BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola klinis pubertas sangat bervariasi. Pada 95% anak laki-laki pembesaran genetalia mulai antara usia 9,5 tahun-13,5 tahun, yang mencapai maturasi antara 13-17 tahun. Pada sebagian kecil anak laki-laki normal, pubertas mulai setelah usia 15 tahun. 50% anak laki-laki, rambut pubis tumbuh pada usia 11 tahun, dan pada usia 113-17,5 tahun, rambut ini jumlahnya ekuivalen dengan jumlah rambut orang laki-laki dewasa normal. Pada beberapa anak laki-laki, perkembangan pubertas selesai pada kurang dari 2 tahun, tetapi pada anak lain pertumbuhan ini dapat memerlukan waktu lebih lama dari pada usia 4,5 tahun. Pertumbuhan cepat remaja terjadi lebih lambat pada anak laki-laki dari pada anak perempuan sejalan dengan tingkat maturasi seksual, misalnya kecepatan puncak perubahan dalam ketinggian tidak dapat dicapai pada anak laki-laki sampai genetalia berkembang dengan baik, tetapi pada anak perempuan kecepatan pertumbuhan biasanya ada pada maksimalnya ketika putting dan areola telah berkembang tetapi sebelum ada perkembangan payudara lain yang berarti. Kemajuan yang cepat dalam pemahaman interaksi hipotalamus-kelenjar pituitarygoad yang terlibat dengan pubertas dan pada diagnose klinis penyimpangan perkembangan pubertas telah dimungkinkan dengan pemeriksaan yang sangat diperbaiki untuk hormone kelenjar pituitaria dan gonad yang dapat diukur pada sejumlah kecil darah. Dengan GnRH juga dimungkinkan untuk membedakan antara defek kelenjar pituitary primer dengan hipotalamus pada penderita gonadotropik. B. Rumusan masalah 1. Apa pengertian hipogonadisme? 2. Bagaimana struktur dan fungsi kelejar gonad? 3. Apa saja klasifikasi dari hipogonadisme? 4. Apa etiologi hipogonadisme? 5. Bagaimana patofisiologi hipogandisme? 1 6. Bagaimana manifestasi klinik hipogonadisme? 7. Apa saja pemeriksaan diagnostic hipogonadisme? 8. Bagaimana penatalaksanaan medis hipogonadisme? 9. Bagaimana komplikasi dari hipogandisme? 10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipogonadisme? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian hipogonadisme 2. Untuk mengetahui dan memahami struktur dan fungsi kelenjar gonad 3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi hipogonadisme 4. Untuk mengetahui dan memahami etiologi hipogonadisme 5. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi hipogonadisme 6. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik hipogonadisme 7. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostic hipogonadisme 8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan hipogonadisme 9. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari hipogonadisme 10. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipogonadisme 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian hipogonadisme Hipogonadisme adalah suatu keadaan dimana terjadinya difisiensi hormone gonad. Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunya hormone androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita. Hipogonadisme adalah istilah medis untuk merujuk simtoma penurunan aktivitas kelenjar gonad. Kelenjar gonad, ovarium atau testis merupakan kelenjar yang memproduksi hormone reproduksi beserta sel gamet, ovum atau spermatozoid. B. Struktur dan Fungsi Kelenjar Gonad 1. Anatomi Testis adalah organ utama dari system reproduksi pria. Testis kiri dan kanan merupakan kelenjar yang terbungkus skrotum. Testis tersusun atas tubulus seminiferous. Testis berkembang di dalam rongga abdomen sewaktu janin dan turun melalui saluran inguinalis kanan dan kiri masuk ke dalam skrotum menjelang akhir kehamilan. Testi ini terletak oblik menggantung pada urat-urat spermatik di dalam skroum. Diantara tubulus-tubulus testis terdapat sarang-sarang sel yang mengandung granula lemak, sel interstitsium leydig yang mensekresi testoteron. 