Kualitas Udara (PM10 dan PM2.5) Untuk Melengkapi Kajian Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Air Quality (PM10 and PM2.5) For Completing the Environmental Assessment Quality Index Rita1), Esrom Hamonangan1), Susy Lahtiani 1), Diah Dwiana Lestiani22), ABSTRAK Penentuan kualitas udara ambien untuk parameter PM10 dan PM2.5 menggunakan Gent Staked Filter Unit Sampler dapat digunakan untuk melengkapi parameter dalam perhitungan kualitas udara pada perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). IKLH merupakan gambaran atau indikasi awal yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada lingkup dan periode tertentu. Pada rumusan IKLH yang dikeluarkan oleh KLH melalui serangkaian penelitian sejak Tahun 2009-2014, untuk kualitas udara parameter yang digunakan baru parameter SO2 dan NO2. Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi parameter kualitas udara yang digunakan untuk perhitungan IKLH. Nilai rerata tahunan PM10 dan PM2.5 dari 50 data yang dipantau sejak 2012-2014 di 16 lokasi penelitian; Serpong, Bandung, DKI Jakarta, Semarang, Surabaya (Pinggir), DI. Yogyakarta, Pekanbaru, Palangka Raya, Makasar, Denpasar, Balikpapan, Menado, Ambon, Mataram, Jayapura, Medan. Nilai tertinggi PM10 dari 16 lokasi penelitian dari th. 20122014 terdapat di Kota Pekanbaru th. 2014 mencapai angka 71.91µg/m3 dan PM2.5 mencapai 28.03µg/m3, hal ini disebabkan karena adanya kejadian kebakaran hutan yang sangat besar pada tahun tersebut. DKI Jakarta rerata PM10 th. 2012-2014 adalah 49.1µg/m3 dan rerata PM2.5 adalah 18.96µg/m3, rerata PM10 di Surabaya th. 2012-2014 adalah 38.45µg/m3 dengan rerata PM2.5 adalah 17.17µg/m3. Rerata PM10 di Denpasar th. 2012-2014 adalah 32.66µg/m3. Rerata PM10 di Bandung th. 2012-2014 adalah 42.58 dengan rerata PM2.5 adalah 16.87 µg/m3. Di Serpong rerata PM10 th. 2012-2014 adalah 32.45 µg/m3 dengan PM2.5 14.79 µg/m3. Baku Mutu (BM) PM10 tahunan belum diatur didalam PP41/1999 yang diatur adalah PM10 24 jam yaitu 150µg/m3 dan BM PM2.5 tahunan adalah 15 µg/m3. WHO menetapkan nilai baku mutu tahunan PM10 adalah 20µg/m3. Idealnya ada 5 parameter yaitu SO2, NO2, PM10, PM2.5, dan O3 yang representatif mewakili perhitungan kualitas udara untuk IKLH. Dengan adanya data PM10 dan PM2.5 dari hasil penelitian ini diharapkan daapat melengkapi kajian IKLH mendatang. Kata Kunci: IKLH, IKU, PM10, PM2.5, O3 ABSTRACT The determination of the parameters of ambient air quality for PM10 and PM2.5 using Staked Gent Filter Unit Sampler can be used to complete the calculation of air quality parameters in the calculation of the Environment Quality Index (IKLH). IKLH a picture or give an early indication that rapid conclusion of an environmental condition on the scope and specific period. In the formulation IKLH issued by the Ministry of Environment through a series of studies since the year 2009-2014, for air quality parameters used new 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KL2)– Badan Penelitian Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kawasan Puspiptek Serpong, Gd 210, Serpong-Tangerang, Banten 15310 2 Pusat Sain dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT) – Badan Tenaga Nuklir Indonesia, Jl. Tamansari 71 Bandung 1 parameter SO2 and NO2. This study aimed to complement the air quality parameters used for the calculation IKLH. The annual mean value of PM10 and PM2.5 of 50 data were monitored from 2012 to 2014 in 16 research sites; Serpong, Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya (Uptown), IN. Yogyakarta, Pekanbaru, Palangkaraya, Makassar, Denpasar, Balikpapan, Manado, Ambon, Mataram, Jayapura, Medan. The highest PM10 value of 16 research sites of th. 2012-2014 contained in Pekanbaru th. 2014 reached 71.91μg / m3 and PM2.5 reached 