A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan paling umum, dengan jumlah populasi sekitar 2 milyar di dunia (Mengistu, G. et al., 2018). Populasi penderita anemia ini melibatkan semua kelompok umur dan jenis kelamin, namun pada kelompok remaja putri lebih rentan terhadapnya (Kumari et al., 2017). Di Indonesia prevalensi anemia pada remaja putri mengalami peningkatan. Tahun 2013 persentase anemia pada remaja putri sebesar 37,1% dan pada tahun 2018 menjadi sebesar 48,9% (Riskesdas, 2018). Kejadian anemia pada remaja putri juga bisa disebabkan dari remaja putri tersebut menderita suatu penyakit kronik. Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup. Penyebab anemia pada penyakit kronik belum diketahui dengan pasti. Secara garis besar, penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya anemia ini karena disebabkan oleh neoplasma ganas, infeksi kronis dan inflasmai kronik. Anemia pada penyakit kronik memiliki ciri khas yaitu adanya gangguan hemostasis besi yaitu meningkatnya uptake dan retensi besi dalam sel – sel retikuloendotelial. Hal ini kemudian menimbulkan perpindahan besi dari sirkulasi kedalam tempat penyimpanan besi tubuh didalam sistem retikuloendotelial sehingga penyediaan besi untuk sel progenitor eritroid di sumsum tulang dalam proses eritropoisis akan berkurang dan terjadi eritropoisis dengan restriksi besi. Anemia pada penyakit kronik adalah immune driven, dimana sitokin dan sel- sel retikuloendotelial menginduksi perubahan homeostasis besi, proliferasi sel progenitor eritroid, produksi eritropoietin oleh ginjal, berkurangnya umur eritrosit, yang semuanya berkontribusi pada patogenesis terjadinya anemia pada penyakit kronik. Anemia pada penyakit kronik ini karena dipengaruhi berbagai penyakit dasar maka menjadi sulit untuk menentukan salah satu mekanisme yang paling bertanggung jawab dalam terjadinya anemia pada penyakit kronik. Patogenesis terjadinya anemia pada penyakit kronis ini perlu diperhatikan. Defisiensi berbagai nutrien seperti asupan Fe juga akan mempengaruhi kejadian anemia. Gangguan metabolisme pada penyakit kronik akan mempengaruhi asupan bahan-bahan yang dibutuhkan eritropoisis sehingga patogenesis anemia akan berlanjut walaupun klinis anemia belum terlihat Penyebab anemia defisiensi besi yang lainnya adalah asupan zat besi yang rendah, gangguan penyerapan besi dan atau kehilangan darah (Dignass et al., 2018). Vitamin C merupakan Vitamin yang mampu meningkatkan penyerapan besi. Vitamin C atau asam askorbat berperan untuk mereduksi besi feri (Fe3+) menjadi fero (Fe2+) sehingga mudah untuk diabsorbsi oleh usus halus (Pretience et al., 2017). Di Indonesia, menurut sepengetahuan penulis, penelitian mengenai polimorfisme gen feri reduktase, asupan Vitamin C dan asupan Fe dengan anemia defisiensi besi pada remaja putri di Boyolali, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tersebut B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang mendasari penelitian ini, sebagai berikut : 1. Apakah terdapat hubungan polimorfisme gen feri reduktase dengan anemia defisiensi besi pada remaja putri di Boyolali ? 2. Apakah terdapat hubungan asupan Vitamin C dengan anemia defisiensi besi pada remaja putri di Boyolali ? 3. Apakah terdapat hubungan asupan Fe dengan dengan anemia defisiensi besi pada remaja putri di Boyolali ?