2. Fisiologis testis a. Organ endokrin Testis mensekresi sejumlah besar androgen, terutama testosterone tetapi testis juga mensekresikan sedikit estrogen. Androgen adalah hormone seks sterol yang efeknya maskulinisasi. Androgen disekresikan oleh korteks adrenal. Testosterone disekresikan oleh sel intersitsil, yaitu sel-sel yang terletak di dalam ruang antara tubula-tubula seminifirus testis atas rangsangan hormone perangsang sel interstistil (ICSH) dari hipofisis yang sebenarnya adalah bahan yang sama dengan Luteinizing Hormon (LH). Pengeluaran testosterone bertambah dengan nyata pada masa pubertas dan bertanggung jawab atas pengembangan sifat-sifat 3 kelamin sekunder yaitu pertumbuhan jenggot, suara lebih berat, pembesaran genetalia. Nilai normal testosterone adalah 3-10 mg/dl Efek : Efek testosterone pada fetus merangsang deferesiansi dan perkembangan genital kearah pria. Pada masa pubertas hormone ini akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan alat genital, distribusi rambut tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan alat genital, distribusi rambut tubuh, pembesaran larynx dan penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif. Mekanisme kerja : Testosterone berikatan degan suatu reseptor intra sel dan kompleks sterol-reseptor kemudian berikatan dengan DNA di nucleus, menyebabkan transkripsi berbagai gen. selain itu testoteron dirubah menjadi hidrotestosteron (DHT) oleh se-reduktase di beberapa jarigan dan DHT berikatan dengan reseptor intra sel yang sama seperti testosterone. DHT bersirkulasi dengan kadar plasma 10% kadar testosterone, kompleks testosterone reseptor kurang stabil bila dibandingankan dengan kompleks DHT reseptor di sel sasaran dan transformasi komplek tersebut ke DNA sel kurang sempurna. Sehingga pembentukan DHT adalah salah satu cara meningkatkan efek testosterone dalam jaringan sasaran. Kompleks testosterone reseptor berperan dalam pematangan struktur dan duktus wolffian sehingga bertanggung jawab terhadap pembutukan genetalia interna pria selama pertumbuhan, tetapi kompleks DHT reseptor diperlukan untuk membentuk genetalia eksterna pria. Kompleks DHT reseptor juga berperan dalam pembesaran prostatat dan mungkin penis pada saat pubertas serta rambut wajah, jerawat dan pengenduran temporal garis rambut. Dipihak lain peningkatan masa otot dan munculnya dorongan seks dan libido pria lebih tergantung pada testosterone dari pada ke DHT. b. Organ reproduksi Testis adalah organ tempat spermatozoa dibentuk dan testosterone dihasilkan. Testosterone untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankan spermatogenesis. 4 c. Ovarium Ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kemiri, terletak dikanan dan kiri uterus, dibawah tuba uteria dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovairum berisi sejumlah besar ovum belum matang, yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilini sekelompok sel folikel pemberi makanan. Pada setiap siklus haid sebuah ovum primitive ini mulai matang dan kemudian cepat berkembang menjadi folikel ovary yang vesikuler (folikel degraf). Ovarium memiliki 3 fungsi yaitu : memproduksi ovum, estrogen dan progesterone Fungsi ovarium : 1) Sebagai organ endokrin Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan esterogen dan progesterone - Esterogen Hormone esterogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai sesudah menopause. Hormone ini dinamakan hormone folikuler karena terus dihasilkan oleh sejumlah besar