UT101 Public Speaking Transkrip Minggu 1: Persepsi sebagai Persiapan Awal “Public Speaking” Video 1: Pengantar “Public Speaking” Video 2: Strategi “Public Speaking” Video 3: Hal Dasar dalam “Public Speaking” Video 4: Kesan Pertama dalam “Public Speaking” Video 1: Pengantar “Public Speaking” Saudara peserta IndonesiaX, apa kabar? Semoga Anda selalu sehat dan tetap semangat. Ini adalah awal program Public Speaking dimana melalui kursus singkat ini diharapkan peserta IndonesiaX dapat menjadi seorang pembicara yang handal dan penuh percaya diri, sehingga dapat mendukung potensi dan karir di mana pun Anda berada. Sebelum kita mulai membahas bagaimana berbicara di depan publik, maka ada baiknya kita samakan terlebih dahulu pemahaman kita mengenai apa sih public speaking? Secara umum public speaking adalah cara atau seni berbicara di depan public. Mengapa disebut seni? Karena berbicara memerlukan suatu strategi, terlebih berbicara di depan publik. Strategi inilah yang dinamakan seni mengatur berbicara agar interaksi dan komunikasi terjadi dengan efektif dan sesuai dengan yang diharapkan. Public speaking adalah area komunikasi, kemampuan kita untuk mendapatkan ide, kemudian menyampaikan, dan membujuk pihak lain dalam hal ini disebut audience. Banyak orang merasa public speaking adalah hal yang menakutkan. Mereka merasa enggak ada yang mau disampaikan. Public speaking membuatku tampak bodoh di depan orang dan ada yang merasa saya orang yang tidak bisa menulis, saya berasal dari daerah yang berbeda. Dan yang paling penting biasanya orang merasa, aduh, saya nervous sekali dan saya lupa apa yang akan saya katakan sehingga saya merasa orang akan menelan saya. Nah, sebenarnya apa sih yang membuat Anda menjadi seorang pembicara yang hebat? Yang pertama adalah self confidence atau percaya diri. Kemudian selain percaya diri, harus diikuti dengan pengetahuan yang luas, khususnya mengenai apa yang akan disampaikan. Bicara secara jujur, penuh antusias, ada persiapan, pesan yang disesuaikan, dan kemampuan mendengarkan, serta beretika. Saudara peserta IndonesiaX di mana pun Anda berada. 30 detik pertama adalah kunci keberhasilan Anda dalam membangun impresi audience. Mereka menjadi tertarik atau sebaliknya. Jadi kita harus berhati-hati, harus jeli melihat situasi, berbicara dengan penuh semangat, percaya diri, ambil bagian ke dalam audience untuk menyatu dengan mereka. Tentu saja ini hal mudah bila ada percaya diri yang baik. Nah untuk menjadikan seorang pembicara yang handal dalam berbicara di depan publik maka ada empat program yang telah kami persiapkan untuk Anda. Yaitu pertama, persepsi sebagai persiapan awal public speaking. Halaman 1 dari 8 UT101 Kemudian komunikasi verbal melalui kata-kata dan non-verbal. Non-verbal itu adalah seluruh gerakan anggota tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Non-verbal bisa dilihat dari sisi linguistic yaitu bahasa yang kita gunakan dan paralinguistic. Paralinguistic itu secara sekilas adalah ada intonasi, ada kemudian ada bagaimana kita cepat dan lambatnya bahasa atau kecepatan berbicara yang kita gunakan, serta etikat komunikasi yang mendasari proses public speaking, serta gaya diri atau style direction. Nah saudara, sekarang kita masuki program yang pertama yang membahas persiapan awal public speaking. Namun sebelumnya agar kita memiliki pemahaman yang sama, maka kita akan bahas mengenai apa itu public