LAPORAN TUTORIAL MODUL HATI, EMPEDU, PANKREAS DAN GANGGUANNYA Oleh : RUANG 6 SEMESTER 4 TUTOR: Dr. dr. Josef S.B Tuda, Mkes, SpPar-K FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2015 Nama Anggota Ruang 6: 1. Mughni Husna Hasibuan 13011101163 2. Hilary Gabriela Sarlin 13011101209 3. Boy Andre Imanuel Pandoeng 13011101255 4. Kezia Priskila Oroh 13011101056 5. Mahardika Wulan Ester Tirajoh 13011101102 6. Ajeng Kartika Ruslani 13011101167 7. Nurul Suciyanti Abdul 13011101090 8. Erick Latun 13011101231 9. Sandra A.M Luntungan 13011101244 10. Ni Made Puteri Jayalaksmi 13011101185 11. Eca Dara Yulia Pasaribu 13011101231 12. Try Gunadi Wiratama 13011101032 13. Nadya Lucyana Runtuwene 13011101078 14. Agnes Angelia Anthonius 13011101141 15. Def Reinhard Markus Kabo 13011101189 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNyalah laporan mengenai kasus dalam modul Hati, Empedu, Pankreas dan Gangguannya ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian laporan ini. Harapannya adalah laporan ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai hati, empedu, dan pankreas. Segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam laporan ini yang tidak sesuai dengan harapan ataupun yang menyinggung perasaan pihak manapun mohon dimaafkan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca mengenai laporan ini. Manado, 12 Maret 2015 Penulis Kasus I Seorang ibu membawa anaknya, bayi laki-laki, usia 4 bulan, dengan keluhan kuning sejak lahir disertai dengan tinja yang berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh tua. Selama hamil, ibu penderita tidak menkonsumsi obat-obatan / jamu. Berat badan penderita saat ini 5900 gram, panjang badan 63 cm. BBL 2700 gram. PBL 50 Cm. Pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak sakit, Nadi 150x/menit, Respirasi:56x/m Suhu badan: 39,9oC, Thorax: dalam batas normal, Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal, Hepar: teraba 4-4 Cm bawah arcus kosta, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Lien S-II. Ekstremitas normal. Kulit: Ikterus. Laboratorium: Hb: 10,4 gr/dl, Leukosit 5.700/mm3, Ht: 31,5%, Thrombosit: 498.000/mm3, gamma-Gt : 452 U/L, APTT : 64’, Billirubin total: 34,35 mg/dl, Billirubin direk: 31,2 mg/dl, Bilirubin indirek 3,13 mg/dl, Akali fosfatase: 874 U/L, PT: 20,3’, SGOT : 176,6 U/L, SGPT 162,3 U/L Kata Sulit Kata Kunci Pertanyaan dan Jawaban 1. Anatomi dan fisiologi hati, empedu, dan pankreas Jawaban: Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi metabolic tubuh, dan terutama bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktifitas berbeda. Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu; saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan. Hati menyekresi sekitar 500 hingga 1000ml empedu kuning setiap hari. Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri dalam usus halus, sebagian besar garam empedu akan direabsorpsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin adalah hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk adanya penyakit hati dan saluran empedu yang penting karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang kontak dengannya. Hati berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien yang dihantarkan oleh vena porta pascaabsorpsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas dan energy, sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan. Hati juga mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glikoneogenesis). Peranan hati tersebut antara lain albumin (diperlukan untuk mempertahankan tekanan osomotik koloid), prothrombin, fibrinogen, dan faktor- faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amino. Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan dieksresi oleh ginjal dan usus. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak; penimbunan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta fetoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Sel Kupffer pada sinusoid menyaring bakteri dan bahan berbahaya lain dari darah portal melaui fagositosis. Fungsi utama kadung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum; akan tetapi setelah melewati ductus hepatikus, empedu masuk ke ductus sistikus dan ke kandung empeedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembulluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira 5 kali lebih pekat dibandingkan dengan empedu hati. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenu, melalui konstraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Hormon kolesistokinin (CCK) dilepaskan dari sel duodenal akibat hasil pencernaan dari protein dan lipid, dan hal ini merangsang terjadinya kontraksi kandung empedu. Pankreas dibentuk dari 2 sel dasar yang mempunyai fungsi sangat berbeda. Sel-sel eksokrin yang berkelompok-kelompok disebut sebagai asini yang menghasilkan unsur getah pancreas. Sel-sel endokrin atau pulau Langerhans menhasilkan secret endokrin, yaitu insulin dan glucagon yang penting untuk metabolisme karbohidrat. Pankreas merupakan kelenjar kompleks tubule-alveolar. Cabang-cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada ductus pankreatikus utama (ductus Wirsungi). Saluran-saluran kecil dari asinus mengosongkan isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar, sering bersatu dengan ductus koledokus pada ampula Vateri sebelum memasuki duodenum. 2. Biokimia hati, pankreas, dan empedu Jawaban: Pankreas adalah sebuah kelenjar memanjang yang terletak di belakang dan di bawah lambung, di atas lengkung pertama duodenum. Kelenjar ini mengandung jaringan eksokri dan endokrin. Jaringan endokrin berupa berupa pulau-pulau endokrin yang terisolasi (pulau langerhans) yang menghasilkan hormon insulin dan glukagon. Sedangkan jaringan eksokrin berupa kelompok sel sekretorik seperti anggur membentuk kantung yaitu asinus yang menghasilkan enzim pencernaan dan cairan alkalis. Enzim yang dihasilkan pankreas antara lain enzim proteolitik, amilase pankreas dan lipase pankreas. Enzim pankreas sekresinya diatur oleh kolesitokini (CCK). Perangsang utama pelepasan kolesitokini CCK dari duodenum adalah adanya lemak, kemudian sistem sirkulasi akan mengangkutnya ke pankreas tempat dimana zat ini akan merangsang sel asinus. Enzim yang dihasilkan pankreas adntara lain; 1. Enzim proteolitik Pengaktivan enzim proteolitik pankreas diawali dengan disekresikannya tripsinogen ke dalam lumen duodenum, bahan ini diaktifkan menjadi bentuk tripsin oleh enterokinase, yaitu suatu enzim yang terbenam di membran luminal sel-sel yang melapisi mukosa duodenum. Tripsin kemudian secara otokatalisis mengaktifkan lebih banyak tripsinogen. Kimotripsinogen dan prokarboksipeptidase, enzim proteolitik lainnya diubah tripsin menjadi bentuk aktif. Enzim proteolitik terdiri dari; - Tripsin Memecah peptida pada gugus asam amino basa - Khimotripsin Memecah ikatan peptida asam amino tidak bermuatan (asam amino aromatik) - Elastase Memecah ikatan asam amino glisin, alanin dan serin - Karboksipetidase Memecah ikatan terminal karboksi peptida sehingga membebaskan asam amino tunggal 2. Amilase pankreas Alfa amilase pankreas disekresikan dalam keadaan aktif, menghidrolisis pati dan glikogen menjadi maltosa, maltoriosa, oligosakarida dan glukosa 3. Lipase pankreas Disekresikan dalam keadaan aktif, dihambat oleh garam empedu Dengan bantuan kolipase dan fosfolipid menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak, gliserol, monoasilgliserol dan diasilgliserol Sekresi bikarbonat (NaHCo3) terutama distimulasi oleh sekretin. Sekretin dirangsang oleh adanya asam di duodenum, kemudian akan dibawa oleh darah ke pankreas untuk merangsang sel-sel duktus mengeluarkan bikarbonat. Fungsi dari bikarbonat adalah menetralkan kimus asam sewaktu masuk ke lumen duodenum. Bikarbonat merupakan komponen terbanyak yang disekresikan oleh pankreas (1-2L/hari) Biokimia Empedu