folikel ovarium dan seperti semua hormone beredar di dalam aliran darah. Esterogen penting untuk mengembangkan organ kelamin wanita dan sifat-sifat kelamin yang sekunder dan menyebabkan perubahan anak gadis pada masa pubertasnya serta untuk tetap adanya sifat fisik dan mental yang menandakan wanita normal. Efek pada genetalia : Esterogen mempercepat pertumbuhan folikel ovairum dan meningkatkan motalitas tuba uterine. Hormone ini meningkatkan liran darah uterus dan memiliki efek penting pada otot polos uterus. Esterogen meningkatkan jumlah otot uterus dan kandungan protein kontraktilnya. Dibawah pengaruh esterogen, otot menjadi lebih efektif dan mudah terangsang sehingga potensial aksi pada masing-masing serat menjadi lebih sering. Uterus yang didominasi oleh esterogen juga peka terhadap desitosin. Efek pada organ endokrin : Esterogen menurunkan sekresi FSH pada keadaan tertenu esterogen menghambat sekresi LH (umpan balik negative) pada keadaan lain 5 esterogen meningkatkan sekeresi LH (umpan balik positif). Esterogen juga meningkatkan ukuran hipofisis Efek pada perilaku: Hormone ini meningkatkan libido, hormone ini tampaknya menimbulkan efeknya melalui langsung pada neuron-neuron tertentu di hipotalamus. Efek pada payudara : Esterogen meyebablan pertumbuhan duktus pada payudara dan terutama berperan dalam pembesaran payudara selama pubertas pada gadis. Esterogen juga disebut sebagai hormone pertumbuhan payudara. Esterogen berperan dalam terjadinya pigmentasi areola, walaupun pigmentasi biasanya lebih nyata selama kehamilan pertama dibandingkan dengan masa pubertas. - Progesterone Progesterone disekresikan oleh korpus luteum dan melanjutkan pekerjaan yang dimulai oleh esterogen terhadap endometrium, yaitu menyebabkan endometrium menjadi tebal lembut serta siap untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi. Progesterone menghambat menstruasi. Nilai normal progesterone adalah 18 mg-60n mol Efek : Organ sasaran utama progesterone adalah uterus, payudara dan otak. Progesterone berpran dalam perubahan progestasional di endometrium dan perubahan siklik di serviks dan vagina. Hormone ini memiliki efek antiestrogenik pada sel myometrium menurunkan terhadap oxytocin dan aktivitas listrik spontan sementara meningkatkan potensial membrane. Hormone ini juga menurunkan jumlah reseptor esterogen di endometrium dan meningkatkan kecepatan perubaha 17 β-estradiol menjadi esterogen yang kurang aktif. Di payudara progesterone merangsang pembentukan lobules dan alveolus. 2) Sebagai organ reproduksi Ovarium sebagai organ reproduksi yaitu menghasilkan ovum setiap bulannya ada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk dibuahi sperma. FSH 6 dari hipofisis bertanggung jawab pada pemantangan awal folikel ovarium. FSH serta LH bersama-sama bertanggung jawab terhadap pematangan akhir. Letupan sekresi LH berperan dalam menyebabkan ovulasi dan pembentukan awal korpus luteum. Terdapat letupan-letupan sekresi FSH yang lebih keil pada pertengahan, yang kemaknaanya masih belum diketahui. LH merangsang sekresi esterogen dan progesterone dari korpus luteum. C. Klasifikasi Hipogonadisme 1. Hipogonadisme pada pria Beberapa peneliti membagi hipogonadisme pada pria ke dalam beberapa kelompok yang berbeda. Pedoman yang diterbitkan oleh Asosiasi Urologi Eropa pada tahun 2012 membagi hipogonadisme pada pria menjadi empat kelas, yaitu : a. Hipogonadisme primer disebabkan insufisiensi testis b. Hipogonadisme sekunder yang disebabkan oleh disfungsi hipotalamus-hipofisis c. Hipogonadisme onset lambat d. Hipogonadisme karena insesivitas reseptor androgen Sementara itu American Association Of Clinical Endocrinologist membagi hipogonadisme menjadi dua kelas, yaitu hipogonadisme hipogonadotropik dan hipogonadisme hipergonadotropik. 