speaking yang merupakan suatu proses seni presentasi yang menfokuskan pada seseorang yang secara langsung berbicara pada audience. Tujuannya apa? Menginformasikan, mempengaruhi, dan juga menghibur. Apa sih pentingnya public speaking bagi kehidupan kita? Keahlian berbicara di depan publik sangat penting dalam kehidupan kita karena dapat meningkatkan reputasi, mengangkat rasa percaya diri, dan membuka banyak kesempatan yang tak terhitung. Dan yang paling penting untuk Anda ketahui, bahwa berbicara di depan publik bukannlah bakat tetapi sesuatu yang bisa dipelajari. Berbicara di mana pun kita bisa dengan teman, dengan orangtua atau siapa saja. Namun berbicara di depan publik tentu saja berbeda. Nah, apa perbedaan dan persamaannya? Kita awali dengan persamaanya. Satu, sama-sama berdasarkan logika berpikir. Iya kan? Kalau kita ngobrol dengan teman atau dengan siapa pun tentu saja kita enggak hanya memakai emosi kan ya? Pasti ada logika yang menyertai. Kemudian dibuat berdasarkan kebutuhan lawan bicara kita. Ya pasti kalau kita berbicara kemudian ketemu orang, kita akan berbicara pasti yang sesuai, yang nyambung gitu yah. Enggak mungkin kita akan berbicara hal lain yang orang itu tidak mengerti. Kemudian bercerita untuk memberikan dampak yang maksimal. Apa yang dimaksud dengan dampak maksimal? Kalau kita berbicara biasa dengan teman atau segala macam, pasti secara tidak langsung kita punya tujuan. Entah itu tujuannya untuk mempengaruhi, sekadar menghibur, atau hanya chit-chat istilahnya ya. Tetapi semuanya perlu ada dampak, ada effect, atau ada akibat. Dan yang terakhir kita harus bisa mengadopsi pendapat audience. Karena kalau tidak, pendapat audience di sini yang saya maksud adalah pendapat lawan bicara kita. Nah, kalau dengan publik speaking. Bedanya apa sih ngobrol biasa dengan public speaking? Public speaking itu lebih terstruktur, ada pembukaan, ada isi, dan ada penutup. Lebih terstruktur. Kita enggak mungkin kan kalau public speaking berbicara di depan umum kemudian seenaknya saja kita berbicara. Kemudia yang kedua perbedaanya, kalau public speaking kita memerlukan bahasa yang lebih formal. Formal di sini dalam pengertian bukan berarti yang serius-serius ya. Tetapi lebih kepada bahasa yang disesuaikan dengan mayoritas audience kita siapa sih yang hadir gitu. Kalau misalnya yang hadir itu kalangan ABG, maka mau tidak mau kita menggunakan bahasa formal gaya ABG. Tapi kalau yang datang adalah mereka-mereka eksekutif misalnya, maka Halaman 2 dari 8 UT101 yang terjadi adalah kita harus menggunakan bahasa yang sesuai. Dan kemudian memerlukan metode yang berbeda untuk penyampaiannya. Kenapa metode berbeda? Public speaking itu macam-macam ada yang bisa tatap muka, kemudian ada yang bisa kita menyatakan atau mengemukakan sesuatu melalui media. Sehingga metodenya ada yang langsung, ada yang melalui media. Itu sekilas yang nanti akan kita bahas pada program selanjutnya. Saya akan memberikan contoh, tapi contohnya saya sendiri ya. Jadi artinya kita tidak conversation berbicara dengan orang lain, tapi seolah-olah saya berbicara dengan orang lain. Oke. Yang pertama, saya akan ambil conversation. Saya berdiri saja biar lebih enak ya. Conversation itu adalah berbicara dengan orang lain. Biasanya gini, “Hai apa kabar? Gimana? Eh ngomong ngomong, yang tadi ketemu di sana siapa ya?” Gitu. Mengalir begitu saja. Iya kan? Contoh. Itu adalah conversation, berbicara