28.03μg / m3, this is due to the forest fires which are very large in that year. Jakarta average PM10 th. 2012-2014 is 49.1μg / m3 and average PM2.5 is 18.96μg / m3, the average PM10 in Surabaya th. 2012-2014 is 38.45μg / m3 with a mean PM2.5 is 17.17μg / m3. Average of PM10 in Denpasar th. 2012-2014 is 32.66μg / m3. Average of PM10 in Bandung th. 2012-2014 is 42.58 with a mean PM2.5 was 16.87 ug / m3. In Serpong average PM10 th. 2012-2014 was 32.45 ug / m3 PM2.5 14.79 ug / m3. Quality Standard (BM) annual PM10 have not been regulated in the PP41 / 1999 which is set is a 24-hour PM10 is 150μg / m3 and BM annual PM2.5 is 15 ug / m3. WHO set a quality standard annual value of PM10 is 20μg / m3. Ideally there are 5 parameters: SO2, NO2, PM10, PM2.5 and O3 representative representing air quality calculations for IKLH. With the data PM10 and PM2.5 from this study is expected to complete the study IKLH Keywords: IKLH, KPIs, PM10, PM2.5, O3 PENDAHULUAN Kualitas Lingkungan hidup di suatu wilayah dapat diketahui dengan melakukan perhitungan Indeks kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). IKLH dijadikan acuan bersama bagi pemangku kepentingan dalam mengukur kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, mengukur keberhasilan program pengelolaan lingkungan. Disamping itu IKLH juga sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas program-program pengelolaan lingkungan, dalam hal: (1) membantu perumusan kebijakan, (2) membantu dalam mendisain program lingkungan, (3) mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan kondisi lingkungan [1]. IKLH merupakan gambaran atau indikasi awal yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada lingkup dan periode tertentu. Fokus IKLH sebelumnya adalah pada media lingkungan air, udara dan lahan/tutupan hutan dan penyempurnaan pada pembenahan metodologi perhitungan dan kriteria baku mutu, sehingga diharapkan dapat mencapai kualitas lingkungan hidup yang mendekati kondisi nyata di lapangan. KLH sejak tahun 2009 telah mengembangkan indeks lingkungan berbasis provinsi yang pada dasarnya merupakan modifikasi dari EPI (Environmental Performance Index). Kerangka IKLH yang diadopsi adalah yang dikembangkan oleh Virginia Commonwealth University (VCU), BPS dan KLH menggunakan kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan sebagai indikator [2]. 2 Pada tatanan perencanaan pembangunan, didalam PP No. 43 tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 ditetapkan target IKLH sebesar 64,5, dan dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 IKLH menjadi ukuran utama untuk mencapai Sasaran Pokok Pembangunan Nasional. Langkah pencapaian RPJMN 2015-2019 telah terangkum dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2015-2019. Salah satu sasaran strategisnya yaitu menjaga kualitas lingkungan hidup untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air dan kesehatan masyarakat, dengan indikator kinerja IKLH berada pada kisaran 66,5-68,6 pada tahun 2019 [3]. Penyempurnaan IKLH dapat dilakukan melalui penguatan sistem pemantauan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Selain mendukung RPJMN 2015-2019, salah satu judul penelitian “ Partikulat (PM10 dan PM2.5) di Udara Ambien untuk Indeks Pencemar Udara (IPU) dalam Perhitungan IKLH” yang terdapat didalam RPPI 10 Kualitas Lingkungan untuk IKLH dan ISTM ini juga memperhatikan IKK Eselon 1 terkait, IKK Badan litbang dan Inovasi, serta roadmap penelitian dan pengembangan Badan Litbang dan Inovasi (tahun 2010-2025). Penelitian ini mendukung Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) dan Indikator Kinerja Program (IKP) Eselon I KLHK program penelitian dan pengembangan lingkungan hidup dan kehutanan (P8) dan Program pengendalian dan Pencemaran dan