2. Hipogonadisme pada wanita a. Hipogonadisme hipergonadotropik Hipogonadisme hipergonadotropik atau kegagalan ovarium mungkin terjadi karena kelainan kromosom, gangguan autoimun, infeksi (mumps oophoritis), dan radiasi atau obat sitoksik. Banyak kasus hipogonadisme hipergonadotropik adalah idiopatik bahkan setelah penyelidikan yang ekstensif. Para wanita yang mengalami amenore primer atau sekunder memiliki esterogen endogen yang rendah dan kadar FSH yang sangat tinggi. Tidak ada keuntungan dalam melakukan laparoskopi dan biopsy ovarium untuk mendeteksi adanya folikel pada sindrom ovarium resisten karena bersifat invasive dan hasilnya masih diragukan. 7 Sekitar setengah dari wanita muda dengan hipogonadisme hipergonadotropik spontan mengalami fungsi ovarium dan kehamlina spontan yang intermiten dan tak terduga yang dilaporkan pada sekitar 5-10% dari kasus setelah dilakukannya diagnosis. Meskipun ada pengobatan induksi ovulasi yang sukse, setiap bentuk induksi ovulasi tidak dianjurkan untuk pasien ini. Satu-satunya pengobatan yang realistis untuk pasien ini adalah penggunaan telur donor pada fertilisasi in vitro. Selain itu, mereka harus ditawarkan terapi penggantian hormone jangka panjang untuk melindungi tulang mereka dari efek buruk hipoestrogenisme. b. Hipogonadisme hipogonadotropik Pasien ini datang dengan emenorea primer atau sekunder. Mereka memiliki konsentrasi estradiol serum yang sangat rendah karena rendahnya FSH dan LH dari sekresi kelenjar hipofisis. Hal ini dapat disebabkan oleh penyebab kongenital seperti sindrom kallman (defesiensi gonadotropin tersisolasi dan anosmia) atau penyebab yang didapat seperti tumor hipofisis, nekrosis hipofisis (sindrom Sheehan), stress dan penurunan berat badan berlebihan. D. Etiologi hipogandisme Beberapa peneliti membagi hipogonadisme pada pria ke dalam beberapa kelompok yang berbeda. Pedoman yang diterbitkan oleh Asosiasi Urologi Eropa pada tahun 2012 membagi hipogonadisme pada pria menjadi empat kelas, yaitu : - Hipogonadisme primer disebabkan insufisiensi testis - Hipogonadisme sekunder yang disebabkan oleh disfungsi hipotalamus-hipofisis - Hipogonadisme onset lambat - Hipogonadisme karena insesivitas reseptor androgen 1. Primer Untuk hipogonadisme primer tentunya terjadi akibat adanya masalah pada testis, kadar testoteron yang rendah juga disertai dengan meningkatnya hormone gonadotropik, seperti : Infeksi kelenjar gonad Atropi kelenjar gonad Kondisi testis yang tidak turun 8 Adanya komplikasi dari penyakit gondongan Di akibatkan oleh trauma pada testis seperti misalnya dikebiri atau terjadi kecelakaan Adanya infeksi pada testis Adanya sindroma klinefelter Sedang menjalani proses pengobatan kanker Adanya radang pada buah zakar Hemokromatosis 2. Sekunder Hipogandisme sekunder terjadi disebabkan karena adanya gangguan pada kelenjar hipotalamus atau pituitary, yaitu sebagian otak yang berfungsi sebagai pengantar sinyal pada testis untuk memproduksi testosterone, seperti : Tumor hipofisis Kerusakan hipotalamus untuk mensekresi GnRH Hipersekresi prolactin di hipofisis anterior Hiposekresi FSH dan LH Adanya sindrom kallmann Penyakit HIV /AIDS Adanya faktor penuaan Adanya penyakit tumor Kegemukan atau obesitas Adanya penggunaan obat-obat tertentu Adanya peyakit peradangan seperti sarkoidosis, histiositosis dan TBC Sementara itu American Association of Clinical Endocrinologists'' membagi hipogonadisme ini menjadi dua kelas, yakni hipogonadisme hipogonadotropik dan hipogonadisme hipergonadotropik. Pada wanita, Hipogonadisme hipergonadotropik atau