Uploaded by eldhasavitri24

4. Bab 2

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Nervus Trigeminus
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut
motoriknya mempersarafi muskulus masseter, temporalis, pterigoideus internus et
eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.
Inti motoriknya terletak di pons.9
Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik
nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri (ganglion semilunaris).
Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan
proprioseptif. Kawasannya ialah wajah, mukosa lidah, rongga mulut serta lidah,
dan rongga hidung. Impuls proprioseptif terutama berasal dari otot-otot yang
dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri. Anatomi nervus
trigeminus dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut: 9
Gambar 2.1 Anatomi Nervus Trigeminus
3
Cabang pertama nervus V ialah cabang oftalmikus yang menghantarkan
impuls protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi sampai vertex.
Impuls sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari
dahi menyusun nervus frontalis masuk melalui ruang orbita melalui foramen
supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung
menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf
yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga
berkas saraf, yakni nervus frontalis, nervus nasosiliaris, dan nervus lakrimalis
saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut
bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). 13 Adanya lesi pada cabang
ini seperti tumor, multipel sklerosis, dll menyebabkan hilangnya reflek kornea dan
sensasi pada daerah dermatome. Perubahan pada kornea (neuropatik keratitis)
juga mungkin terjadi.9
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabutserabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak
mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang
atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut.
Nervus maksilaris masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum
kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalam dinding sinus
kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Adanya lesi menyebabkan
kehilangan sensasi reflek palatal.9
Cabang ketiga ialah cabang mandibularis yang tersusun oleh serabut
somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-
4
serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri
dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion
gasseri. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang ketiga N.V. bercabang
dua, yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang
merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus
aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah,
dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi
rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi
otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus. Lesi pada
cabang ini menyebabkan kekurangan sekresi saliva, kehilangan rasa kecap di 2/3
anterior lidah, kelemahan pada otot pengunyahan adalah ciri yang menonjol.9
B. Neuralgia Trigeminal
1. Definisi
Neuralgia trigeminal (tic douloureux) adalah kelainan idiopatik pada
wajah unilateral. 1 Menurut IASP (International Association for the Study of Pain)
neuralgia trigeminal didefinisikan sebagai nyeri yang muncul tiba-tiba, biasanya
unilateral, rasa sakit yang parah berulang dalam distribusi satu atau lebih cabang
dari saraf kranial ke-lima saat dilakukan penusukan singkat. Selain itu, IHS
(International Headache Society) mendefinisikan neuralgia trigeminal sebagai
nyeri unilateral yang menyakitkan pada wajah, ditandai dengan sengatan listrik
singkat seperti rasa sakit terbatas pada distribusi satu atau lebih divisi dari saraf
trigeminal. Nyeri biasanya ditimbulkan oleh rangsangan sepele termasuk mencuci,
5
bercukur, merokok, berbicara, dan menyikat gigi, tetapi mungkin juga terjadi
secara spontan.7
Neuralgia trigeminal disebabkan oleh injury atau kerusakan saraf sehingga
menyebabkan nyeri yang hebat. Nervus yang mengalami gangguan adalah nervus
trigeminal (N.V).3 Nervus trigeminal memberikan impuls sensory kewajah, mulut,
lidah dan kulit kepala. Nervus trigeminal terdiri dari tiga cabang, yaitu divisi
ophthalmik, divisi maxilla, dan divisi mandibular. Divisi mandibular dari nervus
trigeminal juga mensupply otot mengunyah seperti temporalis, masseter dan otot
pterygoid. Neuralgia trigeminal merupakan kelainan yang dapat diketahui dengan
karakteristik unilateral, nyeri berat paroksismal, singkat, seperti sengatan listrik
didaerah region trigeminal. Distribusi nervus trigeminus pada area kulit fasial
dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:1,7
Gambar 2.2.
Distribusi N. Trigeminus pada area kulit fasial; I: distribusi
N.opticus; II: distribusi N. Maksilaris; III: distribusi N.
