Sidang Pleno I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesepakatan
pembentukan WTO ( Word Trade Organization) di
Marakesh, Maroko tahun1992 telah menambah keyakinan sebagian besar
Negara di dunia bahwa era perdagangan bebas sudah tidak terhindarkan lagi.
Masing-masing Negara atau melalui kerjasama regional
akan mengambil
langkah-langkah dan upaya persiapan untuk merespon perkembangan ini.
Misalnya, Negara-negara ASEAN telah memutuskan untuk mempercepat
realisasi pembentukan kawasan perdagangan bebas AFTA (Asean Free
Trade Area) dari rencana semula tahun 2003 menjadi tahun 2002.
Percepatan pembentukan kawasan perdagangan ASEAN adalah indikasi
bahwa semua Negara anggota siap untuk menghadapi perdangangan bebas.
Disamping melakukan pengurangan dan penghapusan berbagai pungutan
dan hambatan perdagangan lainnya (tarrif dan non tariff barriers), upaya lain
yang dilakukan oleh Negara anggota untuk mengantisipasi berlakunya
perdagangan bebas adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin kawasan
pelabuhan dan perdagangan bebas.
Indonesia
merupakan salah satu anggota ASEAN dan telah
meratifikasi kesepakatan pembentukan WTO telah mengambil langka atau
tindakan untuk membuka kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas (Free
Port and Free Trade Zone – FP/FTZ) mengikuti langkah yang dilakukan oleh
1
Negara
Singapura, Malaysia
dan
Thailand.
Keberadaan kawasan
perdagangan dan pelabuhan bebas (FP/FTZ) dapat mendorong kegiatan
lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi
Negara serta dapat memberi pengaruh dan manfaat besar bagi Indonesia,
untuk dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya, meningkatkan
kepariwisataan dan penanaman modal baik asing maupun dalam negeri.
Pemerintah Indonesia akan membuka di 9 (sembilan) kawasan/FTZ yang
dinilai sangat strategis,yaitu: Sabang, Natuna, Dumai, Bintan, Batam,
Karimun, Bitung, Morotai dan Biak. Dan Batam sebagai salah satu dari 9
(sembilan) FTZ yang sudah dipersiapkan jauh lebih dini.
Oleh karena kebutuhan akan penetapan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas sudah sangat mendesak dalam upaya mempercepat
pengembangan daerah seiring dengan perwujudan otonomi daerah,
beberapa wilayah perlu ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas, maka pemerintah Indonesia
mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2000
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Dan kemudian
Perpu tesebut disahkan menjadi Undang-Undang dengan diundangkan UU
NO. 36 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang undang.
Penetapan kawasan perdagangan bebas akan menarik investasi asing
dan dapat memberi mamfaat maksimal bagi perekonomian nasional. Sebagai
2
konsekuensinya, pemerintah harus meningkatkan infrastruktur yang ada dari
segi kualitas dan kuantitas, perbaikan suprastruktur yang merupakan insentif
bagi para investor, baik pemerintah pusat dan daerah harus memiliki persepsi
yang sama terhadap penerapan peraturan yang berlaku, serta jaminan
keamanan yang lebih baik.
Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini, pengembangan kawasan
perdagangan bebas (misal: kawasan Batam), disamping mengahasilkan
devisa bagi Negara juga
inkonsistensi
penerapan
telah muncul berbagai masalah, diantaranya
dan
penegakan
hukum,
ketidakharmonisan
hubungan pemerintah pusat dan daerah, ketidakseimbangan daerah kawasan
dengan daerah lainnya, masalah sosial, kerusakan/pencemaran lingkungan,
dan lainnya.
B.
Permasalahan
1.
Bagaimana
prospektif
penetapan
kawasan
perdagangan
dan
pelabuhan bebas (FP/FTZ) terhadap pembangunan nasional khususnya
pembangunan ekonomi ?
2.
Bagimana konsepsi hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam
pengembangan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas ?
3.
Bagaimana penerapan kebijakan atau peraturan perundang-undangan
terkait dengan pengembangan kawasan perdagangan dan pelabuhan
bebas ?
3
C.
Maksud dan Tujuan
1.
Maksud diadakannya seminar
adalah untuk menghimpun pendapat
umum baik para teorisi dan praktisi serta para ahli hukum mengenai
prinsip-prinsip/asas-asas, teori
hukum terkait dengan penerapan
kawasan perdagangan bebas.
2.
Tujuan diadakannya seminar ini adalah untuk memberikan masukan
pemikiran bagi pembangunan hukum, khususnya penyempurnaan dan
pembentukan peraturan perundangan mengenai kawasan perdagangan
dan pelabuhan bebas.
D.
Topik Seminar

