SEPSIS PADA LANSIA dr. Dwi Ngestiningsih, MKes, SpPD-Kger, FINASIM Definisi Menurut Sepsis-3. Surviving Campaign Sepsis 2016. Sepsis : disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh respons pejamu/host terhadap infeksi yang tidak teratur. Syok Septic: Subset sepsis dengan gangguan sirkulasi dan metabolik / seluler terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Tampilan klinik infeksi: sangat bervariasi dan tidak khas (atipikal). Perubahan fisik, psikis, kesadaran, status fungsional, dan kebiasaan sehari-hari secara akut…. harus dipikirkan infeksi salah 1 sebabnya. Respon inflamasi, gejala dan tanda sepsis yang tumpul / tak ada, selanjutnya mungkin sangat berat sangat, cepat terjadi syok septik. Respon demam hampir tidak ada (47%) pada pasien septik tua. Namun terdapat tanda-tanda nonspesifik sepsis seperti berubahnya status mental, delirium, kelemahan, anoreksia, malaise, jatuh dan inkontinensia urin yang umum pada lanjut usia. sumber yang paling umum dari sepsis adalah: infeksi saluran pernapasan diikuti oleh infeksi genitourinari. Konsep Kunci dari Sepsis Sepsis adalah penyebab utama kematian akibat infeksi. Sepsis adalah sindrom yang dibentuk oleh faktor patogen dan faktor pejamu dengan karakteristik yang berkembang seiring waktu. Beda sepsis dari infeksi adalah kelainan atau disregulasi respon pejamu/ host dan adanya disfungsi organ. Disfungsi organ mungkin menyelinap / tidak jelas. disfungsi organ yang tidak jelas mungkin infeksi yang mendasarinya. Fenotipe klinis dan biologis dapat dimodifikasi oleh penyakit akut yang sudah ada sebelumnya, komorbiditas jangka panjang, obat-obatan, dan intervensi. Infeksi spesifik dapat menyebabkan disfungsi organ lokal tanpa menghasilkan respons sistemik pejamu yang tidak teratur. Diagnosis Kriteria Diagnosis Sepsis menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012 Ditemukan atau dicurigai Infeksi dan beberapa hal sebagai berikut: Variabel umum Demam ( > 38,3 ° C) Hipotermia (suhu < 36 ° C) Denyut jantung > 90/min atau lebih dari dua SD diatas nilai normal Takipnea Perubahan status mental Edema yang signifikan atau keseimbangan cairan positif (> 20 ml/kg selama 24 j). Hiperglikemia (glukosa plasma > 140 mg/dL atau 7,7 mmol/L) tanpa diabetes. Variabel inflamasi Leukositosis ( > 12.000 uL-1) Leukopenia (< 4000 uL-1) Hitung Lekosit normal dengan lebih dari 10% bentuk dewasa C-reactive protein plasma lebih dari dua SD diatas nilai normal Plasma prokalsitonin lebih dari dua SD diatas nilai normal Variabel hemodinamik Hipotensi arteri (SBP < 90 mmHg, MAP < 70 mmHg, atau penurunan SBP > 40 mm Hg Variabel disfungsi organ Hipoksemia arteri (PaO2/FiO2 < 300) Oliguria Akut (urin <0,5 mL / kg / jam selama minimal 2 jam meskipun resusitasi cairan yang adekuat) Kreatinin meningkat > 0,5 mg / dL atau 44,2 umol / L Kelainan koagulasi (INR > 1.5 atau aPTT > 60 s) Ileus (tidak ada bunyi usus) Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000 uL-1) Hiperbilirubinemia ( plasma bilirubin total > 4 mg / dL) Variabel perfusi jaringan Hiperlaktatemia (> 1 mmol / L) Penurunan pengisian kapiler atau bintik/mottling. Sepsis Berat. Sepsis Berat: hipoperfusi atau disfungsi organ yang diinduksi sepsis. Hipotensi yang diinduksi sepsis. Kadar laktat serum di atas normal. Urin output < 0.5 mL/kg/hr untuk lebih dari 2 jam resusitasi cairan yang adekuat. Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 < 250 tanpa pneumonia. Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 < 200 dengan pneumonia. Kreatinin > 2.0 mg/dL (176.8 μmol/L) Bilirubin > 2 mg/dL (34.2 μmol/L) Jumlah trombosit < 100,000 μL Koagulopati (international normalized ratio/INR > 1.5) Kadar prokalsitonin (PCT) berfungsi sebagai biomarker respons inflamasi, merupakan indikator risiko sepsis: semakin tinggi kadar PCT, yang lebih besar kemungkinan infeksi sistemik dan sepsis. Laktat adalah penanda hipoperfusi jaringan. Meningkatnya kadar laktat dalam serum menyiratkan perkembangan ke disfungsi organ dan terkait dengan peningkatan angka kematian dari 35% hingga 70%. Diagnosis Sepsis menurut Konsensus Internasional Ketiga untuk Sepsis (Sepsis-3) Skor Quick-SOFA (qSOFA) Pengkajian skor qSOFA Tekanan darah yang rendah (SBP ≤ 100 mmHg) 1 Laju pernafasan yang tinggi (RR≥ 22 kali/min) 1 Perubahan mentasi/status mental (GCS <=13) 1 Skor berkisar dari 0 - 3 poin. Ditemukannya 2 atau lebih poin qSOFA dekat onset infeksi dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih besar PENGELOLAAN SEPSIS BERAT DAN SYOK SEPTIK PADA LANSIA Early goal-directed therapy (EGDT), ditandai dengan antibiotik awal dan resusitasi cairan agresif berdasarkan hemodinamik dan pemantauan laboratorium SURVIVING SEPSIS CAMPAIGN BUNDLES 2018 diambil dari Levy et al. Pengelolan 1 jam pertama* sebagai berikut : Ukur kadar laktat. Ukur ulang jika kadar laktat permulaan > 2 mmol/L Kultur darah, terutama untuk pemberian antibiotika Berikan antibiotik spektrum luas Mulai pemberian cepat kristaloid 30 ml/kg untuk hipotensi atau kadar laktat ≥ 4 mmol/L Berikan vasopressor jika pasien hipotensi selama atau setelah pemberian resusitasi cairan untuk menjaga MAP ≥ 65 mmHg *Time Zero * atau “waktu presentasi” didefinisikan sebagai waktu triase di UGD atau jika terjadi di tempat perawatan lain, dari awal mulai ditemukan semua elemen sepsis Kontrol Sumber Infeksi dan Antibiotika Panduan 2016 merekomendasikan pemberian antimikroba empiris spektrum luas yang mencakup semua kemungkinan patogen, termasuk bakteri dan berpotensi virus / jamur (tergantung pada faktor risiko pasien). Regimen antibiotik empiris awal untuk pasien syok septik harus mencakup setidaknya dua antibiotik dari kelas yang berbeda (terapi kombinasi). Namun, pasien dengan bakteremia, sepsis neutropenik atau sepsis tanpa syok tidak memerlukan terapi kombinasi antibiotik. Ini adalah perbedaan penting dari rekomendasi 2012 bahwa sepsis neutropenik diperlakukan dengan kombinasi antimikroba empiris. Kortikosteroid Rekomendasi SSC 2016: Kortikosteroid harus diberikan secara empiris (hidrokortison 200 mg intravena setiap hari dalam dosis bolus terbagi) pada pasien syok septik hanya jika terapi vasopressor dan resusitasi cairan gagal untuk mencapai stabilitas hemodinamik. Pemberian produk darah Pedoman 2016 : transfusi sel darah merah hanya jika hemoglobin <7 g / dL kecuali dalam situasi hipoksemia berat persisten, iskemia miokard, perdarahan akut atau penyakit jantung iskemik aktif. Erythropoietin tidak dianjurkan untuk mengobati anemia terkait sepsis. Fresh-frozen plasma (FFP) harus diberikan hanya pada pasien dengan kelainan koagulasi dan perdarahan aktif atau prosedur yang direncanakan; FFP tidak diindikasikan semata-mata untuk gangguan koagulasi yang teridentifikasi pada pengujian laboratorium. Trombosit harus ditransfusikan ketika kadarnya menurun menjadi ≤10 000 / mm3 tanpa adanya perdarahan atau di bawah ≤20 000 / mm3 jika ada risiko tinggi perdarahan. Untuk pasien dengan perdarahan aktif atau operasi yang