biasa. Atau katakanlah kalau kita berbicara dengan atasan, pasti kita akan, “Selamat pagi Bu, selamat pagi Pak. Iya, saya sudah melakukan berbagai hal yang Bapak inginkan, yang Ibu inginkan. Sehingga untuk menyempurnakan ini, apa lagi ya Pak? Apa lagi ya Bu?” Gitu ya. Itu adalah conversation. Walaupun dengan atasan kita, dengan orang yang memang kita hormati misalnya, dengan teman gayanya kaya tadi. Bagaimana kalau public speaking? Nah, public speaking tentu saja yang pertama kita akan mengatakan, ini contoh yang paling sederhana, “Yang terhormat Ibu Rektor, yang terhormat Bapak Dirjen Pendidikan Tinggi, serta hadirin yang kami hormati. Pertama, terima kasih sekali bahwa Ibu dan Bapak berkenan hadir pada acara pagi hari ini.” Satu contoh sederhana. Eh, apa. Ada pembukaan, ada greetings gitu. Coba kalau conversation kita terapkan di public speaking misalnya, “Hei apa kabar? Selamat pagi yang terhormat Mbak, apa kabar? Selamat pagi, selamat datang.” Berbeda. Iya kan? Kita bisa merasakan perbedaannya. Oke, mudah-mudahan contoh yang sederhana tadi bisa memberikan bayangan kepada kita semua bahwa memang public speaking itu sesuatu yang harus dipersiapkan. Enggak bisa seenaknya, “Tolong dong berbicara di depan, berbicara di acara ini.” Kemudian kita mau begitu saja. Jangan sampai kita menerima itu. Karena apa? Karena public speaking itu harus dipersiapkan. Tapi juga jangan terus karena kita takut disuruh berbicara, enggak pernah mau di depan umum. gitu ya. Dengan berlatih, saya yakin Anda kapan pun diminta, Anda akan siap. Video 2: Strategi “Public Speaking” Nah, sekarang kita akan membahas lebih kepada topik mengenai strategi dalam mengelola public speaking. Apa saja strategi untuk menjadi seorang pembicara yang handal? Satu, perlu perencanaan yang matang. Segala sesuatu harus direncanakan dahulu dengan baik: kita mau berbicara apa sih, audience-nya siapa sih, kapan, dan kira-kira topik apa sih yang paling menarik untuk audience yang akan kita ajak bicara? Ya. Halaman 3 dari 8 UT101 Yang kedua adalah latihan. Latihan sebagaimana saya ungkapkan di awal, bahwa public speaking sebagai seorang pembicara, speaker, itu bukan bakat. Itu bisa dipelajari. Sehingga dengan banyak latihan, mau enggak mau, saya jamin Anda bisa jadi seorang speaker yang handal. Kemudian selanjutnya kita harus memahami audience kita. Kita tahu siapa nanti yang datang, siapa yang mendengarkan, kira-kira topiknya mereka butuhkan enggak ya, gitu ya. Karena salah satu contoh kalau mereka tidak membutuhkan topik kita, mereka tidur, mereka pergi meninggalkan, dan sebagainya. Kemudian strategi yang lain adalah memperhatikan bahasa tubuh. Kenapa sih harus memperhatikan bahasa tubuh? Saya kasih contoh yang paling sederhana. Tatkala, ini dari ekspresi muka ya. Salah satu saja contoh yang nanti akan kita bahas pada program ketiga adalah mengenai non-verbal. Non-verbal ini salah satunya adalah bahasa tubuh. Salah satu yang saya ambil contoh di sini adalah ekspresi wajah. Contoh yang paling sederhana. Tatkala saya mengatakan “Selamat pagi” kepada Anda dengan dua gaya. Yang pertama, “Selamat pagi.” Yang kedua, “Selamat pagi.” Apa yang terjadi? Pasti Anda akan berbeda dalam menerima. Yang pertama, aduh ramah banget ya ini orang, enak, apalagi Anda sebagai dosen menghadapi mahasiswa misalnya. Itu sudah membuka diri agar orang menerima kita. Kalau yang kedua kesannya apa? Menurut Anda? Iya, jutek