Mandibularis
2. Epidemiologi
Insiden neuralgia trigeminal 4/100.000 penduduk, biasa pada laki-laki lebih
dari 50 tahun, wanita dua kali lebih sering daripada
laki-laki. Neuralgia
trigeminal dua kali lebih sering disebelah kanan (60%) dan sebelah kiri
6
39%.Nyeri biasanya di divisi maxilla (20%), mandibular 17%, divisi ophthalmik
hanya 2%. Kombinasi ophthalmik dan maxilla 14 %, kombinasi maksila dan
mandibular 42%,Kombinasi ketiga divisi 5%. Neuralgia trigeminal tidak ada
faktor geografik dan etnis. Secara patofisiologi 90% dari kasus adalah pembuluh
darah arteri kontak dengan nervus trigeminal di root entry zone saat keluar dari
pons. 2,3,4
3. Etiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan neuralgia trigeminal dapat dilihat
pada tabel 2.1 berikut:5,6,7
Tabel. 2.1. Etiologi Neuralgia Trigeminal
7
4. Faktor Risiko
Faktor risiko neuralgia trigeminal adalah:
 Usia: seiring bertambahnya usia, risiko seseorang untuk mengidap
neuralgia trigeminal semakin tinggi, terutama pada orang-orang yang
berusia 50 tahun ke atas
 Jenis Kelamin: wanita cenderung lebih mudah terkena penyakit ini
daripada pria
 Genetik: seseorang yang memiliki anggota keluarga yang mengidap
neuralgia trigeminal berisiko lebih besar mengalami penyakit yang
sama
 Kondisi kesehatan: neuralgia trigeminal juga bisa terjadi akibat
kelainan yang menyebabkan rusaknya myelin (selaput pelindung
saraf), seperti pada penyakit multiple sclerosis
Faktor pencetus terjadinya neuralgia trigeminal yang paling umum adalah
mengunyah (61,2%) dan berbicara (47,3%). Neuralgia trigeminal idiopatik (80%)
lebih sering terjadi dibandingkan neuralgia trigeminal simptomatik (10%).8
5. Klasifikasi
Neuralgia trigeminal ini dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe klasik
dan tipe simptomatik. Neuralgia trigeminal tipe klasik ditandai dengan nyeri, rasa
terbakar yang hebat dan tiba tiba pada wajah bagian manapun, sedangkan tipe
simptomatik ditandai dengan rasa nyeri, terbakar atau tertusuk pada wajah namun
dengan intensitas nyeri yang lebih rendah daripada neuralgia trigeminal tipe
klasik namun lebih konstan.6,8
8
Menurut IHS (International Headache Society) neuralgia trigeminal
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Neuralgia trigeminal klasik : semua kasus yang etiologinya belum
diketahui (idiopatik)
b. Neuralgia trigeminal simptomatik: dapat akibat tumor, multipel sklerosis
atau kelainan di basis kranii.8
Perbedaan neuralgia trigeminal idiopatik dan simptomatik dapat dilihat
pada tabel 2.2 berikut:8
Tabel 2.2. Perbedaan neuralgia trigeminal idiopatik dan simptomatik
Neuralgia Trigeminal Idiopatik
Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa di
daerah sensorik cabang mandibularis.
Timbulnya serangan bisa berlangsung 30
menit yang berikutnya menyusul antara
beberapa detik sampai menit.
Nyeri merupakan gejala tunggal dan
utama.
Neuralgia Trigeminal Simptomatik.
Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa
di daerah nervus infraorbitalis.
Nyeri terus menerus tidak hilang timbul
Selain nyeri terdapat anethesia atau
kelumpuhan saraf otak, berupa gangguan
autonom ( Horner syndrom ).
Penderita berusia lebih dari 45 tahun , Tidak memperlihatkan kecendrungan pada
wanita lebih sering mengidap dibanding wanita atau pria dan tidak terbatas pada
laki-laki.
golongan usia.
6. Patofisiologi
Sampai
saat
ini,
patofisiologi
dari
neuralgia
trigeminal
masih
diperdebatkan. Hal yang menjadi perdebatan adalah apakah patofisiologi
neuralgia trigeminal melibatkan sistem saraf pusat atau sistem saraf perifer.
Sebagian besar penderita neuralgia trigeminal menunjukkan adanya external
vascular compression.7 Beberapa teori menyebutkan adanya perubahan fisiologis
pada anatomi tubuh yang berhubungan dengan faktor aging, seperti hipertensi
menyebabkan vasodilatasi atau penebalan pada pembuluh darah arteri. Hal ini
9
terkadang menyebabkan adanya kontak neurovaskular pada saraf trigeminal. Pada
orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus.