direncanakan / prosedur invasif, transfusi dianjurkan bila kadar trombosit 50 000 / mm3. Kegagalan pernapasan dan ventilasi mekanik Pasien dengan sepsis berat dan syok septik sering membutuhkan ventilasi mekanis. Kebutuhan untuk ventilasi mekanik pada lansia secara independen terkait dengan peningkatan mortalitas. Dengan tidak adanya hipoperfusi jaringan, SSC terus merekomendasikan strategi infus cairan konservatif pada pasien dengan ARDS yang disebabkan oleh sepsis. Juga direkomendasikan uji pernafasan spontan dan penggunaan protokol penyapihan pada pasien dengan ventilasi mekanis yang dapat mentolerir penyapihan, tetapi pedoman tahun 2016 tidak menawarkan kriteria khusus untuk digunakan ketika menentukan pasien mana yang harus dipertimbangkan untuk ekstubasi. Pedoman 2016 masih merekomendasikan menggunakan agen penghambat neuromuskular selama ≤48 jam dengan rasio ARDS dan PaO2 / FIO2 ≤150 mmHg pada pasien yang diinduksi sepsis. Kontrol glikemik Pedoman hidup sepsis (The surviving sepsis guidelines) merekomendasikan pemeliharaan kadar glukosa darah <150 mg / dL dengan infus intravena insulin dan glukosa kontinyu pada pasien dengan sepsis berat setelah stabilisasi di ICU. Risiko hipoglikemia sangat umum pada pasien sepsis tua, dan karena itu, target 150 mg / dL tampaknya aman pada pasien tersebut. Rekomendasi 2016 untuk sedasi, kontrol glukosa, terapi penggantian ginjal (RRT) dan terapi bikarbonat pada dasarnya tetap tidak berubah dari 2012. Tromboembolisme vena dan profilaksis ulkus stress Semua pasien harus menerima profilaksis DVT, lebih disukai dengan heparin berat molekul rendah dibandingkan dengan heparin tidak terfraksionasi tanpa adanya kontraindikasi. Profilaksis mekanis harus digunakan sebagai tambahan untuk profilaksis farmakologi dan pada pasien yang profilaksis farmakologi merupakan kontraindikasi. Profilaksis ulkus stres dengan penghambat H2 atau inhibitor pompa proton (PPI) harus digunakan hanya pada pasien dengan sepsis atau syok septik dan faktor risiko untuk perdarahan gastrointestinal. Tidak ada lagi preferensi dalam pedoman untuk PPI lebih baik daripada H2 blocker. Nutrisi…….menurut pedoman 2016 Nutrisi enteral dini harus diberikan pada pasien dengan sepsis atau syok septik yang dapat mentoleransi pemberian makanan enteral. Menghindari pemantauan rutin residu lambung, bukan hanya mengukurnya pada pasien yang menunjukkan intoleransi makan atau yang dianggap berisiko tinggi aspirasi. Saran untuk menggunakan agen prokinetik dan menempatkan tabung makan dalam posisi postpyloric pada pasien dengan intoleransi makan. Akhir masalah kehidupan Selain perawatan agresif pasien dengan sepsis berat dan syok septik, dokter juga harus dipersiapkan dan dilengkapi untuk memberikan kualitas perawatan akhir-hidup pada pasien lanjut usia yang memiliki prognosis yang suram. Kemungkinan keputusan tentang penghentian atau penarikan perawatan untuk mempertahankan hidup meningkat seiring dengan usia pasien. Keputusan tsb bersifat individual dan berpusat di sekitar keinginan pasien dan keluarga. Komite etik rumah sakit atau tim yang setara dapat memberikan bantuan dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan mempertahankan hidup yang dirasa tidak bermanfaat atau sia-sia. Tujuan perawatan SSC terus merekomendasikan terlibat dalam tujuan awal diskusi perawatan dengan pasien dan anggota keluarga, menggunakan strategi perawatan paliatif bila diperlukan. Diskusi ini harus dimulai dalam waktu 72 jam setelah masuk ICU. PROGNOSIS