kerusakan lingkungan (P10) [4]. Dalam pengkajian formulasi IKLH terkait indikator dan parameter kualitas udara harus berdasarkan acuan ilmiah yang ada. Indeks kualitas udara/lingkungan, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat maupun pengambil kebijakan agar memahami permasalahan udara. Pengelolaan kualitas udara terpadu merupakan kombinasi dari peraturan, kesadaran dan peningkatan kapasitas, dan kemitraan dari pemangku kepentingan untuk sama-sama berkontribusi meningkatkan kualitas udara kota [5]. Kualitas udara dipengaruhi oleh pencemaran udara. Pencemaran udara terbagi menjadi dua yaitu partikel dan gas-gas. Partikel pencemar dapat berupa total suspended particulate/partikel tersuspensi total (TSP) dengan ukuran diameter partikel sampai dengan 100µm; partikel berdiameter kurang dari 10µm (PM10), dan partikel berdiameter kurang dari 2.5µm (PM2,5), sedangkan gas-gas pencemar dapat berupa Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Karbon monoksida (CO), Oksidan/Ozon permukaan (O3), dan lainnya [5,6]. Pada Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 3 tentang Pengendalian Pencemaran Udara terdapat beberapa parameter baku mutu udara ambien diantaranya debu atau Total Suspended Particulate (TSP), Particulate matter PM2.5 dan PM10, serta parameter logam berat timah hitam/timbal (Pb) [7]. Pada perhitungan IKLH sebelumnya menggunakan 30% Indeks pencemar udara (IPU), 30% Indeks Pencemar Air (IPA), dan 40% Indeks Tutupan Lahan (ITH). Kualitas udara dihitung berdasarkan ketersediaan data yang ada, yaitu dua parameter gas SO2 dan NO2 yang diperoleh dari metode passive sampler. Berdasarkan data IKLH 2011-2014, untuk indeks udara nasional tahun 2011 berada pada angka 84.32, tahun 2012 pada angka 79.61, tahun 2013 pada angka 80.17, dan tahun 2014 dengan angka 80.54, semua indeks kualitas udara tersebut berada pada kategori baik dan sangat baik dengan kategori (baik ; 74< x ≤ 82, dan sangat baik 82 < x ≤ 90) [2,5]. Status tersebut sangat berbeda dengan kondisi udara pada kenyataannya, terutama di kota-kota besar, telah banyak laporan penelitian yang mengkaji kualitas udara perkotaan dan beberapa hasilnya sudah sangat memprihatinkan. Menurut kriteria IKL berdasarkan OECD indikator lingkungan harus mampu menyediakan gambaran yang representatif dari kondisi lingkungan atau tekanan terhadap lingkungan dan respon publik, serta peka terhadap perubahan lingkungan dan perubahan aktivitas manusia yang terkait perubahan lingkungan tersebut. IKL yang dibuat bukan berdasarkan ketersediaan data lagi, namun berdasarkan indikator apa yang seharusnya diukur [8]. Penelitian ini bertujuan menyempurnakan perhitungan IPU dengan menambahkan minimal 3 parameter dalam perhitungan IKU, terutama dengan memasukkan data PM10 dan PM2.5 dan Ozon. Disamping menggunakan parameter SO2, dan NO2, dengan penambahan parameter PM ini diharapkan bisa terlihat perbedaan yang nyata pada hasil akhir perhitungan IKLH nantinya, seperti halnya yang telah di simulasikan pada Air Quality Index (AQI) calculator http: http://www.urbanemissions.info/model-tools/aqicalculator.html . AQI akan berbeda jika parameter PM dimasukkan atau dikeluarkan dari perhitungan diasumsikan parameter PM merupakan parameter yang peka dan sensitif yang dapat menggambarkan kondisi perubahan lingkungan. Disamping itu, dengan kebutuhan data PM10 dan PM2.5 untuk perhitungan IKLH, penelitian ini juga mendorong pemerintah setempat untuk melakukan pengukuran PM10 dan PM2.5 di setiap daerahnya. Disamping itu dasar pemilihan indikator dan parameter udara yang penting dan sesuai harus mempertimbangkan Tujuan (untuk kesehatan (acuan WHO), penelitian terkini (kaitannya dengan perubahan iklim), pertimbangan terkait pemantauan kualitas udara (Existing vs