4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100- 250 spikelet (tangkai bunga) yang panjangnya 10-20 cm dan diameter 1- 1,5 cm. Tiap spikelet (tangkai bunga) berisi 500- 1.500 bunga kecil yang akan menghasilkan jutaan tepung sari (Lubis, 2008). Bunga jantan mulai mekar satu minggu setelah seludang kedua (bagian dalam) terbuka. Individu bunga jantan tersusun secara spiral pada spikelet. Spikelet bunga jantan berbentuk seperti tongkol tersusun pada rakila (sumbu pembungaan). Mekarnya bunga jantan dimulai dari pangkal spikelet dan disertai aroma khas serta pelepasan serbuk sari (Hetharie et al., 2007). Tandan bunga betina berukuran panjang 24- 45 cm, mengandung ribuan bunga yang terletak pada pembungaan betina. Jumlah bunga betina setiap tandan bervariasi tergantung pada lokasi dan umur tanaman. Jumlah bunga betina di Sumatera sebanyak 6000 bunga betina/tandan bunga. Bunga sawit betina mekar (receptive) ditandai dengan robeknya seludang (pembungkus) bunga oleh desakan pertumbuhan ukuran bunga. Pecahan atau sabut dari seludang bunga masih membungkusnya. Terlihat di permukaan calon buah, kepala putik yang berbentuk bintang empat berwarna putih dan terasa lengket bila diraba (Susanto et al., 2007; Kahono et al., 2012). Penyerbukan Kelapa Sawit Penyerbukan pada tanaman adalah satu hal penting dalam produktivitas pertanian (Cock et al., 2011). Penyerbukan adalah proses perpindahan serbuk sari 4 Universitas Sumatera Utara 5 dari bunga jantan ke bunga betina (Gemmil-Herren et al., 2007). Tanaman tidak dapat bergerak melakukan perkawinan maka tumbuhan memerlukan sarana bantuan untuk membantu proses pemindahan tepung sari dari bunga jantan ke stigma (organ kelamin betina) (Widiono, 2015). Kelapa sawit adalah tanaman monoecius, bunga jantan dan betina dihasilkan secara terpisah pada tanaman yang sama. Bunga betina biasanya reseptif sebelum bunga jantan antesis sehingga terjadi penyerbukan silang (Appiah et al., 2013). Diperlukan perantara (bantuan) untuk memindahkan serbuk sari dari bunga jantan ke bunga betina yang sedang reseptif (mekar) (Balai Penelitian Tanaman Palma, 2010). Proses ini biasanya terjadi dengan bantuan angin, serangga dan manusia yang disebut dengan assisted pollination. (Lubis, 2008). Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Banyak ditemukan serangga di lahan pertanian yang bermanfaat dan berpengaruh baik dalam berbagai aspek seperti musuh alami, penyerbuk, pemakan gulma dan lain sebagainya (Gentanjaly et al., 2015). Serangga penyerbuk berperan penting dalam hampir semua ekosistem darat dan merupakan suatu kunci layanan jasa ekosistem yang sangat penting untuk menjaga produktivitas tanaman pertanian (Sthepane dan Peduzzi, 2007). Serangga merupakan penyerbuk yang paling efektif pada tanaman kelapa sawit (Young et al., 2007; Susanto et al., 2007). Serangga yang sering mengunjungi bunga kelapa sawit umumnya dari famili Curculionidae (Barfod et al., 2011). Serangga yang sering berperan sebagai penyerbuk bunga kelapa sawit di dunia adalah Elaeidobius kamerunicus, E. subvittatus, E. plagiatus, E. singularis, 5 Universitas Sumatera Utara 6 E. bilineatus, Prosoestus sculpitilis, P. minor, Thrisps haweiensis, Pyroderces sp., Apis cerana, A. florea, A. koschevnikovi, Trigona laeviceps, T. melina, T. itama dan beberapa dari ordo Coleoptera, Diptera, Hymenoptera serta Heteroptera (Harumi, 2011; Kahono et al., 2012). Potensi E. kamerunicus sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit Kumbang E. kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) adalah penyerbuk pada tanaman kelapa sawit, yang telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1983 setelah diamati kurang efektifnya penyerbuk alami dan serangga penyerbuk asli Indonesia (Thrips hawaiensis) (Anggriani, 2010; Appiah dan Agyei-Dwarko, 2013). Sebelum introduksi E. kamerunicus, proses penyerbukan bunga kelapa sawit dilakukan dengan bantuan manusia (assisted pollination). Kegiatan assisted pollination ini memerlukan biaya yang sangat mahal, terlebih jika dilakukan pada tanaman kelapa sawit di atas umur 5 tahun (Prasetyo dan Agus, 2012). Interaksi antara penyerbuk dengan tanaman inang penting utuk produksi buah (Adaigbe et al., 2011). Bunga kelapa sawit yang sedang mekar, baik bunga jantan maupun bunga betina sama - sama mengeluarkan aroma yang menyengat yang disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga kelapa sawit. Tetapi aroma pada bunga jantan lebih kuat dibandingkan bunga betina. Kunjungan serangga E. kamerunicus pada bunga jantan selain sebagai sumber makanan juga digunakan sebagai tempat berkembang biak. Serangga ini mengunjungi bunga betina karena aroma yang diakibatkan senyawa volatil yang dikeluarkan ketika sedang reseptif sehingga secara tidak sengaja akan mengantarkan polen ke putik bunga betina (Prasetyo dan Agus, 2012; Kahono et al., 2012). 