Arteri yang sering menekan saraf trigeminal adalah arteri serebelar superior.
Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya
lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf.10,11
Demielinasi pada serabut saraf trigeminal yang disertai dengan adanya
subsequent ephatic cross talk diantara beberapa akson mengakibatkan terjadinya
perubahan pada voltage gated sodium channels, yang mana dapat meningkatkan
sensitifitas terhadap nyeri. Voltage gated sodium channels berperan dalam impuls
nosiseptif dan mekanisme terjadinya nyeri. Adanya demielinasi atau kerusakan
pada selubung myelin saraf trigeminal terlihat pada neuralgia trigeminal tipe
klasik dan simptomatik. Demielinisasi akibat adanya kompresi pada saraf
trigeminal juga terlihat pada neuralgia trigeminal tipe simptomatik yang
disebabkan oleh tumor dan multipel sklerosis. Pada pasien multipel sklerosis
terlihat adanya plak yang meluas pada daerah dorsal root entry zone saraf
trigeminal. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan
penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan
gejala neuralgia trigeminal. Rekaman intraseluler telah menunjukkan bahwa ini
terjadi karena peningkatan osilasi subthreshold dalam potensial membran istirahat
dari subpopulasi A-neuron mencapai ambang batas. Peningkatan aktivitas
lonjakan dapat menyebabkan terjadinya depolarisasi dan C-sel yang disekitarnya
menjadi hyperexcitable. Hal ini menyebabkan sinyal nosiseptif akan dirasakan
sebagai rasa nyeri. Sinyal tersebut akan berhenti secara tiba-tiba, seperti pada
10
neuralgia trigeminal. Hal ini terjadi karena mekanisme inherent cellular selfquenching. Kompresi neurovaskular pada nervus trigeminus dapat dilihat pada
gambar 2.3 berikut: 11,12
Gambar 2.3. Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus
7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis neuralgia trigeminal berupa serangan nyeri yang timbul
mendadak, sangat hebat, durasinya pendek, biasanya unilateral, dan dirasakan
pada satu bagian dari saraf trigeminal. Nyeri seringkali timbul jika ada suatu
rangsangan di daerah tertentu (trigger zone). Trigger zone sering dijumpai di
sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Rangsangan yang memicu timbulnya
nyeri berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut.
Neuralgia trigeminal memiliki gejala-gejala klinis khas, yaitu:

Nyeri unilateral.

Nyeri tajam seperti ditusuk, tersengat listrik (electricshock like), nyeri
seperti terbakar.

Kebanyakan
terjadi
pada
rahang
mandibularis).

Nyeri bersifat ekstrem dan paroksismal.
11
bawah
(distribusi
nervus

Durasi spasme nyeri tunggal berlangsung < 2 menit.

Rasa nyeri umumnya terpicu oleh sentuhan ringan pada titik picu yang
spesifik dan konstan.

Rangsangan dingin di rongga mulut. Nyeri yang dirasakan oleh
penderita neuralgia trigeminal dapat dipicu oleh beberapa aktivitas
fisik di daerah wajah dan rongga mulut, seperti berkumur-kumur,
menyikat gigi, tersenyum, menelan, sentuhan ringan pada area wajah,
mengunyah, ataupun berbicara. Serangan nyeri hebat yang dirasakan
oleh penderita dapat berlangsung beberapa detik hingga beberapa
menit ini dapat berkurang secara signifikan sebelum akhirnya
serangan kembali. Periode ketika nyeri berkurang ini dikenal dengan
periode remisi.12,13
8.
Diagnosis
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendiagnosis neuralgia trigeminal
adalah anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
lengkap dilakukan mencakup onset, lokasi, kualitas, intensitas, frekuensi, durasi,
faktor-faktor yang memperberat rasa nyeri, perawatan sebelumnya yang sudah
dilakukan dalam mengatasi nyeri, serta riwayat medis, keluarga, dan psikososial.