Empedu dibentuk dari hepatosit cairan berwarna kuning keemasan atau kuning kehijauan. Empedu mengandung beberapa konstituen organik antar lain asam empedu, kolesterol, lecitin, protein, fosfolipid, ion organik (Na+, K+, Cl-) dan air. Asam empdu disintesis dari kolesterol oleh hepatosit. Langkah-langkahnya adalah; 1. Langkah pertama adalah; - Reaksi 7 alfa hidroksilasi kolesterol yang dikatalisis oleh sistem mikrosom (si P-450) - Memerlukan O2 dan NADPH - Membentuk asam empedu primer (asam kolat dan asam kenodeoksikolat) 2. Langkah kedua dalah konjugasi asam empedu aktif dengan glisin/taurin 3. Kemudian oleh bakteri usus akan mengalami reaksi konjugasi dan 7 alfa dehidroksilasi menbentuk asam empedu sekunder (as. Litokolat dan as. Deoksikolat) 4. Terakhir asam empedu setelah digunakan akan diekskresikan sebanyak 15-35% melalui feses dan diganti dengan pembentukan asam empedu baru di hati. Fungsi empedu: 1. Mencerna lemak 2. Mengaktifkan lipase 3. Mengubah lzat yang tak larut dalam air diubah menjadi zat yang larut dalam air 4. Membantu daya absorbsi lemak pd dinding usus 5. Serta tidak ketinggallan menetralisir racun. Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat atau turunan dari sistin, mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar lemak menjadi suspensi dari lemak dengan diameter ± 1mikrometer dan absorpsi dari lemak, tergantung dari sistem pencernaannya. garam empedu berperan melarutkan lemak dalam air, yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari makanan dan bila garam empedu bergabung dengan kolestero, gliserid, dan asam lemak, maka akan terbentuk kompleks yang larut dalam air sehingga lemak dapat lebih mudah terserap dalam sistem pencernaan (efek hidrotrofik). Garam empedu menghasilkan ukuran lemak yang sangat kecil sehingga mempunyai luas permukaan yang lebar sehingga kerja enzim lipase dari pankreas yang penting dalam pencernaan lemak dapat berjalan dengan baik. Proses Pembentukan Billirubin Katabolisme Heme Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari, eritrosit mengalami 8 lisis 1-2×10 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada 3+ akhir reaksi dibebaskan Fe yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini. Bilirubin dirubah menjadi bentuk larut Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin. Perhari bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi kejaringan. Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua. Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi. Pembentukan urobilin Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa keginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan. 3. Metabolisme bilirubin Jawaban: 4. Anamnesis Jawaban: 1. Identitas pasien 2. Keluhan & gejala a. Urin berwarna teh pekat b. Feses berwarna seperti dempul (akolik) c. Demam 3. Riwayat kelahiran a. Prematur / tidak b. Berat badan lahir c. Nafsu makan, pertumbuhan dan pertambahan berat badan d. Infeksi saat melahirkan 4. Riwayat penyakit sebelumnya 5. Riwayat penyakit keluarga a. Golongan darah Ibu-bayi b. Infeksi hepatitis, penyakit kuning, tumor dan lain-lain 6. Riwayat sosial-ekonomi a. Lingkungan, tetangga, dan kebersihan 7. Riwayat pengobatan sebelumnya termasuk pembedahan 5. Pemeriksaan fisik dan penunjang Jawaban: Pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan fisik: - Mata: dikonsulkan ke ahli mata apakah ada katarak atau chorioretinitis(pada infeksi TORCH) atau posterior embryotoxon (pada sindroma alagille). - Kulit: icterus dan dicari tanda-tanda komplikasi sirosis seperti spider angiomata, eritema palmaris, edema. - Dada: bising jantung (pada sindroma alagille, atresia biliaris) - Abdomen: a. Hepar: ukuran lebih besar atau kecil dari normal, konsistensi hati nirmal atau keras, permukaan hati licin/berbenjol-benjol/bernodul. b. Lien: splenomegali c. Vena kolateral, asites - Lain-lain: jari-jari tubuh, asteriksis, foetor hepatikum, fimosis (kemungkinan ISK) Pemeriksaan penunjang: - Darah tepi: leukosit - Biokimia hati: bilirubin direk/indirek serum, ALT/AST peningkatan menunjukkan adanya kerusakan sel hati, gamma glutamil transpeptidase (GGT), albumin, kolesterol, masa protombin. - Urin rutin (leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan biarkan urin. - Tinja 3 porsi (dilihat feses akolik pada 3 periode dalam sehari) - Pemeriksaan etiologi: TORCH (toksoplasma, rubella, CMV, herpes simpleks) ditentukan sesuai dengan kecurigaan. - Pencitraan: ultrasonografi dua fase (fase pertama pada saat puasa 12 jam dan fase kedua minimal 2 jam setelah minum ASI atau susu - Biopsy hati bila memungkinkan 6. Diagnosis dan Diagnosis banding Jawaban: Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa. Membedakan kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik tidak mudah, karena semua bentuk kolestasis menimbulkan sindrom klinik ikterus yang sama yaitu: gatal, peningkatan transminase, peningkatan fosfatase alkali, gangguan ekskresi zat warna kolestistografi, dan kandung empedu yang tidak terlihat. Pada kolestasis intrahepatik dimana berat badan lahir biasanya dibawah normal. Dalam literatur dikatakan bahwa pada kolestasis ekstrahepatik biasanya anak lahir dengan berat badan normal, cukup bulan dan pertumbuhan anak masih normal pada 3 bulan pertama kehidupan dengan status gizi baik. Bila kadar bilirubun darah melebihi 2 mg %,maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek (“unconjugated”) dan atau kadar bilirubin direk (“conjugated”). Ekstrahepatik Intrahepatik Bilirubin Direk (mg/dL) 6,2 ± 2,6 8,0 ± 6,8 Bilirubin total (mg/dL) 10,2 ± 4,5 12,1 ± 9,6 SGOT <5xN > 10 x N / > 800 U/I SGPT <5xN > 10 x N / > 800 U/I GGT > 5 x N/ > 600 U/I < 5 x N/ N Leukosit normal yang menandakan tidak adanya infeksi bakteri pada pasien. Billirubin total: 34,35 mg/dl, Billirubin direk: 31,2 mg/dl, Bilirubin indirek 3,13 mg/dl, Akali fosfatase: 874 U/L, PT: 20,3’, SGOT : 176,6 U/L, SGPT 162,3 U/L. Peningkatan jumlah bilirubin direk dan bilirubin total yang meningkat signifikan menandakan adanya kolestasis pada intrahepatik. Ditunjang dengan pemeriksaan lainnya yang menyingkirkan diagnosis banding: Tidak terjadi peningkatan leukosit Kadar Hb normal BB dan PB saat saat pemeriksaan normal Terjadi peningkatan alkali fosfatase dan gamma GT Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka diagnosis kasus ini adalah koloestasis intrahepatik. Diagnosis Banding: Kolestasis ekstrahepatik 7. Etiologi dan faktor resiko Jawaban: Etiologi Kolestasis intrahepatic Infeksi virus Herpex simplex Cytomegalovirus HIV Parvovirus B19 Dan lainnya Infeksi bakteri Sepsis Infeksi saluran kemih Sifilis Genetic/ gangguan metabolisme Defisiensi Alpha1-antitrypsin Tyrosinemia Galactosemia Progressive familial intrahepatic cholestatsis Allagile syndrome Faktor resiko : Pada umumnya faktor resiko ini biasanya gejala yang paling berat yaitu pada bayi prematur dimana seperti kita ketahui juga bahwa pada bayi prematur pembentukan organ maupun sistem-sistem yang ada di tubuh belum terbentuk dengan sempurna sehingga faktor yang paling beresiko mendapatkan kolestasis adalah bayi prematur. Dan ada juga pada bayi dengan riwayat penyakit keluarga yang mempunyai penyakit yang sama. Walaupun kemungkinan terjadinya sangat kecil. Dan berdasarkan diagnosis kasus faktor resiko dari suatu infeksi virus yaitu misalnya varisela, dimana varisela mungkin terjadi pada neonatus bila ibu terinfeksi 2 minggu sebelum melahirkan. Gejalanya lebih berat pada bayi prematur dibandingkan pada bayi yang cukup bulan yang berumur lebih dari 10 hari. Ada juga hepatitis neonatal idiopatik dimana, etiologi kolestasis pada bayi yang terjadi dalam 3 bln pertama tidak ditemukan pada 25% kasus dan kelompok bayi ini cenderung merupakan bayi prematur untuk masa kehamilan yang mungkin merefleksikan kelainan genetik atau infeksi intrauterin. Injuri (jejas) toksik. Penyebab injuri toksik yang paling sering menimbulkan kolestasis pada bayi adalah nutrisi parenteral total, dimana kolestasis progresif yang terjadi pada bayi yang mendapat nutrisi parenteral total timbul terutama pada bayi dalam keadaan kritis dan lebih sering pada bayi prematur karena mekanisme pembentukan empedunya masih belum berkembang. Pemeberian ASI juga merupakan salah satu faktor resiko, dimana hambatan pada proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusui. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapa berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Bayi yang mnedapat ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia yang dienal dengan BFJ, dimana penyebabnya adalah kekurangan asupan ASI dan biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi BFJ, dimana ibu harus memberikan kempata lebih banyak pada bayinya untuk menyusui. Sedangkan pada breastmilk jaundice (BMJ) mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang diberi ASI olehnya. Semua bergantung dari kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Faktor predisposisi juga merupakan faktor resiko dari terjadinya kolestasis intrahepatik pada neonatus yaitu, konsentrasi asam empedu serum basal tinggi, ambilan asam empedu oleh hepatosit serta transportasinya belum efisien, konjugasi, sulfatisasi,serta glukuronidasi asam empedu masih sedikit, adanya asam empedu abnormal (atipik), ukuran bile acid pool kecil, sekresi asam empedu kurang, konsentrasi asam empedu di lumen usus masih rendah, reabsorpsi asam empedu di ileum masih sedikit. 8. Epidemiologi Jawaban: Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%). Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%). 9. Manifestasi klinis Jawaban: Manifestasi klinis pada kolestasis : 1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus Tinja alkolis/hipokolis Urobilinogen / sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif Urobilin dalam air seni negatif Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak Steaotore Hipoprotrombinemia 2. Akumulasi empedu dalam darah Ikterus Gatal-gatal Hiperkolestrolemia 3. Kerusakan sel hepar karna menumpuknya komponen empedu Anatomis : - akumulasi pigmen - reaksi peradangan dan nekrosis Fungsional : - Gangguan ekskresi (alkali fosfatase & gama glutamil transpeptidase meningkat ) - Transaminase serum meningkat ( ringan) - Gangguan eksresi sulfobromoftalein - Asam ampedu dalam serum meningkat Tanda- tanda non heptal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma polisplenia (situs inversus, levokardia, vena kava inferior tidak ada ) , sering bersamaan dengan atresia bilier, bentuk muka yang khas, posterior embriotokson, serta adanya bising pulmonal stenosis perifer, sering bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic bile ductules” ( arterio hepatik displasia / alagille’s syndrome ) nafsu makan yang jelek dengan muntah, (irritable), sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti galaktosemia, intoleransi fruktosa herediter, tirosinemia. Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki-laki, sedangkan atresia bilier ekstrahepatal lebih banyak pada anak perempuan. 10. Patofisiologi Jawaban: Kolestasis terjadi akibat gangguan sintesis dan atau sekresi asam empedu. Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Empedu berguna pada proses penanganan dan detoksifikasi bilirubin indirek. Salah satu contoh adalah bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu, menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi. Sekresi empedu yang normal tergantung dari fungsi beberapa transporter pada membrane hepatosit dan sel epitel duktus bilier (kolangiosit) dan pada struktur serta integritas fungsi apparatus sekresi empedu. Akibatnya, berbagai keadaan / penyakit yang mempengaruhi fungsi normal tersebut akan menimbulkan kolestasis. Patogenesis kolestasis secara keseluruhan dan pada tingkat molekuler dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut. 1. gangguan transporter ( Na+ K+ ATPase dan Na bile acid CO transporting protein – NCTP ) pada membran hepatosit sehingga ambilan asam empedu pada membrane tersebut akan berkurang. Keadaan ini dapat terjadi misalnya pada penggunaan estrogen atau akibat endotoksin. 