6 Universitas Sumatera Utara 7 Sejarah Introduksi E. kamerunicus ke Indonesia Proses introduksi E. kamerunicus bermula dari penemuan R. A. Syed (Malaysia) yang juga telah berhasil mengintroduksi spesies yang sama di Malaysia pada bulan juli 1980 (Prasetyo dan Agus, 2012). Pada awal tahun 1982 atas prakarsa PT. PP. London Sumatera Indonesia dan kerja sama dengan PPKS Marihat, E. kamerunicus dimasukkan melalui bandara udara Polonia Medan dan dibawa ke PPKS dalam rangka pengkarantinaan, pengawasan dan penelitian terhadap dampak negatif dan positifnya dan perkembang biakan serta penyebaran ke perkebunan - perkebunan kelapa sawit (Susanto et al., 2007). Awalnya introduksi E. kamerunicus dikhawatirkan berdampak negatif yakni bertindak sebagai hama atau vektor penyakit, tetapi kekhawatiran itu tidak terjadi. Sebaliknya, introduksi E. kamerunicus berdampak positif , yaitu sebagai serangga penyerbuk yang paling efektif, berkembang biak dengan baik secara alami, daya sebarnya cukup luas sehingga dapat melayani areal perkebunan kelapa sawit yang cukup luas dan E. kamerunicus dapat mencapai bunga betina yang terletak pada tandan bagian dalam sehingga penyerbukan lebih sempurna (Prasetyo dan Agus, 2012). Kumbang E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk yang bersifat spesifik dan beradaptasi sangat baik pada kelapa sawit (Windhi, 2010). E. kamerunicus disebar secara resmi di Indonesia pada tanggal 26 Maret 1983 oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 172/KPT/Um/1983 tertanggal 10 Maret 1983 (Susanto et al., 2007) Proses introduksi kumbang E. kamerunicus ke Indonesia memberikan dampak positif terhadap penyerbukan. Kumbang ini menggantikan assisted 7 Universitas Sumatera Utara 8 polination yang menjadi penyerbukan utama waktu itu. Bahkan telah menghemat biaya dan tenaga penyerbukan karena proses penyerbukan berjalan secara alami di lapangan dengan kumbang E. kamerunicus. Serangga ini juga dapat meningkatkan fruit set dan mampu menjangkau tandan bagian dalam karena ukurannya yang kecil sehingga penyerbukan bunga pada tandan bagian dalam dapat terjadi (Susanto et al., 2007). Biologi E. kamerunicus Serangga penyerbuk E. kamerunicus mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu: stadia telur, larva, pupa dan imago (Meliala, 2008). Seekor kumbang E. kamerunicus betina dapat menghasilkan telur rata – rata 57,64 butir yang diletakkan pada bunga jantan kelapa sawit (Tuo et al., 2011). Telur berbentuk lonjong berwarna kuning bening, semakin lama makin kuning dan kulitnya licin.Ukuran panjang telur 0,65 mm dan lebar 0,4 mm. Lama inkubasi telur 2 – 3 hari (Herlinda et al., 2006; Syed, 1982). Sedangkan menurut Liau (1984) masa inkubasi telur yaitu 1 - 2 hari. Stadium larva berkembang melalui 3 instar. Larva instar pertama berada di sekitar tempat penetasan telur sampai berganti kutikula dan memakan cairan yang terdapat pada bagian dalam telur yang menetas. Setelah 1 – 2 hari, larva instar 2 yang kemudian pindah ke pangkal bunga jantan yang sama. Jaringan pangkal bunga yang lunak menjadi makanan larva ini. Setelah 1 – 2 hari larva menjadi larva instar 3 dan terus memakan pangkal tangkai sari sampai habis dan membuat lubang dari bulir bunga satu ke bulir bunga yang lain untuk mencari makan. Larva instar 3 dapat memakan 5 hingga 6 bulir bunga jantan. Larva berwarna putih kekuning kuningan, lama kelamaan menjadi kuning terang. Ukuran panjang tubuh 8 Universitas Sumatera Utara 9 larva berturut – turut mulai larva instar pertama sampai larva instar ketiga yaitu 0,65, 2,45 dan 4,50 mm. Ukuran kepala berturut – turut yaitu 0,29 , 0,46 dan 0,72 mm serta lebar tubuh 0,31 mm, 0,44 mm dan 0,56 mm. Masa inkubasi stadium larva adalah 7 – 13 hari (Meliala, 2008; Syed, 1982; Herlinda et al., 2006). Sebelum pupa terbentuk, larva instar 3 terlebih dahulu menggigit bagian ujung bulir bunga jantan sehingga terbentuk lubang yang akan menjadi jalan keluar kumbang yang akan terbentuk. Warna pupa kuning terang dengan bagian yang menjadi bakal sayap, kaki dan mulut sudah tampak dan berwarna putih. Masa inkubasi pupa 2 – 6 hari (Merliala, 2008; Syed 1982; liau; 1984). Imago E. kamerunicus memakan tangkai sari bunga jantan yang anthesis (mekar). Imago memiliki 3 pasang tungkai, antena terdapat pada moncong terdapat dua pasang sayap dan sayap depan lebih keras yang disebut eliptera dari pada sayap belakang. Pada kumbang jantan terdapat sepasang tonjolan pada pangkal eliptera. Biasanya ukuran tubuh kumbang jantan lebih besar dari pada betina dan moncong jantan lebih pendek dari pada betina. Umur kumbang jantan 46 hari lebih pendek dari pada umur betina mencapai 65 hari (Meliala, 2008; Syed 1982). Sebaliknya penelitian Herlinda et al. (2006) menunjukkan bahwa umur kumbang jantan lebih lama dari pada kumbang betina. 9 Universitas Sumatera Utara