planning, capability), Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang berlaku), serta 4 pertimbangan harmonisasi indeks di tingkat nasional, regional, dan global sehingga memberikan perbandingan yang lebih tepat [5,6]. Penelitian ini akan menghitung kualitas udara dalam bentuk Indeks Kualitas Udara (IKU). Pelaksanaan kegiatan penelitian ini disinergikan dengan kegiatan salah satu penelitian Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam pemanfaatan teknik analisis nuklir untuk karakterisasi polutan udara di Indonesia [9]. Riset ini juga dilandasi oleh nota kesepahaman bersama antara BATAN dan KLH serta melibatkan beberapa instansi di daerah diantaranya Pusat Pengelolaan Pembangunan Ekoregion (PPPE)/BLH provinsi/BLH Kab/Kota) [10]. Lokasi penelitian hingga saat ini meliputi kota; Bandung, Yogyakarta, Jakarta, Serpong, Palangkaraya, Pekanbaru, Surabaya, Semarang, Makassar, Denpasar, Maluku, Papua, Balikpapan, Mataram, Medan, Manado. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Indonesia, khususnya kualitas udara baik dari segi perhitungan Indeks Pencemar udara yang digunakan pada perhitungan IKLH mendatang maupun dari segi program pengendalian pencemaran udara, karena dapat mengetahui karakteristik sumber pencemar di setiap daerah [11]. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi berbasis ilmiah dalam merumuskan, mengambil tindakan dan kebijakan yang tepat dan terarah untuk mengatasi permasalahan pencemaran udara serta melengkapi dan merevisi peraturan pemerintah terkait baku mutu kualitas udara ambien di Indonesia [12]. Sinergi lintas kelembagaan yang telah dibangun diharapkan dapat terus berkesinambungan agar kualitas udara Indonesia menjadi lebih baik. METODOLOGI Teknik pengambilan sampel partikulat udara mengacu pada Sampling and Analytical Methodologies for Instrumental Nuetron Activation Analysis of Airborne Particulate Matter, Training Course Series No.4, International Atomic Energy Agency, Vienna (1992) serta Operating Manual for Gent Sampler (RAS/7/013), International Atomic Energy Agency (2004) [2]. Filter yang digunakan adalah filter jenis Nuclepore polikarbonat dengan diameter 47 mm filter tersebut terdiri dari dua jenis yaitu ukuran pori 0.4µm yang digunakan untuk penentuan partikel kecil dari 2,5µm (PM2.5), dan filter berukuran pori 8µm yang digunakan untuk penentuan partikel ukuran 2.5-10µm. PM10 adalah partikulat udara 5 yang berukuran lebih kecil dari 10µm yang dapat diperoleh dari penjumlahan PM 2.5 dengan PM2.5-10[5]. Gent sampler terdiri dari; sistem pompa vakum dikontrol dengan timer, dan black container tabung hitam (stack filter unit, kaset filter), selang, pompa vakum, volume meter, dan flow meter. Alat Gent direkomendasikan ditempatkan pada ketinggian 6 – 20 meter di atas tanah. Pompa vakum yang digunakan kuat beroperasi selama 24 jam, karena pengambilan contoh uji dilakukan selama 24 jam. Laju alir udara diatur pada 18 L/menit [5]. Black Container Pompa Vakum Gambar 1. Skema Bagan Alat Gent Sampler Penimbangan filter/sampel partikulat udara menggunakan neraca mikro Mettler Toledo Tipe AG 2452 dan tipe MX5. Sebelum dilakukan penimbangan, filter dikondisikan pada suhu ruang dengan temperatur 18-25°C dan kelembaban maksimum kurang dari 55% [2]. PM2.5 dan PM10 diperoleh berdasarkan perhitungan dengan rumus sebagai berikut: PM2.5 = 𝑚1 µ𝑔 ( ) 𝑣1 𝑚3 PM2,5-10 (kasar) = 𝑚2 𝑣2 (2) µ𝑔 (𝑚3) PM10 = (𝑃𝑀2.5 + 𝑃𝑀𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟) (3) (4) dengan keterangan sebagai berikut: 6 m1 = massa sampler partikulat halus pada filter halus (µg) v1 = volume sampler partikulat halus pada filter halus (m3) m2 = massa sampler partikulat kasar pada filter kasar(µg) v2 = volume sampler partikulat kasar pada filter kasar (m3) HASIL DAN PEMBAHASAN