pasti ya, enggak senang ya, akhirnya enggak enak gitu ya. Interaksi selanjutnya pasti tidak enak. Strategi berikutnya adalah kita berpikir positif. Jangan pernah kita berpikir negatif terhadap pihak lain. Dan negosiasi dengan yang namanya nervous, grogi. Serta evaluasi. Video 3: Hal Dasar dalam “Public Speaking” Pada pertemuan kali ini, kita membahas terlebih dahulu apa yang mendasari atau sebagai dasar utama seseorang mau dan mampu berbicara di depan publik. Tidak lain adalah persepsi. Mengapa persepsi? Persepsi adalah cara pandang kita terhadap sesuatu berdasarkan dari masa lalu baik itu pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan lingkungan dimana kita berada. Ada tiga hal utama dalam mengupas persepsi sebagai dasar dalam berinteraksi. Yang pertama adalah, bagaimana kita menilai diri sendiri, bagaimana kita menilai orang lain, dan bagaimana kita mempersepsikan orang lain menilai kita. Kita mulai yang pertama, bagaimana kita menilai diri sendiri. Ini menarik. Bagaimana menilai diri sendiri? Jadi kalau kita bicara persepsi adalah modal dasar dalam kita berinteraksi dengan pihak lain, adalah bagaimana menilai diri sendiri. Kalian kalau di rumah ngaca nggak sih kalau mau berangkat atau keluar rumah? Pasti dong ya. Yang cowok? Saya yakin pasti. Anda ngaca dulu. Ini pantas nggak ya buat saya? Saya lagi cantik enggak ya? Saya ganteng enggak ya? Saya oke enggak ya? Gitu ya. Nah, kalau Anda sudah merasa, menatap di kaca, dan oke, saya pantas pakai baju ini. Ini adalah modal awal dalam Anda melangkah keluar rumah. Percaya diri. Ya, saya lagi enak, saya lagi cantik, saya lagi ganteng, saya enak. Bukan orang lain kok yang bilang Anda cantik, yang bilang Anda ganteng, tapi yang penting adalah diri Anda sendiri sudah positif berpikir tentang Halaman 4 dari 8 UT101 diri Anda. Oke bisa dipahami ya? Jadi pertama adalah bagaimana saya, bagaimana Anda menilai diri Anda sendiri, menilai diri saya sendiri. Yang kedua, adalah bagaimana saya menilai orang lain. Nah, ini penting. Pentingnya apa sih? Tatkala saya bertemu orang di jalan. Ini belum berkomunikasi, belum berinteraksi, hanya sekadar bertemu. Saya sudah menjustifikasi orang tersebut, entah karena dandanannya, entah karena ekspresi muka, banyak hallah ya. Tapi yang pasti dari performa dia. Kemudian saya menjustifikasi, “Ih, pasti orang ini jahat deh. Pasti orang ini dari kalangan tertentu deh.” Itu enggak boleh. Yang harus kita lakukan adalah kita harus bepikir selalu positif terhadap orang lain. Contoh kalau kita menilai orang salah, misalnya. Anda pernah naik bis kota? Begitu penuh, gitu ya, buat yang pernah naik bis kota ya. Kadangkadang kalau karena kita saling berhimpitan gitu ya, kalau sebelah kita ada cowok yang rapi, bersih, apalagi ganteng, kita diam saja dong. Ya kan? Berdirinya diam saja. Tapi sebaliknya, kalau sebelah kita sudah bajunya lusuh, gitu ya. Terus kemudian acakacakan, gitu. Kesan yang ditimbulkan adalah “Ih, pasti orang ini jorok. Orang ini enggak bersih.” Gitu. Akhirnya kita agak, agak menyingkir. Betul enggak? Mungkin itu pengalaman pribadi ya. Tapi saya rasa semua Anda mengalami hal demikian. Nah, ini yang tidak boleh. Bahwa kita harus memberi nilai positif kepada semua orang, gitu. Walaupun kita tetap harus berhati-hati. Yang ketiga, yang menarik adalah, bagaimana tatkala kita mempersepsikan orang lain menilai kita. Ini agak susah. Contohnya gini. Kalau kita