Neuralgia trigeminal ditandai dengan adanya nyeri yang sering terjadi unilateral
atau hanya pada satu sisi wajah. Nyeri biasanya terjadi tiba-tiba bersifat tajam,
hebat, singkat, berulang yang berdistribusi pada satu atau lebih cabang dari saraf
trigeminal. Pada umumnya terjadi periode remisi atau rasa nyeri tidak terjadi sama
sekali dalam jangka waktu yang bervariasi.5
12
Setelah dilakukan anamnesa, kemudian pemeriksaan fisik dilakukan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan
myofasial kepala dan leher, pemeriksaan intraoral, evaluasi pergerakan leher dan
rahang, dan evaluasi funduskopi. Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat
ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita
sedangkan
diluar serangan tampak normal. Reflek kornea dan test sensibilitas untuk menilai
sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral. Membuka mulut dan
deviasi dagu untuk menilai fungsi otot maseter (otot pengunyah) dan fungsi otot
pterigoideus. Kemudian tes lain yaitu dengan memblokir secara selektif daerah
yang mengalami nyeri dengan anestesi lokal (2% Xylocaine; 1:80000) untuk
melihat batas daerah nyeri.5,6
Pemeriksaan penunjang dilakukan apabila terdapat keadaan abnormal
yang ditemukan pada saat anamnesa dan pemeriksaan fisik, yaitu onset nyeri yang
baru, nyeri yang berkembang dengan cepat, onset nyeri yang baru pada pasien
dengan penyakit sistemik seperti kanker dan HIV, onset nyeri pada pasien yang
berusia 50 tahun
keatas, keadaan abnormal yang ditemukan pada saat
pemeriksaan neurologis, nyeri yang disertai demam dan rasa tegang pada leher,
pergerakan rahang dan leher yang tidak normal, dan nyeri yang disebabkan oleh
pergerakan leher dan rahang.7 Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk
membedakan Neuralgia trigeminal klasik (idiopatik) dan simptomatik. CT Scan
kepala untuk melihat tumor. Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat
plak pada multipel sklerosis dan pontine gliomas, dan Magnetic Resonance
13
Angiography (MRA) merupakan MRI dengan resolusi yang lebih tinggi untuk
melihat ada tidaknya penekanan oleh pembuluh darah.12
Kriteria diagnostik neuralgia trigeminal menurut The International
Headache Society dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut: 3,5
Tabel 2.3. Kriteria diagnostik neuralgia trigeminal menurut The International
Headache Society
Jenis Neuralgia
Trigeminal
Neuralgia
trigeminal klasik
Neuralgia
trigeminal
simptomatik

Kriteria Diagnosis
A. Serangan nyeri paroksismal yang berlangsung beberapa detik
sampai 2 menit, mengenai satu atau lebih cabang n. trigeminus
dan memenuhi kriteria B dan C
B. Nyeri dengan salah satu atau lebih kriteria:
- Kuat, tajam, superfisial, atau seperti ditusuk
- Berasal dari daerah picu atau dicetuskan oleh faktor pemicu
C. Jenis serangan sterotyped pada setiap individu
D. Tidak ada defisit neurologis
E. Tidak berkaitan dengan gangguan lain
A. Serangan nyeri paroksismal yang berlangsung beberapa detik
sampai 2 menit, dengan atau tanpa nyeri yang menetap diantara
serangan, mengenai satu atau lebih cabang n. trigeminus dan
memenuhi kriteria B dan C
B. Nyeri dengan salah satu atau lebih kriteria:
- Kuat, tajam, superfisial, atau seperti ditusuk
- Berasal dari daerah picu atau dicetuskan oleh faktor pemicu
C. Jenis serangan sterotyped pada setiap individu
D. Akibat lesi kausatif (selain kompresi vaskular), adanya bukti dari
pemeriksaan penunjang dan/atau pada eksplorasi fossa posterior
Diagnosa Banding
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
pada wajah dan kepala. Nyeri neuralgia post herpetikum dapat menyerupai
neuralgia trigeminal, tetapi adanya skar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan
kepada neuralgia post herpetikum. Neuralgia post herpetikum pada wajah
14
biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang
pertama.5,6
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang
bawah dan pelipis saat mengunyah dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi
hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.6
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.
Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering
ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan
menetap, seringkali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke
bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi
ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisik tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak memberikan efek. Perbaikan biasanya diperoleh dengan
penggunaan antidepresan dan obat penenang. Oleh karena itu, penentuan
diagnosis harus sebaik mungkin.6
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan
berdasarkan periode, tidak adanya faktor pencetus dan durasi tiap nyeri
paroksismal yang lebih lama.9,12
9. Penatalaksanaan
 Terapi Obat
Terapi obat lebih digunakan sebagai perawatan pertama pada neuralgia
trigeminal klasik (idiopatik). The American Academy of Neurology and the
15
European Federation of Neurological Societies merekomendasikan untuk
pemakaian carbamazepine sebagai pilihan terapi obat yang pertama kali. Selama
bertahun-tahun carbamazepine (CBZ) telah digunakan sebagai gold standard
dalam mengobati neuralgia trigeminal. Penelitian awal dilakukan pada tahun 1962
dan obat ini efektif pada 75% pasien yang diuji. Obat ini dapat memblokade
voltage sodium channels sehingga menstabilkan terjadinya hyperexcitable (mudah
terangsang) pada nervus trigeminus. Carbamazepine memiliki beberapa efek
samping seperti mual, mengantuk, kelelahan, penurunan ingatan, leukopenia,
diplopia, disfungsi hati, dan hepatotoksis. Oxcarbazepine merupakan keto
analogue dari carbamazepine, dimana obat ini memiliki efek toksik yang lebih
sedikit dibanding carbamazepine. Obat ini bisa digunakan sebagai alternatif pada
pasien yang tidak mentoleransi efek samping dari carbamazepine. Pada double
blind RCTs ( randomized controlled trials ) telah dibuktikan bahwa pada pasien
yang megkonsumsi carbamazepine atau oxcarbazepine mengalami penurunan
jumlah serangan nyeri. Carbamazepine dan oxcarbazepine dapat digunakan
sebagai first line therapy pada neuralgia trigeminal.12,13
Secara umum pemberian obat dimulai dengan dosis yang rendah dan
dititrasi secara bertahap dengan pemantauan klinis sampai mencapai dosis
maksimum atau dosis dimana bebas rasa nyeri. Pemberian obat secara bertahap
akan memberikan efek samping yang lebih sedikit dan mencegah terjadinya
pemberian obat yang berlebihan. Meskipun monoterapi adalah tujuan terapi, akan
tetapi banyak pasien memiliki efek samping yang parah dan manfaat terbatas dari
satu obat. Dalam hal ini, dapat digunakan obat kedua. Seringkali kombinasi
16
carbamazepine dengan obat lain dapat menghilangkan rasa sakit. Terapi obat
yang masuk kedalam kategori second line therapy merupakan obat yang
digunakan pada pasien yang tidak memiliki respon terhadap carbamazepine
maupun oxcarbazepine. Sebagai contoh, Baclofen yang merupakan obat golongan
muscle relaxant, sering digunakan sebagai second line therapy pada pasien
neuralgia trigeminal.14 Baclofen diketahui dapat meningkatkan efek kerja sinergis
bila dikombinasikan dengan carbamazepine. Baclofen merupakan GABA-B
reseptor agonist yang menekan terjadinya hipereksitabilitas pada saraf. Oleh
karena itu, banyak dokter yang menambahkan baclofen terhadap carbamazepine
ketika pemberian carbamazepine saja mengalami kegagalan dalam mengatasi
nyeri. Baclofen juga dapat memperpanjang kegunaan carbamazepine. Obat ini
juga dapat digunakan sebagai monoterapi. Dosis pada masing-masing obat dapat
dilihat pada tabel 2.4 berikut:13,14
Tabel 2.4. Pilihan terapi obat pada neuralgia trigeminal
Obat
Dosis
First line therapy
Carbamazepine (Tegretol, 200-800 mg dosis dibagi
Tegretol XL, Carbitol)
menjadi 2-3 kali sehari,
membutuhkan kerja darah
secara periodik
Efek samping
Mual,
mengantuk,
kelelahan,
penurunan
ingatan,
leukopenia,
diplopia, disfungsi hati, dan
hepatotoksisitas.
Oxcarbazepine (Tegretol, 300-1800 mg dosis dibagi Pusing,
sakit
kepala,
Tegretol XL, Carbitrol)
menjadi 2-3 kali sehari.
gangguan
konsentrasi,
tremor,
kelelahan,
penurunan kadar natrium.
Second line therapy
Gabapentin (Trileptal)
900-3600 mg dosis dibagi Ataksia,
kelelahan,
menjadi 3-4 kali sehari
nistagmus,
pusing,
peningkatan berat badan.
