Nama : Gita Aprilia NIM : F1071151008 Kelas :B Penentuan Jenis Kelamin pada Monoecious dan Dioecious Sistem reproduksi pada tanaman dapat dibedakan berdasarkan pola pembungaan dan diferensiasi seksualnya, yaitu monomorfik dan polimorfik. Monomorfik dengan jenis bunga biseksual tunggal dan polimorfik dengan dua atau lebih jenis bunga. Tanaman monoecious dan dioecious menghasilkan bunga uniseksual yang berarti memiliki setidaknya 2 skema untuk pengembangan bunga dimasing-masing spesies. Pada spesies tanaman dioecious, gamet jantan dan betina dihasilkan terpisah. Rasio jantan dan betina yang dihasilkan umumnya disasarkan pada segregasi genetik alel pada satu atau lebih lokus. Kromosom seks di identifikasi secara sitogenetika, pada beberapa spesies diocious seperti Melandrium, kromosom seks telah diidentifikasi secara cytogenet-ically dengan jantan umumnya heterogametic (XY) dan betina homogametic (XX). Dalam kedua kasus jenis kelamin seorang individu ditentukan pada saat pembuahan. Sedangkan pada tanaman monoecious seperti jagung, individu pos-sess jantan dan pistillatef terpisah menurunkan dan menghasilkan gamet dari kedua jenis kelamin dibagian tanaman yang terpisah secara fisik. Gamet jantan dan betina dalam populasi tidak ditentukan segregasi genetik, melainkan pada isyarat epigenetic dan lingkungan. Jenis kelamin individu berkolerasi dengan ukuran, individu yang lebih kecil adalah jantan dan individu yang lebih besar adalah betina, meskipun tanaman secara genetik identik. Pada awalnya primordial bunga adalah hermaprodit, yang kemudian terjadi diferensiasi gametofit didalam putik atau benang sari. Sebagian besar penentuan jenis kelamin bunga focus pada diferensiasi pistilat dan staminat bunga. Studi genetik dan fisiologis pada tanaman jagung dan merkuri yang menghasilkan bunga uniseksual akan berguna dalam mempelajari penentuan sex pada tanaman. Giberelin (GAs) berperan dalam penentuan seks jagung. Hasil ini berhubungan pada tingkat tinggi dan rendah dari GAs dengan diferensiasi masing-masing betina dan jantan. Pertama-tama eksogen menambahkan GAs pada bunga jantan. Kedua, tingkat endogen GA1 100 kali lipat lebih besar dalam bunga jantan daripada di bagian apeks pucuk. Ketiga, tipe liar bunga jantan pada betina karena kondisi lingkungan seperti panjang pendeknya hari dan cahaya yang rendah. Studi tentang mutan jagung menunjukkan bahwa terjadi pembatasan diferensiasi jantan pada bunga jantan (jumbai) dan diferensiasi betina pada bonggol, yang bergantung pada konsentrasi lokal yang berbeda dari GA di dua lokasi. Konsentrasi GA lokal (endogen lain dan sinyal eksogen) dapat dipantau oleh gen penentu seks yang mengaktifkan jalur jantan atau diferensiasi betina. Ada kemungkinan bahwa spesies dioecious menggunakan sistem analog penekanan selektif untuk menentukan individu jantan atau betina. Hasil penelitian tentang tanaman dioecious (Merkuri) menunjukkan bahwa gen tertentu menentukan individu sebagai jantan atau betina. Gen ini dapat mengontrol ekspresi seks dengan menetapkan tingkat endogen ekstrim auksin dan sitokinin. Auksin dan sitokinin berkorelasi dalam memisahkannya. Pada spesies dioecious, variasi percobaan X, Y dan dosis autosom menunjukkan bahwa ada tidaknya kromosom Y adalah penentu utama suatu individu jantan atau betina. Sedangkan jumlah kromosom X atau autosom akan menentukan kejantanan individu. Setiap genotipe muncul untuk mempertahankan tingkat endogen pengatur tubuh, bahkan ketika mengalami kultur jaringan. Perbedaan jenis kelamin secara morfologi tidak jelas jaringan vegetatif. Pada jaringan bunga jantan, berfungsi mempertahankan tingkat endogen yang lebih tinggi dari auksin, sedangkan pada jaringan betina mempertahankan tingkat endogen yang lebih tinggi dari sitokinin. Dalam korelasi ini terlihat bahwa gen terlibat sebagai pengatur tumbuh endogen, tetapi tidak berubah, baik untuk jantan atau betina pada diferensiasi bunga.