Angkutan batu bara 2011 terjamin

advertisement
Bisnis Indonesia, Rabu, 22 Desember 2010
Aktivitas tally
masih dibutuhkan
JAKARTA: Kegiatan pencatatan dan
penghitungan keluar masuk barang maupun
peti kemas atau tally masih diperlukan dan
diklaim tidak menambah beban biaya
logistik.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Tally Mandiri
Indonesia (APTMI) Syafrizal B.K. mengatakan biaya
tally yang selama ini diakumulasi pada biaya kegiatan
bongkar muat sudah tidak lagi dipungut oleh
perusahaan bongkar muat (PBM) di pelabuhan.
“Jadi sistem, prosedur, dan pembayaran jasa tally
independen yang diamanatkan dalam KM 15/2007
bersifat mandiri," ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Berdasarkan aturan tersebut, kata dia, kegiatan
tally mandiri di pelabuhan tidak akan menambah
biaya baru terhadap kegiatan
logistik.
Biaya jasa
tally
di Priok
Kargo umum
Rp2.80 per ton
Hewan
Rp2.425 per ekor
Kendaraan dan alat berat
Rp5.835—Rp77.815 per unit
Peti kemas isi
Rp9.150 per boks
Peti kemas kosong
Bebas biaya
Curah
Rp3 juta—Rp7,5 juta per kapal
Sumber: Diolah
BISNIS/K1/ADI PURDIYANTO
TRANSIT
Bea & Cukai Marunda beroperasi
JAKARTA: Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai membuka Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya
Pabean Marunda untuk mengakomodasi kepentingan pelaku usaha ekspor impor di
kawasan tersebut.
Dirjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata
mengharapkan KPPBC Marunda meningkatkan efisiensi pelayanan kepabeanan dan cukai guna mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
“Saat ini ada 19 perusahaan eksportir dan
importir yang masuk dalam pengawasan
KPPBC Marunda,” ujarnya saat meresmikan
KPPBC Marunda kemarin.
KPPBC Marunda dapat memberikan pelayanan sejumlah perizinan a.l. rekomendasi
pendirian kawasan berikat, rekomendasi pendirian tempat penimbunan sementara (TPS),
serta konsolidator barang ekspor dan rekomendasi perubahan luas kawasan berikat.
Adapun, di bidang pabean dan cukai,
KPPBC Marunda dapat melayani kedatangan kapal impor sementara, serta keluar masuk barang kawasan berikat maupun kegiatan ekspor minyak lepas pantai (offshore).
(BISNIS/K1)
TRANSPORTASI & LOGISTIK
i5
Angkutan
batu bara 2011
terjamin
RI tidak perlu tambahan armada tongkang
OLEH TULARJI
Bisnis Indonesia
JAKARTA: Pelaku usaha
pelayaran nasional menjamin
kebutuhan kapal tongkang
untuk angkutan batu bara selama 2011 dapat tercukupi
dengan armada nasional.
Investasi pelayaran ke sektor
kapal tongkang (US$)
Asal galangan
Indonesia
China
Malaysia
Jumlah
(unit)
Investasi
(US$ juta)
150
100
20
525
350
70
Sumber: INSA, diolah
Menyusul beroperasinya lima pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) proyek
percepatan 10.000 mega watt (MW), pengusaha pelayaran optimistis dapat mengangkut batu bara sesuai kapasitas yang
dibutuhkan.
Kelima PLTU yang dijadwalkan akan
beroperasi pada 2011 adalah PLTU Indramayu Jawa Barat (3x330 MW), PLTU
Suralaya 1 Jawa Barat (2x265 MW), PLTU
Paiton Jawa Timur (1x600 MW) dan PLTU
Lontar Banten (2x300 MW).
Teddy Yusaldi, Presiden Direktur PT
Transpower Marine, mengatakan Indonesia
tidak memerlukan tambahan tongkang dalam jumlah banyak pada tahun depan karena sebagian besar armada hasil pengadaan tahun ini banyak yang menganggur.
Menurut dia, kondisi kapal tongkang di
Indonesia saat ini sudah melebihi permintaan akibat tertundanya operasional
sejumlah PLTU selama 2010 dan tidak bersahabatnya kondisi cuaca pada sentra produksi dan pemuatan batu bara.
Akibatnya, katanya, saat ini pasokan kapal tongkang berbendera Merah Putih sudah berlebih dibandingkan dengan permintaan. Tahun depan, berapa pun yang
dibutuhkan, operator tongkang nasional
siap memasok, katanya kepada Bisnis, kemarin.
Berdasarkan data Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), alokasi
batu bara untuk kebutuhan di dalam negeri pada 2011 mencapai 55,82 juta ton
naik dibandingkan dengan prediksi konsumsi domestik tahun depan sebanyak 52
juta ton.
Sementara itu, konsumsi batu bara untuk pembangkit sejumlah PLTU selama
2010 diperkirakan mencapai 36,8 juta ton.
Sekitar 80% dari konsumsi dalam negeri
digunakan untuk memasok pembangkit,
kata Teddy.