Lamotrigine (Lamictal)
100-600 mg dosis dibagi Pusing, sakit kepala, ruam,
menjadi 2 kali sehar
insomnia, artralgia dan
myalgia, sindrom Stevens
Johnson
17
Baclofen (Lioresal)
Topiramate
40-80 mg dosis dibagi
menjadi 2-3 kali sehari.
200-400 mg dosis dibagi
menjadi 2 kali sehari.
Sodium
valproate, 500-2000 mg dosis dibagi
divalproex sodium
menjadi 2 kali sehari.
Phenytoin
Clonazepam
200-400 mg dosis 1 kali
atau dibagi menjadi 2 kali
sehari
1,5-8 mg dosis dibagi
menjadi 3-4 kali sehari
Kelelahan yang ekstrim,
lemah, dan mengantuk.
Kelelahan, penurunan berat
badan,
parestesia,
perubahan rasa kecap, batu
ginjal, perasaan depresi.
Mual,
gangguan
pencernaan,
sedasi,
disfungsi trombosit, rambut
rontok, tremor, perubahan
kognisi,
hepatotoksisitas,
berat badan
Pusing, mengantuk, ruam
pada
kulit,
insomnia,
ataksia, gingivitis
Ataksia,
sedasi,
pengembangan
toleransi,
dan sindrom withdrawal
jika tiba-tiba dihentikan
Anoreksia,
muntah,
insomnia, mual, pusing,
mengantuk, sakit kepala,
dan beberapa interaksi obat
Reaksi
neuromuskular
(ekstrapiramidal)
dan
beberapa interaksi obat.
Felbamate
1200-3600 mg dosis dibagi
menjadi 3 kali sehari
Pimozide
Tergantung berat badan dan
tidak lebih dari 10 mg
sehari.
Zonisamide
200-400 mg dosis dibagi Mengantuk,
anoreksia,
menjadi 2 kali sehari
pusing, sakit kepala, mual,
dan agitasi / mudah marah
100-600 mg dosis dibagi Mengantuk, pusing, ataksia,
menjadi 2 kali sehari
kebingungan,
astenia,
berpikir
tidak
normal,
penglihatan
kabur,
inkoordinasi, dan edema
perifer.
Pregabalin
 Terapi Bedah
Biasanya terapi bedah diindikasikan pada pasien yang memiliki penyebab
neuralgia trigeminal sekunder yang jelas, tidak responsif, rasa nyeri berat dan
tidak berhenti sehingga membatasi kemampuan mereka untuk makan, dan pasien
yang kontraindikasi terhadap obat-obatan tersebut. Meskipun terapi obat
18
digunakan sebagai pilihan pertama dalam penatalaksanaan neuralgia trigeminal,
akan tetapi memiliki efek samping yang lebih banyak dan tidak dapat ditoleransi
oleh tubuh. Sebanyak 50% penderita neuralgia trigeminal tidak puas dengan terapi
obat karena kontrol nyeri yang tidak komplit dan efek samping yang
ditimbulkannya. Terapi bedah dilakukan ketika terapi obat gagal dalam mengatasi
nyeri serta memiliki efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh. Terapi
bedah yaitu Percutaneous glycerol retrogasserian rhizotomy, percutaneous ballon
compression of the trigeminal nerve, radiofrequency trigeminal (retrogasserian)
rhizotomy, gamma knife radiosurgery, microvascular decompression of the
trigeminal nerve (MVD). Risiko dan komplikasi pembedahan adalah adanya
anestesia permanen dan anetesia dolorosa.15,16
10. Prognosis
Setelah serangan pertama, neuralgia trigeminal mungkin akan tidak
muncul selama beberapa bulan atau tahun. Serangan-serangan dapat menjadi lebih
sering, lebih mudah dicetuskan, dan membutuhkan pengobatan jangka panjang.
Perjalanan penyakit biasanya berupa sekumpulan serangan yang meningkat dan
berkurang dalam hal frekuensinya. Penyakit ini dapat menyebabkan morbidias
akibat nyeri di wajah yang kronis dan berulang, menyebabkan pasien menghindari
aktivitas tertentu (seperti makan, karena harus mengunyah), dan bahkan
mendorong pasien untuk melakukan bunuh diri.17
19
Download