TINJAUAN PUSTAKA TOKSIKOLOGI Menurut Hodgson dan Levi (2000) toksikologi didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan erat dengan senyawa racun dimana racun yang dimaksud adalah senyawa-senyawa yang menimbulkan efek merugikan tubuh bila dikonsumsi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Senada dengan Hodgson dan Levi (2000), Donatus (2001) mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari pengaruh kuantitatif zat kimia atas sistem-sistem biologi dengan pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia tersebut. Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun terhadap makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses (Retnomukti 2008). Pertama kali makhluk hidup mengalami paparan dengan toksikan, setelah mengalami absorpsi dari tempat paparannya maka toksikan atau metabolitnya akan terdistribusi ke sel sasaran atau reseptor tertentu yang ada di dalam diri makhluk hidup. Terjadi interaksi antara toksikan atau metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor sehingga timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud serta sifat tertentu. Toksikan masuk ke dalam tubuh melalui dua cara, yakni secara intravaskuler dan ekstravaskuler. Toksikan masuk ke dalam tubuh dapat secara intravaskuler meliputi intravena, intrakardial, dan intraarteri dimana toksikan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah, sedangkan masuknya toksikan secara ekstravaskuler meliputi peroral, intramuskular, intraperitonial, subkutan, dan inhalasi dimana toksikan tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi darah. Toksikan yang masuk secara ekstravaskuler selanjutnya akan masuk ke dalam sirkulasi darah setelah melalui tahap absorpsi terlebih dahulu (Donatus 2001). TOKSISITAS Toksisitas merupakan kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau saat berada di lingkungan (Muthmainnah 2015). Menurut Hodgson dan Levi (2000) toksisitas adalah nilai kuantitatif dosis yaitu suatu bahan akan berbahaya pada dosis tertentu, dan mungkin menjadi tidak berbahaya pada dosis yang lebih rendah. Untuk menentukan nilai kuantitatif dosis atau tingkat toksisitas suatu bahan terhadap organisme diperlukan pengukuran toksisitas yang tidak sederhana. Toksisitas dapat bersifat akut atau kronis dan sangat dipengaruhi oleh variasi umur, jenis kelamin, pola makan dan kondisi fisiologi. Toksisitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari farmakologi yang merupakan efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat. Toksisitas suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu organisme hidup (Retnomukti 2008). Uji toksisitas terdiri dari uji toksisitas akut, uji toksisitas subakut dan uji toksisitas kronik. Uji toksisitas yang pertama kali dilakukan adalah toksisitas akut. Toksisitas akut melibatkan efek berbahaya pada suatu organisme melalui paparan jangka pendek. Dalam pengukuran toksisitas akut umumya menggunakan parameter pengukuran Lethal Doses 50 (LD50) dan gambaran histopatologi organ. LD50 merupakan dosis tunggal suatu zat yang secara tatistic diperkirakan akan membunuh 50% hewan percobaan (Fauci et al. 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Irritansia Irritansia merupakan kelompok senyawa kimia yang bekerja tidak selektif pada sel dan jaringan tubuh, dengan cara merusak bagian sel tersebut untuk sementara atau permanen. Daya kerja senyawa irritansia dapat berupa rubefaksi, vesikasi, pustulasi, dan korosi (Rahminiwati et al. 2016). Rubefaksi adalah stadium awal dari irritansia yang ditandai dengan terjadinya hiperemi arteriol dan kapiler menjadi aktif kemudian pasif. Rubefasiensia merupakan senyawa yang dapat menyebabkan rebefaksi. Pada percobaan senyawa rubefansiensia menggunakan menthol yang digosokkan pada permukaan kulit, kloroform yang diteteskan dan diusap dengan kapas pada permukaan kulit, serta empat jari tangan yang dicelupkan ke dalam larutan yang berbeda (Air, alkohol 25%, gliserin 25%, dan minyak olivarum). Menthol merupakan salah satu senyawa monoterpen yang ada pada tanaman Mentha piperita L. Menthol dan minyak menthol didapat dari penyulingan hasil terna (batang, daun dan bunga) tanaman M. piperita (Rosman 2007). Menthol berbentuk seperti kristal, mengandung lilin, bening, dan berwarna putih. Karakteristik menthol berbentuk padat pada suhu ruangan, dan sedikit larut pada suhu yang lebih tinggi. Menthol biasa digunakan sebagai obat pelega tenggorokan dan dapat juga digunakan sebagai lokal anasthesi. Hasil pengujian menthol yang digosokkan pada permukaan kulit, terlihat kulit menjadi berwarna merah, timbul efek panas, berbau khas seperti peppermint. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Eur et al. (2013) bahwa menthol yang digosokkan pada kulit akan menimbulkan efek menjadi panas, merah, dan tidak berbatas. Saat digosokkan pada kulit, menthol akan merangsang reseptor dingin pada kulit untuk menimbulkan sensasi dingin dan menimbulkan bau peppermint. Selanjutnya pada percobaan menggunakan kloroform, dilakukan dengan dua metode, yaitu diteteskan langsung di kulit dan menggunakan kapas yang dibasahi. Kloroform yang langsung diteteskan di kulit, terasa dingin, rasa panas, sedikit perih, dan cepat menguap, efek tersebut muncul pada detik ke-25. Untuk metode yang menggunakan kapas, kulit terasa menjadi dingin, panas, dan timbul rasa nyeri, efek tersebut muncul pada detik ke-61. Klorofom yang diteteskan langsung menimbulkan efek yang lebih cepat dibandingkan dengan klorofom yang dioleskan dengan kapas, hal ini disebabakan kapas yang dicelupkan ke dalam kloroform menyebabkan senyawanya tidak mudah menguap sehingga efek yang ditimbulakn bekerja lebih lama. Rasa dingin, panas, nyeri dan sakit disebabkan kloroform memiliki efek vasodilatasi dan menyebabkan deskuamasi kulit atau lepasnya lapisan tanduk epidermis (Millati 2016). Penguapan kloroform yang dihambat oleh kapas perangsangan dilatasi kapiler berlangsung terus menerus, mengenai vasa superfisial, kemudian masuk ke dalam lapisan subkutan sehingga terjadi kongesti disertai rasa gatal, terbakar atau nyeri (Aprilia et al. 2012) Kemudian pada pencelupan jari pada larutan fenol 5% yang dicampurkan dengan beberapa senyawa berbeda. Senyawa utama dengan fungsi rubefaksi adalah fenol. Senyawa fenol merupakan sifat khusus, yaitu dapat menembus kulit dan dapat menyebabkan keratolisis yang dapat merusak kulit. Maka dalam praktikum ini, larutan yang diujikan adalah fenol 5% dalam berbagai cairan karena senyawa larut dalam lipid yang paling cepat daya absorpsinya ke dalam kulit adalah fenol. Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. fenol bersifat lebih asam. Efek yang timbul setelah pencelupan jari ke dalam larutan fenol dalam air adalah jari terlihat keriput namun tidak ditemukan rasa nyeri. Hal ini disebabkan karena air tidak memiliki efek racun dan fenol yang digunakan juga dalam konsentrasi rendah. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Senyawa alkohol bersifat toksik (beracun), tetapi etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan campuran fenol memiliki cepat. Alkohol yang konsentrasi yang lumayan digunakan sebagai tinggi sehingga menimbulkan efek nyeri, keriput dan dingin pada jari setelah proses pencelupan. Efek nyeri, dingin dan keriput ini ditimbulkan kibat adanya vasokonstriksi pada pembuluh darah (vena) setempat. Keriput yang terjadi juga paling kuat, karena kemampuan merusak alkohol yang tinggi. Pencelupan jari dalam campuran fenol dan gliserin menyebabkan kulit jari keriput dengan sedikit panas setelah pencelupan. Gliserin merupakan salah satu jenis alkohol umumnya memiliki potensi racun dan pada yang praktikum pada ini konsentrasinya cukup tinggi, yaitu 25% sehingga menimbulkan efek panas. Pencelupan jari ke dalam campuran fenol dan minyak olivarium tidak menunjukkan efek apapun. Fenol dapat larut dalam minyak olivarium dengan baik sehingga dapat menembus kulit. Akan tetapi, penembusan atau penetrasi berbagai bahan melewati kulit merupakan proses yang tergantung pada waktu. Larutan fenol dalam minyak olivarium membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan lainnya untuk menembus kulit karena berat molekulnya lebih besar sehingga dalam waktu yang sama efeknya belum terlihat. DAFTAR PUSTAKA Millati N. 2016. Uji toksisitas metode BSLT senyawa kloroform fraksi petroleum eter mikrolaga Chlorella sp.[Skripsi]. Malang (ID): UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Aprilia HA, Pringgenies D, Yudiati E. 2012. Uji Toksisitas Ekstrak Kloroform Cangkang dan Duri Landak Laut (Diadema setosum) Terhadap Mortalitas Nauplius Artemia sp. JMR. 1(1): 75-83 Hodgson E dan PE Levi. 2000. Modern Toxicology. Mc. Graw Hill, Singapore. Donatus IA. 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi. UGM Press, Yogyakarta. Rosman R. 2007. Biosintesis Menthol Pada Berbagai Periode Pencahayaan Tanaman Mentha (Mentha piperita L.). Jurnal Littri. 13(1):8-13 Eur PH, USP, JP. 2013. l-Menthol Pharma and l-Menthol Flakes Pharma. Technical Information, WF-No. 121608. Rahminiwat M, Darusman HS, Permadi H, Sutisna A, Paridjo P. 2016. Penuntun Praktikum Toksikologi. Bogor (ID): Devisi Farmakologi dan Toksikologi, FKH Retnomurti HP. 2008. Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (Pandanus Conoideus Lam.) Secara In Vivo. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine. 17th ed. United States (US): McGrawHill Professional Muthmainnah N, Trianto HF, Bangsawan PI. 2015. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 70% Daun Karamunting (Rhodomyrtus Tomentosa (Aiton) Hassk) Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus. Jurnal Cerebellum. 1(4):277-292