kegagalan ovarium mungkin terjadi karena kelainan kromosom, gangguan autoimun , infeksi (mumps oophoritis), dan iradiasi atau obat sitotoksik. Banyak kasus hipogonadisme hipergonadotropik adalah idiopatik bahkan setelah penyelidikan yang ekstensif. Dan Hipogonadisme hipogonadotropik dapat disebabkan baik penyebab 9 kongenital seperti sindrom Kallmann (defisiensi gonadotropin terisolasi dan anosmia) atau penyebab yang didapat seperti tumor hipofisis, nekrosis hipofisis (sindrom Sheehan), stres dan penurunan berat badan berlebihan (anoreksia nervosa). E. Patofisiologi Folitropin (FSH) dan lutropin (LH dilepaskan dihipofisis anterior, dan dirangsang oleh pelepasan pulsatil gonadoliberin (gonadotropin-releasing hormone, GnRH). Sekresi pulsatil dari gonadotropin ini dihambat oleh prolaktin. LH mengatur pelepasan testosteron dari sel leydig di testis. Testosterone, dengan mekanisme umpan balik negatif, menghambat pelepasan GnRH dan LH. Pembentukan inhibin, yang menghambat pelepasan FSH, dan androgen binding protein (ABP) ditingkatkan oleh FSH di sel Sertoli testis. Testosterone atau dihidrotestosteron yang dibentuk dari testosterone di sel sertoli dan di beberapa organ meningkatkan pertumbuhan penis, tubulus seminiferus, dan skrotum. Testosteron dan FSH diperlukan dalam pembentukan dan pematangan spermatozoa. Selain itu, testosterone merangsang aktivitas sekretorik prostat (menurunkan viskositas ejakulat) dan vesikula seminalis (campuran antara fruktosa dan prostaglandin), serta aktivitas sekretorik kelenjar sebasea dan keringat di daerah aksila dan genitalia. Testosteron meningkatkan ketebalan kulit, pigmentasi skrotum, dan eritropoiesis. Testosterone juga mempengaruhi tinggi badan dan postur badan dengan meningkatkan pertumbuhan otot dan tulang (anabolisme protein), pertumbuhan longitudinal, dan mineralisasi tulang serta penyatuan lempeng epifisis. Testosterone merangsang pertumbuhan laring (kedalaman suara), pertumbuhan rambut pada daerah pubis dan aksila, pada dada dan wajah (janggut); keberadaannya penting dalam kebotakan pada laki-laki. Hormone ini juga merangsang libido dan perilaku agresif. Akhirnya hormone ini merangsang retensi elektrolit di ginjal, mengurangi konsentrasi lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) di dalam darah, dan mempengaruhi distribusi lemak. Penurunan pelepasan androgen dapat disebabkan oleh kekurangan GnRH. Bahkan sekresi GnRH nonpulsatil merangsang pembentukan androgen secara tidak adekuat. Keduanya dapat terjadi pada kerusakan di hipotalamus (tumor, radiasi, perfusi yang abnormal, kelainan genetik) serta stress psikologis dan fisik. Konsentrasi GnRH (dan analognya) yang tinggi dan menetap akan menurunkan pelepasan gonadotropin dengan 10 menurunkan jumlah reseptornya. Penyebab lain adalah penghambatan pelepasan gonadotropin pulsatil oleh prolaktin serta kerusakan di hipofisis (trauma, infark, penyakit autoimun, tumor, hiperplasia) atau di testis (kelainan genetic, penyakit sistemik yang berat). Akhirnya, efek androgen dapat dihambat oleh kelainan enzim pada sintesis hormon, misalnya pada defisiensi reduktase genetic atau kelainan reseptor testosterone. F. Manifestasi Klinis 1. Pria a. Defisiensi hormon pada masa kanak-kanak (prepubertas) Gambaran klinisnya adalah enukoidisme, orang-orang enukoid yang berusia di atas 20 tahun, biasanya tinggi, bahu sempit dan otot kecil (konfigurasi tubuh yang mirip dengan wanita dewasa). Selain itu genitalia kecil, suara memiliki nada tinggi, pertumbuhan rambut pubis wanita yaitu segitiga dengan dasar di atas, bukan pola segitiga yang dasarnya di bawah seperti yang dijumpai pada pria normal. b. Difisiensi post