Inventarisasi data yang digunakan pada penelitian ini dibatasi pada data 3 tahun terakhir (2012, 2013, dan 2014). Data diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) kerjasama dengan BATAN dan PPPE/BLH Provinsi/ BLH Kota terkait. Pengambilan contoh uji dilakukan 1 (satu) kali seminggu oleh personel yang kompeten di masing-masing lokasi penelitian. Alat yang digunakan untuk mengambil cuplikan contoh uji adalah Gent Staked Filter unit sampler yang dimiliki oleh Batan Bandung. Parameter yang dianalisis pada kegiatan kerjasama ini meliputi PM10, PM2.5. Hasil pengukuran PM10 dan PM2.5 di beberapa lokasi penelitian, pada tahun 2012, 2013, 2014 disajikan pada Grafik 1, Grafik 2 dan Grafik 3. Rerata Tahunan (2012) PM10 dan PM2.5 Konsentrasi (ug/m3) PM2.5 (ug/m3) BM PP41 (tahunan 15ug/m3) PM10 (ug/m3) 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Serpong Bandung DKI Jakarta Semarang Surabaya DIY Pekanbaru Yogyakarta Palangka Raya Makasar Denpasar Grafik 1. Konsentrasi Rerata Tahunan (2012) PM10 Dan PM2.5 Di Beberapa Lokasi Penelitian Konsentrasi rerata tahunan PM10 untuk tahun 2012 di DKI Jakarta, Pekanbaru, Surabaya, Bandung dan Denpasar memiliki nilai yang lebih tinggi daripada daerah lain seperti Serpong, Semarang, Palangka Raya, Semarang, DI. Yogyakarta dan Makassar. Belum ada baku mutu tahunan untuk PM10, yang ada dalam PP41/1999 adalah Baku mutu PM10 pengukuran 24 jam dengan nilai 150 µg/m3. 7 Konsentrasi rerata tahunan PM2.5 untuk tahun 2012 di DKI Jakarta, Pekanbaru, Surabaya, dan Bandung berada diatas baku mutu rerata tahunan PM2.5 yang terdapat pada PP41/1999 yaitu 15 µg/m3. PM2.5 mempunyai peran lebih bahaya dari PM10, karena ukurannya yang bisa masuk kedalam pembuluh darah sehingga mencapai jantung. Sumber PM2.5 berasal dari antropogenik seperti kegiatan daur ulang aki bekas, peleburan logam, industri yang tidak memperhatikan cerobongnya, kendaraan bermotor. Data rerata tahunan PM10 dan PM2.5 tahun 2012 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rerata Tahunan PM10 dan PM2.5 Tahun 2012 Lokasi Serpong Bandung DKI Jakarta Semarang Surabaya DIY Yogyakarta Pekanbaru Palangka Raya Makasar Denpasar Tahun 2012 (µg/m3) PM10 PM2.5 28.80 48.92 53.89 29.91 49.45 23.43 50.21 26.29 23.75 43.65 12.58 17.95 20.72 9.28 19.61 10.33 18.66 12.03 9.84 15.31 Untuk data rerata tahunan (2013) PM10 di Pekanbaru menunjukkan nilai signifikan sangat tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini disebabkan karena saat itu sudah mulai kejadian kebakaran hutan. Belum ada baku mutu tahunan untuk PM10, yang baru diatur untuk baku mutu PM10 adalah baku mutu harian menurut PP41/1999 yaitu 150 µg/m3. PM10 menduduki nilai yang lebih tinggi dari daerah lainnya setelah Pekanbaru adalah secara berurut terdapat di DKI Jakarta, Bandung, dan Semarang, dan Serpong. Konsentrasi Rerata Tahunan (2013) PM10 Dan PM2.5 Di Beberapa Lokasi Penelitian disajikan pada Grafik 2. 8 Rerata Tahunan (2013) PM10 dan PM2.5 BM PM2.5 PP41/1999 (tahunan 15ug/m3) PM10 (ug/m3) Jayapura Ambon Menado Balikpapan Denpasar Makasar Palangka Raya Pekanbaru DIY Yogyakarta Surabaya Semarang DKI Jakarta Bandung Serpong Konsentrasi (µg/m3) PM2.5 (ug/m3) 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Grafik 2. Konsentrasi Rerata Tahunan (2013) PM10 Dan PM2.5 Di Beberapa Lokasi Penelitian Rerata tahunan PM2.5 untuk tahun 2013 yang berada diatas baku mutu adalah Pekanbaru, DKI Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Konsentrasi rerata tahunan PM10 dan PM2.5 untuk tahun 2013 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Tahunan PM10 dan PM2.5 Tahun 2013 Lokasi Serpong Bandung DKI Jakarta Semarang Surabaya DIY Yogyakarta Pekanbaru Palangka Raya Makasar Denpasar Balikpapan Menado Ambon Jayapura Tahun 2013 (µg/m3) PM10 