Topik:
SEMINAR TENTANG ASPEK HUKUM
PEMBENTUKAN
KAWASAN PELABUHAN DAN PERDAGANGAN BEBAS

Sub Topik:
1.
Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan
Bebas dalam Perspektif Hukum Internasional.
Pembicara:
Ir. Subagio, MM (Staff Ahli Menteri
Perdagangan
Bidang Iklim Usaha
Perdagangan).
2.
Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan
Bebas dalam Prespektif Otonomi Daerah.
4
Pembicara: Drs. T. Azwar Aziz (Kadis Perdagangan
dan Perindustrian Pemerintah
Propinsi
Sumatera Utara).
3.
Masalah Hukum Penerapan Pajak Dalam Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas.
Pembicara: Drs. Ichwan Fachruddin, MA (Direktur
PPn Ditjen Pajak).
4.
Masalah
Hukum
Lingkungan
dalam
Penerapan
Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas.
Pembicara: Prof. Dr. Alfi Syahrin MS (FH. USU).
5.
Masalah
Kawasan
Hukum
Kelembagaan
dan
Pengelolaan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas.
Pembicara: Dr. Ja’far Albram, SH, SE, MM, M.
Hum (Kepala Kantor Bea dan Cukai
Teluk Nibung Tg. Balai)
6.
Masalah Hukum Penerapan Kebijakan Penanaman
Modal Asing Dalam Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas.
Pembicara: Pratomo Waluyo (Ka. Biro Hukum
BKPM)
5
E.
Peserta Seminar
Peserta seminar berjumlah 150 orang yang berasal dari pusat maupun
daerah, yang terdiri dari:
1.
Angota DPR RI
2.
Departemen Keuangan
3.
Departemen Luar Negeri
4.
Kejaksaan
5.
Kepolisian
6.
Departemen Hukum dan HAM
7.
Hakim (Pengadilan Negeri/Tinggi)
8.
Pemerintah Daerah
9.
Dosen Perguruan Tinggi Negeri/Swasta
10.
Lembaga Swadaya Masyarakat
11. Mahasiswa, dan lainnya.
F. Pelaksana Seminar
Kegiatan seminar ini dilaksanakan Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia bekerjasama dengan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara (USU), dan Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM RI Provinsi
Sumatera Utara, dengan susunan kepanitian ditetapkan oleh Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI.
6
G. Pelaksanaan Seminar
Seminar ini akan dilaksanakan pada tanggal 9 -10 Agustus 2006 di
Medan-Sumatera Utara.
H. Pembiayaan
Kegiatan ini dibiayai oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Hukum dan HAM RI dalam tahun anggaran 2006.
7
BAB II
POKOK-POKOK PIKIRAN PENYAJI DAN DISKUSI
A.
Pokok- Pokok Pikiran Penyaji
1.
Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas dalam
Perspektif
Hukum Internasional (Ir. Subagio, MM - Staff Ahli
Menteri Perdagangan Bidang Iklim Usaha Perdagangan):
a.
Kyoto Convention rujukan bagi kepabeanan.
b.
Tahapan
Kawasan
Perdagangan
Bebas
terjadi
karena
pertumbuhan ekonomi diawali oleh Zona Industri dari segi Tata
Ruang, Pemda dan pengusaha merasa ada yang perlu dilakukan
mengenai Zona Industri tersebut sehubungan dengan dunia
usaha.
c.
Ada Pengelola, kegiatan industri dalam kawasan industri.
d.
Kawasan Berikat: terdapat fasilitas-fasilitas para pengusaha di
satu kawasan industri.
e.
Daerah-daerah tadi tumbuh menjadi Free Trade Zone (FTZ).
Bicara
FTZ
para
pelaku
kegiatan
melakukan
kegiatan
penyortiran, pengepakan, dll, dengan ciri utama kegiatan adalah
sasarannya ekspor.
f.
Kawasan-kawasan
ini
dirasakan
pengusaha
perlu
disempurnakan dengan Special Economic Zone (SEZ).
8
g.
Kawasan Industri -Bonded Zone - Export Processing Zone – FTZ
- SEZ.
h.
SEZ merupakan kawasan paling istimewa.
i.
SEZ tidak hanya manufaktur tetapi juga ada kegiatan jasa seperti
perbankan, pendidikan, kesehatan.
j.
Free Zone: wilayah di sebuah negara dimana setiap barang yang
dibawa masuk ke dalamnya sepanjang menyangkut bea masuk
dan pajak, pada umumnya dianggap sebagai berada di luar
daerah kepabeanan.
k.
Barang-barang di daerah FZ tidak dikenakan pajak dan cukai.
l.
Kaitannya dengan GATT atau WTO, dikenal Free Trade
Arrangement (FTA).
m.
Batam bukan FTZ tapi Kawasan Berikat (Bonded Zone).
n.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah
suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum negara
kesatuan RI yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas
dari pengenaan bea masuk (BM), pajak pertambahan nilai
(PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan cukai.
o.
Kawasan Berikat Plus karena (tidak ada rujukan) karena disatu
sisi kegiatan di Batam dengan situasi sekarang ini tuntutan
kegiatannya melebihi yang diatur dala peraturan peruuan, pada
mulanya para stake holder seluruh wilayah adalah FTZ, karena
kawasan industri sudah bercampur dengan kegiatan penduduk
9
seperti perumahan, ini tidak boleh di dalam FTZ, selain tidak ada
pagar yang kasat mata juga tidak ada pagar yang samar,
dikatakan PLUS karena insentifnya/fasilitas lebih dari Kawasan
Berikat (Bonded Zone), contohnya: pemindahan barang dari satu
kawasan berikat yang satu ke kawasan berikat yang lain tidak
perlu disegel, tidak ada batasan penjualan yang dilakukan di
dalam luar negeri.
p.
Penafsiran yang berlebihan terhadap Free Trade Zone karena
pengertian bebas sebebas-bebasnya padahal tidak demikian.
Perlu pengawasan yang sangat ketat di perbatasan antara FTZ
q.
dengan Daerah Pabean Indonesia lainnya.
2.
Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas
dalam Prespektif Otonomi Daerah (Drs. T. Azwar Aziz - Kadis
Perdagangan
dan
Perindustrian
Pemerintah
Propinsi
Sumatera Utara):
a.
Kawasan Ekonomi Khusus :
-
Kawasan Tertentu Dimana diberlakukan ketentuan khusus di
bidang:
i.
Kepabeanan;
ii. Perpajakan;
iii. Perijinan;
iv. Keimigrasian;
10
v. Ketenagakerjaan.
Kawasan yang memiliki infrastruktur yang lengkap dan
-
moderen serta badan pengelola yang professional dengan
standar internasional.
b.
Tujuan pengembangan kawasan ekonomi khusus:
- Peningkatan investasi dan eksport serta mempercepat
pengembanga wilayah.
- Penyerapan tenaga kerja baik langsung maupun tidak
langsung.
- Penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor.
- Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor.
-
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya local pelayanan
dan capital bagi peningkatan ekspor.
- Mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui
teknologi transfer.
c.
Pertumbuhan kawasan ekonomi khusus :
- Jarak kedekatan kawasan dengan pasar sasaran;
- Ketersediaan bahan baku/bahan mentah;
- Jarak tempuh kawasan ke pelabuhan dan ke bandara;
- Kesiapan lokasi kawasan, harga dan sewa tanah;
- Suplay tenaga ahli, tenaga kerja dan upah;
- Adanya pusat industri pendukung dan ketersediaan fasilitas
teknologi moderen;
11
- Kwalitas infra struktur transportasi, telekomunikasi, air, gas,
dan listrik;
-
Dukunga perbankan, pemerintah, penguasaan bahasa dan
tingkat pajak perusahaan.
d.
Alternatif pilihan wilayah kawasan ekonomi khusus di Sumatera
Utara:
- Medan;
- Tanjung Balai
- Asahan;
- Sibolga.
e.
Dasar pengembangan kawasan ekonomi khusus di Sumatera
Utara:
-
Undang-undang Nomor 24 Tahun Tentang Penataan Ruang,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
-
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah;
-
Inpress Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Paket Kebijakan
Perbaikan Iklim Investasi
-
Keputusan Menko Perekonomian Nomor : Kep-/MEkn/03/06
Tentang Tim Nasional Pembangunan Kawasan Ekonomi
Khusus di Indonesia.
12
3.
Masalah Hukum Penerapan Pajak dalam Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas (Drs. Ichwan Fachruddin, MA - Direktur PPn
Ditjen Pajak):
a.
Masalah baru (masalah kawasan bebas) : Batam, Sabang,
Natuna, Morotai, Biak dan lain-lain (9). Sabang hingga kini belum
ada Peraturan pemerintah-nya.
Def. Kawasan bebas di luar wilayah pabean tidak membayar cukai.
Hanya mengantarkan ibu dan bapak, bukan bukan menambah.
Pajak adalah bagaimana memasukkan uang sebanyak-banyaknya
untuk kas Negara. Ada fungsi regulasi (topic regulasi).
1.
Seberapa jauh keseriusan pemerintah. Paradoksi apa ?
Sampai saat ini kita masih berupaya mewujudkan ke-9
kawasan untuk menjadi kawasan ekonomi khusus. Seberapa
serius ?
2. Masalah Paradox. Regulasi ada sisi yang dikorbankan, ada
tujuan lain. Bagaimana menarik investasi.
-
Dari menarik tenaga kerja;
-
Versus kompetitif, kebijakan-kebijakan dasar pemikran.
-
Bagaimana pajak tersebut bias mengakomodir. Ada dua
hal, yaitu :
i. Prinsip equal treatment;
ii. Kepastian hokum.
Bagaimana implikasinya dalam kehidupan bersama.
13
-
Diberlakukan/diterapkan suatu peraturan harus menyentuh
semua steakholder.
b.
Hakekat pada kaedah hokum yang sama.
Elemen :
i.
Hukum Positif (clear);
ii. Diupayakan grey area (tidak a tidak b), jika keduanya
terjadi.
iii. Kebijakan diharapkan tidak cepat berubah-ubah, jika terjadi
karena tuntutan ekonomi, misalnya politik dn lain-lain. Kalau
tidak berubah tidak inovatif (kontra produktif).
c.
Apakah undang-undang Perpajakan menganut kemudahankemudahan:
a. Pajak penghasilan;
b. PBB dan lain-lain
d.
Di satu sisi kemudahan akan mengakibatkan pendapatan
Negara bermasalah ---- ada pro dan kontra.
e.
Konsep perbankan berbasis syariah. Peraturan-peraturan
harus/seyogyanya
mengakomodir
kepentingan-kepentingan
tersebut.
i.
ii.
f.
Kalau memang benar diperlukan, bia sdiberikan melalui;
Kendalanya harus adanya kemudahan hokum.
Bagaimana implementasi dan paradoxnya.
14
UUPPN pasal 16 b memberikan kemudahan-kemudahan
tertentu dalam perpajakan pasl 61 a Undang-undang Tahun
2000.
Apa tujuan diberikan fasilitas tersebut ?
i.
Ingin mendorong keberhasilan yang prioritas dalam skala
net (Sabang) Pemerintah menciptakan kawasan-kawasan
tertentu (berikat). Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia
(KEKI) sudah ada (9 titik menjadi prioritas).
ii. Upaya mendorong perkembangan dunia usaha, contoh
produk pertanian (holti kultura) buah dari mana orang
tidak tahu dari mana. Anggur dari Argentina kalau ini
dibebaskan, maka buah-buahan dari dalam negeri tidak
laku. Jika tidak fair persaingan, maka
terjadi masalah
tenaga kerja, investasi.
iii. Mendukung pertahanan nasional.
iv. Memperlancar
pembangunan
nasional.
Terdiri
dari
beberapa ilustrasi. Undang-undang sudah ada, PP-nya
belum. Nomor 37 Tahun 2000 tentang Pelabuhan Bebas.
Yang menarik dari implementasi pelabuhan beas Kawasan
Berikat PP Nomor 65 Tahun 2003/PP Nomor 30 Tahun 2005
(contoh Pulau Batam). Merupakan kawasan yang paling baik.
Investasi, kesempatan tenaga kerja bias berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
15
g.
Fasilitas dari Hukum Pajak.
PPN tidak dipungut bagi pengusaha di kawasan berikat (untuk
import barang dari luar negeri) supaya barang tersebut untuk di
ekspor
a.
ekspor -----
b.
Ivestasi (kaitannya dengan tenaga kerja).
Pajak Penghasilan dalam Pasal 31. Wajib pajak yang
melakukan penanaman modal di bidang dan daerah tertentu
(eksport dan sebagainya). Kawasan pemb. Eks. Terpadu di
Indonesia Bagian Timur ada 4 :
i.
Pengurangan penghasilan netto 30% (6 tahun);
ii. Penyusutan dipercepat;
iii. Kompensasi kerugian (10 tahun);
iv. PPH atas devioden pasal 26 hanya 10% (discount 50%).
h.
PP Nomor 20 Tahun 2000. PPH sebanyak 8 tahun menjadi 4
tahun.
Di satu sisi penerimaan Negara 3 ½ juta wajib pajak dari 220
juta.
Potensi kita sangat rendah terhadap kepatuhan paling rendah
mengembalikan SPT missal 100% hanya kembali 30%.
16
4.
Masalah
Hukum
Lingkungan
dalam
Penerapan
Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas (Prof. Dr. Alvi Syahrin MS FH. USU):
a.
Perdagangan dunia bukan hanya membuat degradasi lingkungan
hidup.
UU No.36/2000 penetapan PP pengganti undang-undang Nomor
1 Tahun 2000.
Menghadapi persaingan global :
- Suatu daerah perdagangan dan pelabuhan bebas mendorong
lalu lintas perdagangan internasional dan erat kaitannya
dengan lapangan kerja.
- Kawasan peradagangan bebas dapat memberi pengaruh dan
manfaat besar bagi masyarakat Indonesia dan bebas dari
pabean, harus tunduk pada Undang-undang Lingkungan Hidup.
b.
Kegiatan di bidang ekonomi : maritime, ekonomi, pariwisata.
GATT/WTO untuk perdagangan, tantangannya berkaitan dengan
lingkungan hidup. GATT/WTO tidak memiliki madrt. Terhadap
lingkungan hidup.
- Most Favored Nation (tentang perlindungan ssatwa-satwa
langka).
- Produk import harus mendapat perlakuan yang sama dengan
produk local;
- Melarang kwalitatif barang-barang impor.
17
- Perdagangan bebas berakibat langsung terhadap lingkungan
hidup tetapi kebijakan publiknya, misalnya dengan alas an tidak
memiliki teknologi, SDM-nya tidak ada.
c.
KTT Afrika Selatan 2002 (untuk mensubsidi perdagangan
lingkungan hidup dan pembangunan).
-
Pembangunan muncul, bagaimana Amdalnya ?
-
Pentingnya menjaga pembangunan dan lingkungan hidup,
Negara maju  pembangunan ekonomi atau lingkungan hidup
seharusnya pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu harus dibentuk Amdal (standar lingkungan),
dengan alas an SDM dan teknologi mengakibatkan perbedaan
standar.
5.
Masalah
Hukum
Kelembagaan
dan
Pengelolaan
Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas (Dr. Ja’far Albram, SH, SE,
MM, M. Hum (Kepala Kantor Bea dan Cukai Teluk Nibung Tg.
Balai):
a.
Kelembagaan
-
:
Presiden menetapkan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas
atau Pelabuhan Bebas di daerah yaitu disebut DEWAN
KAWASAN.
-
Dewan Kawasan membentuk Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang disebut
18
BADAN PENGUSAHAAN MELAKSANAKAN FUNGSI-FUNGSI
KAWASAN PELABUHAN DAN PERDAGANGAN BEBAS.
-
