i Laporan Studi Pustaka (KPM 403) TINGKAT LITERASI INTERNET DAN PENYEBARAN INFORMASI HOAX QONA’AH OKTAVIANI I34150128 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2018 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul “TINGKAT LITERASI INTERNET DAN PENYEBARAN INFORMASI HOAX" merupakan hasil karya ilmiah saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada suatu perguruan tinggi ataupun lembaga, serta tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian, pernyataan ini saya tulis dengan sesungguh-sungguhnya dan saya bersedia bertanggungjawab atas pernyataan ini. Bogor, Mei 2018 Qona’ah Oktaviani NIM. I34150128 iii ABSTRAK QONA’AH OKTAVIANI. Tingkat Literasi Internet dan Penyebaran Informasi Hoax. Dibimbing oleh SUTISNA RIYANTO. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menyebabkan aktivitas komunikasi bagi manusia menjadi semakin mudah. Salah satu bentuk perkembangan TIK yaitu internet. Pertukaran informasi pada internet dapat dilakukan dengan waktu yang singkat dan tidak lagi terkendala oleh jarak antar komunikan. Dampak dari internet tidak selalu positif. Kebebasan pemanfaatan internet membuat banyak informasi hoax beredar di masyarakat. Agar dapat terhindar dari dampak negatif internet, maka dibutuhkan literasi internet bagi para pengguna internet. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengukur tingkat literasi internet masyarakat dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan literasi internet, serta mengidentifikasi penyebaran informasi hoax. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode analisis bahan pustaka berupa skripsi, jurnal ilmiah, buku teks, artikel, serta laporan hasil penelitian lainnya. Hasil dari rangkuman pustaka menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor internal dan faktor eksternal yang berhubungan dengan literasi internet masyarakat dan tingkat literasi internet dapat diukur dengan menggunakan Individual Competence Framework, serta penyebaran informasi hoax dapat diukur menggunakan dua indikator yaitu tingkat penerimaan informasi hoax dan tingkat motivasi penyebaran informasi hoax. Kata kunci: internet, literasi media, penyebaran informasi hoax ABSTRACT QONA’AH OKTAVIANI. Level of Internet Literacy and Hoax Information Dissemination. Supervised by SUTISNA RIYANTO. The development of information and communication technology (ICT) causes communication activities for humans becomes easier. One form of development of ICT is the internet. The exchange of information on the Internet can be done with a short time and no longer constrained by the distance between the communicant. The impact of the internet is not always positive. Freedom of utilization of the internet makes a lot of hoax information circulating in the community. In order to avoid the negative impact of the internet, it takes Internet literacy for internet users. The purpose of this paper is to measure the level of internet community literacy and identify factors related to internet literacy, as well as identify the dissemination of hoax information. The method used in this paper is the method of library material analysis in the form of thesis, scientific journals, textbooks, articles, and reports of other research results. The results of the library summary indicate that there are several internal factors and external factors related to the internet literacy of the community and the level of Internet literacy can be measured by using the Individual Competence Framework, and the hoax information dissemination can be measured using two indicators, namely the acceptance level of hoax information and the level of information dissemination motivation Hoax. Keywords: internet, internet literacy, hoax information dissemination 4 TINGKAT LITERASI INTERNET DAN PENYEBARAN INFORMASI HOAX Oleh Qona’ah Oktaviani I34150128 Laporan Studi Pustaka Sebagai Syarat Kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2018 5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul “TINGKAT LITERASI INTERNET DAN PENYEBARAN INFORMASI HOAX"merupakan hasil karya ilmiah saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada suatu perguruan tinggi ataupun lembaga, serta tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian, pernyataan ini saya tulis dengan sesungguh-sungguhnya dan saya bersedia bertanggungjawab atas pernyataan ini. Bogor, Mei 2018 Qona’ah Oktaviani NIM. I34150128 6 7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan hidayah yang tercurah selama ini kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Tingkat Literasi Internet Remaja Desa dan Penyebaran Informasi Hoax”. Laporan ini merupakan salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada proses penyususunan makalah ini penulis menemui banyak kesulitan dan hambatan, tetapi berkat dorongan dari berbagai pihak alhamdullilah penulis dapat melewatinya. Penulis banyak mendapat arahan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak yang sangat berguna bagi penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Sutisna Riyanto selaku dosen pembimbing Studi Pustaka yang telah membimbing, mendukung, dan memberikan inspirasi yang luar biasa dalam penyusunan studi pustaka. Kepada orangtua penulis yaitu Ayahanda Imam Santoso dan Ibunda Mamah Faridah yang telah memberikan dukungan materi maupun moral serta doa dan dukungan yang tulus sejak penulis lahir hingga saat ini. Kepada kakak-kakak penulis yaitu Suci Novellianingrum, Annisa Noor Baeti dan Dian Mustikasari penulis mengucapkan terimakasih atas motivasi yang telah diberikan dan kesediannya menjadi teman cerita yang baik serta selalu memberikan nasihat sehingga penulis dapat melalui banyak hal dengan lancar. Kepada Mohammad Irfan Rachman yang selalu ada untuk membantu dan memberikan dukungan penulis mengucapkan terimakasih. Kepada sahabat penulis di kampus yaitu Gopi Setiawan Sihombing, Dzikra Aura Nindita, Elzahra Tiara Yurida dan Fifi Fatatiatul Hidayah yang selalu memberikan dorongan pada penulis untuk menyelesaikan Studi Pustaka ini penulis juga mengucapkan terimakasih. Seluruh keluarga besar SKPM 52 atas kebersamaannya dan senior SKPM atas kesediaannya berbagi pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan Laporan Studi Pustaka ini serta semua pihak yang telah memberikan semangat, dukungan, dan saran kepada penulis selama proses penulisan Laporan Studi Pustaka. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan Indonesia. Bogor, Mei 2018 Penulis 8 DAFTAR ISI PERNYATAAN ............................................................................................................. ii ABSTRAK ..................................................................................................................... iii PERNYATAAN ........................................................................................................ 5 PRAKATA...................................................................................................................... 7 DAFTAR ISI................................................................................................................... 8 PENDAHULUAN .......................................................................................................... 9 Latar Belakang ............................................................................................................ 9 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 10 Metode Penulisan ...................................................................................................... 10 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA............................................................... 11 Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di Media Sosial.......................................... 11 Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial .................................. 13 Literasi Internet dan Partisipasi Politik Masyarakat Pemilih dalam Aktifitas Pemanfaatan Media Baru .......................................................................................... 15 Literasi Media Internet di Kalangan Mahasiswa ...................................................... 17 Literasi Internet pada Siswa Sekolah Menengah Pertama ........................................ 19 Penggunaan Internet Sebagai Media Pembelajaran pada Mahasiswa IAIN Palu ..... 21 Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu ............. 23 Klasifikasi Pengguna Media Sosial Twitter dalam Persebaran Hoax Menggunakan Metode Backpropagation .................................................................. 25 Literasi Internet pada Perempuan Desa..................................................................... 27 Tingkat Literasi Media Masyarakat di Wilayah Perbatasan Papua .......................... 29 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 35 Penyebaran Informasi Hoax ...................................................................................... 35 Literasi Internet ......................................................................................................... 35 Remaja Desa.............................................................................................................. 37 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Literasi Internet ...................................... 38 SIMPULAN .................................................................................................................. 39 Hasil Rangkuman dan Pembahasan .......................................................................... 39 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi............................................ 40 Usulan Kerangka Analisis Baru ................................................................................ 40 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 42 RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................... 44 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menyebabkan aktivitas komunikasi bagi manusia menjadi semakin mudah. Pertukaran informasi dapat dilakukan dengan waktu yang singkat dan tidak lagi terkendala oleh jarak antar komunikan. Perkembangan TIK juga mendorong terjadinya perkembangan media massa. Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tatacara, mode, gaya hidup dan norma-norma. (Mc Quail, 1987). Salah satu contoh perkembangan media massa adalah perubahan jenismedia. Saat ini, secara garis besar jenis media tidak hanya terbagi menjadi media cetak dan media elektronik, namun juga terdapat jenis baru yaitu media siber. Beberapa contoh media siber adalah website, portal berita, blog, dan media sosial. Keseluruhan media siber mucul karena adanya internet. Internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan str Internet Protocol Suite (TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia (Suyanto, 2007). Adanya internet menyebabkan mudahnya informasi mengalir diantara masyarakat. Untuk mendapatkan berita dari berbagai negara di seluruh dunia tidak perlu memerlukan waktu yang lama. Siapapun dapat mengakses internet tidak memerhatikan biaya yang mahal maupun tua-mudanya seseorang. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga semakin memudahkan pengguna dalam mengakses internet. Saat ini internet tidak hanya dapat diakses melalui komputer ataupun laptop, tetapi juga melalui ponsel. Fitur-fitur khusus seperti surel, media sosial, bahkan e-banking sekalipun saat ini dapat dengan mudah diakses melalui ponsel. Banyaknya fasilitas dan luasnya pemanfaatan internet tidak selalu memberikan dampak positif khususnya bagi orang yang tidak mau membaca. World's Most Literate Nations Ranked (2016) peringkat literasi negara Indonesia menduduki urutan ke 60 dari 61 negara persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa (Nugroho, 2017). Fakta lainnya, menurut APJII (2016), lebih dari 50 persen dari seluruh penduduk Negara Indonesia atau sekitar 143 juta orang telah terhubung jaringan internet sepanjang 2016. Warga Jakarta tercatat paling banyak menuangkan segala bentuk curhatan di Twitter lebih dari 10 juta tweet setiap hari dilanjutkan dengan Bandung menduduki peringkat enam. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki dua kota yang menduduki peringkat sepuluh besar dalam survei tersebut. Menanggapi fakta-fakta diatas, dengan literasi yang rendah namun masyarakat Indonesia sangat aktif dalam media sosial, menyebabkan masyarakat Indonesia sangat mudah terprovokasi dengan berita hoax. Hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Informasi tersebut mampu menggiring interpretasi pengguna sesuai dengan yang diharapkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan di dalamnya dan tidak jarang menyebabkan keonaran diantara masyarakat. Hoax terus tersebar di media massa khususnya internet meskipun pembuat dan penyebarnya dapat dipidanakan. Seperti yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 14 ayat 1 bahwa barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. Portal berita yang 10 paling banyak dibaca adalah yang memiliki kecenderungan menampilkan isi (konten) berita yang hanya terdiri dari beberapa alinea, bahkan penyajiannya cenderung tak lengkap dalam satu berita. Untuk mendapatkan informasi lengkap, pembaca dipaksa untuk membaca lebih dari satu berita. Banyaknya persebaran hoax bahkan dapat membuat kelompok terpelajar sekalipun tidak bisa membedakan mana berita yang benar, advertorial dan hoax. Menanggapi permasalahan diatas, masyarakat Indonesia membutuhkan tingkat literasi media yang baik. Literasi media adalah pemahaman sumber, teknologi komunikasi, kode yang digunakan, pesan yang dihasilkan, seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan tersebut (Rubin, 1998). Kemampuan untuk mengkritisi media sangat diperlukan agar individu dapat memilah dan menyaring informasi yang positif dengan informasi yang negatif yang didapatkan dari internet. Kemampuan juga literasi media perlu dimiliki setiap individu di era saat ini karena tingginya tingkat keterdedahan masyarakat terhadap berbagai media massa. Media terus berkembang dalam berbagai bentuk di seluruh lapisan masyarakat. Media yang sangat berpengaruh yaitu media sosial seperti facebook, twitter, line, dan lain sebagainya. Apabila masyarakat Indonesia memiliki tingkat literasi media yang baik maka meskipun berita hoax sangat marak tersebar bebas, masyarakat secara otomatis dapat mengenali berita hoax dan tidak mudah mempercayai berita tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang tingkat literasi media internet dan penyebaran informasi hoax. Tujuan Penulisan Laporan studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui tingkat literasi media masyarakat dalam penyebaran informasi hoax. Secara spesifik, laporan studi pustaka ini bertujuan untuk : 1. Menjelaskan penyebaran informasi