Teddy menambahkan selama 2010, sedikitnya 270 set kapal tongkang yang di-
beli oleh pengusaha pelayaran nasional
baik dari galangan dalam negeri maupun
luar negeri sudah memperkuat angkutan
domestik.
Sebanyak 270 set kapal tongkang tersebut dibeli oleh pengusaha pelayaran nasional dari galangan China sebanyak 100
set, galangan Malaysia berkontribusi sekitar 20 set dan galangan Indonesia, terutama Batam sebanyak 150 set.
Tidak seimbang
Namun demikian, kata dia, lonjakan
jumlah kapal tongkang berbendera Merah
Putih tersebut tidak diiringi dengan pertumbuhan pasar yang seimbang akibat tertundanya rencana operasi sejumlah pembangkit listrik.
Adapun total investasi yang dirogoh operator pelayaran nasional untuk pembelian
kapal tongkang tersebut mencapai US$945
juta mengingat saat ini harga kapal tersebut rata-rata mencapai US$3,5 juta.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus
Pusat Indonesian National Shipowners
Association (INSA) L. Sudjatmiko mengatakan mengakui ada keterlambatan operasional sejumlah PLTU milik pemerintah
selama 2010.
Namun, katanya, pelaku usaha pelayaran nasional masih antusias melakukan
pengadaan kapal jenis tongkang karena
kegiatan pengangkutan komoditas tambang tersebut terus meningkat dari tahun
ke tahun.
Berdasarkan data Asosiasi Produsen Batu bara Indonesia (APBI), produksi batu
bara nasional sejak 2006 hingga 2010 terus
meningkat. Jika pada 2006 produksi batu
bara nasional mencapai 190,48 juta ton,
pada 2007 naik menjadi 221,1 juta ton.
Pada 2008, produksi batu bara nasional
meningkat mencapai 239,41 juta ton,
sedangkan 2009 tercatat sebanyak 257 juta
ton. ([email protected])
BISNIS/ANDI RAMBE
TAMBAH KAPASITAS: Sebuah pesawat Garuda Indonesia parkir di Bandara Polonia,
Medan, Sumatra Utara, belum lama ini. PT Garuda Indonesia mulai 23 Desember hingga 3
Januari 2011 akan menambah kapasitas tempat duduk penumpang sebanyak 14.312 kursi
untuk mengantisipasi lonjakan pada liburan Natal dan Tahun Baru 2011.
Otoritas Pelabuhan diminta
lancarkan arus barang
OLEH TULARJI
Bisnis Indonesia
JAKARTA: Operator bongkar muat meminta Otoritas Pelabuhan (OP) yang baru
mulai bekerja di empat pelabuhan utama
di Indonesia memprioritaskan program
percepatan arus barang dengan memacu
meningkatkan kinerja pelayanan kepelabuhanan.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan
Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Bambang K. Rakhwardi mengatakan meskipun ada yang meragukan kompetensi
para pejabat OP, asosiasinya berharap
terjadi peningkatan kelancaran arus
barang.
Menurut dia, PBM siap bekerja sama
dengan OP dalam rangka mendukung
program peningkatan arus barang tersebut. “OP jangan diragukan dulu kinerjanya, tetapi mereka harus bisa menjamin
kelancaran arus barang,” katanya kepada
Bisnis, kemarin.
Dia menjelaskan badan OP yang mulai
bekerja di empat pelabuhan utama (Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak dan
Makassar) itu harus bisa melakukan tugasnya sesuai UU No.17/2008, salah satunya adalah menjamin kelancaran arus
barang.
Upaya menjamin kelancaran arus barang tersebut ditentukan oleh peningkatan produktivitas bongkar muat barang di pelabuhan yang dilakukan oleh
PBM. “Kami mengawal bagaimana OP
memacu kelancaran arus barang ini,”
ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Sahat mengatakan pihaknya akan merevitalisasi semua instansi terkait di Pelabuhan Tanjung Priok, termasuk terhadap 16 perusahaan bongkar
muat (PBM) yang baru diseleksi oleh PT
Pelindo II.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan
Pengurus Pusat Indonesian National
Shipowners’ Association (INSA) Johnson
W. Sutjipto mengatakan kehadiran OP
harus mampu menekan biaya logistik
supaya terjadi kenaikan daya saing sistem logistik nasional.
Sebab, katanya, biaya logistik di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia
sehingga daya saing logistik nasional rendah. “Kami berharap dalam beberapa tahun ke depan, biaya logistik nasional bisa lebih kompetitif,” ujarnya.
Berdasarkan Survey Logistic Performance Index, kinerja sistem logistik nasional (sislognas) saat ini masih rendah.
Indonesia berada di urutan ke-75 dari
155 negara yang disurvei, padahal pada
2007, RI berada diurutan ke 43.
Selain itu, biaya logistik terhadap PDB
(product domestic bruto) di Indonesia juga tinggi yakni mencapai 30%, jauh dibandingkan dengan Korea Selatan
(16,3%), Jepang (10,6%) bahkan Amerika Serikat (10,1).
Download