Untuk kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas
Sabang. Badan Pengusahaan Kawasan Sabang ini membentuk
BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN SABANG.
-
Badan
Pengusahaan
bertanggung
jawab
pada
Dewan
Kawasan.
-
Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dipimpin oleh seorang
Kepala dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala dan Anggota.
-
Pengangkatan dan pemberhentian Kepala, Wakil dan Anggota
Badan, setelah mendengar pertimbangan DPRD Propinsi.
-
Masa kerja Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan selama 5
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan.
-
Ketentuan mengenai struktur organisasi, tugas dan wewenang
Kepala, Wakil Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan, diatur
dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan.
B.
Mekanisme
-
Pengelolaan kawasan dan perdagangan bebas dilaksanakan
oleh Badan Pengusahaan.
-
Untuk pengelolaan kawasan Sabang dilaksanakan oleh Badan
Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS)
19
-
Kepala Badan Pengusahaan mempunyai kewenangan untuk
membuat ketentuan-ketentuan dalam rangka memperlancar
kegiatan di kawasan bebas berupa ijin-ijin usaha dan ijin usaha
lainnya yang diperlukan bagi para pengusaha yang mendirikan
dan menjalankan usaha kawasan bebas melalui pelimpahan
wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-
Badan Pengusahaan dengan persetujuan Dewan Kawasan
dapat mengadakan peraturan di bidang tata tertib pelayaran
dan penerbangan, lalu lintas barang di pelabuhan laut dan
penyediaan fasilitas pelabuhan dan lainnya serta tarif untuk
segala macam jasa sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
C.
Kendala / Permasalahan
-
Sejak disahkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan
dan Perdagangan Bebas Sabang, hingga saat ini belum
ditetapkan Peraturan Pelaksanaa (PP). Hal ini berdeampak
buruk bagi pengelolaan kawasan Sabang, seperti : belum
adanya pelimpahan kewenangan perizinan dari berbagai
instansi terkait.
20
-
Adanya perbedaan penafsiran antara Undang-undang Nomor
10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan undang-undang
Nomor 37 Tahun 2000 yang mencantumkan klausula terpisah
darfi daerah pabean. Sehingga dengan klausula ini Undangundang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak
berlaku di kawasan ini.
-
Di kawasan bebas dan pelabuhan bebas tidak berlaku
ketentuan tata niaga dan barang yang dilarang untuk
dimasukkan ke kawasan ini hanyalah barang-barang yang
dikenakan aturan karantina dan jenis/jasa yang secara tegas
dilarang undang-undang.
Permasalahan : Terjadi penumpukan barang-barang tata niaga
di kawasan khususnya Sabang yang mendorong terjadinya
penyelundupan
barang-barang
melalui/dengan
modus
operandi:
a. melalui pelabuhan-pelabuhan kecil;
b. melalui fasilitas barang-barang penumpang;
c. melalui kapal roro (feri lambat).
Sementara itu belum terdapat ketentuan pelaksanaan yang
mengatur secara tegas dan memiliki kekuatan hukum untuk dapat
dilaksanakan di kawasan bebas mengenai :
a. Tata laksana pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai di kawasan bebas dan pelabuhan bebas;
21
b. Tata laksana pemasukan barang-barang dari kawasan
bebas dan pelabuhan bebas Sabang menuju daerah
Indonesia lainnya.
c. Tata laksana ekspor.
6.
Masalah Hukum Penerapan Kebijakan Penanaman Modal Asing
dalam Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas (Pratomo
Waluyo - Ka. Biro Hukum BKPM):
a. Kawasan berikat adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu
di wilayah pabean Indonesia yang didalamnya diberlakukan
ketantuan khusus di bidang pabean.
b. Dibentuknya Kawasan Berikat adalah berdasarkan PP No. 48 Tahun
1997 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone).
c. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan Kawasan Industri
yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
d. Kawasan Industri tersebut dibentuk berdasarkan Keppres No. 41
Tahun 1996 tentang Kawasan Industri.
e. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), merupakan
wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi
persyaratan :
22
1) Memiliki potensi untuk cepat berkembang, dan/atau
2) Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan
3) pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya; dan/atau
4) Memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
f. Dibentuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
berdasarkan Keppres Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).
g. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang,
dibentuk berdasarkan UU No. 37 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.2 Tahun 2000
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Sabang menjadi Undang-undang
h. Kawasan Perdagangan bebas dan pelabuhan bebas adalah suatu
kawasan yang berada dalam wilayah hukum negara kesatuan RI
yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan
bea masuk, PPN, Pajak penjualan atas barang mewah dan Cukai.
i. Insentif fiskal yang diberikan : Pembebasan bea masuk dan PPN
atas pengimporan barang modal dan bahan baku.
j.
KEK adalah suatu kawasan yang direncanakan khusus bagi
pengembangan investasi yang dilengkapi dengan infrastruktur dan
23
sarana penunjang serta fasilitas administrasi sebagai kemudahankemudahan
dalam
melaksanakan
investasi,
proses
produksi
maupun ekspor dan impor.
k. Idealnya investasi bertumpu pada kemampuan dalam negeri namun
karena :
1) Keterbatasan modal dalam negeri;
2) Masih minimnya penguasaan teknologi;
3) Keterbatasan akses pasar.
Untuk itu masih diperlukan investasi asing (PMA).
l. Masuknya investasi asing dapat terjadi bila :
1). Iklim investasi yang kondusif :
 Kepastian hukum/berusaha
 Stabilitas ekonomi, sosial, politik dan keamanan
 Kemudahan
pelayanan
(a.l.
perizinan,
keimigrasian,
kepabeanan, perpajakan dan pertanahan)
 Insentif (fiskal dan non fiskal) yang kompetitif
 Infrastruktur yang memadai
 Kondisi ketenagakerjaan
2). Perlindungan dan jaminan investasi :
 Nasionalisasi dan ekspropriasi termasuk kompensasi
kerugian
 Hak transfer/repatriasi modal dan keuntungan
24
 Hak
penyelesaian
sengketa
melalui
arbitrase
internasional
m. Perlindungan dan jaminan dalam bentuk UU Penanaman Modal
serta perjanjian internasional (bilateral, regional dan multilateral).
n. Upaya Mendorong investasi dalam Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas
1. Adanya kemudahan perizinan melalui pelayanan terpadu di
dalam kawasan tersebut.
2. Adanya insentif fiskal yang menarik dan konsisten yang
diberikan melalui pelayanan terpadu.
3. Prosedur impor-ekspor dipermudah melalui pelayanan terpadu.
4. Infrastruktur berupa ketersediaan air, listrik, telekomunikasi
serta jalan akses maupun pelabuhan harus dibangun secara
terpadu.
5. Fasilitas pengolahan limbah disediakan oleh badan pengelola.
o. Usulan pelayanan investasi terpadu di dalam kawasan pelabuhan
dan perdagangan bebas
1. Dibentuk Unit Pelayanan Investasi Terpadu yang merupakan
pelayanan melalui satu atap berbagai perizinan yang
di
25
butuhkan oleh investor untuk
mendirikan kegiatan investasi
dalam Kawasan
2. Pada
unit
Pelayanan
Investasi
Terpadu
ini
akan
ditempatkan/ditugaskan pejabat senior setingkat Eselon III dari
berbagai instansi terkait pusat dan daerah yang diberi
wewenang penuh untuk
menandatangani
berbagai
dokumen/ perizinan sesuai kewenangan instansi masingmasing.
B. DISKUSI SIDANG.
I. Pemakalah:
1. Ir. Subagio, MM - Staff Ahli Menteri Perdagangan Bidang
Iklim
Usaha
Perdagangan
(Penerapan
Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas dalam Perspektif
Hukum Internasional).
2.
Drs.
T.
Azwar
Aziz
- Kadis Perdagangan
dan
Perindustrian Pemerintah Propinsi Sumatera Utara
(Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan
Bebas dalam Prespektif Otonomi Daerah).
26
Sessi I
Pertanyaan
1. Dari Chairul Bariah dari FH-USU.
a. Untuk Bapak Subagio: apakah ada satu keberhasilan di negara lain
tentang satu kasawan ekonomi khusus yang dapat kita contoh?
b.
Untuk Bapak Azwar: tiap 10 tahun sekali diperbaiki tata ruang, di
asahan di kuala tanjung sudah ada 2 jalur untuk inalum dan pabrik
kelapa sawit, masalah buruh mengenai upah minimum mungkin
hambatan di sumatera utara dapat dieliminir.
2. Dari Syafrizal dari Ikadin Jakarta
a. Untuk Bapak Subagio: Apakah produk hukum yang menyangkut
kepabeanan mengenai kawasan berikat, FTZ. Sabang sudah lama
jadi pelabuhan bebas,tetapi belum disentuh investor, UU Pabean yang
maju mundur, UU Pelayaran masih direvisi dan masih kontroversi,
kami dari dunia usaha bingung sebenarnya masalahnya apa.
Peraturan yang dibuat punya semangat yang sama tidak dengan
keinginan kita semua. Biaya produksi yang tinggi membuat kita tidak
mampu bersaing, karena di pelabuhan sendiri banyak sekali
penguasa dan sangat membingungkan peraturannya berbeda-beda
dari instansi yang banyak di pelabuhan.
b. Untuk Bapak Azwar: Bagaimana pengaturan TRW agar sinkron
dengan TRNasional? Karena otonomi berada pada tingkat kota.
27
3. Dari Sutiarnoto dari FH-USU
Untuk Bapak Subagio: ttg investasi asing di Sumut terbentur masalah
birokrasi. Thn 96 investasi asing yang masuk tapi hanya 30 yang masuk
ke Sumut (hasil penelitian). Sistem hukum dan birokrasi memang harus
dibenahi di Indonesia terutama mengenai perizinan dan prosedur.
Realisasi dari aparat perizinan belum siap melaksanakan pembangungan
kawasan ekonomi. Untuk piala dunia tidak pernah mati lampu tetapi
sekarang mati lampu sangat kerap terjadi. Apakah benar Inalum sudah
tidak beroperasi lagi, bagaimana kalau kontraknya sudah habis,
pembangkitnya kita pakai untuk kebutuhan masyarakat? Kita cari izin
Inalum sudah habis apa belum? Kalau memang sudah habis maka dapat
kita stop dan energi listriknya kita bagi-bagi ke masyarakat karena Inalum
tidak pakai pembangkit minyaknya termasuk dipakai pelabuhan.
Jawaban:
1. Dari penyaji Bapak SUBAGIO:
Berterima kasih kepada para peserta yang sudah bertanya terutama
kepada Bapak Syafrizal terutama banyak komandan di pelabuhan ada
bea cukai, pelindo, jadi pengusaha bingung. Bicara tentang hal ini yang
Inpres no 5 tentang Peningkatan Industri Pelayaran mengenai pelayanan,
perbankan, pendidikan agar pelayanan di pelabuhan semakin baik.
Pengalaman saya tentang peraturan yang bolak-balik antara Pemerintah
28
dan DPR memang situasi yang merupakan perhatian kita semua.
Kembali ke Pelabuhan memang kita akan menemukan banyak
permasalahan yang krusial yang dihadapi para pelaku usaha, saya
mengajak semua kita melakukan perbaikan situasi terhadap hal ini.
Terkait dengan peraturan per-uu-an apakah sudah mempunyai semangat
yang sama untuk pembangunan, iklim investasi tidak cukup dengan satu
perangkat per-uu-an saja tetapi terkait kepada banyak peraturan per-uuan. RUU Penanaman Modal yang sedang di DPR sudah mendapatkan
respon dari Pemerintah, dengan UU Penanaman Modal nanti di
Indonesia iklim investasi lebih baik, padahal juga harus didukung UU
Perpajakan, UU Kepabeanan, dan UU Ketenagakerjaan. Dalam RUU
Penanaman Modal diamanatkan bahwa diharapkan investor memiliki
kepastian hukum dalam dunia usaha. Peraturan Presiden tentang Tata
Cara Melakukan Modal di Indonesia, Pedoman Memberikan Pelayanan
Terpadu, Daftar Negatif Investasi yang mampu menyaring hal-hal yang
mengganggu investasi lokal, ada bidang-bidang usaha yang tertutup dari
investor lokal maupun dari luar. K3LM Lingkungan dan Moral Bangsa
juga Kepentingan Nasional (mengamankan kepentingan usaha kecil dan
menengah).
Investor yang pulang kembali ke negaranya karena situasi yang tidak
kondusif, ini kita eliminir dengan kepastian hukum dalam dunia usaha.
Untuk memudahkan jalur birokrasi juga akan diciptakan Pedoman
29
Pelayanan Terpadu dengan sistem satu atap dalam pengurusan semua
prosedur pengurusan investasi (pengurusan dokumentasi lebih simpel).
a. Untuk Ibu Chairul Bariah : kita tidak punya pengalaman suatu Kawasan
Ekonomi Khusus yang sudah berhasil. Kawasan Ekonomi Khusus yang
sangat menonjol dari negara lain ada di Jordania, Cina, Senzhen (Cina).
Benchmark tetap kita lakukan dalam melakukan pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia.
b. Untuk Bapak Syafrizal: Sabang kepastian hukum kawasannya sudah
pasti tapi investor tidak datang, Batam juga lari investornya, di Batam
menjadi krusial masalahnya sejak Otonomi Daerah yaitu ada 2
pemerintahan yaitu Otorita Batam dan Pemerintah Daerah, sehingga
pelaku usahanya bingung. Sekarang Walikotanya bekas orang Otorita
jadi mudah-mudahan semua permasalahan dapat dieliminir. Kunci
keberhasilan adalah Profesionalitas Pengelola Kawasan supaya
profesional sehingga suatu kawasan ekonomi khusus dapat maju.
Pengelola Kawasan Sabang harusnya mempersiapkan infrastruktur yang
lebih baik juga promosi mengenai kawasannya.
2. Dari penyaji Bapak T. Azwar Aziz:
a. Untuk Chairul Bariah: Kita hanya meinventarisir potensi tiap daerah,
juga dampak-dampak pembentukan kawasan ekonomi khusus. Ego
sektoral harus sudah hilang dalam penetapan satu kawasan ekonomi
khusus. Masalah perundang-undangan seperti UU Ketenagakerjaan,
30
perusahaan-perusahaan sudah memahami bahwa buruh adalah aset
perusahaan. Tetapi UU sepertinya memihak ke tenaga kerja sehingga