pubertas Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya pertumbuhan otot. 2. Wanita Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan genetalia eksterna serta penurunan libido. Dampak terhadap sistem lain yaitu : a. Sistem Reproduksi Atropi testis dan ovarium Impotensi Kehilangan/penurunan libido Genetalia kecil Atropi payudara 11 b. Sistem Muskuloskeletal Otot kecil Pertumbuhan otot kurang c. Sistem Integumen Pertumbuhan rambut tubuh jarang G. Pemeriksaan diganostik 1. CT Scan otak, untuk melihat adanya tumor pada hipofise/hypothalamus 2. Pengambilan kadar testoteron serum 3. Kadar gonadotropi serum dan kariotip 4. Test stimulasi dengan klomifen 5. Test stimulasi Gn RH 6. Test stimulasi HCG 7. Analisis semen untuk kuantitas dan kualitas sperma. H. Penatalaksanaan hipogonadisme 1. Pria Dengan pemberian testoteron dengan dosis yang sesuai untuk hasil yang maksimal dikombinasikan dengan HCG diberikan 3x seminggu dalam waktu 4-6 bulan sampai kadar testoteron normal. Setelah 6 bulan terapi, bila jumlah sperma tetap sedikit maka pegobatan dihentikan, bila jumlah sperma meningkat maka terapi diteruskan. 2. Wanita Dengan pemberian estrogen dan progesteron. I. Komplikasi Akibat hipogonadisme yang terlambat ditangani dapat diobati sesuai dengan usia orang tersebut pertama kali memiliki hipogonadisme (selama perkembangan janin, masa pubertas, atau dewasa). 1. Masa perkembangan Janin Seorang bayi mungkin lahir dengan: Alat kelamin yang ambigu 12 Alat kelamin yang abnormal 2. Masa pubertas Perkembangan pada masa pubertas biasanya tidak lengkap atau tertunda, sehingga menimbulkan: Kurangnya atau ketiadaan jenggot serta rambut/ bulu tubuh Gangguan pada penis dan pertumbuhan testis Pertumbuhan yang tidak proporsional, lengan dan kaki biasanya lebih panjang Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia) 3. Masa dewasa Komplikasi mungkin termasuk: Infertilitas Disfungsi ereksi Penurunan dorongan seks Kelelahan Kehilangan atau lemahnya otot Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia) Kurangnya jenggot atau rambut/bulu tubuh dan Osteoporosis 13 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipogonadisme A. Pengkajian 1. Identitas Pasien Nama : Jenis kelamin : Umur : No MR : Alamat : 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pada pasien wanita mengeluhkan pengecilan payudara dan genetalia eksterna, berhentinya menstruasi, penurunan libido. Pada pasien laki-laki mengeluhkan penurunan libido, impoten, suara tinggi seperti wanita, bahu sempit dan otot kecil (konfigurasi tubuh yang mirip dengan wanita dewasa), lebih mudah tersinggung, menderita depresi. itu terjadi impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya pertumbuhan otot. b. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit HIV/AIDS, tumor infeksi kelenjer gonad, pasien pernah mengalami kecelakaan atau trauma pada daerah genetalia, mengkonsumsi obat-obat kanker, pasien mempunyai riwayat obesitas. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya anggota keluarga pasien mempunyai penyakit yang sama dengan pasien. B. Pemeriksaan Fisik 1. Tingkat energi - Kaji perubahan kekuatan fisik dihubungkan dengan sejumlah gangguan hormona khususnya hormon gonad. - Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 2. Pertumbuhan dan perkembangan 14 Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH, kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus kurang. Kondisi ini dapat terjadi pula setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi gonad. - Kaji apakah gangguan ini terjadi semenjak bayi dilahirkan atau terjadi selama proses pertumbuhan. - Kaji secara lengkap pertumbhan ukuran tubuh dan fungsinya. - Kaji apakah perubahan fisik dipengaruhi kejiwaan klien. 