PM2.5 28.83 35.50 41.22 30.36 29.81 21.48 53.18 17.31 20.22 23.47 25.19 18.52 16.96 9.72 12.67 13.21 16.21 16.11 15.22 11.04 17.48 6.87 4.50 10.38 8.75 5.97 7.05 3.23 9 Rerata Tahunan (2014) PM10 dan PM2.5 Konsentrasi (µg/m3) PM2.5 (ug/m3) BM PM2.5 PP41/1999 (tahunan 15ug/m3) PM10 (ug/m3) 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Grafik 3. Konsentrasi Rerata Tahunan (2014) PM10 Dan PM2.5 Di Beberapa Lokasi Penelitian Rerata tahunan PM10 dan PM2.5 untuk tahun 2014, Pekanbaru mencapai angka paling tinggi 71.91µg/m3, angka tersebut masih sangat tinggi karena tahun tersebut terjadi kebakaran hutan yang terbesar sepanjang tahun dan sudah menjadi bencana nasional. Pada saat yang bersamaan Palangka Raya juga ada kebakaran hutan, namun alat pantau yang dipasang mengalami gangguan sehingga tidak mendapatkan data yang lengkap. DKI Jakarta, Bandung, dan Serpong secara berurut memiliki nilai yang tinggi setelah Pekanbaru. Belum ada baku mutu tahunan untuk PM10, yang ada dalam PP41/1999 adalah Baku mutu PM10 pengukuran 24 jam dengan nilai 150 µg/m3. untuk parameter PM2.5 umumnya PM2.5 di lokasi penelitian berada diatas baku mutu rerata tahunan PM2.5 yang terdapat pada PP41/1999 yaitu 15 µg/m3. Konsentrasi rerata tahunan PM10 dan PM2.5 tahun 2014 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rerata Tahunan PM10 dan PM2.5 Tahun 2014 Lokasi Serpong Bandung DKI Jakarta Semarang Surabaya (Pinggir) DIY Yogyakarta Pekanbaru Palangka Raya Tahun 2014 (µg/m3) PM10 PM2.5 39.72 43.33 52.19 29.70 36.09 28.72 71.91 19.89 19.13 19.45 19.95 15.60 16.69 14.09 28.03 7.34 Tahun 2014 (µg/m3) Lokasi Makasar Denpasar Balikpapan Menado Ambon Mataram Jayapura Medan PM10 PM2.5 17.25 30.86 13.83 11.97 12.56 34.65 16.35 30.67 11.44 14.21 5.42 5.67 6.65 12.42 6.56 10.40 10 PM10 partikel halus berdiameter hingga 10µm dapat masuk kedalam sistem pernafasan, PM2.5 partikel sangat halus dibawah 2.5µm yang dapat masuk ke dalam jaringan dalam paru-paru sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti ISPA, gejala anemia, penyakit jantung, hambatan dalam pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh yang lemah, gejala autis, kanker paru-paru, bahkan kematian dini. Pada umumnya partikel yang terdapat didalam PM2.5 mengandung logam berat lebih tinggi dibanding dengan partikel yang terdapat pada filter kasar (PM2.5-10). Logam berat yang masuk kedalam pernafasan kemudian menembus kebagian dalam paru-paru manusia. Efek yang terjadi tergantung pada jumlah dan tempat absorpsi, sifat kimiawi-fisis racun, misalnya silika sangat reaktif bereaksi dengan sel paru-paru sehingga rusak dan terbentuk jaringan ikat atau fibrosis yang sifatnya progesif, sekalipun silika sudah tidak bertambah jumlahnya, karbon bersifat inert, tidak akan bereaksi hanya terkumpul didalamnya. Logam lainnya seperti Cr, Be, Cd, Cu, Fe, Pb, Ni, Se, Ti, Te,V dapat menimbulkan tumor/kanker. Kontribusi faktor lingkungan adalah penyebab utama timbulnya penyakit [21, 22, 27]. SIMPULAN Partikulat (PM10 dan PM2.5) sangat signifikan ditambahkan pada perhitungan indeks pencemar udara yang digunakan pada perhitungan IKLH selain parameter yang sudah ada SO2 dan NO2, karena partikulat merupakan parameter yang peka terhadap lingkungan dan perubahan aktivitas manusia yang terkait perubahan lingkungan. PM10 dan PM2.5 dapat berasal dari sumber transportasi dan industri. Disamping itu mengingat dampak signifikan yang mempengaruhi kesehatan manusia karena partikulat PM10 dan PM2.5 sudah banyak dilaporkan, diantaranya penyakit ISPA, kanker paruparu, jantung, bahkan dapat menyebabkan kematian. Data PM10 dan PM2.5 di daerah masih minim sekali, jikapun ada pengujian hanya dilakukan 1,2,3 kali dalam satu tahun, umumnya menggunakan parameter TSP. Tujuan pengujian juga bermacam-macam, lokasi juga berpindah-pindah, jenis parameter lain yang diukur juga bervariasi. Sehingga sulit untuk menyimpulkan data rerata tahunan PM10 dan PM2.5 dan parameter lainnya untuk menjadikan data kualitas udara berdasarkan harian atau tahunan. 