menjadi tidak menarik bagi dunia usaha. Ketika Batam ditetapkan
menjadi Kawasan Berikat semua pada datang mau bekerja, kalau di
Senzhen tidak bisa orang masuk untuk bekerja sembarangan.
Mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) Kota harus konsekuen
dijalankan, tetapi karena percepatan dunia usaha sangat pesat
sehingga terjadi tumpang tindih antara kawasan permukiman dengan
kawasan industri. RTR dikaitkan dengan distribusi, high costnya juga
tinggi karena ada pengutipan-pengutipan liar di jalan.
b. Untuk Bapak Sutiarnoto: Mengenai Master Agreement yang dibuat
RI dan Jepang, dampak ekonomis tadinya sangat diharapkan dengan
adanya pertumbuhan, tetapi dalam Master Agreement rupanya
langsung diekspor barang ke Jepang. Pemakaian Dermaga C adalah
milik Inalum dan tidak boleh digunakan selain Inalum. Kita tanya rugi
terus kok bisa ekspor terus, yang jual dia yang beli dia, jadi bisa rugi
disini tapi bisa sangat untung di sana. Listrik disana sudah kita
manfaatkan untuk kebutuhan masyarakat kita.
Masalah tanah di Sumatera Utara juga krusial terutama mengenai ring
road yang tidak kunjung selesai. Kita sering tidak menyelesaikan isu
utama dalam pembangunan.
31
Sessi II
Pertanyaan
Dari Tan Kamello:
Hukum Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus tadi. Apakah pembentukan
kawasan
pelabuhan
dan
perdagangan
bebas
sudah
siap
untuk
mengakomodir. Sistem supra politik ingin membentuk citra dari Kawasan
Ekonomi. Infrastuktur apakah sudah mendukung. Sistem Hukum: ada 9
kawasan yang akan dibentuk, berarti berat pemikiran kehendak politik untuk
membentuk hal-hal yang normatif, bagaimana cita politik terhadap
pembentukan
kawasan
ini, bagaimana hubungan
antar pemerintah,
bagaimana kulturnya. Aparatur hukum yang sedemikian kental dengan
budayanya sangat tidak mudah merubahnya, kalau dari versi hukum
gampang merubahnya. UU Aceh juga khusus jadi ada benturan hukum
nasional, belum lagi benturan hukum dengan hukum internasional. Seminar
kita sudah capek tetapi ketika harus bersikap tidak jalan, jadi harus reformasi
holistik di segala bidang.
Jawaban
dari Bapak Subagio:
Begitulah kalau Profesor bercerita, jadi yang disampaikan Pak Profesor
merupakan amanat bagi kita semua untuk menerapkannya. Bicara tentang
Kawasan Bebas atau Khusus tidak lain harus dikembalikan kepada apa yang
berkembang di daerah. Tidak ada amanat dari pusat mengharuskan satu
32
kawasan harus jadi satu kawasan tertentu, mekanisme yang dibangun
adalah menunggu elemen-elemen di daerah artinya, sudah dibicarakan
secara holistik di daerah baru disampaikan ke pusat. Kuncinya berada di
pemerintahan daerah, contohnya Propinsi Riau. Pada waktu wacana
kawasan digaungkan tidak pernah dibicarakan di pusat, tetapi elemenelemen
di
daerah
yang
mempersiapkannya
dengan
baik
dengan
pertimbangan ekonomis juga sosiologis.
II.
PEMAKALAH: 1. Drs. Ichwan Fachruddin, MA -Direktur PPn Ditjen Pajak
(Masalah Hukum Penerapan Pajak Dalam Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas)
2. Prof. Dr. Alfi Syahrin MS -FH. USU (Masalah Hukum
Lingkungan dalam Penerapan Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas)
SESSI I
Pertanyaan
1. Dari Hasyim Purba – FH.USU
a. Untuk Bapak Ichwan: Hal yang belum jelas tentang insentif (kemudahan)
dalam berikat menggalakkan :
1)
eksportir;
2)
Investasi;
3)
Tenaga kerja
33
Bagaimana akibat dari kebijakan tersebut terhadap ketiganya (selalu
pemberian tidak tepat sasaran.
c. Untuk Alfi Syahrin: Undang-undang yang membawahi pelabuhan sudah
ada rezimnya UU No. 21.Bagaimana kewajiban pengelola pelabuhan.
Contoh : Belawan. Bea Cukai tunduk pada Undang-undang Nomor 10
Tahun 1995. Administratur tunduk pada undang-undang pelayaran,
karantina tunduk pada UU Pertanian. Bagaimana lingkungan supaya
yang ada dilingkungan harus memelihara lingkungan baik itu industri dan
lain-lain.
2.
Dari Rahman - Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara
Point penentu dari judul adalah pelabuhan. Undang-undang yang
mengatur masalah kontro versi hanya beberapa aspek saja. Hukum,
agama, moneter, hubungan luar negeri. Berbagai justivikasi kewenangan
di Pemerintah Pusat evoris di daerah karena masing-masing memiliki
otonomi, oleh karena itu kepentingan pusat dan daerah jangan
kontroversi. 9 kawasan yang akan dibentuk tidak satu pun di Sumatera
Utara yang paling penting adalah status, siapa yang berwenang.
Untuk Bapak Alfi: Bagaimana hukum lingkungan yang diterapkan di
pelabuhan, contoh Belawan yang begitu jorok, Tanjung Priok beda
dengan Pulau Penang. Bagaimana viskal diatur untuk orang luar
Sumatera dan orang Medan (Sumatera Utara), merupakan distorsi.
34
3. Dari Syafrizal -IKADIN
a.
Untuk Bapak Ichwan: (hanya menambah untuk Ichwan), sangat
setuju sekali, contoh: kejadian-kejadian di sector pajak, sector
angkutan umum (organda). Dirjen Pajak sangat banyak tugas yang
harus dikerjakan, barang belum setengah jadi yang tidak kena pajak.
Bagaimana tentang pajak untuk barang yang sudah jadi.
b.
Untuk Alfi: tentang B3, kenapa diimpor untuk memusnahkannya
tolak menolak. Penyelesaian hukumnya tidak jelas. Sejauhmana
political will pemerintah terhadap ini.
Jawaban
1. Dari Bapak Ichwan Fachruddin
a.
Untuk Hasyim Purba – FH.USU
Masukannya sangat konstruktif. Bagaimana menelorkan aspek
hukum dan bagaimana evaluasinya dan ke depan nantinya menjadi
parameter agar terukur (akan di bawa ke Jakarta), costnya harus
terukur, benefitnya harus lebih dari yang diharapkan.
Bagaimana mengevaluasi dampak terhadap hal tersebut diatas ?
b.
Untuk Syafrizal -IKADIN
Ada dua sisi yang berbeda (seyogyanya aturan-aturan itu harus
konsisten). Bagaimana angkutan umum di pelayaran ? Contoh : ojeg
bukan angkutan umum, tetapi diterima masyarakat sebagai
angkutan umum.
35
APBNP naik terus dari subsidinya, karena konsumsi BBM bukan
hanya kendaraan bermotor.
2. Dari Bapak Alfi Syahrin
a.
Untuk Hasyim Purba – FH.USU
Perhatikan
Undang-undang
Nomor
23 Tahun
1997
tentang
Lingkungan hidup pasal 20 tentang pembuangan limbah. Undangundang Nomor 20 Tahun 1992, pelayaran juga mengatur tentang
lingkungan (asas lex spesialis derogat lex generalis). Dalam praktek
selalu terjadi ego sektoral, tanpa memperhatikan system.
P. Berhala akan dijadikan tempat pengolahan limbah, tetapi belum
ada izin, di Cilengsi pengolahan limbah.
Undang-undang
nomor
23 Tahun
1997
merupakan
payung
hukumnya, perhatikan pasal 20 sebelum limbah di buang, harus di
lakukan pengolahan (evalub). Dapat dilihat dari dalam pesawat.
Pembuangan limbah terhadap lingkungan merupakan hal dilarang
dengan catatan jangan merusak dan mencemari lingkungan.
b.
Untuk Rahman - Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara
Undang-undang
Pelayaran
dan
Undang-undang
Nomor
36
sepanjang belum diatur, sepanjang tidak bertentangan. Bagaimana
penerapan hukum dijadikan instrument tergantung pada budayanya
(perlu
penegakan
hukum yang tegas), kalau norma hukum
36
bagaimana seharusnya dan tidak seharusnya. Contohnya: orang
Malaysia senang tinggal di Batam.
-
Perlu hokum yang kuat;
-
Ketentuan pasal (sedangkan kantor belum)  keterbatasan
SDM.
c.
Untuk Syafrizal -IKADIN
Bagaimana political will, seperti meludah ke atas. Contoh:
Singapore,
Malaysia
tidak
semuluk
Indonesia.
Political
will
pemerintah dikaitkan dengan Orliumnya. Contoh : dengan sumpah.
Secara substansi aparat penegak hukum kurang menguasai.
Contoh: PPNS (seharusnya diminta saksi ahli  di pelabuhan
banyak sekali PPNS-nya melakukan penyelidikan bukan.
III. PEMAKALAH:
1. Pratomo Waluyo - Ka. Biro Hukum BKPM
(Masalah
Hukum
Penerapan
Kebijakan
Penanaman Modal Asing Dalam Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas)
2.
Dr. Ja’far Albram,
SH, SE, MM, M. Hum -
Kepala Kantor Bea dan Cukai Teluk Nibung Tg.
Balai (Masalah Hukum Kelembagaan dan
Pengelolaan
Kawasan
Pelabuhan
dan
Perdagangan Bebas)
37
SESSI I
Pertanyaan
Nama Basuki:
Pertanyaan untuk Pratomo
1. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan BKPM dalam rangka
kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas ?
2. Apa yang paling dominan di dalam kendala pembentukan kawasan
pelabuhan dan perdagangan bebas ?
Langkah-langkah apa saja yang dilakukan ?
3.
Persyaratan-persyaratan
apa
yang
diperlukan
dalam
rangka
pembentukan kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas ?
Jawaban dari Pratomo:
1. Langkah-langkah yang dilakukan BKPM dalam rangka kawasan
pelabuhan dan perdagangan bebas adalah:
a. sudah dibuat undang-undangnya dan Pemerintah membuat usulan
kawasan ekonomi.
b. BKPM baru berusaha untuk memperbaiki pelayanan dan
koordinasi
antara
Pemerintah
Provinsi
dan
Pemerintah
Kabupaten.
38
c. BKPM harus melakukan pelayanan barang dan jasa, tarif lebih
mudah, pelayanan dipercepat dan dipermudah.
Nama Sumirat:
Pertanyaan untuk Pratomo
1.
Dengan banyaknya produk asing yang masuk merupakan tantangan
bagi produk dalam negeri. Apakah sudah ada pengkajian maupun
penelitian ?
2.
Dengan masuknya pengusaha-pengusaha asing yang memberikan
keuntungan, apakah akan berdampak negatif pada pengusaha lokal ?
Jawaban dari Pratomo:
1.
Mengenai pengkajian, UU PMA yang dibuat tahun 1960 dianggap UU
itu yang paling bagus.
2.
Idealnya harus ada kemitraan, PMA dipersyaratkan ada lisensi, join
modal yang menjadi permasalahan, ada juga investor orang
Indonesia tapi mendapat modal asing. Di sini harus ada prinsip
penegakan hukum yang harus bagus dalam segala hal termasuk
korupsi.
Nama Rita:
Pertanyaan untuk Pratomo
39
Sikap mental kita dalam menerima investor asing, kebanyakan tidak rela bila
mendominasi/menanamkan investasi di Indonesia. Bagaimana solusinya ?
Jawaban dari Pratomo:
Dalam menerima investor asing,semua kos harus pro bisnis dan pro investasi.
Nama Rita:
Pertanyaan untuk Ja'far
Mengapa perdagangan di Sumut selalu dihambat, suka terjadi permainan dari
oknum bea cukai ?
Nama Rido:
Pertanyaan untuk Ja'far
Sejauhmana pemerintah memberikan/meningkatkan SDM, dengan adanya
perdagangan bebas agar masyarakat di sekitarnya dapat menikmatinya ?
Jawaban:
1.
Bea
cukai
sekarang
kejahatan/permainan
para
lebih
progresif
oknum.
dalam
Mengenai
menghadapi
perizinan
bukan
masalah bea cukai.
2.
Masyarakat di Tanjung Balai tidak peduli aturan, tidak peduli bangsa
dan negara dan tidak kenal penyelundupan.
40
Solusinya:
1. Harus sadar hukum
2. Adanya sosialisasi ke masyarakat di sekitar pantai seperti pajak.
3. Masalah kultur, mental harus dibenahi
41
BAB III
KESIMPULAN SEMENTARA SEMINAR
Seminar tentang Aspek Hukum Pembentukan Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan bebas
dilaksanakan Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU),
dan Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM RI Provinsi Sumatera
Utara, yang berlangsung selama 2 (dua) hari dan diikuti Peserta seminar
berjumlah 150 orang yang berasal dari pusat maupun daerah, yang terdiri
dari: Angota DPRD, Departemen Keuangan, Departemen Luar Negeri,
Kejaksaan, Kepolisian, Departemen Hukum dan HAM, Hakim (Pengadilan
Negeri/Tinggi),
Pemerintah
Daerah,
Dosen
Perguruan
Tinggi
Negeri/Swasta, Mahasiswa pascasarjana, dan lainnya
Maksud dan tujuan
seminar
adalah untuk menghimpun pendapat
umum baik para teorisi dan praktisi serta para ahli hukum mengenai prinsipprinsip/asas-asas, teori hukum untuk memberikan masukan pemikiran bagi
pembangunan hukum, khususnya
penyempurnaan dan pembentukan
peraturan perundangan mengenai kawasan perdagangan dan pelabuhan
bebas.
Dengan memperhatikan sambutan/pengarahan yang disampaikan oleh
Staf Ahli Menteri Hukum Dan HAM RI dan mengikuti dengan cermat
penyajian materi yang disampaikan oleh para pembicara, yaitu
42
1.
Sambutan Pembukaan : Staf Ahli Menteri Bidang Pengembangan
Budaya Hukum.
2.
Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas dalam
Perspektif Hukum Internasional
Pembicara:
Ir. Subagio, MM (Staf Ahli Menteri Perdagangan
Bidang Iklim Usaha Perdagangan)
3.
Masalah Hukum Penerapan Pajak Dalam Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas
Pembicara:
Drs. Ichwan Fachruddin, MA (Direktur PPn, Ditjen
Pajak Depkeu)
4.
Masalah Hukum Penerapan Kebijakan Penanaman Modal Asing
Dalam Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Pembicara:
Pratomo Waluyo (Ka.Biro Hukum BKPM)
5.
Masalah
Hukum Lingkungan dalam Penerapan Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas.
Pembicara: Prof. Dr. Alfi Syahrin MS (FH. USU)
6.
Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas dalam
Prespektif Otonomi daerah.
Pembicara: Drs. T. Azwar Aziz (Kadis Perdagangan dan
Perindustrian Pemerintah Propinsi Sumatera Utara).
7.
Masalah
Hukum
Kelembagaan
dan
Pengelolaan
Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas.
43
Pembicara: Dr. Ja’far Albram, SH, MM, M. Hum (Kepala Kantor
Bea dan Cukai Teluk Nibung Tg. Balai)
dan diskusi yang berkembang dalam seminar dapat diperoleh kesimpulan
dan rekomendasi sementara, yaitu:
A. RUMUSAN KESIMPULAN
1. Penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas diyakini dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan ekonomi
nasional,
khususnya
terkait
upaya-upaya
peningkatan
investasi,
peningkatan kegiatan ekspor, percepatan pembangunan infrastruktur,
percepatan pengembangan sumber daya manusia, penyerapan tenaga
