Pengaruh Pestisida terhadap Kesehatan Pekerja Petani Calista Paramitha, Ance Novita Simbolon, Esti Oktafani, Manda Malia Ubra, John Junior, Chandra Medianto Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Abstrak : Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama, dan cide yang berarti membunuh. Jadi pestisida adalah sesuatu yang mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya. Tenaga kerja terutama di bidang pertanian juga menghadapi berbagai penyakit akibat dari pekerjaannya, salah satunya dari penggunaan pestisida. Secara luas, pestisida dapat diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, kesehatan, mempengaruhi hormon, dan lainnya yang mempengaruhi kemampuan kerja petani. Pengetahuan tentang penggunaan pestisida dapat mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan pada para pengguna pestisida. Kata kunci: pestisida, kesehatan, pekerja Abstract :Pesticide is derived from the word of pest, and cide which means kill. So pesticide is something that contain toxic materials that we used to kill any life forms that harms plant, livestock, and many things. Labor especially in agriculture also facing many occupational diseases, one of them is from using the pesticide. In general, pesticide can be described as a substances that is toxic, inhibit growth and developments, behavior, health, can affect hormones, and many more that can affect farmers work capability. Knowledge about using the pesticide can reduce the risk of any unwanted incident for the one that using the pesticide. Key words: Pesticide, health, labor 1 Pendahuluan Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida kadang-kadang menyalahi aturan, selain dosis yang digunakan melebihi takaran, petani juga sering mencampur beberapa jenis pestisida, dengan alasan untuk meningkatkan daya racunnya pada hama tanaman. Tindakan yang demikian sebenarnya sangat merugikan, karena dapat menyebabkan semakin tinggi tingkat pencemaran pada lingkungan oleh pestisida. Walaupun banyak petani yang pintar membaca, tetapi terkadang mereka mengacuhkan peringatan yang tertulis di tempat pestisida tersebut. Sebagian besar mereka tidak peduli untuk membaca atau mengikuti petunjuk penggunaannya.1 Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya keracunan pada petani yang dapat dilakukan dengan jalan memeriksa aktifitas kholinesterase darah. Faktor yang berpengaruh dengan terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal).2 Faktor dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi, kadar hemoglobin, tingkat pengetahuan dan status kesehatan. Sedangkan faktor dari luar tubuh mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, masa kerja menjadi penyemprot, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung diri, cara penanganan pestisida, kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian tanaman, suhu lingkungan, waktu menyemprot dan tindakan terhadap arah angina.3 Racun Hama (Pestisida) dalam Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. Racun hama atau pestisida adalah bahan kimia yang dipergunakan untuk membasmi hama seperti serangga, tikus, jamur, dan tumbuhan. Racun serangga di sebut insektisida yang terdiri dari tiga golongan ialah golongan halogen hidrokarbon, golongan esterfosfat, dan golongan racun serangga lainnya. Racun tikus disebut rodentisida, yakni bahan kimia yang dapat membunuh tikus. Fungisida adalah nama lain untuk racun jamur. Racun tanaman atau disebut juga herbisida antara lain dipergunakan untuk membasmi alangalang.4 Pestisida sangat penting dalam pertanian, perkebunan, dan kehutanan untuk 2 mencegah atau memberantas pengaruh buruk dari hama, sehingga dapat diperoleh hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang sebaik-baiknya, dalam hal kualitas maupun kuantititas.3 Jalan Masuk Pestisida Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernafasan (inhalasi) atau mulut (oral). Pestisida akan segera diabsorpsi jika kontak melalui kulit atau mata. Absorpsi ini akan terus berlangsung selama pestisida masih ada pada kulit. Kecepatan absorpsi berbeda pada tiap bagian tubuh. Perpindahan residu pestisida dan suatu bagian tubuh ke bagian lain sangat mudah. Jika hal ini terjadi maka akan menambah potensi keracunan. Residu dapat pindah dari tangan ke dahi yang berkeringat atau daerah genital. Pada daerah ini kecepatan absorpsi sangat tinggi sehingga dapat lebih berbahaya dari pada tertelan. Paparan melalui oral dapat berakibat serius, luka berat atau bahkan kematian jika tertelan. Pestisida dapat tertelan karena kecelakaan, kelalaian atau dengan sengaja.4 Efek Pestisida pada Sistem Tubuh Sifat bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu dalam tubuh, diantaranya sebagai berikut : Paru dan Sistem Pernafasan Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis).5 Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udem pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paruparu sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.6 Hati Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati.5 Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat 3 menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.3 Ginjal dan Saluran Kencing Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.5 Sistem Saraf Bahan kimia yang dapat menyerang saraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak.3 Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke saraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh).6 Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni saraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan. Darah dan Sumsum Tulang Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.2 Jantung dan Pembuluh Darah Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.5 Kulit Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.3 Sistem Reproduksi Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.5 4 Sistem yang lain Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam darah.