2. berkurangya transportasi intraselular karena perubahan keseimbangan kalsium atau kelainan mikrotubulus akibat toksin atau penggunaan obat. 3. berkurangnya sekresi asam empedu primer yang berpotensi untuk mengakibatkan kolestasis dan kerusakan sel hati. Saat ini dibedakan 2 fase gangguan transpor yang dapat terjadi pada kolestasis. Fase 1: gangguan pembentukan bilirubin oleh sel hepar,yang dapat terjadi karena sebab, antara lain: Adanya kelainan bentuk (distorsi, sirosis) Berkurangnya jumlah sel hepar (’’deparenchy, matised liver”) Gangguan fungsi sel hepar Pada keadaan ini, berbagai bahan yang seharusnya dibuang melalui empedu akan bertumpuk dan tidak mencapai usus yang akan sangat mengganggu pencernaan sehingga terjadi berbagai defisiensi, kondisi toksik, serta penumpukan pigmen empedu yang menyebabkan ikterus. Gangguan fase pertama ini disebut kolestasis primer. Fase 2: gangguan transpor yang terjadi pada perjalanan dari bilirubin mulai dari hepar ke kandung empedu sampai ke usus. Bayi pada minggu pertama sering menunjukkan gejala kolestasis dengan tinja ikolis/hipokolis, karena proses kolestasis yang terjadi fisiologis akibat masih kurang matamgnya fungsi hepar. Namun harus diwaspadai bila hal ini terjadi pada mingguminggu berikutnya. Hepar hampir selalu membesar sejak dari permulaan penyakit.Pembesaran limpa pada 2 bulan pertama lebih sering terdapat pada kolestasis intrahepatik dari pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya lebih banyak pada kolestasis ekstrahepatik. 11. Patologi Anatomi Jawaban: Pada gambaran patologi anatomi, telihat: • Penimbunan pigmen empedu • ekstravasasi empedu ke sinusoid • Obstruksi – peregangan duktus biliaris • Proliferasi duktular empedu • Edema dan infiltrat neutrofil periduktus • Obtruksi menetap – fibrosis 12. Penatalaksanaan Jawaban: Tujuan tatalaksana Kolestasia adalah : A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara : - Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada kolestasis obstruktif dan medikamentosa pada kolestasis hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi portoenterostomi kasai untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8 minggu karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila dilakukan pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya sepertiga. - Menstimulasi aliran empedu dengan : Fenobarbital :dapat menginduksi enzim glukoronil transferase, sitokrom P-450 dan NaKATPase. ttapi pada bayi sudah jarang di pakai karena efeknya dapat mengganggu metabolisme beberapa obat contohnya vit D Dosisnya 3 – 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-30 mg/kgbb/hari efek samping:diare,hepatotoksik Kolestiramin -> 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr , efek samping: konstipasi dll - Menyerap empedu toksik - Menghilangkan gatal Rifampisin. -> 10 mg/ kgBB/ hr , efek samping: trombositopenia 5-10% kasus -. meningktkan aktivitas mikrosom - Menghambat ambilan empedu B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan : Terapi nutrisi - Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan makanan yang banyak mengandung kuprum. Vitamin yang larut lemADEK - A 5.000 – 25.000 U/ hr - D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr - E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr - K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma dengan kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi hati pada anak 50-70 % disebabkan oleh atresia bilier. 