kerja, meningkatkan inovasi dalam produk dan proses produksi, yang
pada gilirannya dapat memperbaiki daya saing Indonesia dalam
perdagangan internasional ;
2. Masih ada perbedaan pemahaman tentang berbagai pengertian terkait
kawasan perdagangan, antara lain Kawasan Industri, Kawasan Berikat
(Bonded Zone), Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas (free trade
zone, FTZ) dan Kawasan Ekonomi Khusus (special economic zone).
Perbedaan pengertian berbagai istilah tersebut harus dirumuskan secara
tegas, karena akan berpengaruh terhadap penerapan hukumnya
termasuk persyaratan atau kriteria kawasan yang dapat ditundukkan
pada ketentuan tentang FTZ,
Bonded Zone, Kawasan Industri atau
44
special economic zone sesuai ketentuan-ketentuan internasional, seperti
GATT/WTO dan Kyoto Convention.
3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan
Bebas telah sesuai dengan Kyoto Convention, meskipun Indonesia belum
meratifikasinya, namun dalam penerapannya masih terdapat perbedaan
penafsiran sehingga dalam pelaksanaannya terjadi disharmonisasi
peraturan perundang-undangan, misalnya ketentuan tentang bea masuk,
pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan barang mewah.
4. Dalam pelaksanaan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas masih
terdapat benturan kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
terkait dengan kewenangan pengelolaan, dan perijinan.
5. Dasar hukum pemberian fasilitas pajak untuk Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas dan Kawasan Berikat, diatur secara khusus dalam
UU No. 37 Tahun 2000 untuk Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan
Bebas, dan PP No. 63 Tahun 2003 untuk Kawasan Berikat. Namun tidak
ada jaminan pemberian fasilitas tersebut secara signifikan membawa
pengaruh
terhadap
peningkatan
investasi,
peningkatan
eksport,
penyerapan tenaga kerja.
6. Seharusnya
pemberian
fasilitas
perpajakan
secara
signifikan
berpengaruh untuk menarik investor, dan deterant effect yang dihasilkan
berupa
penciptaan
lapangan
kerja,
dan
akhirnya
peningkatan
kemakmuran masyarakat umum. Namun dalam kenyataannya dalam
45
pembuatan suatu peraturan perundang-undangan perpajakan, sering kali
diabaikan untuk mengukur sejauhmana dampak dari suatu kebijakan
yang dibuat serta seberapa besar manfaat yang akan diterima.
7. Ketentuan perdagangan bebas internasional lebih memperhatikan aspek
kebebasan arus barang dan jasa dari pada aspek perlindungan
lingkungan hidup. Perlakuan sama (national treatment dan most favoured
nations) yang menjadi pilar dalam perdagangan bebas internasional
kurang mempertimbangkan biaya-biaya pengamanan lingkungan hidup
yang dikeluarkan untuk memproduksi barang. Produk yang proses
produksinya dibebani biaya-biaya untuk kelestarian lingkungan hidup
diperlakukan sama dengan produk yang proses produksinya tanpa
memperhatikan aspek lingkungan hidup. Meskipun demikian, degradasi
lingkungan hidup sebenarnya bukan disebabkan oleh perdagangan
internasional, tetapi lebih karena adanya distorsi dalam kebijakan publik
atau peraturan lingkungan hidup ;
8. Masalah political will Pemerintah terhadap penegakan hukum lingkungan
dapat dilihat dari dua aspek, pertama aspek substansi hukum dan struktur
hukum. Secara substansi sebenarnya peraturan perundangan lingkungan
hidup di Indonesia sudah cukup memadai kelengkapannya. Namun, dari
segi penegakan hukum masih lemah. Hal ini terkait dengan persoalanpersoalan eksternal hukum, misalnya budaya hukum aparat pelaksana
dan budaya hukum masyarakat yang secara umum kurang mendukung.
46
9. Masalah hukum yang sangat mendasar dalam pengembangan Kawasan
Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang adalah (1). belum siapnya
perangkat peraturan untuk melaksanakan UU No. 37 Tahun 2000 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2
Tahun 2002 tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas
Sabang. Sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah sebagai
pelaksanaan lebih lanjut dari UU No. 37 Tahun 2000. Hal ini sangat
berpengaruh bagi pengembangan Kawasan Sabang karena belum
adanya pelimpahan kewenangan perijinan dari berbagai instansi terkait
kepada Dewan Kawasan Sabang. (2). Tidak jelas dan tidak tegasnya
perangkat peraturan yang ada dalam mengatur berbagai hal penting,
antara lain menyangkut tidak jelasnya pengaturan tentang tata laksana
pengawasan Dirjen Bea dan Cukai dalam Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas mengenai pelayanan manifest, pemeriksaan sarana
pengangkut dan kewenangan pencegahan, penyegelan dan penyidikan;
tidak tegasnya pengaturan tentang tata cara penyelesaian kewajiban
pabean atas barang eks Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas
Sabang yang akan di bawa ke daerah pabean Indonesia lainnya ; dan
tidak jelasnya pengaturan tata laksana ekspor ;
10. Penegasan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas sebagai
daerah yang terpisah dari daerah pabean menimbulkan kerancuan terkait
peran Bea dan Cukai dalam pengawasan dan tata laksana ekspor.
Dipisahkannya Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas dari daerah
47
pabean menimbulkan penafsiran bahwa UU No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan termasuk ketentuan tentang kewenangan-kewenangan bea
dan cukai dalam melakukan pengawasan sekalipun tidak berlaku di
Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas. Demikian pula terhadap
kewenangan bea dan cukai dalam pelayanan dokumen ekspor berupa
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) menjadi tidak jelas, sementara
sampai saat ini dokumen ekspor yang diakui oleh dunia internasional
guna pencairan L/C dan keperluan lainnya adalah dokumen PEB yang
dikeluarkan Dirjen Bea dan Cukai ;
11. Secara
kelembagaan
pelaksanaan
Kawasan
Pelabuhan
dan
Perdagangan Bebas di Sabang dilaksanakan oleh Dewan Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas yang dibentuk oleh Presiden
Republik Indonesia, yang struktur kepengurusannya terdiri dari Gubernur
sebagai Ketua dan sebagai wakil Pemerintah Pusat dan Bupati/ Walikota
setempat (dalam hal ini Bupati Aceh Besar dan Walikota Sabang). Untuk
melaksanakan fungsi-fungsi Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan
Bebas, selanjutnya Dewan Kawasan membentuk Badan Pengusahaan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas. Struktur kelembagaan yang
demikian menunjukkan adanya pola hubungan kerjasama antara Pusat
dan Daerah dalam pengurusan dan pengelolaan Kawasan Pelabuhan
dan Perdagangan Bebas di Sabang ;
48
B. REKOMENDASI
1. Kesiapan pembentukan kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas,
perlu didukung oleh berbagai faktor, yaitu :
a. Aturan-aturan mengenai investasi yang menjamin kepastian dalam
berusaha;
b. Sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran kegiatan
industri dan perdagangan;
c. Legal culture aparat pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, guna
terealisasinya kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas.
d. Keseriusan
pemerintah
dalam
merealisasikan
pembentukan
kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas.
2. Perlu landasan hukum yang kuat bagi Penerapan Kawasan Pelabuhan
dan Perdagangan Bebas dengan menentukan secara tegas kriteriakriteria yang objektif tentang kelayakan kawasan yang dapat dijadikan
sebagai Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas ;
3. Harus ada ketegasan dan kejelasan pengaturan tentang kewenangan
pengelolaan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, agar tidak terjadi perbedaan penafsiran
tentang kewenangan pengelolaan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan
Bebas.
4. Pelaksanaan/ penerapan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas
harus sesuai dengan semangat otonomi daerah.
49
5. Harus ada political will pemerintah untuk segera merealisasikan rencana
pembentukan kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas, sehingga
dapat memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Di samping itu,
harus disertai dengan ketersediaan aturan hukum yang memadai agar
pelaksanaan pembentukan kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas
tersebut tidak mengalami kendala.
6. Agar tidak terjadi kekosongan hukum dalam pelaksanaan UU No. UU No.
37 Tahun 2000 sehingga UU tersebut dapat dijalankan secara efektif,
maka Pemerintah perlu secepatnya mengundang peraturan pemerintah
yang dibutuhkan dan peraturan pemerintah ini harus dapat menjawab
berbagai ketidak jelasan atau ketidak tegasan kaidah-kaidah hukum
dalam UU No. 37 Tahun 2000 tersebut ;
Medan, 10 Agustus 2006
Tim Perumus
Ketua
: Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH.
Sekretaris
: Tongam Renikson Silaban, SH.,MH.
Anggota
: 1. Dr. Mahmul Siregar,SH.,MHum.
2. Dedi Hariyanto,SH.,M.Hum
3. Ahyar Ari Gayo,SH.,MH.
50
BAB V
PENUTUP
Seminar ini tidaklah cukup untuk mewujudkan apa yang kita dambakan
saat ini. Tuntutan dan peranserta untuk melahirkan dan mensosialisasikan ide
ataupun gagasan mengenai arti penting pembentukan Kawasan Pelabuhan
dan Perdagangan Bebas dalam perekonomian nasional guna mendorong
kegiatan lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa
bagi negara serta dapat memberi pengaruh dan manfaat besar bagi
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada seluruh
penyaji kertas kerja dan peserta yang telah berpartisipasi secara penuh dalam
seminar ini. Diharapkan segala jerih payah dan pemikiran kita semua yang
tercurah selama berlangsungnya acara seminar ini akan membawa manfaat
bagi pembangunan hukum dan peraturan perundang-undangan.
Untuk mengakhiri penutupan ini, perkenankan kami atas nama
penyelenggara seminar mengucapkan terima kasih.
51
Diskusi
Pertanyaan / Tanggapan
1. Bariah – FH. USU
Kawasan ekonomi khusus:
-
Apakah ada peningkatan keberhasilan/kegagalan;
-
Apakah ada tingkat keberhasilan kawasan berikaty di Negara lain seperti
India, Thailand, Malaysia, dan lain-lain bias diterapkan di Negara kita.
Rencana Umum Tata Ruang Kota menjadikan kawasan Belawan dijadikan
sebagai daerah kawasan bebas dari segi infra struktur dan potensi Belawan
memadai untuk itu.
Asahan ada INALUM. Tanjung Balai dari segi infra struktur kurang memadai.
Masalah yang timbul di kawasan ekonomi khusus ini adalah buruh.
2. Safrizal – Pengusaha dari DKI Jakarta
-
Apakah produk Amerika Serikat terkait dengan kawasan bebas dan pelabuhan
bebas sudah cukup mendukung ?
-
Sabang sebagai kota perdagangan bebas telah diatur oleh Undang-undang
tetapi investasi menarik dari disebabkan masalah-masalah perpajakan.
-
Revisi terhadap beberapa undang-undang seperti Undang-undang Pabean
ddan Palayaran Nomor 21 Tahun 1992 menimbulkan kontroversi. Di satu
pihak menginginkan pengangkutan laut diperintahkan dari Perhubungan.
-
Apakah Undang-undang terkait telah mempunyai semangat dan visi yang
sama untuk membangun ekonom nasional Negara kita.
-
Bagaimana kebijakan pengaturan tata ruang wilayah mengacu kepada tata
ruang nasioal.
-
Apakah ISMUT akan membuat kawasan perdagangan bebas, bagaimana ini
dilaksanakan dengan ketentuan ansional dikaitkan dengan Otonomi Daerah.
-
Banyaknya instansi pelaksana penegak hokum di pelabuhan dan di kawasan
perdagangan bebas dengan peraturan yang berbeda-beda. Bagaimana hal ini
diatasi untuk membuat satu persepsi yang sama.
52
3. Setia Arinanto – Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
-
Apakah system (peraturan perundang-undangan) maupun penerimaan pajak
maupun prosedurnya terhadap tidak diberikan, maka investasi tidak dating ke
Sumatera Utara.
-
Tenaga listrik selalu kurang di Sumatera Utara, apakah bias listrik yang dari
INALUM diambil alih untuk kepentingan rakyat apabila INALUM akan
ditutup
4. Prof. Dr. -------- dari Universitas Sumatera Utara
Apabila pembentukan pelabuhan bebas dan kawasan perdagangan bebas telah
siap dibentuk, apakah :
-
Dari segi politik dan sistim hokum telah mendukung kea rah pembentukan
tersebut ?
-
Bagaimana keadaan masyarakat apakah mendukung ?
-
Ada 9 tempat akan dijadikan tempat perdagangan bebas. Bagaimana citra
hokum yang akan dibentuk mengenai kawasan tersebut seperti kultur hokum,
apakah sudah siap ?
-
Apakah
diperlukan
hokum,
benturan-benturan
dan
dalam
kawasan
diperhatikan dalam pembentukan kawasan tersebut.
Jawaban :
Dari Dr. Subagio, MM
-
Untuk mengatasi banyaknya nstansi penegakan hokum di wilayah perdagangan
bebas, pemerntah telah menerbitkan Inpres Nomor 5 Tahun ….. untuk
peningkatan industri pelayanan, yaitu bagaimana di pelabuhan bias memberi
pelayanan yang baik.
-
Adanya revisi peraturan perundang-undangan adalah agar jangan terjadi tumpang
tindih antara instansi terkait, karena untuk perbaikan investasi di Indonesia
diperlukan peraturan perundang-undangan yang baik untuk dapat terapkan.
53
-
Perubahan (revisi) terhadap Undang-undang Penanaman Modal Asing adalah
untuk perbaikan selanjutnya ada kepastian hokum bagi investasi asing.
-
Menetapkan daftar negative investasi agar kita mampu menjaring investasi yang
dating.
-
Menentukan bidang-bidang usaha yang tertutup untuk investor luar negeri/dalam
negeri.
-
Bidang-bidang usaha yang terbuka bagi pengusaha.
-
Agar investor dating ke Indonesia, harus diadakan :