11 Hasil penelitian menggunakan alat Gent Stacked filter unit sampler pada penelitian ini telah diperoleh nilai rerata tahunan dari 50 data yang dipantau sejak 2012-2014 di setiap 16 lokasi penelitian; Serpong, Bandung, DKI Jakarta, Semarang, Surabaya (Pinggir), DIY Yogyakarta, Pekanbaru, Palangka Raya, Makasar, Denpasar, Balikpapan, Menado, Ambon, Mataram, Jayapura, Medan. PM10 dan PM2.5 tahun 2012-2014 yang tertinggi terdapat di Pekanbaru, pada tahun 2014 mencapai angka PM10 71.91µg/m3 dan PM2.5 28.03µg/m3, hal ini disebabkan karena daerah tersebut sejak musim kemarau panjang tahun 2013-2014 mengalami kebakaran hutan, yang puncaknya terjadi pada November 2014. Belum ada baku mutu tahunan PM10 WHO menetapkan nilai baku mutu tahunan PM10 20µg/m3, baku mutu PM2.5 tahunan menurut PP41/1999 adalah 15 µg/m3, nilai selanjutnya diikuti oleh DKI Jakarta, yang masing-masing mencapai nilai PM10 53.89 µg/m3 (2012), 41.22 µg/m3 (2013), 52.19 µg/m3 (2014). Bandung PM10 48.92 µg/m3 (2012), 35.50 µg/m3 (2013), 43.33 µg/m3 (2014). Surabaya, PM10 49.45 µg/m3 (2012), 29.81 µg/m3 (2013), 36.09 µg/m3 (2014), dan Serpong PM10 28.80 µg/m3 (2012), 28.81 µg/m3 (2013), 39.72 µg/m3 (2014). UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini terlaksana atas kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) dengan Pusat Sain dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT)-BATAN. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh personil yang terlibat didalam penelitian ini, khususnya petugas sampling di daerah yang terkait didalam penelitian ini, serta semua pihak yang membantu terlaksananya kegiatan ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 43 tahun 2015 tentang rencana kerja Pemerintah tahun 2015 2. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2013. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2013. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup 3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2014). Rencana Strategis 2015-2019 12 4. Badan Litbang dan Inovasi kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan. Rencana Strategis Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi-KLHK 2015-2019. 5. Hernani Yulinawati, ST, MURP. Indeks Kualitas Udara. Bahan Diskusi. Fakultas Arsitektur Lansekap & Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti, 4 Desember 2015 6. Bindu N. Lohani. Environmental Engineering Division Asian Institute of Technology Bangkok. Thailand. 1984. Environmental Quality Management. South Asian Publishers PVT.LTD. 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 8. http://www.oecd.org/sti/ind/29561498.pdf diunduh Desember 2015 9. Pemanfaatan Iptek Nuklir Untuk Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh : Rita, didalam majalah Beranda Pusarpedal, ISSN 2086-2202 Volume 7, AgustusDesember 2012 10. PUSARPEDAL-Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Buku Laporan Kajian Logam Berat Tahun 2013. Serpong-Tangerang Selatan. 11. Karakteristik Logam Berat di Partikulat Udara Ambien (PM10) dan (PM2.5) di daerah Serpong-Tangerang, Oleh : Rita Mukhtar, Esrom Hamonangan, Hari Wahyudi, Muhayatun Santoso, Diah Dwiana Lestiani, didalam prosiding PIIB-Batan Serpong 3 Oktober 2012 12. Kajian Baku Mutu Logam Berat dalam PM2.5 di Udara Ambien Sebagai Bahan Masukan Lampiran PP 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Oleh : Rita Mukhtar, Esrom Hamonangan, Hari Wahyudi, Susy Lahtiani, Muhayatun Santoso, Diah Dwiana Lestiani, Syukria Kurniawati, dalam Jurnal Ecolab :ISSN 1978-5860 Volume Nomor 13. PUSARPEDAL-Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Buku Laporan Kajian Logam Berat Tahun 2014. Serpong-Tangerang Selatan. 