hoax 2. Menjelaskan tingkat literasi internet masyarakat 3. Menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat literasi internet masyarakat Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Studi Pustaka ini yaitu metode analisis data sekunder yang relevan dengan topik Studi Pustaka. Adapun data sekunder yang dikumpulkan dengan cara mengumpulkan dan mengkaji berbagai hasil penelitian baik berupa jurnal ilmiah, buku teks, dan skripsi. Kemudian bahan pustaka yang sudah terkumpul dibaca, dipelajari, diringkas, dan dianalisis serta dikritisi sehingga menjadi suatu tulisan ilmiah yang berisi tinjauan teoritis dan tinjauan faktual beserta analisis dan sintesisnya. Studi Pustaka ini menghasilkan kerangka pemikiran serta pertanyaan penelitian yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya. 11 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA Dalam penulisan ini, dilakukan meringkas dan menganalisis pustaka dari duabelas pustaka yang berupa jurnal ilmiah, skripsi, dan makalah yang dipresentasikan dalam pertemuan ilmiah yang diterbitkan dalam prosiding. Duabelas pustaka tersebut dipilih berdasarkan topik yang dianggap paling relevan dengan topik penulisan. Tujuan dari meringkas dan menganalisis pustaka ini adalah agar dapat mengetahui dan menganalisis lebih jauh terkait variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya. Rangkuman 1 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (edisi): hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh : Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di Media Sosial 2017 Jurnal Elektronik Dedi Rianto Rahadi Malang dan Universitas Merdeka Malang Manajemen dan Kewirausahaan 5(1): 58-70 http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jmdk/art icle/download/1342/933 21 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Saat ini media sosial merupakan media komunikasi yang efektif, tranparan dan efisien serta memiliki peran penting sebagai agen perubahan dan pembaharuan. Media sosial sebagai jembatan untuk membantu proses peralihan dari masyarakat yang tradisional ke masyarakat yang modern. Banyaknya media online dan media sosial yang menawarkan berbagai akses kemudahan akan lebih efektif dan bermanfaat bila dijadikan sebagai wadah dalam memberikan masukan, kritik maupun saran dalam pembangunan. Permasalah yang timbul dari penggunaan media sosial saat ini adalah banyaknya hoax yang menyebar luas, bahkan orang terpelajar pun tidak bisa bedakan mana berita yang benar, advertorial dan hoax. Penyebaran tanpa dikoreksi maupun dipilah, pada akhirnya akan berdampak pada hukum dan informasi hoax-pun telah memecah belah publik. Masyarakat diharapkan lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial. Bagaimana memanfaatkan media sosial serta meminimalisir informasi hoax sebagai sarana untuk bertukar informasi dengan pemerintah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis manfaat media sosial dan antisipasi hoax dalam bertukar informasi dengan pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan yang sementara berlangsung.Informan dalam penelitian adalah pengguna yang memiliki media sosial dan pernah menerima informasi hoax, dengan jumlah pengguna sebanyak 122 orang dan dipilih secara acak dari beberapa profesi yang dilingkungan civitas akademik Universitas Presiden. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen dalam bentuk kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang relevan dengan penelitian. 12 Analisis data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Lokasi penelitian dilakukan di Universitas Presiden. Data yang dihasilkan dari penelitian ini menggambarkan bahwa kepentingan penggunaan internet di lingkungan civitas akademik Universitas Presiden meliputi informasi (information utility), kesenangan (leisure/fun activities), komunikasi (communication), dan transaksi (transaction). Pelanggaran etika penggunaan internet pada penelitian ini yaitu penyalahgunaan freedom of speech yang berbentuk penyebaran berita palsu. Penelitian ini menyatakan bahwa hak Freedom of Speech seringkali disalahartikan dan disalahgunakan untuk menciptakan berita hoax yang bertujuan untuk membuat sensasi pada media sosial tersebut atau memang sengaja agar pengguna internet dapat mampir pada website pembuat berita hoax tersebut agar mendapat keuntungan dari jumlah pengunjung. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan perilaku pengguna media sosial dalam menanggapi informasi Hoax cukup beragam dengan berbagai latar belakang pengguna. Dari hasil penelitian juga menunjukkan perilaku pengguna media sosial paham terhadap informasi hoax, alasan, dampak, cara mengatasi serta cara tanggung jawab dalam penyebaran informasi hoax. Hasil penelitian ini mengungkapkan ada dua faktor yang menyebabkan pengguna cenderung mudah percaya pada informasi hoax. Pada dasarnya perilaku pengguna lebih cenderung percaya informasi hoax, jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Kedua, perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat pengakuan dan cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar atau salah. Mereka akan untuk menyebarkan kembali informasi tersebut tanpa ada filter. Kondisi ini diperparah jika si penyebar informasi hoax memiliki pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet. Literasi media memang sangat diperlukan untuk dapat menangkal efek negatif dari diseminasi pesan melalui media massa, karena umumnya setiap individu memaknai pesan yang diterima dari media berdasarkan pemahaman individu tersebut. Analisis Pustaka Penelitian ini meneliti dimensi kepentingan penggunaan internet civitas akademik Universitas Presiden dan informasi hoax di sosial media serta bagaimana peran pemerintah dalam menanggulangi penyebaran informasi hoax. Hasil penelitian menunjukkan dimensi kepentingan penggunaan internet civitas akademik Universitas Presidenmeliputi informasi (information utility), kesenangan (leisure/fun activities), komunikasi (communication), dan transaksi (transaction). Hasil penelitian juga menunjukkan pengguna media sosial paham terhadap informasi hoax, alasan, dampak, cara mengatasi serta cara tanggung jawab dalam penyebaran informasi hoax. Ada dua faktor yang menyebabkan pengguna cenderung mudah percaya pada informasi hoax. Pertama, pada dasarnya perilaku pengguna lebih cenderung percaya informasi hoax, jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Kedua, perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat pengakuan dan cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar atau salah. Alasan penyebaran hoax adalah untuk merubah atau mempengaruhi opini publik, supaya menjadi viral dimedia sosial, ingin merubah kebijakan pemerintah yang tidak sesuai, ingin menghakimi atau mencela perbuatan personal yang melanggar hukum, mendukung elemen masyarakat tertentu, persaingan bisnis, minimnya tindakan hukum. Untuk mencegah penyebaran Hoax dapat dilakukan dengan literasi media. Sehingga keterampilan literasi media sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar dapat menangkal efek negatif dari diseminasi pesan melalui media massa. 13 Rangkuman 2 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit : : : : : : Nama Jurnal Volume (edisi): hal Alamat URL : : : Tanggal Unduh : Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial 2017 Jurnal Elektronik Vibriza Juliswara Yogyakarta dan STISIP Kartika Bangsa Yogyakarta Pemikiran Sosiologi 4(2): 142-164 https://journal.ugm.ac.id/jps/article/view/285 86/pdf 21 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Pemanfaatan media sosial di Indonesia saat ini berkembang luar biasa. Meski begitu, perkembangan teknologi informasi kehidupan didunia nyata tidak pararel dengan kehidupan di dunia maya. Akhir-akhir ini media sosial dipenuhi berita ujaran kebencian, bentuk-bentuk intoleransi dan informasi palsu (hoax). Hal ini berlangsung khususnya pada situasi politik tertentu, misalnya pada saat Pemilu, Pilpres dan pada masa Pilkada serentak di beberapa wilayah di Indonesia, dimana terdapat indikasi adanya persaingan politik dan kampanye hitam yang juga dilakukan melalui media sosial. Masyarakat sebagai konsumen informasi dirasa masih belum bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang palsu atau hoax belaka. Beberapa faktor mempengaruhi terjadinya hal ini diantaranya yaitu ketidaktahuan masyarakat dalam menggunakan media sosial secara bijaksana. Kegaduhan yang terjadi di media sosial dinilai bisa merambat ke dunia nyata jika tidak segera diatasi. Perbincangan yang terdapat di media sosial berpotensi mengkonstruksi pemahaman publik mengenai suatu hal dalam kehidupan masyarakat. Kegaduhan di media sosial dapat berdampak dalam kehidupan riil karena media sosial ini juga membentuk konstruksi pemaknaan tentang asumsi sosial kita. Pada akhirnya konsep tentang kebinekaan mengalami dekonstruksi oleh argumen-argumen yang ikut dibentuk melalui media sosial. Dalam merespon persoalan semacam itu, Kemenkominfo diharapkan dapat merumuskan konsep yang sesuai dalam mengantisipasi terjadinya kegaduhan di media sosial. Kondisi semacam itu pula menjadi tuntutan bagi pemerintah untuk merumuskan konsep pendidikan literasi berbasis multikulturalisme kepada masyarakat. Konsep-konsep yang didasari oleh nilainilai primordialitas itu harus perlahan dikikis melalui reaktualisasi konsep kebhinnekaan. Dengan demikian, kerukunan berbangsa masyarakat Indonesia dapat dipelihara sebaik mungkin. Masyarakat Indonesia saat ini umumnya senang berbagi informasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam 14 peristilahannya. Penelitian ini mengembangkan suatu penggunaan model literasi informasi yang dikenal sebagai model ‘Empowering Eight‟ atau E8‟ karena mencakup 8 komponen dalam menemukan dan menggunakan informasi. Model Empowering Eight (E8) menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengolah sumber informasi sebagai basis pembelajaran atau resource-based learning. Secara khusus, studi kasus yang dikembangkan dengan mempraktikkan model „Empowerung Eight‟ atau E8 ini memilih polemik atas berita hoax mengenai „Serbuan Orang Cina ke Indonesia’ yang menjadi perdebatan publik sejak pertengahan tahun 2016. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah pengembangan model literasi media yang berkebhinnekaan dalam menganalisis informasi berita palsu (hoax) di media sosial. Terdapat delapan tahapan model literasi media tersebut. Pertama, tahapan identifikasi sumber berita. Kedua, tahapan eksplorasi sumber berita. Ketiga, tahapan seleksi dan rekaman informasi. Keempat, tahapan evaluasi informasi.Berdasarkan identifikasi, eksplorasi, seleksi dan evaluasi berita, maka tahapan berikutnya yaitu tahapan kelima adalah menyusun rangkaian informasi baru. Keenam, tahapan mengklarifikasi dan perbandingan sumber. Selanjutnya tahapan tujuh yaitu penilaian output, menjadi suatu langkah penting dalam membahas hasil framing literasi media, misalnya dengan membandingkan pendapat para pakar atau ahli.Tahapan terakhir yaitu tahapan delapan, perlu untuk terus memperbaharui informasi dan mengikuti perkembangan pewacanaan atas pemberitaan yang menjadi polemik dan sumber berita hoax. Meskipun pemberitaan di media online mengenai polemik atas „serbuan 10 juta warga Cina‟ telah diperbaharui untuk menangkal persebaran berita hoax melalui media sosial, ternyata perkembangan wacana mengenai hal tersebut tetap berlangsung bahkan berkembang menjadi wacana baru, misalnya tentang „serbuan Tenaga Kerja Asing Cina dan ancaman Komunisme‟. Analisis Pustaka Penelitian ini mengembangkan suatu penggunaan model literasi informasi yang dikenal sebagai model ‘Empowering Eight‟ atau E8‟. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah pengembangan model literasi media yang berkebhinnekaan dalam menganalisis informasi berita palsu (hoax) di media sosial. Terdapat delapan tahapan model literasi media tersebut. Pertama, tahapan identifikasi sumber berita. Kedua, tahapan eksplorasi sumber berita. Ketiga, tahapan seleksi dan rekaman informasi. Keempat, tahapan evaluasi informasi. Berdasarkan identifikasi, eksplorasi, seleksi dan evaluasi berita, maka tahapan berikutnya yaitu tahapan kelima adalah menyusun rangkaian informasi baru. Keenam, tahapan mengklarifikasi dan perbandingan sumber. Selanjutnya tahapan tujuh yaitu penilaian output, menjadi suatu langkah penting dalam membahas hasil framing literasi media, misalnya dengan membandingkan pendapat para pakar atau ahli. Tahapan terakhir yaitu tahapan delapan, perlu untuk terus memperbaharui informasi dan mengikuti perkembangan pewacanaan atas pemberitaan yang menjadi polemik dan sumber berita hoax. Selain itu, penyebaran informasi hoax dipengaruhi oleh tingkat literasi seseorang. Netizen yang memiliki kemampuan literasi media cukup tinggi, tak hanya sadar pada etika berkomunikasi saja tetapi juga memiliki keterampilan kosntruktif dalam menerima, memproduksi dan membagikan muatan informasi (berita). Pentingnya kesadaran atas pemanfaatan media sosial yang bisa menghadirkan rasa damai, rasa aman, serta keselamatan di tengah-tengah masyarakat menjadi suatu pesan moral yang penting dalam mengembangkan literasi media bagi publik di Indonesia yang masyarakatnya beragam. Masyarakat sebaiknya menyelidiki benar atau tidak informasi yang akan dibagikannya. 15 Rangkuman 3 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit : : : : : : Nama Jurnal Volume (edisi): hal Alamat URL : : : Tanggal Unduh : Literasi Internet dan Partisipasi Politik Masyarakat Pemilih dalam Aktifitas Pemanfaatan Media Baru 2012 Jurnal Elektronik Bambang Mudjiyanto Jakarta dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Studi Komunikasi dan Media 16(1): 1-16 https://media.neliti.com/media/publications/1 96615-ID-literasi-internet-dan-partisipasipoliti.pdf 21 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Partisipasi politik merupakan aspek yang sangat penting dan merupakan ciri khas bagi negara yang menganut paham politik demokrasi. Pada negara yang telah memiliki tingkat modernisasi politik yang berjalan dengan baik, maka tingkat partisipasi politik warganegaranya juga tentu tinggi. Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut paham politik demokrasi, seharusnya memiliki tingkat partisipasi politik yang tinggi. Namun pada kenyataannya, dilihat dari pengalaman Indonesia menggelar pemilu, tingkat tidak menggunakan hak pilih (golput) justru mengalami peningkatan. Penelitian ini ingin menelaah lebih jauh menyangkut perubahan bentuk partisipasi politik masyarakat Indonesia sebelumnya, yang khususnya diorientasikan dalam hubungannya dengan pemanfaatan media baru (internet). Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kadar pemanfaatan media baru masyarakat yang sifatnya dioerientasikan pada bentuk-bentuk kegiatan partisipasi politik dan mengetahui keterkaitan kadar pemanfaatan media baru masyarakat dengan faktor literasi internet. Penelitian ini menggunakan menggunakan paradigma positivistik melalui pendekatan kuantitatif dengan metode survey. Tipe penelitiannya berupa penelitian korelasional, yakni berupa pengujian hipotesis menyangkut hubungan dua variabel. Sampling area penelitian ini adalah ibukota provinsi Bengkulu, yaitu Bengkulu. Populasi penelitian ini adalah para anggota masyarakat pemilih yang terdaftar di Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Populasi sasarannya yaitu para anggota masyarakat pemilih yang terdaftar di Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) berdasarkan Dapil (sub Dapil) yang terambil secaramulti stage simple random sampling. Sampling responden dilakukan dengan teknik acak sederhanadengan cara mengundi nomor-nomor urut anggota masyarakat pemilih yang ada dalam daftar KPUD.Jumlah responden yakni sebanyak 100 responden.Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur (instrument). Pengaplikasian instrument tersebut dilakukan setelah melakukan pretest instrument yang nilai reliabilitas statistik Cronbach’s Alpha-nya sebesar minimal 0,85. Data primer didapatkan dengan cara menggunakan kuisioner terstruktur dan akan diolah menggunakan komputer melalui Program SPSS for Windows. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis, akan dilakukan 16 uji statistik (Chi square atau X2) dengan ukuran keeratan pada uji contingency Pearson dalam kategori Guilford. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kebanyakan responden berkategori generasi millenial yaitu yang tahun lahirnya lebih dari tahun 1982 yang artinya kebanyakan responden berusia muda. Ada tujuh produk TIK yang dimiliki mereka dalam kehidupan sehari-hari yaitu Telepon; Faximile; Komputer; Internet; e-Mail; Website; dan Handphone. Namun demikian, Handphone tampaknya yang paling umum dimiliki oleh responden. Khusus mengenai internet, meskipun data penelitian menunjukkan tingkat kepemilikannyasecara pribadi oleh responden itu relatif kecil jumlahnya, namun dari data penelitian ternyata mengindikasikan bahwa kalangan responden yang jumlahnya kecil itu tetap berusaha agar bisamengakses informasi melalui internet meskipun tidak dimilikinya secara pribadi. Dalam penelitian ini, uraian temuan penelitian tentang literasi internet mengacu pada kemandirian responden dalam kaitan menggunakan pengetahuan teori dan praktik menyangkut search engine, alamat web site, akses informasi, browser, e-mail, pembuatan email/blog, dan menjadi inisiator diskusi melalui blog atau situs jejaring sosial terkait dengan internet sebagai medium komunikasi dan pengelolaan informasi. Peneliti membagi tingkat literasi internet masyarakat ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penggolongan tersebut didasarkan pada total skor yang diperoleh responden melalui kuisioner terstruktur yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden masih tergolong ke dalam tingkat literasi internet rendah. Sedangkan untuk mengukur tingkat partisipasi politik melalui internet diukur melalui kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik melalui media baru yang dilakukan seperti melalui chatting room, e-mail, blog, status dalam jejaring sosial, forum-forum diskusi dalam internet dan website yang diorientasikan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah pusat maupun daerah di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, militer dan agama. Peneliti menggolongkan tingkat partisipasi politik masyarakat melalui internet menjadi empat kategori, yaitu apatis, spectator, gladiator, dan pengkritik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden tegolong ke dalam kategori apatis. Hasil uji statistic hipotesis menunjukkan bahwa diantara kedua variabel memiliki hubungan yang signifikan, tetapi pada ukuran keeratan kontingensi Pearson, hubungannya sangat lemah. Analisis Pustaka Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan internet oleh masyarakat terkait kepentingan melakukan partisipasi politik dan untuk mengetahui keterkaitan kadar pemanfaatan internet masyarakat dengan faktor literasi internet. Tingkat literasi internet diukur dengan mengacu kepada kemandirian responden dalam kaitan menggunakan pengetahuan teori dan praktik menyangkut : 1) search engine; 2) alamat web site; 3) akses informasi; 4) browser; 5) e-mail; 6) pembuatan e-mail/blog; dan 7) menjadi inisiator diskusi melalui blog atau situs jejaring sosial terkait dengan internet sebagai medium komunikasi dan pengelolaan informasi yang dilakukan dengan cara scoring. Hasil scoring digolongkan menjadi tiga tingkatan literasi internet, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Partisipasi politik pada penelitian ini diukur dengan cara mengukur keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam kehidupan politik melalui chatting room; email; blog; status dalam jejaring sosial; forum-forum diskusi dalam internet; dan web site. Keaktifan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas pada internet tersebut akan diukur dan dikelompokkan menjadi empat tipologi partisipasi politik melalui internet, yaitu apatis, spectator, gladiator, dan pengkritik. 17 Rangkuman 4 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Kota dan Nama Penerbit : : Nama Jurnal Volume (edisi): hal Alamat URL : : : Tanggal Unduh : Literasi Media Internet di Kalangan Mahasiswa 2015 Jurnal Elektronik Gracia Rachmi Adiarsi; Yolanda Stellarosa; Martha Warta Silaban Jakarta dan The London School of Public Relations Humaniora 6(4): 470-482 https://media.neliti.com/media/publications/1 66992-ID-literasi-media-internet-dikalangan-maha.pdf 18 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi saat ini sangatlah pesat. Perkembangan komunikasi tersebut telah berdampak dalam kehidupan bermasyarakat. Dampak dari perkembangan teknologi komunikasi semakin terlihat dengan adanya perkembangan media massa secara online. Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih ini juga diikuti dengan makin mudahnya seseorang mengakses informasi, baik berita, hiburan, media sosial dan lainnya. Halini tidak terlepas dari mudahnya mengakses Internet melalui ponsel cerdas atau smartphone. Internet pada dasarnya adalah media yang netral, maka manusia sebagai pengguna yang dapat menentukan tujuan media tersebut digunakan dan manfaat yang dapat diambil. Berdasarkan asumsi tersebut, maka pendidikan media dan pemahaman akan penggunaannya menjadi suatu hal yang penting bagi semua orang. Terutama, dalam penelitian ini adalah para mahasiswa yang kerap menggunakan Internet untuk mencari beragam informasi untuk menunjang pendidikannya. Pemahaman dan penggunaan media ini disebut literasi media Internet. Kemampuan literasi media, khususnya media Internet, wajib dimiliki para mahasiswa jika tidak ingin tertinggal dan menjadi asing di antara lingkungan yang sudah diterpa arus informasi digital. Literasi media para mahasiswa akan penggunaan media Internet dapat mengurangi efek buruk dari penggunaan media tersebut. Maka diharapkan dengan literasi media terhadap media internet, para pengguna (khususnya mahasiswa) dapat meminimalisir dampak negatif yang didapatkan dari penggunaan media tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini data diperoleh melalui hasil wawancara dan penelitian kepustakaan karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk berupaya memahami fenomena dan realitas menurut subjek, bukan mencari kebenaran maupun moralitas judgement. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan 14 informan yang terdiri dari 8 orang mahasiswa yang mengakses internet di atas 5 jam per hari dan 6 orang mahasiswa yang mengakses internet kurang dari 5 jam per hari. Data sekunder diperoleh dari studi literature yang relevan dengan penelitian. Analisis data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian 18 data, dan penarikan kesimpulan. Lokasi penelitian dilakukan di perguruan tinggi di daerah Jakarta Pusat dan Tangerang. Data yang dihasilkan dari penelitian ini adalah macam-macam pola pemanfaatan internet yang dilakukan oleh dua golongan informan, yaitu informan yang mengakses internet lebih dari 5 jam per hari dan informan yang mengakses internet kurang dari 5 jam per hari. Pada golongan informan yang memiliki frekuensi mengakses internet lebih dari 5 jam per hari menunjukkan perilaku mengakses internet selama 24 jam untuk membuka media sosial (Twitter, Path, Instagram, dsb) dan juga pesan instant (WhatsApp, Blackberry Messenger, LINE, dsb) melalui ponsel pintar. Rata-rata informan pada golongan ini menyatakan bahwa mereka mengakses situs berita melalui tautan yang ada di Twitter. Sedangkan untuk golongan informan dengan frekuensi mengakses internet kurang dari 5 jam per hari menunjukkan bahwa umumnya mereka mengakses internet hanya 30 menit hingga 4 jam setiap harinya. Informan pada golongan ini mengakses internet untuk membuka media sosial yaitu Facebook dan juga pesan instant seperti WhatsApp dan Blackberry Messenger. Selain itu, informan pada golongan ini cenderung lebih menyukai mengakses informasi melalui media cetak maupun media elektronik seperti televisi, dan mereka hanya akan mengakses situs berita di internet apabila telah mendengar informasinya terlebih dahulu melalui teman atau keluarga. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa meskipun pada umumnya para informan lebih mengkritisi informasi yang menarik perhatian mereka saja, tetapi ini membuktikan bahwa remaja khususnya mahasiswa dapat bersikap kritis akan informasi yang dikonsumsinya. Literasi media memang sangat diperlukan untuk dapat menangkal efek negatif dari diseminasi pesan melalui media massa, karena umumnya setiap individu memaknai pesan yang diterima dari media berdasarkan pemahaman individu tersebut. Analisis Pustaka Pada penelitian ini peneliti meneliti macam-macam pola pemanfaatan internet yang dilakukan oleh dua golongan mahasiswa, yaitu mahasiswa yang mengakses internet lebih dari 5 jam per hari dan golongan mahasiswa yang mengakses internet kurang dari 5 jam per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa pada golongan pertama umumnya mengakses internet selama 24 jam penuh sedangkan mahasiswa pada golongan kedua umumnya hanya mengakses internet selama 30 menit hingga 4 jam per hari. Hal yang menarik dari penelitian ini adalah meskipun kedua golongan mahasiswa menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam akses internet, tetapi kedua golongan mahasiswa tersebut memiliki pola pemanfaatan internet yang hampir sama. Tujuan utama kedua golongan mahasiswa tersebut dalam memanfaatkan internet adalah untuk membuka sosial media dan pesan instant. Selain itu, kedua golongan mahasiswa juga tidak rutin mencari informasi berita melalui portal-portal berita online. Sikap kritis akan pesan media yang dikonsumsinya tidak sepenuhnya juga tertanam dalam diri narasumber. Umumnya para narasumber lebih mengkritisi informasi yang menarik perhatian mereka. Mereka tidak terima begitu saja yang disampaikan oleh media tetapi akan mencari tahu dan membandingkan dengan berbagai media lainnya serta memaknai pesan yang ditangkap dari media berdasarkan pemahaman individu tersebut. Sehingga keterampilan literasi media sangat dibutuhkan oleh mahasiswa agar dapat menangkal efek negatif dari diseminasi pesan melalui media massa, karena umumnya setiap individu memaknai pesan yang diterima dari media berdasarkan pemahaman individu tersebut. 19 Rangkuman 5 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit : : : : : : Nama Jurnal Volume (edisi): hal Alamat URL : : : Tanggal Unduh : Literasi Internet pada Siswa Sekolah Menengah Pertama 2014 Jurnal Elektronik Noneng Sumiaty dan Neti Sumiaty Bandung dan Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung Penelitian Komunikasi 17(1): 77-88 https://bppkibandung.id/index.php/jpk/articl e/download/8/10 21 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat memungkinkan siapapun dapat mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan. Untuk penguasaan informasi, masyarakat membutuhkan suatu keterampilan khusus, seperti literasi informasi dan literasi media (termasuk media baru/internet). Konsep baru literasi memasukkan komponen-komponen berikut ini untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilan berfikir kritis manusia dengan memadukan perkembangan sosial, profesional, dan teknologi, yakni: 1) Literasi teknologi: kemampuan untuk memanfaatkan media baru seperti internet untuk mengakses dan mengomunikasikan informasi secara efektif; 2) Literasi informasi: kemampuan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, menyaring dan mengevaluasi informasi dan untuk membentuk opini yang kokoh berdasarkan kemampuan tersebut; 3) Kreativitas media: kapasitas individu yang terus berkembang dimana pun untuk membuat dan menyebarluaskan konten pada berbagai khalayak; 4) Tanggung jawab dan kompetensi sosial: kompetensi untuk memperhitungkan akibat-akibat sosial dari publikasi online dan tanggung jawab terhadap anak-anak. Literasi di era digital mutlak diperlukan karena saat ini internet bukan hanya digunakan sebagai sarana komunikasi ataupun sarana mencari informasi saja, tetapi juga telah digunakan sebagai sarana untuk pemenuhan hampir semua kebutuhan masyarakat. Peneliti melakukan penelitian dengan judul “Literasi Internet pada Siswa SMP” karena saat ini pengguna internet sudah merambah ke berbagai golongan, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang dewasa termasuk siswa SMPN 8 Kabupaten Purwakarta. Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin membahas mengenai tingkat literasi internet pada siswa SMPN 8 kelas 8 Kabupaten Purwakarta. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif eksploratif. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi untuk dapat diketahui bagaimana tingkat literasi internet siswa SMPN 8 di Kabupaten Purwakarta. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat memperoleh pemahaman yang mendasar terhadap masalah-masalah sosial secara holistik dan impresif dengan menggabungkan analisis dan interpretasi data yang disajikan secara naratif. Informan adalah para siswa SMPN 8 Kabupaten Purwakarta yang merupakan pengguna internet baik yang memiliki komputer maupun yang tidak memiliki komputer. 20 Sampel untuk informan adalah masing-masing 2 orang dari setiap kelas 8 SMP tersebut (total ada 14 informan), karena siswa kelas 9 tidak ada saat penelitian dan menurut peneliti kelas 7 masih termasuk siswa yang masih baru. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa informan mengetahui tentang internet dari berbagai sumber, mulai dari kakak informan, teman-teman sepermainan, teman-teman sekolah hingga guru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Sementara tempat yang paling sering digunakan informan untuk menggunakan internet adalah warnet, baik untuk mecari tugas maupun hanya untuk sekedar membuka facebook. Waktu yang informan habiskan setiap kali mengakses internet berkisar antara satu sampai dua jam setiap kali akses. Namun, dinyatakan bahwa informan tidak setiap hari mengakses internet. Dalam penelitian ini, peneliti mengkategorikan tingkat literasi internet informan ke dalam dua kategori, yaitu basic skill (pemahaman dan penguasaan internet secara dasar) dan moderate skill (pemahaman dan penguasaan internet secara menengah ditandai dengan kemampuan informan untuk membuat/mempublikasikan informasi secara online dan membuat data digital). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar informan hanya memahami dan menguasai internet secara dasar (basic skill) dan hanya dua informan yang dinyatakan termasuk ke dalam kategori moderate skill. Dapat disimpulkan bahwa seluruh informan termasuk ke dalam kategori pemahaman dan penguasaan internet dasar (basic skill) karena semua informan telah mengenal internet sejak sekolah dasar, sehingga mereka sudah mengetahui dasar-dasar internet. Sedangkan hanya terdapat dua informan yang tergolong pemahaman dan penguasaan internet menengah (moderate skill) tetapi belum menguasai secara keseluruhan, karena meskipun telah memiliki kemampuan untuk membuat/mempublikasikan informasi secara online, tetapi terdapat satu item yang tidak dipahami dan dikuasai oleh kedua informan tersebut, yaitu membuat/mempublikasikan berita online. Analisis Pustaka Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang tingkat literasi internet padasiswa SMPN 8 Kabupaten Purwakarta. Peneliti mengkategorikan keterampilan penggunaan internet kedalam tiga kategori yaitu basic skill, moderate skill, dan advanced skill. Hampir seluruh informan telah memahami dan menguasai dasar tentang internet, namun masih ada informan yang belum menguasai dan memahaminya. Pemahaman dan penguasaan menengah (moderate skill) tentang internet, ada beberapa informan yang menguasai dan memahami dua item saja, dari lima item moderate skill, seperti pernah membuat/memublikasikan informasi secara online, dan membuat/memublikasikan berita online. Satu item lagi hampir semua informan tidak memahami dan menguasainya dalam hal membuat/memublikasikan berita online. Berarti penguasaan informan terhadap internet pada level moderat masih belum menguasai secara keseluruhan. Kekuatan dari penelitian ini adalah pemilihan objek penelitian yang menarik, karena memang sasaran empuk internet adalah remaja. Sehingga memang dibutuhkan penelitian untuk menganalisis tingkat literasi internet pada remaja sehingga dapat diberikan saran dan solusi untuk meningkatkan pengetahuan literasi internet pada remaja agar mereka dapat menyaring dampak positif maupun negatif dari internet. 21 Rangkuman 6 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (edisi): hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh : Penggunaan Internet Sebagai Media Pembelajaran pada Mahasiswa IAIN Palu 2015 Jurnal Elektronik Hamka Palu dan IAIN Palu Studia Islamika 12(1): 95-119 https://jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/a rticle/download/383/358 21 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Penggunaan internet sebagai media pembelajaran merupakan suatu keharusan dalam merespon perkembangan teknologi informasi yang berimplikasi terhadap pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan saat ini. Teknologi informasi telah menawarkan berbagai kemudahan dalam pembelajaran. Diantara berbagai fasilitas yang tersedia, terdapat lima fasilitas yang umum dimanfaatkan dalam bidang pendidikan, yaitu World Wide Web (www.), FTP (File Transfer Protokol), E-Mail, Mailing List, dan News Group. Penggunaan internet di kalangan pelajar yang paling umum adalah untuk belajar atau mengerjakan tugas, E-Mail, bermain permainan online, situs chat, dan hobi dan minat. Sedangkan untuk mengetahui intensitas pemanfaatan internet seseorang, terdapat dua hal yang harus diamati yaitu frekuensi penggunaan internet serta durasi penggunaan internet setiap kali mengakses internet. The Graphic Visualization & Usability Center, the Georgia Institute of Technology menggolongkan pengguna internet berdasarkan intensitas penggunaan internet ke dalam heavy users, medium users, dan light users. Masih banyak lagi penelitian yang mengkaji tentang penerapan internet dalam dunia pendidikan, khususnya sebagai media pembelajaran. Namun, sepanjang telaah penulis, belum ada yang secara khusus mengkaji tentang penerapan internet sebagai media pembelajaran pada mahasiswa IAIN Palu. Kondisi real yang ditemukan pada pra penelitian menunjukkan bahwa: 1) paradosen IAIN Palu umumnya telah mengikuti pelatihan penggunaan internet dan E-learning dalam pembelajaran; 2) jaringan internet berbasis wifi tersedia di semua jurusan; 3) penggunaan internetdan terutama penerapan e-learning belum berjalan secara optimal. Sehingga dalam penelitian ini, penulis mencoba menganalisa dan menjelaskan pola, faktor-faktor yang mempengaruhi serta respon mahasiswa terhadap penggunaan internet sebagai media pembelajaran dan atau penerapan e-learning dalam pembelajaran di IAIN Palu. Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat kualitatif, yakni berupaya menghimpun data, mengolah dan menganalisa secara kualitatif dan mendefenisikannya secara kualitatif pula. Pengumpulan data dilakukan melalui metode: angket, wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Metode-metode ini digunakan secara berbarengan dan saling mendukung satu sama lain. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Interaktf Miles dan Huberman. Teknik analisis ini padadasarnya terdiri dari 3 komponen yaitu: reduksi data, penyajiandata dan penarikan serta pengujian kesimpulan. 22 Hasil penelitian ini mengkategorikan objek kajian penelitian penggunaan internet sebagai media pembelajaran ke dalam tiga bentuk, yaitu penggunaan web searching, penggunaan email, dan penggunaan e-learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi mahasiswa menggunakan internet sebagai media pembelajaran bukan untuk memperluas dan memperdalam wawasan, melainkan untuk memudahkan mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dosen. Penggunaan email oleh mahasiswa umunya hanya digunakan sebatas sebagai saluran untuk pengumpulan tugas kepada dosen. Meskipun begitu, tidak semua mahasiswa memiliki email karena memiliki email pribadi belum dianggap sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Selanjutnya pembelajaran melalui e-learning merupakan pembelajaran yang paling sedikit digunakan. Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan internet sebagai media pembelajaran di IAIN Palu, yaitu kurang tersedianya sarana prasana dan juga minimnya sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengelola pembelajaran berbasis online. Meskipun begitu, mayoritas mahasiswa menyambut positif mengenai rencana pembelajaran berbasis online meskipun masih banyak mahasiswa yang merasa terbebani akan biaya internet, sehingga diharapkan pihak IAIN dapat menyediakan fasilitas internet gratis untuk mendukung metode pembelajaran di IAIN Palu. Analisis Pustaka Hasil penelitian ini mengkategorikan objek kajian penelitian penggunaan internet sebagai media pembelajaran ke dalam tiga bentuk, yaitu penggunaan web searching, penggunaan email, dan penggunaan e-learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi mahasiswa menggunakan internet sebagai media pembelajaran bukan untuk memperluas dan memperdalam wawasan, melainkan untuk memudahkan mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dosen. Penggunaan email oleh mahasiswa umunya hanya digunakan sebatas sebagai saluran untuk pengumpulan tugas kepada dosen. Meskipun begitu, tidak semua mahasiswa memiliki email karena memiliki email pribadi belum dianggap sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Selanjutnya pembelajaran melalui e-learning merupakan pembelajaran yang paling sedikit digunakan. Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan internet sebagai media pembelajaran di IAIN Palu, yaitu kurang tersedianya sarana prasarana dan juga minimnya sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengelola pembelajaran berbasis online. Meskipun begitu, mayoritas mahasiswa menyambut positif mengenai rencana pembelajaran berbasis online meskipun masih banyak mahasiswa yang merasa terbebani akan biaya internet, sehingga diharapkan pihak IAIN dapat menyediakan fasilitas internet gratis untuk mendukung metode pembelajaran di IAIN Palu. Peneliti telah mampu menjelaskan pola-pola pemanfaatan internet apa saja yang dijadikan sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa IAIN Palu. Peneliti telah mampu memberikan solusi yang relevan untuk memecahkan permasalahan yang ada, meskipun saran yang diberikan oleh peneliti masih menitikberatkan kepada peningkatan sarana prasarana fasilitas internet daripada saran untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengakses dan menganalisis informasi lewat media internet (literasi media). 23 Rangkuman 7 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit : : : : : : Nama Jurnal Volume (edisi): hal Alamat URL : : : Tanggal Unduh : Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu 2016 Jurnal Elektronik Juliana Kurniawati dan Siti Baroroh Bengkulu dan Universitas Muhammadiyah Bengkulu Komunikator 8(2): 51-66 https://journal.umy.ac.id/index.php/jkm/arti cle/view/2069 22 Maret 2018 Ringkasan Pustaka Pengaruh New Media atau “Media Baru” demikian besar terhadap masyarakat secara individu maupun kelompok. Berbagai penelitian telah membuktikan betapa dahsyatnya pengaruh media baru dalam hidup bermasyarakat terutama berpengaruh pada generasi muda dalam hal ini terhadap mahasiswa. Pengaruhnya diantaranya terjadi perubahan pola dan bentuk komunikasi antara anak dengan orang tua, antara remaja dalam lingkungan pertemanannya, demikian juga antara mahasiswa terhadap dosen. Keberadaan media baru juga sedikit banyak merubah gaya hidup mahasiswa, dimana mahasiswa jaman sekarang lebih pasif dalam proses komunikasi langsung dan lebih terfokus kepada informasi-informasi yang mereka akses dari media baru. Ketika ada forum diskusi di kelas, untuk mencari jawaban mahasiswa lebih sering membuka search engine google daripada mencari jawaban di buku-buku referensi. Kedekatan media digital dengan mahasiswa selain membawa dampak baik juga membawa dampak buruk. Informasi yang disajikan dalam internet belum tentu benar adanya. Apabila penerima informasi tidak melakukan cross check maka dapat terjadi kesalahan persepsi yang dampaknya tidak baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu dikenalkan dengan media literacy atau literasi media, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk dapat menganalisis terpaan pesanpesan dari media sehingga media dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi antar manusia dengan benar dan optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat literasi media digital mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang ditinjau dari aspek individual competence. Penelitan ini menggunakan metode survei. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini mengunakan pendekatan yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala secara sistematis dan akurat mengenai sifatsifat populasi atau daerah tertentu. Informasi didapatkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada pada responden. Data primer didapatkan dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang berstatus aktif pada tahun ajaran 2015-2016 dengan menggunakan teknik quota sampling dan incidental sampling. Data sekunder diperoleh dari sumber tertulis serperti sumber buku, majalah ilmiah, sumber arsip, dan dokumentasi pribadi. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang berstatus aktif pada tahun ajaran 2015-2016. 24 Hasil penelitian ini menggambarkan tingkat literasi media digital mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang ditinjau dari aspek individual competence serta faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Peneliti membatasi pengertian literasi media digital sebagai keahlian atau kemampuan seseorang memanfaatkan komputer, internet, telepon, PDA, dan peralatan digital yang lain sebagai alat penunjang komunikasi secara benar dan optimal. Peneliti menggunakan Individual Competence Framework sebagai alat ukur dalam mengukur tingkat literasi mediayang terdiri dari Personal Competence dan Social Competence. Personal Competence terdiri dari kategori use skills dan critical understanding, sedangkan Social Competence terdiri dari kategori communicative abilities. Peneliti menggolongkan tingkat literasi media responden ke dalam tiga tingkat, yaitu basic, medium, dan advanced. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pemahaman mengenai fungsi media digital dalam kategori sedang, yang berarti bahwa responden yang memiliki smartphone rata-rata belum mengetahui fungsi-fungsi media digital secara mendalam. Hasil penelitian dalam ranah use skills menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kategori medium, karena mereka telah menggunakan internet untuk tujuan yang beragam tetapi belum mampu memilah isi situs pada internet. Sedangkan untuk ranah critical understanding, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada dalam kategori basic yang berarti bahwa responden belum memiliki kemampuan yang baik untuk menganalisa konten media dan kemampuan untuk berkomunikasi lewat media masih terbatas. Hasil pada ranah communicative skills juga menunjukkan bahwa mayoritas responden masih berada dalam kategori basic karena masih terbatasnya kemampuan responden dalam berkomunikasi melalui media. Maka, total score Individual Competence responden menunjukkan bahwa responden masih berada dalam kategori basic. Analisis Pustaka Hasil penelitian ini menggambarkan tingkat literasi media digital mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang ditinjau dari aspek individual competence serta faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pemahaman mengenai fungsi media digital dalam kategori sedang, yang berarti bahwa responden yang memiliki smartphone rata-rata belum mengetahui fungsi-fungsi media digital secara mendalam. Hasil penelitian dalam ranah use skills menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kategori medium, karena mereka telah menggunakan internet untuk tujuan yang beragam tetapi belum mampu memilah isi situs pada internet. Sedangkan untuk ranah critical understanding, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada dalam kategori basic yang berarti bahwa responden belum memiliki kemampuan yang baik untuk menganalisa konten media dan kemampuan untuk berkomunikasi lewat media masih terbatas. Hasil pada ranah communicative skills juga menunjukkan bahwa mayoritas responden masih berada dalam kategori basic karena masih terbatasnya kemampuan responden dalam berkomunikasi melalui media. Maka, total score Individual Competence responden menunjukkan bahwa responden masih berada dalam kategori basic. Penelitian ini tidak menjelaskan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat Individual Competence responden. 