DAN KELUARAN SEPSIS BERAT PADA PASIEN LANSIA Angka kematian yang tinggi pada pasien lanjut usia dengan sepsis berat dan syok septik yaitu sekitar 50% - 60%. Pasien lansia dengan sepsis meninggal lebih awal selama rawat inap dan lansia mungkin lebih memerlukan keperawatan yang lebih terampil atau perawatan rehabilitasi setelah rawat inap dibandingkan dengan orang dewasa muda. Berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai prediktor independen dari hasil pada pasien sakit kritis meliputi: (1) status genetik atau kekebalan Pra-infeksi, (2) Infeksi nosokomial, (3) Ko-morbiditas, (4) Keparahan penyakit, (5) Usia ≥ 75 tahun, (6) Tingkat Gangguan Kesadaran. Faktor prognosis buruk : adanya syok, kadar laktat serum yang tinggi dan adanya kegagalan organ, terutama pernapasan dan gagal jantung. Orang tua lebih cenderung memiliki hasil status fungsional yang buruk tidak hanya dalam hal kegagalan untuk mendapatkan kembali aktivitas hidup sehari-hari, tetapi juga dalam pengembangan keterbatasan fungsional tambahan selama tinggal di ICU. Prognosis jangka panjang para lansia ini terutama lebih tergantung pada status fungsional dari pada keparahan penyakit saat masuk Rumah Sakit. Beberapa dekade terakhir penelitian sepsis telah membantu dokter lebih memahami pentingnya mengidentifikasi sepsis secara dini dan mengobati secara agresif. Pembaruan terbaru, terutama rekomendasi mengenai skor SOFA dan qSOFA, mengoperasionalkan definisi sepsis menjadi model yang berguna secara klinis yang dapat digunakan oleh dokter untuk mengidentifikasi pasien yang paling berisiko mengalami deteriorasi. Kurangnya kemajuan dalam pengurangan mortalitas dalam pengobatan sepsis meskipun investasi sumber daya penelitian yang luar biasa menggarisbawahi variabilitas pada pasien dengan sepsis. Tidak ada solusi tunggal yang mungkin bermanfaat secara universal dan sepsis terus menjadi entitas yang harus menerima prioritas tinggi untuk pengembangan pendekatan kesehatan untuk presisi pengobatan. SOFA (sequential organ failure assessment) score Respiratory system PaO2/FiO2 (mmHg) SOFA score ≥ 400 0 < 400 +1 < 300 +2 < 200 and mechanically ventilated +3 < 100 and mechanically ventilated +4 Nervous system Glasgow coma scale SOFA score 15 0 13–14 +1 10–12 +2 6–9 +3 <6 +4 Cardiovascular system Mean arterial pressure OR administration of vasopressors required SOFA score MAP ≥ 70 mm/Hg 0 MAP < 70 mm/Hg +1 dopamine ≤ 5 µg/kg/min or dobutamine (any dose) +2 dopamine > 5 µg/kg/min OR epinephrine ≤ 0.1 µg/kg/min OR norepinephrine ≤ 0.1 µg/kg/min +3 dopamine > 15 µg/kg/min OR epinephrine > 0.1 µg/kg/min OR norepinephrine > 0.1 µg/kg/min +4 Liver Bilirubin (mg/dl) [μmol/L] SOFA score < 1.2 [< 20] 0 1.2–1.9 [20-32] +1 2.0–5.9 [33-101] +2 6.0–11.9 [102-204] +3 > 12.0 [> 204] +4 Coagulation Platelets×103/µl SOFA score ≥ 150 0 < 150 +1 < 100 +2 < 50 +3 < 20 +4 Kidneys Creatinine (mg/dl) [μmol/L] (or urine output) SOFA score < 1.2 [< 110] 0 1.2–1.9 [110-170] +1 2.0–3.4 [171-299] +2 3.5–4.9 [300-440] (or < 500 ml/d) +3 > 5.0 [> 440] (or < 200 ml/d) +4 Prediksi Hasil Baik rerata dan skor SOFA tertinggi menjadi prediktor luaran. Peningkatan skor SOFA selama 24 - 48 jam pertama di ICU memprediksi tingkat kematian minimal 50% hingga 95%. Skor kurang dari 9 memberikan angka kematian prediktif sebesar 33% sedangkan di atas 11 dapat mendekati atau di atas 95% . Skor SOFA ≥2 mencerminkan risiko mortalitas keseluruhan sekitar 10% pada populasi rumah sakit umum dengan dugaan infeksi.