13. Komplikasi Jawaban: Komplikasi yang dapat terjadi dari kolestasis intrahepatik ini adalah hiperlipidemia/xantelasma, gagal hati dan sirosis dengan hipertensi portal 14. Edukasi dan prognosis Jawaban: Prognosis : Keberhasilan portoenterostomi di tentukan oleh usia anak saat di operasi, bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71 - 86 %, sedangkan bila di operasi pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya 34 43,6 %. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata" pada usia 12 bulan. Maka dari itu prognosis et bonam bila penanganan secepat mungkin. Edukasi : Dokter meberitahukan kepada ibu hamil agar menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. Sebaiknya beri imunisasi yang baik pada bayi baru lahir. Beritahu pada orang tua bayi agar memberikan makanan yang mengandung MCT untuk mengatasi malabsorbsi lemak. Pencegahan infeksi Dokter sebaiknya memberikan emosional support kepada orang tua si bayi. 15. Nutrisi Jawaban: KASUS 1: NUTRISI Correcting nutrient deficiencies • Decreased serum vitamin A levels result from fat malabsorption, as well as defective mobilization of vitamin A from the liver. One of the common complications of vitamin A deficiency is night blindness, which has been shown to improve with vitamin A supplementation, generally at a dose of 25,000 units/day for 4–12 weeks. Persistent problems with dark adaptation, despite adequate supplementation, might result from concomitant zinc deficiency. Syarat Diet Syarat syarat diet Penyakit Hati 1. Energi tinggi untuk pemecahan protein, yg diberikan bertahap sesuai dengan kemampuan pasien, 40-45kkal/kgBB 2. Lemak cukup. Yi 20-25% dari total kalori dari kebutuhan energi total dalam bentuk yg mdah dicerna atau dlm bentuk emulsi, bila pasien mengalami steatorea, gunakan lemak as lemak rantai sedang (MCT). Jeis lemak ini tidak membutuhkan aktivitas lipase dan asam empedu dlm proses absorpsinya, pemberian lemak sebanyak 45 gr dapat mempertahankan fungsi imun dan proses sintesis lemak 3. Protein agak tinggi, yi 1.25-1.5 g/kgBB agar terjadi anabolisme protein. Pada kasus Hepatitis fulminan dengan nekrosis dan gejala ensefalopati yg disertai peningkatan amoniak dlm darah, pemberian protei harus dibatasi untuk mencegah koma, yi sebanyak 30-40 g/hari. Pada sirosis hati terkompensasi protein diberikan sebanyak 1.25 g/kg BB. Asupan minimal protein hendaknya 0.8 – 1/kg BB. Protein nabati memberikan keuntungan karena kandungan serat yg dapat mempercepat pengeluaran amoniak melalui feses. Namun sering timbul berupa rasa kembung dan penuh. Diet ini dapat mengurangi status ensefalopati, tetapi tidak dapat memperbaiki keseimbangan nitrogen. 4. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. Bila perlu diberikan suplemen vit.B kompleks, C dan K serta mineral seng dan zat besi bila ada anemia 5. Natrium diberikan rendah, tergantung tingkat edema dan asites. Bila pasien mendapat diuretika, garam natrium dapat diberikan leluasa 6. Cairan diberikan lebih dari biasa, kecuali bila ada kontraindikasi 7. Bentuk makanan lunakbila ada keluhan mual dan muntah, atau Makanan Biasa sesuai kemampuan saluran cerna. Jenis dan Indikasi Pemberian Diet Garam Rendah I (DGR I) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na. Diet Hati I (DH I) Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari. Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa. Diet Hati II (DH II) Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I. Diet Hati III (DH III) Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I. Syarat syarat Diet Penyakit Kandung Empedu 1. Energi sesuai kebutuhan. Bila kegemukan diberikan Diet Rendah Energi. Hindari penurunan berat badan terlalu cepat 2. Protein agak tinggi yaitu: 1- 1.25g/kgBB 3. Pada keadaan akut, lemak tidak diperbolehkan sampai keadaan akutnya mereda sedangkan pada keadaan kronis dapat diberikan 20-25% dari kebutuhan energi total. Bila ada steatorea dimana lemak feses>25 g/24 jam, lemak dapat diberikan dalam bentuk asam lemak rantai sedang (MCT), yg mungkin dapat mengurangi lemak feses dan mencegah kehilangan vitamin dan mineral. 