 0,0375. Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) yaitu 1,0000 dan nilai heterozigositas
harapan (He) yaitu 0,5213. Nilai Chisquare pada populasi sapi Bali di Kabupaten Barru berada dalam
ketidakseimbangan Hardy-Weinberg.
Kata kunci : Sapi Bali, Mikrosatelit INRA035, Fenotipe, Frekuensi Alel dan Genotipe, Heterozigositas.
D. Daftar Pustaka
Hasinah, H., Eko H. 2007. Pemanfaatan Penciri K-Kasein untuk Seleksi pada Sapi dan Kerbau. Seminar
dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau
Mahmud, A. T. B. A. 2014. Evaluasi Kemurnian Genetik Sapi Bali di Kabupaten Barru Menggunakan
DNA Penciri Mikrosatelit Lokus INRA035. Skripsi Sarjana Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pkbo07-18.pdf?secure=1 di akses pada
17 Maret 2015 pukul 20:36 WIB.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/10542 di akses pada 17 Maret 2015 pukul 20:36
WIB.
Download