Lembaran Informasi 512--PCP

advertisement
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 512
PCP (Pneumonia Pneumocystis)
Apa PCP Itu?
Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling
umum pada orang HIV-positif. Tanpa
pengobatan, lebih dari 85% orang
dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP menjadi
salah satu pembunuh utama Odha.
Namun, saat ini hampir semua penyakit
PCP dapat dicegah dan diobati.
PCP disebabkan oleh jamur yang ada
dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu
jamur tersebut disebut Pneumocystis
carinii, tetapi para ilmuwan sekarang
memakai nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan
sebagai PCP. Sistem kekebalan yang
sehat dapat mengendalikan jamur ini.
Namun, PCP menyebabkan penyakit
pada anak dan pada orang dewasa
dengan sistem kekebalan yang lemah.
Jamur Pneumocystis hampir selalu
mempengaruhi paru, menyebabkan
bentuk pneumonia (radang paru). Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan
jumlah CD4 di bawah 300 yang telah
mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit
PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan
mengembangkan penyakit PCP lagi.
Tanda pertama PCP adalah sesak
napas, demam, dan batuk tanpa dahak.
Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya
segera periksa ke dokter. Namun, semua
Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300
sebaiknya membahas pencegahan PCP
dengan dokter, sebelum dialami gejala
apa pun.
Bagaimana PCP Diobati?
Selama bertahun-tahun, antibiotik
dipakai untuk mencegah PCP pada
pasien kanker dengan sistem kekebalan
yang lemah. Tetapi baru pada 1985
sebuah penelitian kecil menunjukkan
bahwa antibiotik juga dapat mencegah
PCP pada Odha.
Keberhasilan dalam pencegahan dan
pengobatan PCP sangat dramatis. Persentase Odha yang mengalami PCP
sebagai penyakit yang mendefinisikan
AIDS dipotong kurang lebih separuh,
seperti juga PCP sebagai penyebab
kematian Odha.
Sayang, PCP masih umum pada orang
yang terlambat mencari pengobatan atau
belum mengetahui dirinya terinfeksi.
Sebenarnya, 30-40% Odha akan mengembangkan PCP bila mereka menunggu sampai jumlah CD4-nya kurang lebih
50.
Sebuah obat anti-PCP baru, DB289,
sedang diteliti pada uji coba klinis Fase
II. Hasil awal sangat baik.
Obat yang dipakai untuk mengobati
PCP mencakup kotrimoksazol, dapson,
pentamidin, dan atovakuon.
y Kotrimoksazol (TMP/SMX) (lihat
Lembaran Informasi (LI) 535) adalah
obat anti-PCP yang paling efektif. Ini
adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol
(SMX).
y Dapson (LI 533) serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir
seefektif kotrimoksazol melawan PCP.
y Pentamidin adalah obat hirup yang
berbentuk aerosol untuk mencegah
PCP. Pentamidin juga dipakai secara
intravena (IV) untuk mengobati PCP
aktif.
y Atovakuon adalah obat yang dipakai
orang pada kasus PCP ringan atau
sedang yang tidak dapat memakai
kotrimoksazol atau pentamidin.
Dapatkah PCP Dicegah?
Cara terbaik untuk mencegah PCP
adalah dengan memakai terapi antiretroviral (ART). Orang dengan jumlah
CD4 di bawah 200 dapat mencegah PCP
dengan memakai obat yang juga dipakai
untuk mengobati PCP. Untuk informasi
lebih lanjut, lihat LI 950 dan LI 951.
ART dapat meningkatkan jumlah CD4
kita. Jika jumlah ini melebihi 200 dan
bertahan begitu selama tiga bulan,
mungkin kita dapat berhenti memakai
obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun,
karena pengobatan PCP adalah murah
dan mempunyai efek samping yang
ringan, beberapa peneliti mengusulkan
pengobatan sebaiknya diteruskan hingga
jumlah CD4 di atas 300. Kita harus
berbicara dengan dokter kita sebelum
kita berhenti memakai obat apa pun
yang diresepkan.
Obat Mana yang Paling Baik?
Kotrimoksazol adalah obat yang paling
efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil,
satu atau dua pil sehari.
Namun, bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir
separuh orang yang memakainya meng-
alami reaksi alergi, biasanya ruam kulit,
kadang-kadang demam. Sering kali, bila
penggunaan kotrimoksazol dihentikan
sampai gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi
tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang
berat dapat diatasi dengan memakai
desensitisasi. Pasien mulai dengan
takaran obat yang sangat rendah dan
kemudian meningkatkan takarannya
hingga takaran penuh dapat ditahan (lihat
LI 951). Mengurangi dosis menjadi tiga
pil seminggu mengurangi masalah alergi
kotrimoksazol, dan tampak sama berhasil.
Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan
efek samping dari beberapi obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih
sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila
alergi muncul, penyebab lebih mudah
diketahui.
Dapson menyebabkan lebih sedikit
reaksi alergi dibanding kotrimoksazol,
dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil
tidak lebih dari satu pil sehari. Namun
dapson kadang kala lebih sulit diperoleh
di Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan
bulanan ke klinik dengan nebulizer,
mesin yang membuat kabut obat yang
sangat halus. Kabut ini dihirup secara
langsung ke dalam paru. Prosedur ini
memakan waktu kurang lebih 30-45
menit. Kita dibebani harga obat tersebut
ditambah biaya klinik. Pasien yang
memakai pentamidin aerosol akan
mengalami PCP lebih sering dibanding
orang yang memakai pil antibiotik.
Garis Dasar
Hampir semua peristiwa PCP, salah
satu penyakit pembunuh utama para
Odha, dapat diobati – dan dapat dicegah
dengan obat murah yang mudah dipakai.
ART dapat menahan jumlah CD4 kita
tetap tinggi. Jika jumlah CD4 kita turun
di bawah 300, kita sebaiknya membahas
penggunaan obat pencegah PCP dengan
dokter kita. Setiap orang dengan jumlah
CD4 di bawah 200 seharusnya memakai
obat anti-PCP.
Diperbarui 9 Maret 2008 berdasarkan FS 515 The
AIDS Infonet 12 April 2007
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Download