PENDEKATAN BUDAYA TERHADAP ORGANISASI Oleh: Clifford Geertz & Michael Pacanowsky Seorang antropologis dari Universitas Princeton, Clifford Geertz, menulis bahwa ‘manusia adalah binatang yang terbenam dalam suatu jaringan yang sangat erat yang dibuatnya sendiri’. Geertz menggambarkan budaya sebagai jaringan itu. Budaya sebagai metafora kehidupan berorganisasi Penggunaan budaya sebagai metafora akar dimulai oleh kekaguman bangsa barat terhadap keberhasilan ekonomi perusahaan – perusahaan Jepang pada era 70an dan 80an. Pada saat itu, ketika para pemimpin bisnis Amerika berkunjung ke wilayah Timur Jauh untuk mempelajari metode produksi, mereka menemukan bahwa hasil industri Jepang yang luar biasa baik secara kuantitas maupun kualitas, adalah lebih karena nilai budaya kesetiaan para pekerja terhadap sesama mereka dan kesetiaan terhadap perusahaan dan bukan karena teknologi. Saat ini, istilah budaya perusahaan memiliki makna berbeda bagi tiap orang. Beberapa pengamat menggunakan frasa ini untuk menggambarkan keadaan di lingkungan yang mendukung kebebasan suatu perusahaan untuk bertindak. Sementara pengamat lain menggunakan istilah ini untuk menunjukkan kualitas atau kepemilikan suatu perusahaan. Mereka mengatakan budaya sebagai sinonim dari citra, karakter atau iklim. Namun Pacanowsky yang menggunakan pendekatan simbolis milik Geertz, menganggap budaya sebagai lebih dari sebuah variabel tunggal dalam penelitian perusahaan. Budaya organisasi bukanlah bagian dari suatu teka – teki ; tapi justru budaya itulah teka – tekinya. Dari sudut pandang kita, budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh suatu perusahaan ; budaya adalah organisasi itu sendiri. Apakah Budaya ; Apa yang bukan Budaya Geertz mengakui bahwa konsep budaya sebagai sistem arti yang terbagi adalah rancu dan sulit untuk dicerna. Tidak seperti pengertian yang lazim, dimana budaya identik dengan hal – hal seperti konser dan museum seni, Geertz menolak untuk menghubungkan kata budaya dengan hal yang bermakna ‘primitif’. Tidak ada antropologis modern yang ingin terjebak untuk mengkelompokkan manusia sebagai ‘berbudaya tinggi – berbudaya rendah’. Budaya bukan merupakan satu kesatuan atau tidak terbagi – bagi. Geertz menunjukkan bahwa suatu masyarakat yang hubungannya erat pun memiliki sub – budaya atau kontra – budaya dalam lingkungan mereka. Bagi Pacanowsky, jaring budaya organisasi adalah hasil dari usaha para pekerja – dimana para pekerja membuat dan menerapkan budaya mereka terhadap diri mereka sendiri dan terhadap sesama mereka. Sifat budaya yang sulit dipahami mendorong Geertz untuk menyebut ilmu ini sebagai ‘soft science’ ( ilmu lunak ). Ilmu ini bukanlah ilmu eksperimental dalam kajian ilmu hukum, namun merupakan ilmu interpretasi dalam kajian arti. Pengamat perusahaan adalah setengah ilmuwan dan setengah kritikus drama. Deskripsi mendalam – Apa yang dilakukan Ethnographer Geertz menganggap dirinya adalah seorang Ethnographer. Seperti seorang Geographer yang memetakan daerah, Ethnographer memetakan masalah – masalah sosial untuk menemukan ‘apa yang orang pikir tentang diri mereka, tentang apa yang mereka lakukan dan untuk tujuan apa’. Agar dapat familiar dengan suatu organisasi, Ethnographer harus masuk dalam organisasi tersebut untuk jangka waktu yang lama. Ethnographer selalu mengisi buku catatannya dengan catatan tentang observasi intensif yaang dilakukannya. Oleh karena itu Geertz menyebut Ethnography sebagai ‘Deskripsi Mendalam’. Deskripsi ini menggambarkan jalinan lapisan arti umum / lazim tentang apa yang dikatakan dan dilakukan orang, yang juga menggambarkan lapisan jaringan arti umum yang mendasari apa yang dilakukan dan dikatakan orang. Deskripsi mendalam dimulai dengan adanya kebingungan. Dan satu – satunya cara untuk menguranginya adalah dengan mengamati apakah seseorang merasa asing di tempatnya yang baru. Hal ini mungkin sulit bagi seorang manager yang terjebak dalam budaya perusahaan tertentu. Lebih buruk lagi bila manager tersebut berasumsi bahwa humor atau rumor di kantor memberi dampak yang sama baik terhadap orang – orang dalam lingkungan budaya ini maupun dengan lingkungan kerja yang terdahulu. Geertz berpendapat dampaknya berbeda. Metafora ; anggaplah bahasa sebagai sesuatu