ketemu dengan seseorang, kemudian kita belum berbicara, baru bertemu. Orang itu tersenyum. Biasanya kita greetings ya, memberikan salam ya, kalau ada dalam satu lift, atau bagaimana gitu ya. Kemudian orang itu misalnya senyumnya ya sedikit menyeringai gitu ya, senyumnya sinis gitu. Kemudian melihat kita dari atas-bawah, ngeliatin dari atas-bawah gitu, enggak enak gitu. Apa yang terjadi? Kita ini akan merasa bahwa, “Ih, pasti orang itu enggak senang deh sama saya. Pasti saya jelek. Pasti saya enggak enak.” Dan segala macam. Nah ini penting sebagai modal awal supaya kita bisa confidence. Kalau kita selalu berpikir positif dan persepsi dalam kepala kita yang terbentuk itu bagus, maka itu adalah langkah awal untuk berinteraksi. Perlu diingat ya. Berbicara di depan publik pasti kita akan maju ke depan. Di depan sekian orang, berbicara di hadapan berbagai macam orang. Kalau kita mempunyai satu saja penilaian yang salah baik itu tentang diri kita, tentang orang lain, dan tentang bagaimana orang itu menilai kita, sudah kacau. Kita menjadi nervous. Kita menjadi tidak percaya diri. Contoh yang sederhana saja. Kalau kita biasa pakai baju yang misalnya bajunya hijau, sepatunya hijau, tasnya hijau gitu ya. Suatu saat, dia lupa nih, enggak membawa sepatu hijau. Sepatunya akhirnya hitam gitu. Itu akan mengurangi rasa percaya diri dia juga gitu. Itu satu contoh yang sederhana dan mungkin terlalu ekstrem gitu ya. Tapi yang penting, kalau kita merasa sudah mengaca di depan kaca, awal kita sudah oke, itu adalah modal awal. Halaman 5 dari 8 UT101 Saudara peserta IndonesiaX, ketiga hal tersebut merupakan langkah awal dalam berinteraksi dengan pihak lain. Tidak peduli berbicara di depan umum atau berbicara dengan teman, dengan atasan, semua diawali dengan ketiga hal tersebut. Nah, dalam berkomunikasi, dapat dikatakan, atau dalam teori komunikasi, itu dikatakan sebagai proses intrapersonal, yaitu proses dimana mengawali proses interpersonal. Iya kan? Anda pasti mengalami, semua orang pasti mengalami, enggak mungkin ada yang tidak mengalami proses intrapersonal. Selanjutnya komunikasi. Komunikasi ini adalah kunci utama dalam berinteraksi dan sangat penting membangun impresi yang bagus sebagai awal komunikasi. Saudara, tadi saya mengatakan bahwa public speaking itu area komunikasi. Nah, untuk lebih kita memahami public speaking, paling tidak kita tahu sebenarnya apa itu komunikasi, komunikasi adalah bagaimana kita menyampaikan ide-ide kepada orang lain sehingga orang itu mengerti apa yang kita maksud. Jadi ada yang namanya mutual understanding, pemahaman bersama. Nah, komunikasi secara sederhana itu bisa digambarkan misalnya ada komunikator, orang yang berbicara dalam hal ini adalah speaker. Kemudian ada pesannya, pesan adalah verbal maupun non-verbal. Kemudian ada yang dinamakan channel atau medianya, kita mau menggunakan apa? Mau langsung, tatap muka, atau melalui televisi, atau melalui radio, atau media yang lain tapi namanya tetap berbicara di depan umum. Dan yang terakhir, yang komponen keempat, adalah audience. Jadi minimum ada empat, empat komponen yang ada dalam komunikasi sehingga itu bisa dikatakan komunikasi. Yang pertama, sekali lagi, adalah komunikator. Yang kedua, pesan. Yang ketiga, adalah media atau channel. Dan yang keempat adalah audience. Nah komunikasi yang baik adalah komunikasi yang nyambung, nyambung antara komunikator dan komunikannya atau