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida Keracunan pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu.7 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain : Faktor dari dalam tubuh : Usia. Usia adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka umurpun akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang dialaminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.7 Jenis Kelamin. Kadar kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum perempuan rata-rata mempunyai aktifitas khlinesterase darah lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase cenderung turun.2 Status Kesehatan. Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan menekan aktifitas kholinesterase dalam plasma yang dapat berguna dalam menetapkan over exposure terhadap zat ini. Pada orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan naiknya tekanan darah dan kholesterol.3 Status Gizi. Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1) kelemahan fisik dan daya tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan dan; 3) meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit. Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan kata 5 lain petani yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki aktifitas kholinesterase yang lebih baik.2 Anemia. Kadar hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem dimana pembentukannya melalui proses reduksi dengan bantuan NADH, sedangkan kadara kholinesterase dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada saat pembentukan energi membutuhkan NADH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pemeriksaan darah petani penyemprot menunjukkan bahwa 95 % petani penyemprot menderita anemia (< 13gr/dl).5 Genetik. Beberapa kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobin S. Kelainan homozigot dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang heterozigot dapat mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai kelainan genetik, sehingga aktifitas kholinesterase darahnya rendah dibandingkan dengan kebanyakan orang.3 Tingkat Pengetahuan. Pengetahuan yang cukup tentang pestisida sangat penting dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot, karena dengan pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula, sehingga risiko terjadinya keracunan dapat dihindari.5 Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida pada petani beberapa hal yang harus menjadi perhatian selain dari tatalaksana penyemprotan adalah cara penyimpanan pestisida , cara mencampur pestisida dan cara membuang kemasan pestisida.6 Faktor dari luar tubuh : Suhu Lingkungan. Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari semakin terik atau semakin siang maka suhu akan semakin panas. Kondisi demikian akan mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit petani penyemprot.8 Cara Penanganan Pestisida. Penanganan pestisida sejak dari pembelian, penyimpanan, pencampuran, cara menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunan bila tidak memenuhi ketentuan.1 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, 6 topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindar.9 Dosis Pestisida. Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida. Karena bila dosis penggunaan pestisida bertambah, maka efek dari pestisida juga akan bertambah. Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai mempunyai risiko empat kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan.10 Jumlah Jenis Pestisida. Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh.9 Lama menyemprot. Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih harus menyelesaikan pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk memberi kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang memerlukan waktu istirahat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas kholinesterase normal.1 Frekuensi Penyemprotan. Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam seminggu.8 Tindakan Penyemprotan pada Arah Angin. Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan apabila angin berubah.10 Waktu Menyemprot. Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat 7 menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui kulit.9 Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan gejala keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti pusing, mual dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus.3 Upaya Preventif terhadap Pestisida (Racun Hama) Upaya pencegahan keracunan oleh pestisida yang mungkin terjadi pada pekerja pertanian, perkebunan, dan kehutanan meliputi hal-hal berikut : Penyimpanan Pestisida. Pestisida harus di simpan dalam wadah yang di berikan tanda, sebaiknya tertutup dan dalam lemari terkunci. Tempat bekas menyimpan pestisida yang telah tidak dipakai lagi harus di bakar, agar sisa racun musnah sama sekali. Penyimpanan dalam wadah untuk makanan atau minuman seperti dalam botol sangat besar bahayanya.9 Pemakaian Alat Pelindung. Masker harus dipakai dan ventilasi keluar setempat harus dihidupkan selama melakukan pencampuran kering bahan pestisida. Pakaian kerja dan alat pelindung diri kacamata dan sarung tangan yang terbuat dari neopren harus dipakai, jika pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur pestisida dengan minyak atau pelarut organis. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum makan.11 Upaya Pencegahan Lainnya. Menyemprot harus kearah bertiupnya angin yang tidak memungkinkan angin membawa pestisida kearah penyemprot, sehingga pestisida tidak terhirup atau tidak mengenai kulit pekerja yang bersangkutan.1 Jangan di semprot tempattempat yang sebagian tubuh manusia akan bersentuhan dengan pestisida.4 Pada pekerjaan yang menggunakan pestisida telah ada ketentuan yang merupakan pedoman dan petunjuk bagaimana mencegah keracunan pestisida sebagai berikut : Semua pestisida adalah racun tetapi bahayanya dapat di perkecil bila diketahui caracara bekerja dengan aman agar tidak menganggu kesehatan. Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah ada waktu persiapan larutan atau campuran sesuai dengan 8 konsentrasi yang dibutuhkan. Pada waktu dan selama menyemprot. Pada waktu memindahkan pestisida dari tempat yang besar kepada tempat yang kecil untuk diangkat dari gudang ke tempat bekerja.6 Mengingat hal-hal tersebut diatas maka perlu mendapat perhatian yang intensif seperti pekerja yang bekerja dengan pestisida harus diberi tahu akan bahaya yang di hadapinya atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan pedoman dan petunjuk tentang cara bekerja yang aman sehingga pestisida tidak mengganggu kesehatan. Harus ada pengawasan teknis dan medis yang cukup. Penyemprot diharuskan menggunakan tutup kepala atau masker yang tidak tembus pestisida, dan alat pelindungan keselamatan tersebut di cuci dengan baik secara berkala.1 Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat yang mungkin terkena pestisida, dalam hal ini yang bersangkutan tidak di perkenankan bekerja dengan pestisida karena keadaan seperti itu akan mempermudah masuknya pestisida tersebut kedalam tubuh.3 Bahaya terbesar terdapat pada waktu bekerja dengan konsentrat, karenanya perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut : Pekerja selain menggunakan alat pelindung seperti pada penyemprot harus juga menggunakan skort dan sarung tangan yang tidak dapat tembus pestisida. Mengisi bak pencampur harus sedemikian, sehingga bahaya percikan dapat ditiadakan atau terjadi seminim mungkin. Memindahkan konsentrat dari satu tempat atau wadah ke tempat lain harus memakai alat yang cukup panjang.9 Harus di penuhi ketentuan dalam wadah pestisida yang telah kosong atau hampir kosong yaitu wadah harus dikembalikan kegudang selanjutnya di bakar atau di rusak dan kemudian di kubur. Wadah dapat pula didekontaminasikan dengan memenuhi persyaratan tertentu.11 Adapun pengobatan keracunan pestisida dapat juga diberikan antidotumnya seperti atrofin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg dan Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat.7 Kesimpulan Kejadian paparan pestisida pada pekerja petani disebabkan oleh beberapa faktor determinan, yaitu perilaku (pengetahuan, sikap dan praktek) petani penyemprot, frekuensi penyemprotan, selang waktu kontak penyemprotan, pemakaian alat pelindung diri, dosis 9 pestisida dan lama penyemprotan. Kejadian paparan pestisida pada petani dapat diketahui melalui pengukuran kadar kolinesterase darah. Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara yaitu : Pertama absorpsi melalui kulit berlangsung terus selama pestisida masih ada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan mengakibatkan keracunan berat hingga mengakibatkan kematian. Ketiga melalui pernafasan dapat berupa bubuk, droplet atau uap dapat meyebabkan kerusakan serius pada hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Daftar pustaka 1. Raini M, Dwiprahasto I. Sikap dan perilaku buruh penyemprot yang keracunan pestisida organofosfat di Kecamatan Pacet. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2004. Vol.9(2). h 21-5. 2. Raini M. Pengaruh istirahat terhadap aktivitas kolinesterase petani penyemprot pestisida organofosfat di kecamatan Pacet. Bulletin Penelitian Kesehatan; 2004. Vol.32 No.3. h 105-10. 3. Koesyanto H. Penyakit akibat kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2014. h 35-44. 4. Lu FC. Toksikologi dasar. Ed. 2. Jakarta: UI Press; 2006. h 328-30. 5. Palupi W, Monika E. Bahaya bahan kimia pada kesehatan manusia dan lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h 128-41. 6. Ladou J. Occupational and environmental medicine. 4 ed. California departement of health: Mc. Graw hill medical; 2007.h 532-47. 7. Priyanto. Toksikologi, mekanisme, terapi, antidotom dan penilaian resiko. Jakarta: Leskonfi ; 2009. 8. Jeyaratnam J, David K. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Buku kedokteran EGC; 2010. h 351-60. 9. Djojosumarto P. Teknik aplikasi pestisida pertanian. Yogyakarta: Kanisius. 2008. h 23, 25, 27, 37–9, 188–9. 10 10. Wudianto R. Petunjuk penggunaan pestida. Jakarta: Swadaya. 2007. 11. Suma’nur P. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta : Segung Seto; 2008. h 460-8. 11