25 Rangkuman 8 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Prosiding Volume (edisi): hal Alamat URL : : : : : Tanggal Unduh : Klasifikasi Pengguna Media Sosial Twitter dalam Persebaran Hoax Menggunakan Metode Backpropagation 2017 Makalah Prosiding Elektronik Kemas Muslim Lhaksmana; Fhira Nhita; Ageng Budhiarto Bandung dan Universitas Telkom E-Proceeding of Engineering 4(2): 3082-3090 http://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/pus taka/files/136625/jurnal_eproc/klasifikasipengguna-media-sosial-twitter-dalampersebaran-hoax-menggunakan-metodebackpropagation.pdf 22 Maret 2018 Ringkasan Pustaka Saat ini media sosial merupakan media komunikasi yang efektif, tranparan dan efisien serta memiliki peran penting sebagai agen perubahan dan pembaharuan. Media sosial berperan sebagai jembatan untuk membantu proses peralihan dari masyarakat yang tradisional ke masyarakat yang modern. Media sosial mempunyai peranan strategis selain sebagai transformasi informasi, media sosial juga dapat menjadi sarana komunikasi antar sesama masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah dalam menyampaikan keluhan maupun menyampaikan berbagai aspirasi.Pada situs jejaring sosial twitter terdapat banyak hal positif dan negatif pada penggunaannya. Twitter selain memudahkan orang untuk berbagi informasi juga membawa dampak buruk, seperti penyalahgunaan informasi (pencemaran nama baik, hoax, gosip, kampanye hitam, penipuan, pornografi, dan yang lainya). Hoax merupakan berita yang tersebar tanpa diketahui kebenaran atau faktanya. Umumnya hoax muncul ketika seseorang berusaha untuk menipu atau mengakali seseorang untuk mempercayai sesuatu. Hoax tersebar melalui mekanisme pembicaraan antar orang atau tulisan yang ada di media sosial, sehingga menyebabkan hoax tersebar dengan cepat. Dengan demikian untuk dapat mengenali ciri-ciri pengguna situs jejaring sosial twitter yang berpotensi menyebarkan berita hoax, maka dibutuhkan metode yang dapat mempelajari dan membaca ciri-ciri tersebut. Metode backpropagation merupakan salah satu program komputasi untuk penerapan neural network atau jaringan syaraf tiruan yang sering digunakan untuk memecahkan masalah non-linier serta networkmultilayer. Backpropagation menggunakan pelatihan terbimbing atau terstruktur (train neural network) dan dalam pengaturan jumlah lapisan (layer) mudah dilakukan sehingga mudah diterapkan dalam berbagai masalah. Backpropagation mampu melakukan proses learning (belajar) seperti halnya otak manusia yang mampu menyimpan semua pengetahuan yang sudah di pelajarinya dan menghasilkan tingkat error yang terkecil. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan algoritma Backpropagation (BP) yang digunakan untuk proses learning. 26 Penelitian menggunakan metode neuralnetwork yang sebelumnya pernah dilakukan untuk branch prediction dan kadar polutan. Metode backpropagation dianggap metode yang cocok untuk mendeteksi perilaku pengguna yang berpotensi menyebarkan hoax yang dapat menghasilkan tingkat error terkecil dan tingkat akurasinya dinyatakan dalam bentuk confusion matrix dengan menggunakan metode evaluasi F1-measure. Data yang digunakan oleh penulis adalah data akun yang langsung diambil dari media sosial twitter dengan katakunci #RIPbritney yang berkaitan dengan hoax. Pemilihan akun dilakukan berdasarkan isi konten tweets dan perilaku pengguna. Data set disusun berdasarkan attribute yang digunakan seperti jumlah followers, following, jumlah tweets dan keaktifan penggunayang berdampak pada diterimanya dan tersebarnya suatu berita. Hasil penelitian ini adalah penulis membuat flowchart dari rancangan sistem mengenai klasifikasi pengguna media sosial twitter dalam pernyebaran hoax. Proses pertama adalah menyiapkan data twitter dengan teknik crawling. Kemudian data harus melalui proses preprosesing diantaranya adalah seleksi data. Dimana data hasil crawling harus diseleksi berdasarkan attribute, dan isi konten tweet itu sendiri sebagai kelas yang akan digunakan dalam pengujian. Kemudian data harus dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data testing. Pada pengujian backpropagation memerlukan data training sebagai proses belajar untuk membentuk model pola. Setelah backpropagation melakukan proses pembelajaran, maka data testing akan digunakan sebagai data masukan atau inputan. Data testing akan di proses menggunakan propagasi maju. Dalam tahap akhir sistem akan mencatat perormansi proses pembelajaran (learning) dan percobaan (testing). Proses pengujian menggunakan 2 skenario klasifikasi dengan 3 nilai belajar (learning rate) yang diujikan untuk membandingkan hasil nilai error terkecil yg didapatkan dari 3 nilai belajar tersebut. Pengujian dilakukan menggunakan metode backpropagation setiap skema pengujian dilakukan 3 kali percobaan untuk membangun model agar mendapatkan hasil arsitektur yang baik. Kemudian dibandingkan dengan hasil nilai akurasi tiap percobaan. Berdasarkan Pengujian diatas, hasil pada metode bacpropagation lavenberg-marquadt memiliki performansi diatas 72% dengan MSE lebih kecil dari backpropagation gradien descent dengan nilai 0,1967. Analisis Pustaka Penelitian ini menghasilkan sebuah metode untuk melakukan klasifikasi pengguna media sosial twitter dalam persebaran hoax. Adapun tujuan klasifikasi adalah untuk mempermudah mengenali, membandingkan dan mempelajari. Membandingkan berarti mencari persamaandan perbedaan sifat atau ciri pada suatu hal. Flowchart tersebut memiliki beberapa proses. Hasil penelitian ini menghasilkan performansi sistem yang baik tetapi mendapatkan error yang besar dengan nilai rataan kesalahan 28%. Hal ini disebabkan karena adanya data pengguna yang memiliki kemiripan karakterteristik yang hampir sama pada kelas yang menyebarkan dengan yang tidak menyebarkan sehingga mempengaruhi pada pelatihan dan pengujian. Sehingga sistem tidak dapat mengklasifikasikan data secara keseluruhan dengan benar. Metode backpropagation trainlm dan traingd dapat diimplementasikan dengan baik. Pada penggunaan learning rate yang besar pada metode backpropagation dapat mempengaruhi nilai MSE yang lebih rendah. Pemilihan akun dilakukan berdasarkan isi konten tweets dan perilaku pengguna. Data set disusun berdasarkan attribute yang digunkan seperti jumlah followers, following, jumlah tweets dan keaktifan pengguna yang berdampak pada diterimanya dan tersebarnya suatu berita. 27 Rangkuman 9 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : : Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal : Volume (edisi): hal Alamat URL : : Tanggal Unduh : : : Literasi Internet pada Perempuan Desa 2017 Jurnal Elektronik Rehia Karenina Isabella Barus dan Ressi Dwiana Medan dan Universitas Medan Area Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 9(1):84-89 https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/j upiis/article/view/6471 22 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Internet adalah bentuk media yang keterjangkauannya semakin meluas. Bukan hanya besar di jumlah pengguna, internet juga digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Individu maupun organisasi, pemerintah maupun non-pemerintah, lembaga ekonomi, sosial, politik, budaya, semuanya aktif menggunakan internet. Selain itu, peruntukannya tidak hanya terfokus pada hal-hal serius dan bermanfaat. Internet juga menjadi media untuk hiburan hingga melakukan kegiatan kriminal. Terdapat sembilan modus penipuan di internet, di antaranya mengarahkan pengguna ke situs palsu, survei palsu, dan penggunaan aplikasi yang dapat mencuri password dan data pribadi.Selain penipuan, tindakan kejahatan penculikan dan perdagangan manusia juga kerap menggunakan internet, terutama media sosial Facebook, sering digunakan sebagai alat untuk menjebak korban. Meskipun internet memiliki banyak efek negatif, resiko penggunaan internet tidak bisa menjadi landasan sikap untuk menjauhi media tersebut. Hal ini karena terpaan internet tidak lagi bisa dihindari. Kehadirannya sudah ada di mana-mana, dan sebagian dari penggunaannya pun memberikan manfaat yang baik terhadap masyarakat. Oleh sebab itu maka yang menjadi fokus utama yaitu bagaimana memaksimalkan literasi internet agar penggunaannya memberi manfaat yang lebih ketimbang mudarat. Terdapat dua hal penting yang harus dieksplorasi dalam menanggapi permasalahan diatas. Yang pertama adalah akses terhadap perangkat internet (gadget). Yang kedua sikap dan pandangan perempuan terhadap internet. Kedua hal tersebut dianggap penting karena dapat menjadi dasar pemikiran dalam pemaparan pelatihan literasi internet. Maka, tujuan penelitian ini adalah menganalisis akses perempuan dalam pemanfaatan internet dan menganalisis sikap perempuanterhadap penggunaan internet. Penelitian ini menggunakan sebuah studi kasus. Studi kasus sendiri bukanlah sebuah pilihan metodologi, melainkan pilihan objek yang akan dipelajari. Untuk mempelajari sebuah objek/kasus, tergantung pada ketertarikan dan latar belakang keilmuan seseorang, jadi bisa menggunakan metodologi kualitatif maupun kuantitatif. Namun di dalam penelitian ini, telah yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus karena kemampuan pendekatan tersebut untuk mempelajari fenomena kultural dan sosial pada kejadian dan seting yang sebenarnya. Oleh karena itu, studi kasus mengakomodir kebutuhan untuk mempelajari langsung fenomena tersebut pada keadaan alaminya. Populasi penelitian ini adalah 28 perempuan yang menjadi anggota serikat dari LSM Hapsari. Jumlah responden pelitian ini adalah 15 orang. Mereka menjadi subjek penelitian karena LSM Hapsari sebagai lembaga yang melakukan pemberdayaan perempuan menggunakan beberapa jenis media sebagai alat advokasinya. Selain radio, LSM Hapsari juga memiliki akun Facebook. Karena itu, asumsi peneliti adalah bahwa para anggota LSM tersebut juga sudah siap untuk menjadi pengguna aktif media baru. Hasil penelitian ini adalah bagaimana akses perempuan desa terhadap pemanfaatan internet dan sikap perempuan terhadap penggunaan internet. Data yang didapatkan oleh peneliti menyatakan bahwa kepemilikan perangkat internet masih dapat dikatakan normal. Rerata tersebut menunjukkan bahwa satu pengguna memiliki tidak lebih dari satu perangkat internet. Hampir separuh dari pengguna gadget adalah anakanak (di bawah umur 18 tahun). Ketika dieksplorasi lebih lanjut didapati bahwa dari 15 peserta pelatihan, hanya 10 di antaranya yang menggunakan perangkat telepon genggam, dan 8 saja yang memiliki akses kepada internet (smartphone) dengan catatan bahwa tidakselalu perangkat tersebut diisi dengan paket data internet. Dari semua peserta pelatihan, hanya 2 orang saja yang melakukan pengawasan secara berkala terhadap penggunaan internet kepada anak-anak. Berkaitan dengan akses terhadapinternet, diawali dengan pertanyaan mengenai ketersediaan paket data internet yang ada di perangkat. Dari 8 pengguna smartphone, hanya 3 orang saja yang secara terus-menerus memiliki paket data internet di perangkat mereka. Sementara 5 lainnya sangat tergantung kepada ketersediaan dana (ekonomi) atau kesediaan anak atau suami untuk mengisikan paket data internet mereka (keterampilan). Dari 8 pengguna smartphone tersebut, hanya 5 orang saja yang berkuasa penuh terhadap perangkat yang mereka miliki. Sementara 3 lainnya kerap harus meminjamkan gadget kepada anak atau suami. Tidak jarang, perangkat tersebut dibawa kerja atau kuliah oleh anggota keluarga mereka. Sementara untuk penguasaan teknis, dari 8 pengguna smartphone, hanya 2 orang saja yang benar-benar mengetahui cara menggunakan fitur-fitur yang ada diperangkat mereka. Sementara 6 lainnya hanya menguasai sebagian saja karena sebagian fitur lainnya sudah tersedia secara otomatis atau diunduh oleh anggota keluarga lainnya. Analisis Pustaka Hasil penelitian ini adalah bagaimana akses perempuan desa terhadap pemanfaatan internet dan sikap perempuan terhadap penggunaan internet. Dari rangkaian informasi di atas, terlihat jelas bahwa perempuan desa memiliki pengetahuan teknis yang sangat minim terhadap internet. Ketika dieksplorasi lebih lanjut didapati bahwa dari 15 peserta pelatihan, hanya 10 di antaranya yang menggunakan perangkat telepon genggam, dan 8 saja yang memiliki akses kepada internet (smartphone) dengan catatan bahwa tidak selalu perangkat tersebut diisi dengan paket data internet. Hal ini berimplikasi kepada unsur-unsur lainnya, di antaranya pengawasan. Pengawasan penggunaan internet merupakan tanggungjawab keluarga, terutama ibu di dalam sistem masyarakat Indonesia. Dari semua peserta pelatihan, hanya 2 orang saja yang melakukan pengawasan secara berkala terhadap penggunaan internet kepada anak-anak. Hal tersebut dilakukan dengan dua cara, pertama memberikan anak perangkat internet dan sesekali membuka berbagai aplikasi yang dimiliki oleh anak. Kedua, tidak memberikan anak perangkat internet namun sesekali meminjamkan gadget kepada anak yang mempergunakannya dihadapan si ibu. Berkaitan dengan akses terhadap internet ditentukan oleh beberapa asepek yaitu mengenai ketersediaan paket data internet yang ada di perangkat, kuasa terhadap perangkat yang mereka miliki, dan penguasaan teknis. 29 Rangkuman 10 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit : : : : : : Nama Jurnal : Volume (edisi): hal Alamat URL : : Tanggal Unduh : Tingkat Literasi Media Masyarakat di Wilayah Perbatasan Papua 2014 Jurnal Elektronik Christiany Juditha Makassar dan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Communication Spectrum 3(2): 107-120 http://journal.bakrie.ac.id/index.php/Journal _Communication_spectrum/article/view/176 1/1362 22 Februari 2018 Ringkasan Pustaka Perkembangan dunia di akhir abad ke-20 ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat sehingga menghasilkan suatu revolusi teknologi baru setelah teknologi mesin uap dan teknologi tenaga listrik. Pemanfaatan teknologi informasi sangat penting dalam kegiatan manusia dan organisasi, mengubah pola kehidupan dan pola kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memengaruhi tatanan sosial. Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dengan situasi geografis dan populasi penduduk yang heterogen, baik dari segi sosial ekonomi, politik, budaya, maupun agama. Situasi ini seringkali menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya adalah kesenjangan digital (digital divide). Disamping itu, kesenjangan antara mereka yang mendapat keuntungan dari teknologi dan mereka yang tidak mendapatkannya. Masalah lain adalah disparitas ketersediaan infrastruktur antara perkotaan dan pedesaan, serta antara wilayah barat dan timur Indonesia masih besar. Hingga akhir tahun 2008, masih terdapat lebih dari 31 ribu desa belum memiliki fasilitas telekomunikasi dan internet, lebih dari 80% infrastruktur pos dan telematika terkonsentrasi di Jawa, Bali, dan Sumatera. Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara nasional masih lemah yang antara lain ditandai dengan masih kurangnya infrastruktur, rendahnya penggunaan TIK dan tingkat melek masyarakat. Kondisi tersebut menuntut dilakukannya usaha peningkatan kualitas dan kuantitas serta kemampuan infrastruktur TIK yang makin meningkat dan terjangkau oleh masyarakat pengguna TIK. Upaya tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas SDM dan masyarakat dalam memanfaatkan jasa akses telekomunikasi dan TIK yang secara ekonomi akan meningkatkan kualitas dan taraf hidup masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang literasi media masyarakat di wilayah perbatasan Papua. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan suatu fenomena yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan literasi media masyarakat di wilayah perbatasan, di Papua maka lokasi 30 yang dipilih oleh penulis yaitu kabupaten yang juga letaknya berbatasan langsung dengannegara tetangga (Papua New Guini) yaitu Kabupaten Kerom, Kecamatan Arso, Desa Asyaman dan Yuwanain. Pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling. Stratifikasi diperlukan supaya heterogenitas dari populasi diharapkan bisatercermin dalam sampel. Karakteristik dasar populasi yang dijadikan acuan penentuan sampel stratifikasi, di antaranya yaitu proporsi persebaran penduduk di lokasi penelitian terpilih. Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu 77 orang. Penelitian ini disamping mengumpulkan data primer melalui kuesioner, juga mengumpulkan data sekunder melalui catatan atau data pendukung yang dihimpun peneliti dilapangan. Hasil penelitian ini menyatakan terdapat empat media media utama yang sering digunakan oleh responden yaitu media televisi, telepon selular, menyusul internet, dan radio. Media utama bagi responden yang berada diwilayah perbatasan Papua adalah media televisi diikuti oleh telepon selular, menyusul internet, dan terakhir adalah radio. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki media televisi dan menonton televisi setiap hari di rumah sendiri. Kebanyakan responden menghabiskan waktu selama lebih dari 3 jam sehari untuk menonton televisi dan tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Acara televisi yang sering ditonton responden adalah siaran berita. Media selanjutnya yaitu telepon selular, hanya dimanfaatkan untuk berkomunikasi saja melalui telepon dan pesan singkat atau SMS. Literasi media TIK berikutnya yang dimanfaatkan masyarakat perbatasan adalah internet. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa internet masih sangat kurang dimanfaatkan oleh masyarakat di desa Asyaman dan Yuwanai. Ini disebabkan karena infrastruktur TIK untuk dapat berinternet dengan baik di wilayah perbatasan terbilang sangat minim dan jaringan internet yang masih sangat lambat. Responden pedesaan umumnya memiliki kadar literasi TIK yang rendah. Sebagian kecil saja di antaranya yang memiliki kadar literasi TIK tinggi dengan karakteristik dari anggota masyarakat pedesaan kelompok Xers dan Millenial. Ada indikasi bahwa faktor-faktor karakteristik menyangkut kelompok umur; jenis pekerjaan; tingkat pendidikan; keterlibatan dalam kursus komputer; dan kosmopolitanisme, berhubungan dengan kadar literasi TIK masyarakat pedesaan. Analisis Pustaka Penelitian ini menggambarkan literasi media masyarakat di wilayah perbatasan Papua. Terdapat empat media media utama yang sering digunakan oleh responden yaitu media televisi, telepon selular, internet, dan radio. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa internet masih sangat kurang dimanfaatkan oleh masyarakat di desa Asyaman dan Yuwanai. Hal ini disebabkan karena infrastruktur TIK untuk dapat berinternet dengan baik di wilayah perbatasan terbilang sangat minim dan jaringan internet yang masih sangat lambat. Responden pedesaan umumnya memiliki kadar literasi TIK yang rendah. Sebagian kecil di antaranya ada yang memiliki kadar literasi TIK tinggi dengan karakteristik dari anggota masyarakat pedesaan kelompok Xers dan Millenial. Ada indikasi bahwa faktor-faktor karakteristik menyangkut kelompok umur, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan keterlibatan dalam kursus komputer, berhubungan dengan kadar literasi TIK masyarakat pedesaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat yang kebanyakan berprofesi sebagai siswa/mahasiswa kebanyakan memanfaatkan internet karena tuntutan pendidikan mereka. 31 Rangkuman 11 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal : Volume (edisi): hal Alamat URL : : : : : : Tanggal Unduh : : : Penyebaran Hoax dan Hate Speech sebagai Representasi Kebebasan Berpendapat 2016 Jurnal Elektronik Dewi Maria Herawati Jakarta dan Universitas 17 Agustus 1945 PROMEDIA 2(2): 138-155 http://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/k om/article/download/793/510 18 Maret 2018 Ringkasan Pustaka Kebebasan berpendapat telah lama diatur dalam perundang-undangan baik yang tertuang pada hukum internasional Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia maupun Undang-undang Dasar 1945 pasal 28. Kebebasan mengeluarkan pendapat ini merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar. Hak berpendapat mencakup kebebasan berpendapat secara lisan maupun tulisan. Sebelumnya kebebasan ini hanya terbatas melalui media massa seperti televisi, radio dan koran, ataupun melalui demonstrasi dan sebagainya. Namun saat ini, dengan berkembangnya teknologi dan makin maraknya media sosial yang bermunculan di internet, maka ruang untuk berpendapat makin terbuka luas. Pesatnya media sosial mendorong adanya perubahan dalam pola identitas masyarakat cyber dan pola pendistribusian informasi yang selama ini telah terkotak-kotakkan dalam media tradisional. Pengguna didorong untuk memublikasikan konten yang sifatnya pribadi seperti data diri mulai dari tanggal lahir, gender, keyakinan, penyertaan foto diri dan seterusnya hingga penyediaan ruang untuk berinteraksi di jejaring tersebut. Netizen memperlakukan akun dalam sosial media sebagai ruang privat mereka. Pola pendistribusian informasi tidak lagi berlangsung secara pasif seperti yang selama ini terjadi pada media tradisional seperti koran, televisi, dan radio. Pergeseran fungsi dan peran tersebut, netizen memegang kontrol terhadap produksi dan distribusi informasi. Dengan adanya kebebasan ini, warga cyber dapat membuat informasi dan mendistribusikan informasi yang dianggapnya penting kepada semua khalayak. Fenomena kebebasan pembuatan dan pendistribusian informasi di dalam media sosial menyebabkan bebasnya kontrol akan konten informasi yang tersebar di kalangan netizen. Hal tersebut memicu timbulnya berita palsu atau sering disebut sebagai hoax dan informasi yang berisikan kebencian (hate speech). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Pembahasan penelitian ini didapatkan dari fenomena sosial yang pernah terjadi dan dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian. Penelitian ini juga menganalisis fenomena sosial tersebut dan mengaitkan hal tersebut dengan pola komunikasi dan pendekatan psikologis. 32 Hasil penelitian ini yaitu analisis penyebaran hoax dan hate speech sebagai representasi kebebasan berpendapat. Penelitian ini mengungkapkan jenis hoax yang paling sering diterima berupa tulisan sebesar 62,10%, gambar 37,50%, dan video sebanyak 0,40%. Sementara itu, bentuk ujaran kebencian yang masuk dalam tindak pidana KUHP yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, dan penyebaran berita bohong. Temuan yang didapat antara lain beberapa alasan warga internet menyalurkan hoax adalah didapat dari orang yang dipercaya sebesar 47,10%, mengira bermanfaat 31,90%, mengira info tersebut benar 18%, dan ingin jadi pertama yang tahu sebanyak 3%. Melihat siklus ini, penyebaran berita hoax membentuk pola komunikasi di masyarakat cyber yaitu 10 dari 90, yang berarti 10% warga internet membuat berita hoax dan sebanyak 90% sisanya menyebarkan informasi tersebut secara sukarela melalui media sosial. Warga net diterpa berita hoax 44,30% setiap hari dan mendapatkan lebih dari satu kali dalam sehari sebesar 17,20. Penerimaan masyarakat akan informasi tersebut dimungkinkan karena beberapa alasan, yaitu sebesar 40,60% mereka menganggap hoax dapat memengaruhi opini publik, sebesar 28,90% masyarakat merasa senang akan berita heboh, sebesar 22,90% masyarkat beranggapan bahwa belum adanya tindakan hukum terhadap penyebaran hoax, dan sebesar 7,60% masyarakat melihat hoax dapat dimanfaatkan sebagai bisnis. Analisis Pustaka Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebaran hoax dan hate speech sebagai representasi dari hak kebebasan berpendapat. Dua kasus terbanyak yang menjadi penyebaran hoax yaitu isu politik sebanyak 91,8% dan isu SARA yang mencapai 88,6%. Masyarakat banyak mendapatkan isu tersebut melalui media sosial sebanyak 92,4%, situs 34,9%, televisi 8,7%, media cetak 5%, email 3,1%, dan radio 1,2%. Oleh karena itu media online berperan penting dalam penyebaran berita palsu yang berkembang dalam masyarakat. Dampak negatif yang sering kali terjadi dengan adanya penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian ini cukup meresahkan. Mulai dari mendapatkan rasa malu, pemberian sanksi sosial baik dari netizen maupun masyarakat secara umum, kehilangan reputasi, hingga mengancam nyawa. Penyebaran hoax disebabkan kurangnya pengetahuan akan sumber situs informasi tersebut dan adanya kesamaan pemikiran dengan isi dari informasi yang disebarkan. Kemudian, hoax yang berisikan kesamaan informasi dengan opini maupun sikap yang diambil akan lebih dipercaya oleh warga internet. Pada saat mereka mendapatkan informasi yang disukai maka pengecekan akan kebenaran informasi tersebut berkurang. Biasanya penyebaran berita palsu tersebut merupakan topik-topik yang sedang viral di media sosial dan kemudian dijadikan rujukan utama. Penerimaan masyarakat akan informasi tersebut dimungkinkan karena beberapa alasan, yaitu sebesar 40,60% mereka menganggap hoax dapat memengaruhi opini publik, sebesar 28,90% masyarakat merasa senang akan berita heboh, sebesar 22,90% masyarkat beranggapan bahwa belum adanya tindakan hukum terhadap penyebaran hoax, dan sebesar 7,60% masyarakat melihat hoax dapat dimanfaatkan sebagai bisnis. Alasan warga internet menyalurkan hoax adalah didapat dari orang yang dipercaya sebesar 47,10%, mengira bermanfaat 31,90%, mengira info tersebut benar 18%, dan ingin jadi pertama yang tahu sebanyak 3%. Dengan adanya fenomena diatas, dapat disimpulkan bahwa para pengguna media sosial menggunakan teknologi internet tanpa memiliki sikap dan budaya kritis akan persoalan yang akan dihadapinya. 33 Rangkuman 12 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal : Volume (edisi): hal Alamat URL : : : : : : Tanggal Unduh : : : Media Literacy Siswa Muslim Surabaya dalam Penggunaan Internet 2015 Jurnal Elektronik Agus Santoso Jakarta dan Universitas 17 Agustus 1945 Komunikasi Islam 5(1): 84-97 http://jki.uinsby.ac.id/index.php/jki/article/d ownload/72/53 18 Maret 2018 Ringkasan Pustaka Media literacy pada awalnya dikonsepkan sebagai semacam keterampilan untuk memahami sifat komunikasi, khususnya dalam hubungannya dengan telekomunikasi dan media massa. Selanjutnya konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian. Perkembangan teknologi informasi yang terjadi saat ini ikut berperan dalam mempengaruhi media literacy siswa. Siswa akan dihadapkan dengan lingkungan yang menyediakan berbagai alternatif saluran informasi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka. Salah satu dari saluran informasi tersebut adalah internet. Internet merupakan sumber informasi yang tidak terbatas dan dapat diakses kapan dan dimana pun selama 24 jam. Sedangkan sumbersumber tercetak mempunyai keterbatasan akses yaitu tempat dan waktu serta kebaruan dari koleksi tersebut. Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan maka adanya teknologi informasi tersebut akan menciptakan berbagai saluran informasi pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi. Keberadaan internet sebagai salah satu saluran informasi yang berbasiskan teknologi menjadi salah satu pesaing peran perpustakaan perguruan tinggi sebagai sumber informasi bagi siswa. Sehingga jika diamati, siswa saat ini dalam menemukan informasi tidak hanya memanfaatkan perpustakaan sekolah dan buku umum saja, namun juga memanfaatkan internet. Berkenaan dengan hal tersebut, saat ini penggunaan media internet sebagai saluran informasi semakin meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran media literacy siswa SMA Al Hikmah Surabaya dalam penggunaan media internet yang dilihat dari personal competence dan social competence. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi tentang realitas media literacy siswa SMA Al Hikmah Surabaya yang merupakan Sekolah yang Menuju Sekolah Nasional Bertaraf Internasional khususnya dalam penggunaan media internet. Penelitian ini menggunakan Individual Competence Framework sebagai dasar utama untuk mengukur media literacy siswa khususnya dalam penggunaan media internet. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa pada SMA yang menuju Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di Surabaya dalam hal ini adalah seluruh siswa SMA Al Hikmah Surabaya. Teknik pengumpulan data yaitu memberikan kuesioner kepada siswa SMA Al Hikmah 34 Surabaya. Sampel dipilh secara random sampling dengan tujuan supaya semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden. Hasil penelitian ini adalah gambaran media literacy siswa SMA Al Hikmah Surabaya dalam penggunaan media internet yang dilihat dari personal competence dan social competence. Penelitian ini mengemukakan media literacy responden dalam menggunakan internet berdasarkan personal competence pada kategori technical skill menunjukkan bahwa siswa SMA Al Hikmah Surabaya tergolong pada tingkatan media literacy tipe advanced. Pada kategori technical skill ini siswa pada tipe advanced menunjukkan kemampuan untuk mengakses dan mengoperasikan media secara baik. Media literacy siswa SMA Al Hikmah Surabaya dalam menggunakan internet yang dilihat berdasarkan personal competence pada kategori critical understanding menunjukkan bahwa siswa SMA Al Hikmah Surabaya tergolong pada tingkatan media literacy tipe advanced. Pada kategori critical understanding ini siswa pada tipe advanced menunjukkan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi konten media secara komprehensif. Berdasarkan waktu pemakaian internet siswa SMA Al Hikmah termasuk dalam kelompok heavy users, karena mereka mengakses internet sebanyak 2 jam/hari sehingga dalam waktu satu bulan mereka mengakses sebanyak 60 jam. Tujuan dan motivasi siswa SMA Al Hikmah Surabaya, peneliti membagi menjadi empat kelompok kepentingan penggunaan internet, yaitu: 1) Email 2) Aktifitas kesenangan, 3) Kepentingan informasi, 4) Transaksi (Transaction). Media literacy siswa SMA Al Hikmah Surabaya dalam menggunakan internet yang dilihat berdasarkan social competence pada kategori communicative abilities menunjukkan bahwa siswa SMA Al Hikmah Surabaya tergolong pada tingkatan media literacy tipe medium. Analisis Pustaka Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran media literacy siswa SMA Al Hikmah Surabaya dalam penggunaan media internet yang dilihat dari personal competence dan social competence. Peneliti membagi personal competence menjadi dua indikator yaitu technical skills dan critical understanding. Technical skill setidaknya menggambarkan kemampuan menggunakan komputer dan internet serta kemampuan menggunakan media secara aktif. Pengguna internet berdasarkan waktu yang diperlukan untuk mengakses internet terbagi dalam: 1) Heavy users, pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan. 2) Medium users, pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan. 3) Light users, pengguna internet yang memghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan. Waktu pemakaian internet siswa SMA Al Hikmah termasuk dalam kelompok heavy users, karena mereka mengakses internet sebanyak 2 jam/hari sehingga dalam waktu satu bulan mereka mengakses sebanyak 60 jam. Tujuan dan motivasi siswa SMA Al Hikmah Surabaya, peneliti membagi menjadi empat kelompok kepentingan penggunaan internet, yaitu: 1) Email 2) Aktifitas kesenangan, 3) Kepentingan informasi, 4) Transaksi (Transaction). Social competence terdiri dari communicative abilities, yaitu mencakup: kemampuan untuk membangun relasi sosial, mampu mengaktifkan kerjasama kelompok yang memungkinkan dirinya untuk memecahkan masalah, berpatisipasi dalam lingkungan masyarakat melalui media, kemampuan seseorang dalam memanfaatkan media internet untuk berpatisipasi dalam wilayah publik, kemampuan dalam membuat konten media. Sebagian siswa SMA Al Hikmah termasuk dalam tipe medium karena belum mampu memenuhi indikator kemampuan seseorang dalam memanfaatkan media internet untuk berpatisipasi dalam wilayah publik dan kemampuan dalam membuat konten media. 35 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Penyebaran Informasi Hoax Hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Sedangkan menurut Muhammad Alwi Dahlan Ahli Komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) menyatakan hoax merupakan manipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah (Ilham, 2017). Pada penelitian sebelumnya Juliswara (2017) menyatakan penyebaran informasi hoax dipengaruhi oleh tingkat literasi seseorang. Pada penelitian sebelumnya Herawati (2016) menjelaskan bahwa terdapat beberapa alasan yang menyebabkan informasi hoax mudah diterima oleh masyarakat yaitu: (1) mereka menganggap hoax dapat memengaruhi opini publik, (2) Masyarakat merasa senang akan berita heboh, (3) Masyarakat beranggapan bahwa belum adanya tindakan hukum terhadap penyebaran hoax, dan (4) Masyarakat melihat hoax dapat dimanfaatkan sebagai bisnis. Sedangkan, menurut Rahadi (2017) pada dasarnya perilaku pengguna lebih cenderung percaya informasi hoax, jika: (1) Informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki dan (2) Perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat pengakuan. Menurut Herawati (2016) alasan warga internet menyalurkan hoax adalah: (1) Didapat dari orang yang dipercaya, (2) Mengira bermanfaat, (3) Mengira info tersebut benar, dan (4) Ingin jadi pertama yang tahu. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, maka peneliti akan menggunakan dua indikator dalam penyebaran informasi hoax. Pertama, tingkat penerimaan informasi hoax: (1) Masyarakat merasa senang akan berita heboh dan (2) Informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Peneliti memilih satu indikator dari Herawati (2016) dan satu indikator dari Rahadi (2017) karena hanya dua indikator tersebut yang dianggap relevan dengan penelitian penulis yang berasumsi bahwa hubungan tingkat literasi internet dengan tingkat penerimaan informasi hoax bersifat negatif. Kedua, tingkat motivasi penyebaran informasi hoax: (1) Didapat dari orang yang dipercaya, (2) Mengira bermanfaat, (3) Mengira info tersebut benar, dan (4) Ingin jadi pertama yang tahu. Peneliti memilih indikator dari Herawati (2016) karena indikator tersebut sangat relevan dengan penelitian ini. Literasi Internet Literasi internet memiliki banyak pengertian, dan di antaranya diartikan Doyle (1996) sebagai kemampuan dalam menggunakan pengetahuan teori dan praktik dalam hubungannya dengan internet sebagai medium komunikasi dan pengelolaan informasi. Sedangkan menurut O‟Sullivan dan Scott (2000) literasi informasi internet didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakses dan mengevaluasi informasi online. Hofstetter (2003) memberikan perspektif yang lebih komprehensif tentang melek internet sebagai keterampilan termasuk dengan konektivitas, keamanan, komunikasi, multimedia, dan pengembangan halaman web. Sementara menurut (Mudjiyanto, 2012) literasi internet yaitu kemampuan untuk melakukan aktivitas komunikasi, pencarian informasi dan sejenisnya melalui medium internet guna memenuhi kebutuhan yang dimungkinkan terjadi hanya bila seseorang telah memiliki literasi komputer. Menurut Baran (2015) terdapat delapan elemen yang menyusun kemampuan literasi media seseorang, yaitu: 1. Keterampilan berpikir kritis. Seorang individu seharusnya mengetahui persis tujuan dirinya saat mengonsumsi media dan berpikir kritis tentang konten yang diterimanya dari media massa. Hal ini agar seorang individu dapat 36 bertanggungjawab terhadap dampak yang dihasilkan dari pesan-pesan media massa tersebut bagi dirinya sendiri. 2. Pemahaman proses komunikasi massa. Agar seorang individu dapat lebih menghargai konten dari suatu pesan media massa, seharusnya setiap individu mengetahui komponen-komponen proses produksi komunikasi massa tersebut dan mengetahui bagaimana komponen tersebut satu sama lainnya dapat saling berhubungan. 3. Kesadaran dampak media terhadap individu. Seseorang yang mengonsumsi pesan dari media massa harus memiliki kesadaran bahwa media massa pasti memiliki dampak bagi diri individu seseorang maupun bagi masyarakat. 4. Strategi menganalisis dan mendiskusikan pesan. 5. Kesadaran tentang isi media sebagai teks yang memberi wawasan bagi budaya dan kehidupan. Beragamnya informasi yang terdapat di media massa, menyebabkan saat ini media massa dipandang sebagai salah satu media untuk mensosialisasikan suatu budaya kepada masyarakat. 6. Kemampuan menikmati, memahami dan menghargai isi media. Agar seorang individu dapat mengendalikan makna konten media untuk kesenangan dan apresiasi pribadinya, seorang individu harus belajar untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi konten media, termasuk kemampuan untuk mendekati berbagai jenis konten media. 7. Pengembangan keterampilan produksi yang efektif dan bertanggung jawab. Literasi media tidak hanya didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami konten media secara efektif dan efisien, tetapi juga kemampuan untuk memproduksi konten media secara efektif dan efisien. Sehinga seorang individu yang media-literate harus dapat mengembangkan kemampuannya untuk memproduksi konten media yang bermanfaat. 8. Pemahaman akan kewajiban etis dan moral praktisi media. Agar dapat membuat penilaian yang adil terhadap penampilan dari suatu media, seorang individu seharusnya mengetahui dan memahami mengenai peraturan-peraturan pengoperasian media, kewajiban etis dan moral praktisi media, dan juga tekanan persaingan antar media yang mempengaruhi kinerja pratisi media. Pada penelitian sebelumnya Santoso (2015) menjelaskan konsep Individual Competence Framework sebagai alat ukur literasi media. Individual Competence adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media, seperti untuk menggunakan, memproduksi, menganalisis, dan mengkomunikasikan pesan melalui media. Individual Competence terdiri dari dua kategori yaitu Personal Competence dan Social Competence. Personal Competence adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan media dan menganalisis konten-konten media yang dapat diukur melalui dua indikator, yaitu Technical Skills (kemampuan teknik dalam menggunakan media) dan Critical Understanding (kemampuan kognitif dalam menggunakan media seperti memahami, menganalisis, dan mengevaluasi konten media). Indikator penilaian technical skills (European Commission, 2009) yaitu: 1. Kemampuan menggunakan komputer 2. Kemampuan menggunakan internet 3. Jumlah frekuensi penggunaan internet 4. Lamanya waktu yang digunakan dalam mengakses internet Indikator penilaian Critical skills (European Commission, 2009) yaitu: 1. Pengetahuan tentang media 2. Pengetahuan tentang regulasi media 37 Kategori Social Competence adalah kemampuan individu dalam berkomunikasi dan membangun relasi sosial lewat media serta mampu memproduksi konten media. Social Competence individu dapat diukur melalui indikator Communicative Abilities, yaitu kemampuan komunikasi dan partisipasi melalui media. Indikator penilaian Communicative Abilities (European Commission, 2009) yaitu: 1. Kemampuan untuk membangun relasi sosial melalui internet 2. Berpatisipasi dalam lingkungan masyarakat melalui internet 3. Kemampuan dalam membuat konten media pada internet Menurut Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2006) kemampuan literasi internet pada setiap individu akan memiliki pola yang berbedabeda, sesuai dengan kebutuhan hidup dan kedewasaan individu. Hal ini karena setiap individu memiliki tingkat keterdedahan terhadap media yang berbeda-beda satu sama lain. Selain itu, setiap individu pasti memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda terkait dengan pesan media sehingga tingkat literasi media setiap individu jelas berbeda. Berdasarkan penjelasan diatas, maka alat pengukuran yang akan dipakai untuk mengukur tingkat literasi internet pada penelitian ini adalah Individual Competence Framework. Remaja Desa Salah satu media yang memasuki pedesaan adalah internet. Namun, tingkat literasi masyarakat pedesaan biasanya masih sangat rendah. Menurut Juditha (2014) internet masih sangat kurang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Asyaman dan Yuwanai yaitu desa-desa di perbatasan papua. Ini disebabkan karena infrastruktur TIK untuk dapat berinternet dengan baik di wilayah perbatasan terbilang sangat minim dan jaringan internet yang masih sangat lambat. Namun Juditha (2014) juga mengungkapkan, sebagian kecil di antara masyarakat desa, yang memiliki kadar literasi TIK tinggi tergolong pada kelompok Xers dan Millenial. Sehingga, terdapat indikasi bahwa faktor-faktor karakteristik menyangkut kelompok umur, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan keterlibatan dalam kursus komputer, berhubungan dengan kadar literasi TIK masyarakat pedesaan. Penelitian terdahulu mengenai literasi internet telah banyak menjelaskan tingkat internet oleh mahasiswa maupun remaja yang tinggal diperkotaan. Terdapat satu penelitian dari Barus dan Dwiana (2017) yang memilih lokasi di desa namun objek penelitiannya adalah perempuan yang telah menjadi ibu atau istri. Padahal, remaja memiliki kapasitas untuk belajar internet lebih cepat namun remaja juga berada pada usia yang belum matang sehingga rawan menyalahgunakan internet ataupun terprovokasi dengan berita yang tidak benar. Berdasarkan penjelasan diatas maka, responden yang akan menjadi penelitian adalah responden pada kelompok umur remaja dan tinggal di pedesaan. Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Santrock, 2003). Juga mengatakan bahwa remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 38 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Literasi Internet Tingkat literasi internet pada diri masing-masing individu jelas berbeda-beda. Hal ini salah satunya disebabkan karena setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang tersebut menyebabkan setiap individu memiliki pengetahuan yang berbeda dan pada akhirnya menafsirkan pesan dari media secara berbeda-beda pula. Tabel 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat literasi individu menurut beberapa ahli No Pengarang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hamka (2015) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan 1. internet sebagai media pembelajaran: 1. Ksarana prasarana 2. Ketersediaan sumberdaya manusia untuk mengelola pembelajaran berbasis online. Kurniawati dan Faktor yang mempengaruhi Tingkat literasi media: 2. Baroroh (2016) 1. Pengenalan internet pertama kali 2. Orang yang pertama kali mengenalkan internet 3. Peraturan penggunaan internet dari orang tua 4. Waktu akses internet 5. Situs yang sering diakses Barus dan Tingkat literasi perempuan desa dipengaruhi oleh: 3. Dwiana (2017) 1. Kekurangan sumber daya informasi 2. Kekurangan waktu untuk mempelajari internet. Juditha (2014) Kadar literasi TIK masyarakat pedesaan dipengaruhi oleh: 4. 1. Kelompok umur 2. Jenis pekerjaan 3. Tingkat pendidikan 4. Keterlibatan dalam kursus komputer Santoso (2015) Tingkat literasi media individu dapat dihambat oleh: 5. 1. Faktor sosial 2. Status ekonomi 3. Cacat 4. Etnis 5. Peran individu 6. Motivasi individu. Faktor yang dapat meningkatkan literasi media individu: 1. Personalitas individu, yaitu apabila individu memiliki personalitas yang skeptis maka individu tersebut dapat diasumsikan memiliki tingkat literasi media yang lebih tinggi dari individu yang mudah percaya. Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi tingkat literasi internet individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat literasi internet pun beragam, bisa merupakan faktor internal, maupun faktor eksternal. Variabel yang akan digunakan dalam penelitian adalah faktor internal yaitu usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan status ekonomi. Hal ini karena faktor internal dianggap paling signifikan dalam mempengaruhi tingkat literasi internet individu. 