Perbaikan peraturan perundang-undangan PMA;

Memperjelas kepada investor peraturan perundang-undanga yang ada;

Menggalakkan para investor untuk dating investasi ke Indonesia.

Membuat pelayanan terpadu satu atap untuk menghindari birokrasi.

Keberhasilan suatu ekonomi khusus yang bias diterapkan di Indonesia belum
ada seperti kawasan berikat sudah ada di India, Vietnam, Malaysia, Thailand.

Sabang sudah diatur oleh Undang-undang Perdagangan Bebas namun tidak
berkembang.

Batam belum diatur oleh undang-undang dan sudah melaksanakan
perdagangan bebas tetapi banyak masalah yang dihadapi misalnya masalah
tenaga kerja yang belum professional di Batam dan masalah kebijakan.

Pembentukan
kawasan
pelabuhan
bebas
dan
perdagangan
bebas
dikembalikan kepada apa yang berkembang di daerah tersebut. Tidak ada
paksaan dari Pemerintah Pusat menyangkut hal ini.

Elemen-elemen daerahnya yang menentukan apakah wilayahnya dapat di
tetapkan sebagai pelabuhan bebas dan perdagangan bebas.
Jawaban dari Dr. Azwar Aziz
-
Penetapan satu wilayah di Sumatera Utara menjadi kawasan ekonomi khusus
sampai saat ini belum ada baru menambpung keingin wilayah-wilayah yang
akan disebutkan tempat pelabuhan bebas (kawasan ekonomi khusus).
-
Apabila Sumatera Utara akan dijadikan sebagai kawasan ekonomi khusus
perluu ditata :
54

Peraturannya;

Rencana Tata Ruang Kota;

Pertanahan sebagai lokasi;

Perbaikan birokrasi.
DARI NUTULENSI USU
NOTULEN
PENERAPAN KAWASAN PELABUHAN DAN PERDAGANGAN BEBAS
DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Oleh: Ir. Subagio,MM














Kyoto Convention rujukan bagi kepabeanan.
Tahapan Kawasan Perdagangan Bebas terjadi karena pertumbuhan ekonomi
diawali oleh Zona Industri dari segi Tata Ruang, Pemda dan pengusaha
merasa ada yang perlu dilakukan mengenai Zona Industri tersebut
sehubungan dengan dunia usaha.
Ada Pengelola, kegiatan industri dalam kawasan industri.
Kawasan Berikat: terdapat fasilitas-fasilitas para pengusaha di satu kawasan
industri.
Daerah-daerah tadi tumbuh menjadi Free Trade Zone (FTZ). Bicara FTZ para
pelaku kegiatan melakukan kegiatan penyortiran, pengepakan, dll, dengan ciri
utama kegiatan adalah sasarannya ekspor.
Kawasan-kawasan ini dirasakan pengusaha perlu disempurnakan dengan
Special Economic Zone (SEZ).
Kawasan Industri -Bonded Zone - Export Processing Zone – FTZ - SEZ.
SEZ merupakan kawasan paling istimewa.
SEZ tidak hanya manufaktur tetapi juga ada kegiatan jasa sepertib perbankan,
pendidikan, kesehatan.
Free Zone: wilayah di sebuah negara dimana setiap barang yang dibawa
masuk ke dalamnya sepanjang menyangkut bea masuk dan pajak, pada
umumnya dianggap sebagai berada di luar daerah kepabeanan.
Barang-barang di daerah FZ tidak dikenakan pajak dan cukai.
Kaitannya dengan GATT atau WTO, dikenal Free Trade Arrangement (FTA).
Batam bukan FTZ tapi Kawasan Berikat (Bonded Zone).
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan
yang berada dalam wilayah hukum negara kesatuan RI yang terpisah dari
daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk (BM), pajak
pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan
cukai.
55

Kawasan Berikat Plus karena (tidak ada rujukan) karena disatu sisi kegiatan
di Batam dengan situasi sekarang ini tuntutan kegiatannya melebihi yang
diatur dala peraturan peruuan, pada mulanya para stake holder seluruh
wilayah adalah FTZ, karena kawasan industri sudah bercampur dengan
kegiatan penduduk seperti perumahan, ini tidak boleh di dalam FTZ, selain
tidak ada pagar yang kasat mata juga tidak ada pagar yang samar, dikatakan
PLUS karena insentifnya/fasilitas lebih dari Kawasan Berikat (Bonded Zone),
contohnya: pemindahan barang dari satu kawasan berikat yang satu ke
kawasan berikat yang lain tidak perlu disegel, tidak ada batasan penjualan
yang dilakukan di dalam luar negeri.
 Penafsiran yang berlebihan terhadap Free Trade Zone karena pengertian
bebas sebebas-bebasnya padahal tidak demikian.
 Perlu pengawasan yang sangat ketat di perbatasan antara FTZ dengan Daerah
Pabean Indonesia lainnya.
NOTULEN
PERDAGANGAN KAWASAN PELABUHAN DAN PERDAGANGAN BEBAS
DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
Oleh: Drs. T. Azwar Aziz