3. Seks dan reproduksi Fungsi seksual dan reproduksi penting untuk dikaji baik pada klien wanita maupun pria. a. Pada klien wanita Kaji kapan mulai/berhenti menstruasi, perubahan fisik termasuk sering nyeri atau keram abdomen sebelum, selama dan sesudah haid. b. Pada klien pria Kaji apakah klien mampu ereksi, dan orgasme serta bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalianya. 4. Aspek Psikologis - Kaji kemampuan kooping, dukungan keluarga, teman dan handaitaulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit. - Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan. 5. Aspek social Perlu dikaji kondisi lingkungan, menarik diri dari pergaulan. 6. Aspek spiritual Perlu dikaji tentang agama, keyakinan, peribadatan harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakit klien. 15 C. Analisa Data No. 1. Data Masalah Keperawatan Do : klien tampak tidak percaya diri Gangguan citra tubuh b/d perubahan Ds : klien mengatakan payudara struktur dan fungsi tubuh semakin mengecil 2. Do : kadar testosterone serum Disfungsi seksual b/d perubahan menurun, atropi testis, genetalia bentuk dan fungsi organ seks mengecil Ds : klien mengatakan ketidakpuasan dalam hubungan sexualitasnya 3. Do : klien tampak cemas dan Cemas b/d kurang gelisah tentang proses penyakit pengetahuan Ds : klien sering bertanya tentang penyakitnya D. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi gonad. 2. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad. 3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang didapat. 16 E. Intervensi Keperawatan No. 1. Diagnosa Keperwatan NIC Gangguan citra tubuh - Body image Body image enhancement berhubungan dengan - Self esteem 1. Kaji secara verbal dan non perubahan struktur dan KH : verbal respon klien fungsi tubuh akibat 1. Body image positif terhadap tubuhnya difisiensi gonad. 2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad. mengkritik dirinya 3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, secara factual kemajuan dan prognosis perubahan fungsi penyakit 4. Mempertahankan Disfungsi seksual 2. Monitor frekuensi 3. Mendeskripsikan tubuh 2. NOC 4. Dorong klien mengungkapkan interaksi sosial perasaannya - Sexuality pattern, Sexual consoling ineffective - Self-esteem Situasional Low - Knowledge Sexual Functioning KH : 1. Pemulihan dan penganiayaan sexual 2. Perubahan fisik 1. Membangun hubungan terapeutik, berdasarkan kepercayaan dan rasa hormat 2. Menyediakan privasi dan menjamin kerahasiaan 3. Menginformasikan pasien di awal hubungan bahwa sexualitas adalah bagian dengan penuaan pria penting bagi kehidupan dan wanita dan bahwa penyakit, obat 3. Pengenalan dan obatan dan stress atau penerimaan identitas masalah lain sering sexual pribadi mengubah fungsi sexual 17 4. Mengetahui masalah reproduksi 5. Control resiko 4. Memberikan informasi fungsi sexual 5. Diskusikan efek dari penyakit menular situasi penyakit atau sexual ( PMS ) kesehatan pada sexualitas 6. Menunjukkan dapat berdaptasi dengan ketidakmampuan fisik 3. Cemas berhubungan dengan kurang - Anxiety self – control pengetahuan tentang - Anxiety level proses penyakit, - Coping pengobatan dan perawatan KH : atau minimnya informasi 1. Klien mampu yang didapat. mengidentifikasi dan mengungkapan gejala cemas 2. Mengidentifikasi, Anxiety Reduction ( Penurunan Kecemasan ) 1. Gunakan pendekatan yang menengkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap prilaku pasien 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Pahami mengungkapkan dan perspektif pasien menunjukkan teknik terhadap situasi stress untuk mengontrol cemas 3. Vital sign dalam batas normal 4. Postur tubuh, atau 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 5. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi wajah dan Indentifikasi tingkat bahasa tubuh kecemasan menunjukkaan kurangnya kecemasan 18 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipogonadisme Berdasarkan Kasus A. Kasus Nn. V 23 tahun datang ke Poli Rs mengeluh pertumbuhanna lambat, ukuran otot dan tulangnya kecil, tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan axila, payudara tidak tumbuh, tidak pernh mendapat haid. B. Pengkajian 3. Identitas Pasien Nama : Nn. V Jenis kelamin : Perempuan Umur : 23 Thn No MR : Alamat : 4. Riwayat Kesehatan d. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengeluh pertumbuhan lambat, ukuran otot dan tulangnya kecil, tanda-tand seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan axila, payudara tidak tumbuh, tidak pernah mendapat haid. e. Riwayat Kesehatan Dahulu f. Riwayat Kesehatan Keluarga C. Pemeriksaan Fisik 7. Tingkat energi 8. Pertumbuhan dan perkembangan 9. Seks dan reproduksi Fungsi seksual dan reproduksi penting untuk dikaji baik pada klien wanita. c. Pada klien wanita Klien mengatakan tidak pernah mendapat haid. 10. Aspek Psikologis 11. Aspek social 12. Aspek spiritual 19 D. Analisa Data No. 1. Data Masalah Keperawatan Do : Gangguan citra tubuh b/d perubahan Ds : klien mengatakan struktur dan fungsi tubuh pertumbuhannya lambat, ukuran otot dan tulangnya kecil, payudara tidak tumbuh 2. Do : Disfungsi seksual b/d perubahan Ds : klien mengatakan tanda-tanda bentuk dan fungsi organ seks seks sekunder tidak berkembang, tidak pernah mendapat haid E. Intervensi Keperawatan No. 1. Diagnosa Keperwatan NIC Gangguan citra tubuh - Body image Body image enhancement berhubungan dengan - Self esteem 5. Kaji secara verbal dan non perubahan struktur dan KH : verbal respon klien fungsi tubuh akibat 5. Body image positif terhadap tubuhnya difisiensi gonad. 6. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal berhubungan dengan perubahan bentuk dan mengkritik dirinya 7. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, secara factual kemajuan dan prognosis perubahan fungsi penyakit 8. Mempertahankan Disfungsi seksual 6. Monitor frekuensi 7. Mendeskripsikan tubuh 2. NOC 8. Dorong klien mengungkapkan interaksi sosial perasaannya - Sexuality pattern, Sexual consoling ineffective - Self-esteem Situasional Low 20 6. Membangun hubungan terapeutik, berdasarkan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad. - Knowledge Sexual Functioning KH : kepercayaan dan rasa hormat 7. Menyediakan privasi dan 7. Pemulihan dan penganiayaan sexual 8. Perubahan fisik menjamin kerahasiaan 8. Menginformasikan pasien di awal hubungan bahwa dengan penuaan pria sexualitas adalah bagian dan wanita penting bagi kehidupan 9. Pengenalan dan dan bahwa penyakit, obat penerimaan identitas obatan dan stress atau sexual pribadi masalah lain sering 10. Mengetahui masalah reproduksi 11. Control resiko penyakit menular sexual ( PMS ) 12. Menunjukkan dapat berdaptasi dengan ketidakmampuan fisik 21 mengubah fungsi sexual 9. Memberikan informasi fungsi sexual 10. Diskusikan efek dari situasi penyakit atau kesehatan pada sexualitas DAFTAR PUSTAKA Lonia, Gita April. 2016. Gangguan Pada Sistem Endokrin : Hipogonadisme. 21(3). 98-99 Alfis. 2016. Task Reading Hipogonadisme. Universitas Islam Al-Azhar Mataram. 6-17 Arum, Christy. 2015. Makalah Hipogonadisme. 8 (8). 1-10 Manurung, Nixson, dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin Dilengkapi Mind Mapping dan Asuhan Keperawatan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: CV Budi Utama 22