39 SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan Hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hoax bertujuan untuk membuat opini publik, menggiring opini publik, membentuk persepsi juga untuk hufing fun yang menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial. Penyebaran informasi hoax dapat diukur menggunakan dua indikator. Pertama, tingkat penerimaan informasi hoax: (1) Masyarakat merasa senang akan berita heboh dan (2) Informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Kedua, tingkat motivasi penyebaran informasi hoax: (1) Didapat dari orang yang dipercaya, (2) Mengira bermanfaat, (3) Mengira info tersebut benar, dan (4) Ingin jadi pertama yang tahu. Penyebaran informasi hoax dipengaruhi oleh tingkat literasi seseorang. Netizen yang memiliki kemampuan literasi media cukup tinggi, tak hanya sadar pada etika berkomunikasi saja tetapi juga memiliki keterampilan kosntruktif dalam menerima, memproduksi dan membagikan muatan informasi (berita). Literasi internet membutuhkan keterampilan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan-pesan yang didapatkan dari internet yang dimungkinkan terjadi hanya bila seseorang telah memiliki literasi komputer. Saat ini literasi media dianggap sebagai suatu keterampilan yang wajib dimiliki oleh para pengguna internet karena dengan keterampilan ini pengguna dapat terhindar dari dampak negatif penggunaan internet. Salah satu cara mengukur tingkat literasi media individu adalah dengan menggunakan Individual Competence Framework (ICF) yaitu kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media, seperti untuk menggunakan, memproduksi, menganalisis, dan mengkomunikasikan pesan melalui media. ICF yang terdiri dari tiga indikator, yaitu Technical Skills, Critical Understanding, dan Communicative Abilities. Indikator penilaian technical skills yaitu kemampuan menggunakan komputer, kemampuan menggunakan internet, jumlah frekuensi penggunaan internet, lamanya waktu yang digunakan dalam mengakses internet. Indikator penilaian Critical skills yaitu pengetahuan tentang media dan pengetahuan tentang regulasi media. Indikator penilaian Communicative Abilities yaitu kemampuan untuk membangun relasi sosial melalui internet, berpatisipasi dalam lingkungan masyarakat melalui internet, kemampuan dalam membuat konten media pada internet. Setiap indikator tersebut akan diukur dengan cara mengkategorikan individu ke dalam tiga kategori, yaitu basic skills, moderate skills, dan advanced skills. Perbedaan tingkat literasi media oleh setiap individu berhubungan dengan beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Beberapa faktor yang cukup signifikan berpengaruh terhadap tingkat literasi media individu adalah faktor usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan status ekonomi. Menurut hasil penelitian sebelumnya, individu dengan usia yang lebih muda cenderung lebih memiliki tingkat literasi media yang lebih tinggi karena memiliki semangat yang lebih tinggi untuk mempelajari internet. Sedangkan untuk tingkat pendidikan, individu dengan usia yang sama tetapi memiliki tingkat pendidikan yang berbeda juga memiliki tingkat literasi media yang berbeda pula. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat literasi media yang lebih tinggi. Status ekonomi, individu dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat literasi media yang lebih tinggi pula, karena memiliki akses lebih banyak terhadap pemanfaatan internet. 40 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi Hoax terus tersebar di media massa khususnya internet meskipun pembuat dan penyebarnya dapat dipidanakan. Portal berita yang paling banyak dibaca adalah yang memiliki kecenderungan menampilkan isi (konten) berita yang hanya terdiri dari beberapa alinea, bahkan penyajiannya cenderung tak lengkap dalam satu berita. Untuk mendapatkan informasi lengkap, pembaca dipaksa untuk membaca lebih dari satu berita. Rahadi (2017) menjelaskan bahwa terdapat beberapa alasan yang menyebabkan informasi hoax mudah diterima oleh masyarakat: (1) Informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki dan (2) Perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat pengakuan. Untuk mengurangi dampak negatif dari informasi hoax tersebut, muncul istilah literasi media atau yang biasa disebut dengan literasi internet. Menurut O‟Sullivan dan Scott (2000) literasi informasi internet didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakses dan mengevaluasi informasi online. Tingkat literasi internet pada diri masing-masing individu jelas berbeda-beda tergantung pada pengetahuan serta pengalaman masing-masing orang. Hal ini salah satunya disebabkan karena setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang tersebut menyebabkan setiap individu memiliki pengetahuan yang berbeda dan pada akhirnya menafsirkan pesan dari media secara berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut juga ada pada tingkat literasi masyarakat pedesaan dan perkotaan. Menurut Juditha (2014) internet masih sangat kurang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Asyaman dan Yuwanai yaitu desa-desa di perbatasan papua. Selain itu, objek pada penelitian terdahulu biasanya adalah mahasiswa maupun remaja yang tinggal di perkotaan. Sehingga, peneliti tertarik untuk memilih responden remaja desa. Berdasarkan perumusan masalah diatas, pertanyaan penelitian yang penulis yaitu: 1. Bagaimana tingkat keterlibatan dalam informasi hoax? 2. Bagaimana tingkat literasi internet remaja desa? 3. Bagaimana hubungan tingkat literasi internet remaja desa dengan tingkat keterlibatan dalam informasi hoax? Usulan Kerangka Analisis Baru Perwakilan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dalam berita online CNN Indonesia mengatakan bahwa ada sebanyak 800 ribu situs yang terindikasi sebagai penyebar hoax (Pratama 2016). Jumlah ini tentu sangat besar. Selain itu, menurut penelitian Rahadi (2017) sebanyak 122 orang (seluruh responden) menyatakan bahwa alasan mereka menyebarkan informasi hoax adalah ingin merubah kebijakan pemerintah yang tidak sesuai. Artinya, banyak pihak yang pernah menyebarkan informasi hoax. Padahal, Rahadi (2017) juga mengungkapkan bahwa perilaku pengguna media sosial paham terhadap informasi hoax, alasan, dampak, cara mengatasi serta cara tanggung jawab dalam penyebaran informasi hoax. Namun, ketanyaannya masih banyak masyarakat yang menerima informasi hoax. Keterlibatan dalam informasi hoax diukur menggunakan dua indikator. Pertama, tingkat penerimaan informasi hoax: (1) Masyarakat merasa senang akan berita heboh dan (2) Informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Kedua, tingkat motivasi penyebaran informasi hoax: (1) Didapat dari orang yang dipercaya, (2) Mengira bermanfaat, (3) Mengira info tersebut benar, dan (4) Ingin jadi pertama yang tahu. Perilaku penyebaran hoax melalui media sosial sangat dipengaruhi oleh pembuat berita baik itu individu maupun berkelompok, dari yang berpendidikan rendah sampai yang tinggi, dan terstruktur rapi. (Lazonder, Biemans, & Wopereis, 2000) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam 41 menggunakan search engine dengan orang yang masih baru atau awam dalam menggunakan search engine. Pengguna yang memiliki pengalaman lebih banyak dalam memanfaatkan search engine, akan cenderung lebih sistematis dalam melakukan penelusuran dibandingkan dengan yang masih minim pengalaman (novice). Artinya literasi internet berpengaruh pada keterlibatan seseorang pada informasi hoax. Menurut O‟Sullivan dan Scott (2000) literasi informasi internet didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakses dan mengevaluasi informasi online. Salah satu cara untuk mengukur tingkat literasi media individu adalah dengan menggunakan Individual Competence Framework yaitu kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media, seperti untuk menggunakan, memproduksi, menganalisis, dan mengkomunikasikan pesan melalui media. Terdapat tiga indikator yang akan diukur,yaitu Technical Skills, Critical Understanding, dan Communicative Abilities. Perbedaan tingkat literasi media oleh setiap individu berhubungan dengan beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Beberapa faktor yang cukup signifikan berpengaruh terhadap tingkat literasi media individu adalah faktor usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan status ekonomi. Menurut hasil penelitian sebelumnya, individu dengan usia yang lebih muda cenderung lebih memiliki tingkat literasi media yang lebih tinggi karena memiliki semangat yang lebih tinggi untuk mempelajari internet. Karakteristik Internal Remaja Desa 1. 2. 3. 4. Usia Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Tingkat Ekonomi Tingkat Literasi Internet Karakteristik Eksternal Remaja Desa 1. Keluarga 2. Teman Individual Competence Framework: 1. Tingkat Technical Skills 2. Tingkat Critical Understanding 3. Tingkat Communicative Abilites Tingkat Keterlibatan dalam Informasi Hoax 1. Tingkat Penerimaan Informasi Hoax 2. Motivasi Penyebaran Informasi Hoax Keterangan : : Berhubungan Gambar 1. Kerangka Analisis 42 DAFTAR PUSTAKA APJII. 2016. Buletin APJII [buletin]. [Internet]. [Diunduh Feb 25, 2018]. Terdapat pada: https://apjii.or.id/downfile/file/BULETINAPJIIEDISI05November2016.pdf Baran SJ. 2015. Introduction to Mass Communication: Media Literacy and Culture. 8th ed. New York (US): McGraw-Hill Education. Ciolek T, Matius. 20003. The Internet and its users: The physical dimensions of cyberpolitics in Eastern Asia. [Diunduh Mei 1, 2018]. Terdapat pada: www.ciolek.com/PAPERS/oregon-2003-HYPERLINKtext.html""http://www.ciolek.com/PAPERS/oregon-2003-text.html"text.html [Depkominfo] Departemen Komunikasi dan Informatika RI. 2006. The Strategic Blue Print of Planning And Develoving The ICT-Literate Resources in Indonesia, Version 1.0. Jakarta: Depkominfo. [Diunduh Mei 1, 2018]. Terdapat pada: https://www.academia.edu/4139703/Literasi_TIK_dimuat_di_widyariset_LIPI_ 2008 Doyle C. 1996. Information literacy: status report from the United States. In D. Booker (Ed.), Learning for life: information literacy and the autonomous learner (p. 3948) European Commission. 2009, Commission recommendation: on Media literacy in the Digital Environment for a More Competitive Audio Visual and Content Industry and an Inclusive Knowledge Society. Commission and the European communities, Brussels Hamka. 2015. Penggunaan Internet Sebagai Media Pembelajaran Pada Mahasiswa IAIN Palu [jurnal]. 12(1):95-119. [Internet]. [Diunduh Feb 27, 2018]. Terdapat pada: https://jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/download/383/358 Herawati DM. 2016. Penyebaran Hoax dan Hate Speech sebagai Representasi Kebebasan Berpendapat [jurnal]. 2(2):138-155. [Internet]. [Diunduh Feb 27, 2018]. Terdapat pada: http://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/kom/article/download/793/510 Ilham. 2017. Ahli: Hoax Merupakan Kabar yang Direncanakan [artikel]. [Internet]. [Diunduh Feb 27, 2018]. Terdapat pada: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/01/11/ojm2pv361-ahlihoax-merupakan-kabar-yang-direncanakan Juliswara V. 2017. Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial [jurnal]. 4(2):142-164. [Internet]. [Diunduh Mei 1, 2018]. Terdapat pada: https://journal.ugm.ac.id/jps/article/view/28586/pdf Lazonder AW, Biemans HJ dan Wopereis IGHJ. 2000. Differences between novice and experienced users in search information on the World Wide Web. [Diunduh Mei 1, 2018]. Terdapat pada: https://doi.org/10.1002/(sici)10974571(2000)51:6<576::aid-asi9>3.0.co;2- 7 McQuail D. 1987. Teori Komunikasi Massa. Erlangga: Jakarta. Mudjiyanto B. 2012. Literasi internet dan partisipasi politik masyarakat pemilih dalam aktifitas pemanfaatan media baru (survey masyarakat pemilih pilkada, kasus masyarakat kota bengkulu) [jurnal]. Jurnal Studi Komunikasi dan Media. [Internet]. 16(1): 1-16. [Diunduh Mei 1, 2018]. Terdapat pada: http://www.ejurnal.com/2016/04/literasi-internet-dan-partisipasi.html Nugroho S. 2017. Orang Indonesia: Sudah Malas Baca, Cerewet Pula di Medsos [artikel]. [Internet]. [Diunduh Feb 27, 2018]. Terdapat pada: 43 https://id.linkedin.com/pulse/sudah-malas-baca-cerewet-pula-di-medsossuharjo-jojo-nugroho O‟Sullivan M. dan Scott T. 2000. Teaching Internet Information Literacy: a critical evaluation, Multimedia Schools. 44(7): 40-42. Pratama AB. 2016. Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia [artikel]. [Internet]. [Diunduh Maret 21, 2018]. Terdapat pada: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada800-ribu-situs-penyebar-hoax-di-indonesia Rahadi DR. 2017. Perilaku Pengguna Dan Informasi Hoax Di Media Sosial [jurnal]. 5(1):58-70. [Internet]. Diunduh Maret 21, 2018]. Terdapat pada: http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jmdk/article/download/1342/933 Rubin A. 1998. Media Literacy: Editor‟s note. Journal of Communication. 48(1): 3–4. Santoso A. 2015. Media literacy siswa muslim surabaya dalam penggunaan internet. J. Komunikasi Islam. 5(1): 83-97. Diunduh dari: http://www.ejurnal.com/2016/04/media-literacy-siswa-muslim-surabaya.html Santrock .2003. John W. Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Sumiaty dan Sumiaty. 2014. Literasi internet pada siswa sekolah menengah pertama. J. Penelitian Komunikasi. 17(1):77-88. [Internet]. [Diunduh Feb 27, 2018]. Terdapat pada: http://bppkibandung.id/index.php/jpk/article/download/8/10 Suyanto AH. Pengenalan Internet [jurnal]. Jurnal Komputer. [Internet]. [Diunduh Maret 21, 2018]. Terdapat pada: http://jurnalkomputer.com/attachments/article/93/PENGENALAN%20INTERN ET.pdf [Undang-undang] Undang-undang Nomor 1 Pasal 14 Ayat 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana World's Most Literate Nations Ranked (WMLN). 2016. Mar 7, 2016. https://webcapp.ccsu.edu/?news=1767&data 44 RIWAYAT HIDUP Qona‟ah Oktaviani dilahirkan di Pemalang pada tanggal 3 Oktober 1997. Penulis adalah anak terakhir dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Imam Santoso dan Faridah. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Dharmawanita Surabaya pada tahun 2001-2003. Lalu, Sekolah Dasar Negeri 2 Kebondalem pada tahun 2003-2009. Penulis melanjutkan sekolahnya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pemalang pada tahun 2009-2012 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pemalang pada tahun 2012-2015. Pada tahun 2015, penulis melanjutkan studinya di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SBMPTN. Selama penulis menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) PSM IPB Agriaswara. Pada tahun 2015 penulis mengikuti Konser Angkatan sebagai penyanyi dalam paduan suara dan sebagai pemain piano pada salah satu lagu. Tahun 2016 penulis kembali mengikuti Konser sebagai penyanyi dalam paduan suara namun konser ini disebut Konser Internal. Lalu pada tahun 2018, penulis bekerja paruh waktu pada PT. Paragon Technology and Innovation sebagai Wardah Beauty Agent (WBA). Disini penulis aktif mengembangkan bakat dan minat dalam bidang fotografi dan videografi dengan membuat berbagai poster, aktif dalam kegiatan pembuatan video promosi, serta mendesain proposal. Tahun 2018 penulis juga mulai mengembangkan bisnis dalam bidang kecantikan sebagai Makeup Artist.