Kawasan Ekonomi Khusus: Kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan
khusus di bidang:
- kepabeanan
- perpajakan
- perijinan
- keimigrasian
- ketenagakerjaan.
Sumatera Utara ditetapkan sebagai salah satu lokasi kawasan ekonomi khusus
di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi di Propinsi Sumatera Utara cukup baik.
Alternatif Pilihan Wilayah Kawasan Ekonomi Khusus di Propinsi Sumatera
Utara ialah: Medan, Tanjung Balai, Asahan, Sibolga.
Para Pengusaha minta jangan dibuat Kawasan Ekonomi Khusus yang baru
tapi cukup dengan mengoptimalkan Kawasan Ekonomi Khusus yang sudah
ada.
Asahan memiliki Inalum, Industri CPO yang cukup besar di Kecamatan Air
Putih yang memiliki Pelabuhan Kuala Tanjung tapi milik Inalum, dari sisi
teknis pelabuhan sangat baik pada tingkat kedalaman.
Tanjung Balai merupakan suatu kota yang merupakan kota dengan sejarah
panjang tetapi memiliki label kota penyelundupan. Banyak tangkahan
bertambat kapal sehingga pengawasan sangat sukar serta laju sedimentasi
sangat tinggi.
Kepastian hukum, infrastruktur, keamanan juga masalah tenaga kerja menjadi
halangan sehingga investasi tidak menarik di Indonesia, apabila hambatan-
56
hambatan ini dapat dihapuskan maka investasi di Indonesia akan lebih
menarik.
SESI TANYA JAWAB
PERTANYAAN:
d. Chairul Bariah dari FH-USU
Ke Bapak Subagyo: apakah ada satu keberhasilan di negara lain tentang satu
kasawan ekonomi khusus yang dapat kita contoh?
Ke Bapak Azwar: tiap 10 tahun sekali diperbaiki tata ruang, di asahan di kuala
tanjung sudah ada 2 jalur untuk inalum dan pabrik kelapa sawit , masalah buruh
mengenai upah minimum mungkin hambatan di sumatera utara dapat dieliminir.
e. Syafrizal dari Ikadin Jakarta
Subagyo: Apakah produk hukum yang menyangkut kepabeanan mengenai
kawasan berikat, FTZ. Sabang sudah lama jadi pelabuhan bebas,tetapi belum
disentuh investor, UU Pabean yang maju mundur, UU Pelayaran masih direvisi
dan masih kontroversi, kami dari dunia usaha bingung sebenarnya masalahnya
apa. Peraturan yang dibuat punya semangat yang sama tidak dengan keinginan
kita semua. Biaya produksi yang tinggi membuat kita tidak mampu bersaing,
karena di pelabuhan sendiri banyak sekali penguasa dan sangat membingungkan
peraturannya berbeda-beda dari instansi yang banyak di pelabuhan.
Azwar: Bagaimana pengaturan TRW agar sinkron dengan TRNasional? Karena
otonomi berada pada tingkat kota.
f. Sutiarnoto dari FH-USU
Subagyo: ttg investasi asing di Sumut terbentur masalah birokrasi. Thn 96
investasi asing yang masuk tapi hanya 30 yang masuk ke Sumut (hasil
penelitian). Sistem hukum dan birokrasi memang harus dibenahi di Indonesia
terutama mengenai perizinan dan prosedur. Realisasi dari aparat perizinan belum
siap melaksanakan pembangungan kawasan ekonomi. Untuk piala dunia tidak
pernah mati lampu tetapi sekarang mati lampu sangat kerap terjadi. Apakah benar
Inalum sudah tidak beroperasi lagi, bagaimana kalau kontraknya sudah habis,
pembangkitnya kita pakai untuk kebutuhan masyarakat? Kita cari izin Inalum
sudah habis apa belum? Kalau memang sudah habis maka dapat kita stop dan
energi listriknya kita bagi-bagi ke masyarakat karena Inalum tidak pakai
pembangkit minyaknya termasuk dipakai pelabuhan.
JAWABAN:
SUBAGYO:
Berterima kasih kepada para peserta yang sudah bertanya terutama kepada Bapak
Syafrizal terutama banyak komandan di pelabuhan ada bea cukai, pelindo, jadi
57
pengusaha bingung. Bicara tentang hal ini yang Inpres no 5 tentang Peningkatan
Industri Pelayaran mengenai pelayanan, perbankan, pendidikan agar pelayanan di
pelabuhan semakin baik. Pengalaman saya tentang peraturan yang bolak-balik antara
Pemerintah dan DPR memang situasi yang merupakan perhatian kita semua.
Kembali ke Pelabuhan memang kita akan menemukan banyak permasalahan yang
krusial yang dihadapi para pelaku usaha, saya mengajak semua kita melakukan
perbaikan situasi terhadap hal ini. Terkait dengan peraturan peruuan apakah sudah
mempunyai semangat yang sama untuk pembangunan, iklim investasi tidak cukup
dengan satu perangkat peruuan saja tetapi terkait kepada banyak peraturan peruuan.
RUU Penanaman Modal yang sedang di DPR sudah mendapatkan respon dari
Pemerintah, dengan UU Penanaman Modal nanti di Indonesia iklim investasi lebih
baik, padahal juga harus didukum UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU
Ketenagakerjaan. Dalam RUU Penanaman Modal diamanatkan bahwa diharapkan
investor memiliki kepastian hukum dalam dunia usaha. Peraturan Presiden tentang
Tata Cara Melakukan Modal di Indonesia, Pedoman Memberikan Pelayanan
Terpadu, Daftar Negatif Investasi yang mampu menyaring hal-hal yang mengganggu
investasi lokal, ada bidang-bidang usaha yang tertutup dari investor lokal maupun
dari luar. K3LM Lingkungan dan Moral Bangsa juga Kepentingan Nasional
(mengamankan kepentingan usaha kecil dan menengah).
Investor yang pulang kembali ke negaranya karena situasi yang tidak
kondusif, ini kita eliminir dengan kepastian hukum dalam dunia usaha. Untuk
memudahkan jalur birokrasi juga akan diciptakan Pedoman Pelayanan Terpadu
dengan sistem satu atap dalam pengurusan semua prosedur pengurusan investasi
(pengurusan dokumentasi lebih simpel).
Ibu Chairul Bariah : kita tidak punya pengalaman suatu Kawasan Ekonomi
Khusus yang sudah berhasil. Kawasan Ekonomi Khusus yang sangat menonjol dari
negara lain di Jordania, Cina, Senzhen (Cina). Benchmark tetap kita lakukan dalam
melakukan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia.
Bapak Syafrizal: Sabang kepastian hukum kawasannya sudah pasti tapi
investor tidak datang, Batam juga lari investornya, di Batam menjadi krusial
masalahnya sejak Otonomi Daerah yaitu ada 2 pemerinatah yaitu Otorita Batam dan
Pemerintah Daerah, sehingga pelaku usahanya bingung. Sekarang Walikotanya
bekas orang Otorita jadi mudah-mudahan semua permasalahan dapat dieliminir.
Kunci keberhasilan adalah di Profesionalitas Pengelola Kawasan supaya
profesional sehingga suatu kawasan ekonomi khusus dapat maju. Pengelola Kawasan
Sabang harusnya mempersiapkan infrastruktur yang lebih baik juga promosi
mengenai kawasannya.
AZWAR:
Chairul Bariah: Kita hanya meinventarisir potensi tiap daerah, juga dampak-dampak
pembentukan kawasan ekonomi khusus. Ego sektoral harus sudah hilang dalam
penetapan satu kawasan ekonomi khusus. Masalah perundang-undangan seperti UU
Ketenagakerjaan, perusahaan-perusahaan sudah memahami bahwa buruh adalah aset
perusahaan. Tetapi UU sepertinya memihak ke tenaga kerja sehingga menjadi tidak
menarik bagi dunia usaha. Ketika Batam ditetapkan menjadi Kawasan Berikat semua
pada datang mau bekerja, kalau di Senzhen tidak bisa orang masuk untuk bekerja
58
sembarangan. Mengenai Rencana Tata Ruang Kota harus konsekuen dijalankan,
tetapi karena percepatan dunia usaha sangat pesat sehingga terjadi tumpang tindih
antara kawasan permukiman dengan kawasan industri. RTR dikaitkan dengan
distribusi, high costnya juga tinggi karena ada pengutipan-pengutipan liar di jalan.
Sutiarnoto: Master Agreement yang dibuat RI dan Jepang. Dampak ekonomis
tadinya sangat diharapkan dengan adanya pertumbuhan, tetapi dalam Master
Agreement rupanya langsung diekspor barang ke Jepang. Pemakaian Dermaga C
adalah milik Inalum dan tidak boleh digunakan selain Inalum. Kita tanya rugi terus
kok bisa ekspor terus, yang jual dia yang beli dia, jadi bisa rugi disini tapi bisa sangat
untung di sana. Listrik disana sudah kita manfaatkan untuk kebutuhan masyarakat
kita.
Masalah tanah di Sumatera Utara juga krusial terutama mengenai ring road
yang tidak kunjung selesai. Kita sering tidak menyelesaikan isu utama dalam
pembangunan.
PERTANYAAN:
1. Tan Kamello : Hukum Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus tadi. Apakah
pembentukan kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas sudah siap untuk
mengakomodir. Sistem supra politik ingin membentuk citra dari Kawasan
Ekonomi. Infrastuktur apakah sudah mendukung. Sistem Hukum : ada 9 kawasan
yang akan dibentuk, berarti berat pemikiran kehendak politik untuk membentuk
hal-hal yang normatif, bagaimana cita politik terhadap pembentukan kawasan ini,
bagaimana
59
2. hubungan antar pemerintah, bagaimana kulturnya. Aparatur hukum yang
sedemikian kental dengan budayanya sangat tidak mudah merubahnya, kalau dari
versi hukum gampang merubahnya. UU Aceh juga khusus jadi ada benturan
hukum nasional, belum lagi benturan hukum dengan hukum internasional.
Seminar kita sudah capek tetapi ketika harus bersikap tidak jalan, jadi harus
reformasi holistik di segala bidang.
SUBAGYO:
Begitulah kalau Profesor bercerita, jadi yang disampaikan Pak Profesor merupakan
amanat bagi kita semua untuk menerapkannya. Bicara tentang Kawasan Bebas atau
Khusus tidak lain harus dikembalikan kepada apa yang berkembang di daerah. Tidak
ada amanat dari pusat mengharuskan satu kawasan harus jadi satu kawasan tertentu,
mekanisme yang dibangun adalah menunggu elemen-elemen di daerah artinya, sudah
dibicarakan secara holistik di daerah baru disampaikan ke pusat. Kuncinya berada di
pemerintahan daerah, contohnya Propinsi Riau. Pada waktu wacana kawasan
digaungkan tidak pernah dibicarakan di pusat, tetapi elemen-elemen di daerah yang
mempersiapkannya dengan baik dengan pertimbangan ekonomis juga sosiologis.
60
Sessi II
1. Pokok-pokok Pikiran :
Tentang “Masalah Hukum Penerapan Pajak Dalam Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas”.
Oleh :
Drs. Ichwan Fachruddin, MA
Masalah baru (masalah kawasan bebas) : Batam, Sabang, Natuna, Morotai, Biak dan
lain-lain (9). Sabang hingga kini belum ada Peraturan pemerintah-nya.
Def. Kawasan bebas di luar wilayah pabean tidak membayar cukai.
Hanya mengantarkan ibu dan bapak, bukan bukan menambah.
Pakaj adalah bagaimana memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara.
Ada fungsi regulasi (topic regulasi).
I.
Seberapa jauh keseriusan pemerintah. Paradoksi apa ? Sampai saat ini
kita masih berupaya mewujudkan ke-9 kawasan untuk menjadi kawasan
ekonomi khusus. Seberapa serius ?
II.
Masalah Paradox. Regulasi ada sisi yang dikorbankan, ada tujuan lain.
Bagaimana menarik investasi.
-
Dari menarik tenaga kerja;
-
Versus kompetitif, kebijakan-kebijakan dasar pemikran.
-
Bagaimana pajak tersebut bias mengakomodir. Ada dua hal, yaitu :

Prinsip equal treatment;