audience-nya mempunyai penyamaan, kesamaan persepsi atau pemahaman yang sama. Video 4: Kesan Pertama dalam “Public Speaking” Empat komponen yang ada dalam komunikasi sehingga itu bisa dikatakan komunikasi. Yang pertama sekali lagi adalah komunikator, yang kedua pesan, yang ketiga adalah media atau channel dan yang keempat adalah audience. Nah komunikasi yang baik adalah komunikasi yang nyambung, nyambung antara komunikator dan komunikannya atau audience-nya mempunyai kesamaan persepsi atau pemahaman yang sama. Saudara peserta IndonesiaX, tidak bisa dipungkiri bahwa kesan pertama adalah hal yang penting untuk suatu pergaulan atau interaksi apapun bentuknya. Kita dapat membuat diri kita sebagaimana yang kita inginkan. Contoh misalnya, saya sekarang sedang berprofesi sebagai pengajar, sebagai dosen. Oke. Saya menggunakan blazer, menggunakan dalaman, baju dalam gitu ya, untuk, karena blazer saya three pieces gitu, bawahan segala macam. Nah di saat saya pergi ke mall, lagi santai, hari minggu, tentu saja saya tidak menggunakan baju seperti ini. Saya akan menggunakan t-shirt kaos, kemudian saya menggunakan jeans, menggunakan sepatu flat, atau sepatu terbuka, atau bahkan sandal kalau kita mau ke pasar Halaman 6 dari 8 UT101 gitu ya. Jadi itu memberikan kesan terhadap Anda, jadi kesannya adalah, oh ini lagi santai, ini lagi serius. Jadi bagaimana kita membentuk kesan, tergantung apa yang Anda mau. Berikut ada lima faktor utama dalam menciptakan kesan pertama yang baik. Yang pertama, tunjukan percaya diri Anda. Iya dong, kalau kita berinteraksi dengan pihak lain, kalau sudah belum apa-apa sudah berbicara tidak menatap mata, hanya menunduk, kemudian seolaholah kesannya itu bisa diperintah gitu ya, tidak ada percaya diri, maka Anda sudah kehilangan satu moment, gitu. Kehilangan satu point. Yang kedua, tunjukan bahwa Anda mempunyai power untuk mempengaruhi. Power bukan kekuasaan ya. Power itu bisa diwujudkan, bisa diimplementasikan dalam sikap. Misalnya dari sikap berdiri, nanti kita akan bahas untuk non-verbalnya. Itu pun bisa bicara soal power. Kemudian kita menunjukan ketulusan hati Anda bahwa Anda mau berinteraksi, Anda mau berkolaborasi dengan pihak lain. Jangan judes, jangan jutek, dan jangan senyum terus gitu ya, itu juga enggak boleh ya. Senyum pun juga ada aturannya, susah ya berkomunikasi ya. Oke. Dan selanjutnya, selain itu, kita juga harus mampu membangun kepercayaan audience. Apa artinya? Kalau kita lagi berbicara di depan umum, memberikan kuliah, presentasi, pidato, apapun bentuknya, kita harus meberikan kepercayaan kepada audience. Dalam artian memberi kesempatan audience untuk juga menyampaikan pendapatnya. Jadi kita itu enggak kesannya semaunya sendiri. Kemudian kita kesannya otoriter dan segala macam. Jadi memberi juga kesempatan dan kepercayaan kepada audience kita. Selanjutnya amati audience kita karena ternyata impresi itu bisa dikelola melalui dengan pengamatan kita terhadap audience. Saudara, impresi memang bisa dikelola dengan cara mengontrol persepsi pihak lain secara cepat dan menunjukkan hal-hal yang menyenangkan. Sebenarnya, mengelola impresi ini sudah lama diutarakan oleh Erving Goffman kira-kira tahun 1959 ya, dalam bukunya yang disebut “The Presentation of Self In Everyday Life” yang menyatakan bahwa hampir semua interaksi sosial meminta judgement dengan segera, secara cepat, sehingga setiap orang bisa memperkenalkan