yang serius Ketika digunakan oleh anggota suatu organisasi ( dan tidak hanya oleh pihak manajemen ), bagi ethnographer metafora merupakan suatu awal untuk dapat mengakses arti budaya perusahaan yang terbagi. Masing – masing dari kita harus berkonsultasi dengan lembaga yang tepat, yang akan berbagi tanggung jawab dalam mengambil setiap tindakan yang berpotensi untuk menimbulkan efek negatif terhadap reputasi, kesuksesan atau kelangsungan perusahaan. Analoginya adalah, perusahaan adalah bagaikan kapal laut yang kita tumpangi. Sebuah lubang di atas garis batas air bukanlah masalah serius, tapi lubang di bawah garis batas air, dapat menenggelamkan kita. Interpretasi simbolis sebuah cerita Cerita yang selalu diulang – ulang akan membuka jendela untuk melihat jaring budaya perusahaan. Pacanowsky memfokuskan pada narasi kualitas yang menggarisbawahi peran pekerja dalam perjalanan perusahaan. Walaupun pekerja dapat berimprovisasi, namun harus tetap di dalam jalur peran yang telah ditetapkan untuk mereka. Cerita tersebut merekam hasil kerja mereka namun tidak memperhatikan perasaan yang dirasakan pekerja. Ritual ; sejak dulu memang begini caranya, dan akan terus begini Gertz menulis tentang ritual adu ayam di Bali karena ritual menggambarkan lebih dari sekedar sebuah permainan. ‘Memang tampaknya yang bertarung adalah ayam, namun sebenarnya yang bertarung adalah manusia’. Adu ayam adalah dramatisasi status. Pacanowsky setuju dengan Geertz, bahwa beberapa ritual ( seperti adu ayam di Bali ) adalah ‘teks’ yang mewakili multi aspek dalam kehidupan berbudaya. Ritual – ritual ini bersifat sakral dan usaha untuk merubahnya sudah pasti akan menemui hambatan yang luar biasa. Dapatkah manager menjadi pelopor perubahan budaya Popularitas metafora budaya tidak dapat disangkal dipicu oleh keinginan para pemimpin bisnis untuk membentuk interpretasi di dalam organisasi. Simbol adalah alat manajemen. Para eksekutif tidak mengoperasikan ‘forklift’ atau memproduksi barang ; mereka menciptakan visi, tujuan, informasi proses, mengirim memo dan hal – hal lain yang bersifat simbolis. Jika mereka percaya bahwa budaya adalah kunci bagi komitmen pekerja, produktivitas dan penjualan, kemungkinan perubahan budaya akan menjadi gagasan yang sangat menggoda. Menciptakan metafora yang menguntungkan, menanamkan kisah organisasi, mendirikan suatu ritual, sepertinya akan menjadi cara yang ideal untuk menciptakan mitos perusahaan yang akan memenuhi keinginan pihak manajemen. Kritik ; apakah pendekatan budaya berguna? Kini anda mengerti mengapa Geertz menganggap keinginan untuk mengubah budaya adalah tidak tepat dan hampir tidak mungkin. Ini membuat Geertz dikecam oleh para konsultan perusahaan yang tidak hanya ingin untuk mengerti komunikasi organisasi tapi juga ingin mempengaruhinya. Ketika para penasihat bisnis tdak menganggap budaya sebagai metafora yang dapat sangat membantu, mereka menunjukkan bahwa hampir seluruh pekerja bergabung dengan perusahaan lama setelah mereka mengenal nilai dari masyarakat yang lebih besar. Mereka juga mengklaim bahwa budaya perusahaan yang baik sangatlah langka. Kebanyakan organisasi memiliki kesamaan dalam hal aturan dan prosedur birokrathis yang menggantikan ‘interpretasi terbagi yang lekat dengan budaya’ milik Geertz dan Pacanowsky. Konsultan yang pragmatis juga merasa tidak memiliki waktu dan dana untuk melakukan ‘deskripsi mendalam’ dari pandangan budaya milik Geertz. Para pengkritik menentang pendekatan budaya karena Geertz dan Pacanowsky menolak untuk mengevaluasi kebiasaan yang mereka gambarkan. Tujuan analisa simbolis adalah untuk menciptakan pengertian yang lebih baik antar jaringan makna yang terbagi dalam organisasi sehingga orang dapat mengerti apa yang harus dilakukan agar dapat berfungsi efektif di dalam suatu organisasi dan bukan untuk mengubah organisasi itu sendiri. Di kebanyakan organisasi, anggota organisasi itu diberi kebebasan untuk memutuskan apakah dia bersedia untuk melebur ke dalam organisasi itu atau tidak. Analisa simbolis yang sensitif dapat membantu mereka membuat keputusan itu. Mungkin para manajer gagal untuk menghargai nilai dari ‘deskripsi mendalam’ karena mereka tidak berusaha untuk menggali keeratan jaringan di dalam organisasi mereka.