Uploaded by User12751

ANALISIS SEXY KILLER

advertisement
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
TUGAS
:
DIAZ ADITYA PRATAMA WARDHANA
1871501928
YE
ANALISIS FILM “SEXY KILLER"
Film dokumenter sexy killer merupakan salah satu film yang cukup fenomenal
belakangan ini. Bertolak belakang dengan judul dari film ini dengan
substansinya, film ini bukan menceritakan mengenai sepasang kekasih yang
saling membunuh ataupun berbagai pemikiran lainnya. Malahan substansi dari
film ini menarasikan bagaimana aktivitas kita yang secara tidak langsung dapat
mempengaruhi dan saling berkaitan dengan fenomena di sekitar kita, salah
satunya mengenai lingkungan. Setiap aktivitas yang kita lakukan tidak terlepas
dari yang namanya teknologi. Hal tersebut terjadi dikarenakan cukup tingginya
angka perkembangan teknologi sehingga teknologi menjadi salah satu dari
sekian banyak kebutuhan yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan kita
secara tidak langsung.
Aktivitas kita yang tidak terlepas dari asupan teknologi juga tidak terlepas dari
hal yang menopang teknologi itu bergerak yaitu listrik. Produksi energi untuk
menghasilkan listrik kemudian menjadi sesuatu yang perlu dilakukan untuk
menunjang kehidupan bermasyarakat, belum lagi konsumsi masyarakat
terhadap penggunaan listrik membuat produksi energi listrik digenjot oleh
pemerintah. Akan tetapi, perkembangan sumber produksi energi tersebut
malah mempunyai dampak yang sangat besar terhadap lingkungan bahkan
bagi masyarakat Indonesia itu sendiri.
Film ini mengangkat isu yang cukup sederhana dan dekat dengan masyarakat,
namun cukup sensitif dan jarang diangkat oleh para filmmaker Indonesia. Mengapa cukup sensitif? Hal tersebut dikarenakan para
kaum elit ataupun pemerintah juga secara tidak langsung terlibat dalam isu
tersebut. Isu di mana ketergantungan masyarakat yang cukup tinggi terhadap
listrik yang semakin meningkat berdampak terhadap lingkungan dan
masyarakat Indonesia itu sendiri. Berawal dari scene yang menampilkan
sepasang kekasih yang menggunakan berbagai teknologi untuk kebutuhannya
di dalam suatu ruangan. Pertanyaannya adalah “bagaimana listrik bisa masuk
ke ruangan ini?”. Sebuah pertanyaan singkat yang kemudian membuka
substansi dari film dokumenter ini mengenai sisi gelap dari industri
pertambangan batu bara di Indonesia.
Ada apa dengan industri pertambangan batu bara?
Batu bara merupakan salah satu sumber energi terbesar di Indonesia. Ia pun
cukup tersebar di berbagai wilayah di Indonesia mulai dari Sumatera, Sulawesi,
Jawa, Kalimantan dan berbagai wilayah lainnya di Indonesia, sebagai salah satu
produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia. Batu bara di Indonesia
terbagi menjadi dua, produksi untuk diekspor (kualitas menengah dan kualitas
rendah) dan sebagian lagi untuk dikirim ke PLTU di seluruh Indonesia untuk
menjadi bahan bakar. Tingginya konsumsi masyarakat terhadap listrik
kemudian membuka peluang bagi para investor asing maupun lokal untuk
menggarap keuntungan dari peluang tersebut. Alhasil lahirlah berbagai PLTU
yang ditempatkan di darat maupun laut untuk memenuhi pemintaan tersebut
yang dilindungi oleh pemerintah. Akan tetapi, musibah lain kemudian
bermunculan.
Dampak yang dihasilkan dari PLTU berimbas kepada lingkungan bahkan
masyarakat. Polusi yang dihasilkan dari industri tersebut menghasilkan polusi
udara, laut maupun darat yang cukup mengerikan. Hadirnya PLTU juga
berdampak bagi masyarakat setempat, baik dalam hal ekonomi maupun
kesehatan. Dampak yang terimbas pada lingkungan sekitar membuat para
petani maupun pelaut yang berada di daerah sekitar industri tersebut marah
dan berkurangnya pendapatan mereka dikarenakan limbah ataupun polusi
yang dihasilkan oleh industri tersebut. Bukan hanya itu, bahkan untuk daerah
Kalimantan sendiri terdapat beberapa lubang galian yang belum direklamasi. Di
laut juga menimbulkan pengrusakan terumbu karang dan menyebabkan biota
laut mati dikarenakan polusi yang dihasilkan. Dengan alasan itulah kemudian
lahir gelombang protes yang dilakukan masyarakat untuk menuntut hal
tersebut.
Pertanyaan selanjutnya “mengapa harus batu bara, padahal masih ada energi
lain yang bisa dijadikan sumber energi listrik?” Untuk menjawab hal tersebut,
dapat dilihat bahwa harga batu bara termasuk bahan bakar paling murah dari
berbagai sumber energi lainnya, seperti panel surya. Bukankah logika industri
mengatakan “kumpulkan keuntungan dan minimalisir pengeluaran”? Harga
yang murah tersebut dibayar secara nyata oleh penduduk sejak kehadiran
PLTU batu bara yang telah membawa dampak yang cukup buruk bagi
lingkungan, pendapatan bahkan kesehatan mereka yang menjadi jaminannya.
Mengapa tidak ditindak lanjuti lebih lanjut oleh pemerintah apabila
kehadirannya membawa dampak buruk yang cukup besar, apakah tidak
dilaporkan saja?
Mungkin jika kita diberi pertanyaan seperti di atas, jawaban yang ideal adalah
kita tinggal tunggu kebijakan dari pemerintah bagaimana menanggapinya.
Akan tetapi, hanya ironi yang dapat dilihat dari fenomena yang ada. Bahkan
pemerintah memihak kepada para investor ketimbang rakyatnya sendiri.
Bahkan hukum pun mendukung para investor sehingga masyarakat yang
berjuang untuk kesehatan, pekerjaan, bahkan lingkungan mereka dapat diberi
sanksi atau hukuman bagi pemerintah setempat. Selain itu, alasan pemerintah
mendukung kegiatan tersebut dikarenakan pemerintah atau dapat
dikatakan ”para elit”dari pemerintah ikut terlibat dalam permainan tersebut.
Banyaknya saham yang dimiliki oleh kalangan elit seperti capres yang disebutsebut sebagai pahlawan masyarakat pun terlibat dalam permainan itu.
Di manakah keadilan itu, apabila mereka yang seyogyanya menjadi pelindung
masyarakat, pelayan masyarakat menjelma menjadi penindas masyarakat yang
berpihak kepada investor yang hanya memperhatikan keuntungan belaka
ketimbang masyarakat yang menjadi amanah mereka? Sebuah ironi terstrukur
antara kebutuhan masyarakat akan listrik, perusahaan tambang batu bara, dan
pemerintah, menjadi sebuah lingkaran setan yang tiada hentinya.
Download