dirinya, untuk memberikan impresi positif, atau kesan pertama yang baik. Ingat, dulu ada satu iklan yang mengatakan, “Kesan pertama begitu menggoda. Setelah itu, terserah Anda.” Masih ingat ya? Anda semua pasti ingat ada, itu begitu melekat, ada salah satu iklan mengenai hal itu, gitu. Jadi bagaimanapun kesan pertama itu sangat menentukan. Saudara peserta IndonesiaX, di mana pun Anda berada, bagaimana? Tetap semangat pastinya ya? Oke. Secara umum kita harus mampu mengelola impresi itu karena impresi adalah nyata untuk membangun impresi orang terhadap diri kita. Bagaimana sih caranya? Kalau tadi ada strategi, kemudian cara, sekarang kita yang lebih mudah diimplementasikan, menyesuaikan diri dengan pihak lain. Kemudian kalau kita menyesuaikan diri, contoh yang paling sederhana contohnya kalau kita misalnya diundang untuk berbicara di suatu tempat. Tentunya kita banyak bertanya dong, siapa sih audience-nya, dresscode-nya apa, bajunya apa, gitu ya. Jangan sampai kita saltum, salah kostum. Audience-nya hanya pakai ber-jeans ria, kita lengkap berjas, berdasi gitu. Enggak matching antara peserta dan kemudian yang berbicara. Halaman 7 dari 8 UT101 Atau sebaliknya, kita dress down. Yang lain tamu-tamunya berdasi, berjas, pakai baju tradisional. Eh, kita santai hanya pakai t-shirt misalnya atau pakai celana biasa. Nah itu hatihati. Dan ini yang disebut dengan menyesuaikan diri. Kemudian promosi diri. Kita ini sebenarnya kalau bicara di depan umum, sebenarnya itu “jual diri” dalam tanda kutip. Apa yang dimaksud jual diri? Jangan negatif. Jual diri itu kita harus mampu menunjukkan bahwa diri kita pasti bisa. Saya bisa. Saya percaya diri. Sehingga orang lain pun melihat kita senang, kemudian orang lain, “Oh iya dia meyakinkan untuk berbicara di depan. Sehingga saya memang pantas untuk mendengarkan apa yang dia sampaikan.” Selanjutnya adalah konsisten. Kita itu kalau berbicara, kalau tadi bedanya dengan kalau conversation atau bercakap-cakap biasa, kan tidak ada struktur, tidak berstruktur kalau berbicara biasa atau yang disebut conversation. Tapi kalau public speaking, berbicara di depan umum, itu terstruktur. Oleh karenanya, di sini dikatakan harus konsisten. Jadi runtut apa yang kita bicarakan. Enggak boleh kita pertama bicara ini, kemudian lompat ke ini, lompat ke sana, akhirnya enggak ketemu gitu ya. Jadi harus ada konsistensi terhadap apa yang kita bicarakan. Kemudian selanjutnya adalah apresiasi terhadap pihak lain. Apresiasi adalah ada penyampaian terima kasih gitu ya. Menunjukan bahwa kita tuh juga butuh mereka gitu. Saya tuh butuh Anda. Tanpa Anda, saya bukan apa-apa. Masa saya mau ngomong sendiri di depan? Enggak mungkin kan? Pada intinya, apa yang saya ungkapkan tadi merupakan langkah awal dalam berbicara di depan publik. Bukan sekadar berbicara di depan publik, tetapi juga berintraksi dengan siapa pun juga. Bagaimana, siap mencoba? Nah baiklah. Untuk tahap pertama program pertama pertemuan kita, cukup sampai di sini. Saya akan menyimpulkan apa bahasan kita program pertama. Yaitu, kita bahas soal persepsi. Dengan persepsi, kita melangkah penuh percaya diri karena persepsi adalah modal awal dalam berinteraksi. Oke. Selamat mencoba, selamat mempraktikkan bagaimana kita bisa membuat diri kita percaya diri. Saudara peserta IndonesiaX di mana pun Anda berada, saya Dian Budiargo dari Universitas Terbuka, untuk IndonesiaX. Sampai Jumpa. Halaman 8 dari 8