Kepastian hokum.
Bagaimana implikasinya dalam kehidupan bersama.
-
Diberlakukan/diterapkan suatu peraturan harus menyentuh semua steah holder.
-
Hakekat pada kaedah hokum yang sama.
Elemen :
1. Hukum Positif (clear);
2. Diupayakan grey area (tidak a tidak b), jika keduanya terjadi.
61
3. Kebijakan diharapkan tidak cepat berubah-ubah, jika terjadi karena tuntutan
ekonomi, misalnya politik dn lain-lain. Kalau tidak berubah tidak inovatif
(kontra produktif).
Apakah undang-undang Perpajakan menganut kemudahan-kemudahan :
c.
Pajak penghasilan;
d.
PBB dan lain-lain
Di satu sisi kemudahan akan mengakibatkan pendapatan Negara bermasalah ---- ada
pro dan kontra.
Konsep
perbankan
berbasis
syariah.
Peraturan-peraturan
harus/seyogyanya
mengakomodir kepentingan-kepentingan tersebut.
iii. Kalau memang benar diperlukan, bia sdiberikan
melalui;
iv. Kendalanya harus adanya kemudahan hokum.
Bagaimana implementasi dan paradoxnya.
UUPPN pasal 16 b memberikan kemudahan-kemudahan tertentu dalam perpajakan
pasl 61 a Undang-undang Tahun 2000.
Apa tujuan diberikan fasilitas tersebut ?
1.
Ingin mendorong keberhasilan yang prioritas dalam skala net (Sabang)
Pemerintah menciptakan kawasan-kawasan tertentu (berikat). Kawasan
Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI) sudah ada (9 titik menjadi prioritas).
2.
Upaya mendorong perkembangan dunia usaha, contoh produk pertanian (holti
kultura) buah dari mana orang tidak tahu dari mana. Anggur dari Argentina
kalau ini dibebaskan, maka buah-buahan dari dalam negeri tidak laku. Jika
tidak fair persaingan, maka terjadi masalah tenaga kerja, investasi.
3.
Mendukung pertahanan nasional.
4.
Memperlancar pembangunan nasional. Terdiri dari beberapa ilustrasi. Undangundang sudah ada, PP-nya belum. Nomor 37 Tahun 2000 tentang Pelabuhan
Bebas.
Yang menarik dari implementasi pelabuhan beas Kawasan Berikat PP Nomor 65
Tahun 2003/PP Nomor 30 Tahun 2005 (contoh Pulau Batam). Merupakan kawasan
62
yang paling baik. Investasi, kesempatan tenaga kerja bias berjalan sesuai dengan
yang diharapkan.
Fasilitas dari Hukum Pajak.
PPN tidak dipungut bagi pengusaha di kawasan berikat (untuk import barang dari
luar negeri) supaya barang tersebut untuk di ekspor
c.
ekspor -----
d.
Ivestasi (kaitannya dengan tenaga kerja).
Pajak Penghasilan dalam Pasal 31. Wajib pajak yang melakukan penanaman modal
di bidang dan daerah tertentu (eksport dan sebagainya). Kawasan pemb. Eks.
Terpadu di Indonesia Bagian Timur ada 4 :
v.
Pengurangan penghasilan netto 30% (6 tahun);
vi.
Penyusutan dipercepat;
vii. Kompensasi kerugian (10 tahun);
viii. PPH atas devioden pasal 26 hanya 10% (discount 50%).
PP Nomor 20 Tahun 2000. PPH sebanyak 8 tahun menjadi 4 tahun.
Di satu sisi penerimaan Negara 3 ½ juta wajib pajak dari 220 juta.
Potensi kita sangat rendah terhadap kepatuhan paling rendah mengembalikan SPT
missal 100% hanya kembali 30%.
2. Pokok-pokok Pikiran :
Masalah lingkungan bukan hanya masalah pencemaran dari lingkungan hidup.
Tetapi sudah semua dan masalah global.
Oleh : Prof. Alfi Syahrin :
Perdagangan dunia bukan hanya membuat degradasi lingkungan hidup.
UU No.36/2000 penetapan PP pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2000.
Menghadapi persaingan global :
-
Suatu daerah perdagangan dan pelabuhan bebas mendorong lalu lintas
perdagangan internasional dan erat kaitannya dengan lapangan kerja.
63
-
Kawaan peradagangan bebas dapat memberi pengaruh dan manfaat besar bagi
masyarakat Indonesia dan bebas dari pabean, harus tunduk pada Undangundang Lingkungan Hidup.
Kegiatan di bidang ekonomi : maritime, ekonomi, pariwisata.
GATT/WTO untuk perdagangan, tantangannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
GATT/WTO tidak memiliki madrt. Terhadap lingkungan hidup.
-
Most Favored Nation (tentang perlindungan ssatwa-satwa langka).
-
Produk import harus mendapat perlakuan yang sama dengan produk local;
-
Melarang kwalitatif barang-barang impor.
-
Perdagangan bebas berakibat langsung terhadap lingkungan hidup tetapi
kebijakan publiknya, misalnya dengan alas an tidak memiliki teknologi,
SDM-nya tidak ada.
KTT Afrika Selatan 2002 (untuk mensubsidi perdagangan lingkungan hidup dan
pembangunan).
-
Pembangunan muncul, bagaimana Amdalnya ?
-
Pentingnya menjaga pembangunan dan lingkungan hidup, Negara maju 
pembangunan ekonomi atau lingkungan hidup seharusnya pembangunan
ekonomi dan lingkungan hidup. Oleh karena itu harus dibentuk Amdal
(standar lingkungan), dengan alas an SDM dan teknologi mengakibatkan
perbedaan standar.
Tanya Jawab :
4.
Hasyim Purba – FH.USU
Hal yang belum jelas tentang insentif (kemudahan) dalam berikat
menggalakkan :
1)
eksportir;
2)
Investasi;
3)
Tenaga kerja
64
Bagaimana akibat dari kebijakan tersebut terhadap ketiganya (selalu
pemberian tidak tepat sasaran.
5.
Untuk Alfi Syahrin :
-
Undang-undang yang membawahi pelabuhan sudah ada rezimnya UU
No. 21.
-
Bagaimana kewajiban pengelola pelabuhan. Contoh : Belawan.
Bea Cukai tunduk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995.
Administratur tunduk pada undang-undang pelayaran karantina tunduk pada
UU Pertanian. Bagaimana lingkungan supaya yang ada dilingkungan harus
memelihara lingkungan baik itu industri dan lain-lain.
Jawaban Ichwan :
Masukannya sangat konstruktif. Bagaimana menelorkan aspek hokum dan
bagaimana evaluasinya dank e depan nantinya menjadi parameter agar terukur (akan
di bawa ke Jakarta), costnya harus terukur, benefitnya harus lebih dari yang
diharapkan.
Bagaimana mengevaluasi dampak terhadap hal tersebut diatas ?
Jawaban Alfi :
Perhatikan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup pasal
20 tentang pembuangan limbah. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1992, pelayaran
juga mengatur tentang lingkungan (asas lex spesialis) derajat lex generalis). Dalam
praktek selalu terjadi ego sektoral, tanpa memperhatikan system.
P. Berhala akan dijadikan tempat pengolahan limbah, tetapi belum ada izin, di
Cilengsi pengolahan limbah.
65
Undang-undang nomor 23 Tahun 1997 merupakan paying hukumnya, perhatikan
pasal 20 sebelum limbah di buang, harus di lakukan pengolahan (evalub). Dapat
dilihat dari dalam pesawat. Pembuangan limbah terhadap lingkungan merupakan hal
dilarang dengan catatan jangan merusak dan mencemari lingkungan. Jangan atau
tetapi dan.
6.
Rahman  Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara
Point penentu dari judul adalah pelabuhan. Undang-undang yang mengatur
masalah kontro versi hanya beberapa aspek saja. Huku, agama, moneter,
hubungan luar negeri. Berbagai justivikasi kewenangan di Pemerintah Pusat
evoris di daerah karena masing-masing memiliki otonomi, oleh karena itu
kepentingan pusat dan daerah jangan kontroversi. 9 kawasan yang akan
dibentuk tidak satu pun di Sumatera Utara yang paling penting adalah status,
siapa yang berwenang.
Untuk Alfi :
Bagaimana hokum lingkungan yang diterapkan di pelabuhan, contoh Belawan yang
begitu jorok, Tanjung Priok beda dengan Pulau Penang. Bagaimana viskal diatur
untuk orang luar Sumatera dan orang Medan (Sumatera Utara), merupakan distorsi.
Jawaban Alfi :
Undang-undang Pelayanan dan Undang-undang Nomor 36 sepanjang belum diatur,
sepanjang tidak bertentangan. Bagaimana penerapan hokum dijadikan instrument
tergantung pada budayanya (perlu penegakan hokum yang tegas), kalau norma
hokum bagaimana seharusnya dan tidak seharusnya. Contohnya : orang Malaysia
senang tinggal di Batam.
-
Perlu hokum yang kuat;
-
Ketentuan pasal (sedangkan kantor belum)  keterbatasan SDM.
66
Syafrizal (hanya menambah untuk Ichwan dari Ikadin), sangat setuju sekali, contoh :
kejadian-kejadian di sector pajak, sector angkutan umum (organda). Dirjen Pajak
sangat banyak tugas yang harus dikerjakan, belum setengah jadi yang tidak kena
pajak. Bagaimana tentang pajak untuk barang yang sudah jadi.
Untuk Alfi :
Tentang B3, kenapa diimpor untuk memusnahkannya tolak menolak. Penyelesaian
hukumnya tidak jelas. Sejauhmana political will pemerintah terhadap ini.
Jawaban Ichwan :
Ada dua sisi yang berbeda (seyogyanya aturan-aturan itu harus konsisten).
Bagaimana angkutan umum di pelayaran ? Contoh : ojeg bukan angkutan umum,
tetapi diterima masyarakat sebagai angkutan umum.
APBNP naik terus dari subsidinya, karena konsumsi BBM bukan hanya kendaraan
bermotor.
Jawaban Alfi :
Bagaimana political will, seperti meludah ke atas. Contoh : Singapore, Malaysia
tidak semuluk Indonesia. Political will pemerintah dikaitkan dengan Orliumnya.
Contoh : dengan sumpah. Secara substansi aparat penegak hokum kurang menguasai.
Contoh : PPNS (seharusnya diminta saksi ahli  di pelabuhan banyak sekali PPNSnya melakukan penyelidikan bukan.
67
SIDANG PLENO III
Pleno Ke III
:
Judul Makalah :
Kamis, 10 Agustus 2006
Masalah Hukum Kelembagaan dan Pengelolaan Kawasan
Pelabuhan dan Perdagangan Bebas.
Penyaji
:
Dr. Jafar Albram, SH, SE, MM, M.Hum (Kepala Kantor Bea
dan Cukai Teluk Nibung – Tanjung Balai).
Kelembagaan
-
:
Presiden menetapkan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas atau Pelabuhan
Bebas di daerah yaitu disebut DEWAN KAWASAN.
-
Dewan Kawasan membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas yang disebut BADAN PENGUSAHAAN
MELAKSANAKAN FUNGSI-FUNGSI KAWASAN PELABUHAN DAN
PERDAGANGAN BEBAS.
-
Untuk kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang. Badan
Pengusahaan Kawasan Sabang ini membentuk BADAN PENGUSAHAAN
KAWASAN SABANG.
-
Badan Pengusahaan bertanggung jawab pada Dewan Kawasan.
-
Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dipimpin oleh seorang Kepala dan
dibantu oleh seorang Wakil Kepala dan Anggota.
-
Pengangkatan dan pemberhentian Kepala, Wakil dan Anggota Badan, setelah
mendengar pertimbangan DPRD Propinsi.
-
Masa kerja Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan selama 5 tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan.
-
Ketentuan mengenai struktur organisasi, tugas dan wewenang Kepala, Wakil
Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan, diatur dengan Keputusan Ketua
Dewan Kawasan.
Mekanisme
68
-
Pengelolaan kawasan dan perdagangan bebas dilaksanakan oleh Badan
Pengusahaan.
-
Untuk pengelolaan kawasan Sabang dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan
Kawasan Sabang (BPKS)
-
Kepala Badan Pengusahaan mempunyai kewenangan untuk membuat
ketentuan-ketentuan dalam rangka memperlancar kegiatan di kawasan bebas
berupa ijin-ijin usaha dan ijin usaha lainnya yang diperlukan bagi para
pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha kawasan bebas melalui
pelimpahan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-
Badan Pengusahaan dengan persetujuan Dewan Kawasan dapat mengadakan
peraturan di bidang tata tertib pelayaran dan penerbangan, lalu lintas barang
di pelabuhan laut dan penyediaan fasilitas pelabuhan dan lainnya serta tarif
untuk segala macam jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Kendala / Permasalahan
-
Sejak disahkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2000
Tentang Kawasan Perdagangan dan Perdagangan Bebas Sabang, hingga saat
ini belum ditetapkan Peraturan Pelaksanaa (PP). Hal ini berdeampak buruk
bagi pengelolaan kawasan Sabang, seperti : belum adanya pelimpahan
kewenangan perizinan dari berbagai instansi terkait.
-
Adanya perbedaan penafsiran antara Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan dan ndang-undang Nomor 37 Tahun 2000 yang
mencantumkan klausula terpisah darfi daerah pabean. Sehingga dengan
klausula ini Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak
berlaku di kawasan ini.
-
Di kawasan bebas dan pelabuhan bebas tidak berlaku ketentuan tata niaga dan
barang yang dilarang untuk dimasukkan ke kawasan ini hanyalah barangbarang yang dikenakan aturan karantina dan jenis/jasa yang secara tegas
dilarang undang-undang.
69
Permasalahan : Terjadi penumpukan barang-barang tata niaga di kawasan
khususnya
Sabang
penyelundupan
yang
barang-barang
mendorong
terjadinya
melalui/dengan
modus
operandi :
g.
melalui pelabuhan-pelabuhan kecil;
h.
melalui fasilitas barang-barang penumpang;
i.
melalui kapal roro (feri lambat).
Sementara itu belum terdapat ketentuan pelaksanaan yang mengatur secara
tegas dan memiliki kekuatan hukum untuk dapat dilaksanakan di kawasan
bebas mengenai :
d. Tata laksana pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di kawasan
bebas dan pelabuhan bebas;
e. Tata laksana pemasukan barang-barang dari kawasan bebas dan
pelabuhan bebas Sabang menuju daerah Indonesia lainnya.
f. Tata laksana ekspor.
70
Download