14. PUSARPEDAL-Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Pencemar Udara dan Sumber Bahan Pencemarnya. Bahan presentasi pada acara sosialisasi Passive Sampler, Palembang 25 Juli 2013 15. Philip R.S. Johnson, John J. Graham. Fine Particulate Matter National Ambient Air Quality Standards; Public Health Impact on Populations in the Northeastern United State. Northeast State for Coordinated Air Use Management (NESCAUM), Boston, Massachussets, USA. Environmentak Health Prespectives, Research article, 2005. 16. (Mukono, dalam http://mukono.blog.unair.ac.id/). Diunduh Desember 2015 13 17. PUSARPEDAL -Deputi VII- Kementerian Lingkungan Hidup kerjasama dengan JICA Dems Project. 2004. Laporan Diskusi Panel Pencemaran Udara dan dampaknya Terhadap Kesehatan Manusia. Serpong-Tangerang Selatan. 18. HEI International Scientific Oversight Committee of HEI Public Health and Air Pollution in Asia Program, Health Effects on Outdoor Air Pollution in Developing Countries of Asia: A Literature Review”, Special Report 15, Health Effect Institute, April 2004. 19. Kandungan Black Carbon Pada Partikulat Udara Halus dan Kasar dalam Udara Ambien di Daerah Serpong-Tangerang, Oleh: Rita, Esrom Hamonangan, Hari Wahyudi, Muhayatun Santoso, Diah Dwiana Lestiani didalam Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup Ecolab, Volume 6 Nomor 1 Januari 2012:1-60, Jurnal Ecoleb :ISSN 1978-5860 Akreditasi No.294/Akred LIPI/P2MBI/08/2010 20. Cohen et.al. Study of Fine Atmopheric Particles and Gases in The Jakarta Region. Final Report, Project Report No.3 December 1997. 21. Komponen Kimia PM2.5 dan PM10 di Udara Ambien di Serpong-Tangerang, Oleh : Rita Mukhtar, Esrom Hamonangan, Hari Wahyudi, Muhayatun Santoso, Syukria Kurniawati, dalam Jurnal Ecolab :ISSN 1978-5860 Volume 7 Nomor 1 Januari 2013 : 1-48 22. Preliminary Study of the Sources of Ambien Air Pollution in Serpong, Indonesia. Oleh: Muhayatun Santoso, Diah Dwiana Lestiani, Rita Mukhtar, Esrom Hamonangan, Halimah Syafrul, Andreas Markwitz, Philip K. Hopke. Didalam Jurnal Internasional Atmospheric Pollution Research, Atmospheric Pollution Reseach 2 (2011) 190-196 (www.atmospolres.com) 23. http://pengen-tau.weebly.com/partikulat-tsp.html diunduh Desember 2015 24. Afif Budiyono. Indeks Kualitas Udara. Peneliti Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara. jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/viewFile/.../609 25. IK DTP 003. BATAN Bandung. 2007. Pengambilan Sampel Partikulat Udara 26. Assesmen Konsentrasi Pb Pada PM2.5 dan PM10 di Kawasan Serpong, Oleh: Rita, Muhayatun Santoso, Diah Dwiana Lestiani , Esrom Hamonangan, dan Halimah Syafrul. Dalam prosiding seminar Nasional AAN 2010 Serpong, 2-3 November 2010, ISSN:2085-2797 27. Pengkajian Pencemaran Timbal (Pb) di Udara Ambien di Daerah Serpong-Tangerang dan Sekitarnya Oleh: Rita, Esrom Hamonangan didalam Majalah Beranda Pusarpedal, ISSN 2086-2202 Volume 2 Mei-Agust 2010 28. Daur Ulang Aki Bekas di Tangerang Siapa yang bertanggungjawab? Oleh : Rita, didalam majalah Beranda Pusarpedal, ISSN 2086-2202 Volume 8, Januari-Mei 2013 29. Usaha Pembakaran Aki Bekas di Surabaya dihentikan, Oleh: Rita didalam Majalah Beranda Pusarpedal, ISSN 2086-2202 Volume 11, Juni-Desember 2014 14 30. LESTIANA D.D., SANTOSO, M., HIDAYAT, A., 2007, Karakteristik Black Carbon Partikulat Udara Halus PM2,5 di Bandung dan Lembang 2004-2005, Prosiding Seminar Nasional Sain dan Teknologi Nuklir PTNBR-Batan Bandung 31. Notes for IAEA for Air pollution workshop Bandung, Indonesia- by. Prof. David Cohen2 32. Philip Kristanto, Ekologi Industri, Edisi I cetakan I, 2002 15