4. Bila perlu diberikan vitamin ADEK 5. Serat tinggi terutama dalam bentuk pektin yg dapat mengikat kelebihan asam empedu dalam saluran cerna. 6. Hindari bahan makanan yg menyebabkan rasa kembung Jenis dan Indikasi Pemberian Diet Rendah Lemak I • Diberikan pada pasien kolesistitis, dan kolelitiasis dengan kolik akut. • Makanan diberikan dalam bentuk buah buahan dan minuman manis. Makanan rendah energi dan semua zat kecuali Vitamin A dan C • Sebaiknya diberikan selama 1-2 hari saja Diet Rendah Lemak II • Secara berangsur keadaan sudah dapat diatasi dan perasaan mual sudah berkurang atau kepada pasien penyakit saluran empedu kronis yang terlalu gemuk. • Menurut keadaan pasien makanan diberikan dalam bentuk cincang, lunak, atau biasa. • Makanan ini rendah energi, kalsium dan tiamin Diet Rendah Lemak III • Diberikan pada pasien kandung emepedu yg tidak gemuk dan cukup mempunyai nafsu makan • Menurut keadaan pasien makanan diberikan dalam bentuk lunak, atau biasa. • Makanan ini cukup mengandung energi dan semua zat gizi Nutritional Management encephalopathy • Severe stage need TPN, otherwise EN/oral fine 40 g protein/d distributed well, can be 0.20 g/d • Increase from 0.25 g/kg every 2 d until 1.5-2.0 g/kg • Kcal:N ratio 400-800 kcal/g to preserve protein lactulosa • BCAA controversial Hepatic Encephalopathy Management • Protein restriction : – Protein intolerance can cause hepatic encephalopathy… – Not proven that will improve mental state – Unnecessary protein restriction, …body protein losses – Up to 1.5g/kg of body weight Fat Malabsorption Management • Replace LCTs & dietary fat with MCTs – Taken up directly via portal route – 15 ml, 3-4 times/day • Significant stool fat losses – Low fat diet (40g) – Hampers adequate calorie intake – Discontinue if diarrhea prolongs Pada pasien dengan sirosis yg sudah lanjut, direkomendasikan mengkonsumsi energi non protein 25–35 kcal/kg BB per hari dan 1–1.2 g/kg BB per harin protein atau amino acids. Guidelines for meeting nutritional goals • Pada pasien yg sirosis dengan komplikasi yg menderita malnutrisi energi nonprotein harus dinaikkan menjadi 35–40 kcal/kg BB per hari protein harus ditingkatkan menjadi 1.5 g/kg BB per hari. • Berdasarkan petunjuk tsb maka asupan protein di turunkan menjadi 0.5–1.5 g/kg BB per hari, apabila disertai dengan ensefalopati stage I dan II, dan menjadi 0.5 g/kg BB/hari bila disertai ensefalopati stage III atau IV. • Namun bukti terakhir menyatakan bahwa pengurangan protein, direkomendasikan meskipun disertai hepatic encephalopathy tidak seharusnya Daftar Pustaka 1. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Anak IDAI 2. Buku Patofisiologi Price & Wilson 3. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ca d=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fold.pediatrik.com%2Fpkb% 2F20060220-ena504-pkb.pdf&ei=wuT6VP5B4rbuQTBgoLIBQ&usg=AFQjCNGFnquLyqM9s3LgYEGgowOFlf4l7Q&sig2=M_J xRe0qZUN7NQGmzd3xrA&bvm=bv.87519884,bs.1,d.c2Exajkaxk 4. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ca d=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fikextx.weebly.com%2Fuploa ds%2F4%2F6%2F9%2F3%2F469349%2Fkolestasis.doc&ei=nqf6VNiVLcikuQTWx4 GoAw&usg=AFQjCNEh8D44jBLs3zsovE5T6J59LOQLGQ&sig2=bM8x-FhD0tfJ6zOn6NIRw&bvm=bv.87519884,bs.1,d.c2E 5. http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf 6. http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf 7. http://mka.fk.unand.ac.id/images/articles/No_2_2009/hal_190-195-isi.pdf 8. Price, Sylvia A. dkk. 2012. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 9. Arief, Sjamsul. 2012. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. [Serial Online]. Surabaya: FK UNAIR. Tanggal akses 20 Mei 2012. 10. Baradero, Mary. 2000. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC. 11. Behrman, Richard E, et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi 15. Jakarta: EGC.