POLICY BRIEF Pemenuhan Ruang Kelas Yang Layak Untuk Jaminan Kenyamanan Belajar Ringkasan Rekomendasi: 1. Menyediakan Basis Data Sarana dan Prasarana Pendidikan 2. Menyusun Panduan Teknis Tata Kelola Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar 3. Meningkatkan Alokasi Anggaran Rehab Ruang Kelas dan Pengadaan RKB Tingkat SD 4. Mendorong Peran Pengawasan DPRD dalam Tata Kelola Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar Ketersediaan gedung sekolah dan ruang-ruang kelas baik dari aspek kuantitas dan kualitas khususnya untuk pendidikan dasar di Kabupaten Kupang masih perlu mendapat perhatian,. Kondisi tahun 2016 terdapat 817 ruang kelas SD berada dalam kondisi rusak sedang dan berat, serta kondisi darurat. Hal ini berdampak pada 11.530 siswa yang harus menikmati pembelajaran di ruang kelas yang rusak atau tidak layak. Sekalipun anggaran pendidikan Pemerintah Kabupaten Kupang di atas ratarata 20%, namun alokasi anggaran perbaikan ruang kelas dan pembangunan RKB masih jauh dari harapan. Dalam 3 tahun terakhir (2015 – 2017), alokasi anggaran untuk rehab ruang kelas meningkat dari Rp. 3,9 milyar menjadi Rp. 5,9 milyar di tahun 2017 untuk melakukan rehab ratarata 18 ruang kelas per tahun. Adapun anggaran untuk pengadaan RKB sebesar Rp. 9,3 milyar di tahun 2016 justru menurun menjadi Rp. 3,2 milyar di tahun 2017 yang dialokasikan untuk mengadakan rata-rata 50 RKB setiap tahunnya. Realisasinya, ternyata masih jauh dari yang ditargetkan, bahkan ada yang tertunda realisasi. Hal ini merupakan bagian dari buruknya tata kelola dalam kegiatan rehabilitasi sedang dan berat ruang kelas serta pengadaan RKB. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Kupang perlu meningkatkan alokasi pemenuhan ruang kelas yang layak dengan meningkatkan alokasi anggaran, memperbaiki manajemen atau tata kelola (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi) dalam proses rehab ruang kelas dan pengadaan RKB, serta didukung juga oleh peran berbagai pemangku kepentingan. Latar Belakang Keberadaan sarana dan prasarana pendidikan, misalnya gedung sekolah secara umum dan khususnya ruang kelas untuk proses pembelajaran masih menjadi satu persoalan dalam mendukung proses belajar mengajar. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai kondisi, jumlah ruang kelas yang tidak sebanding dengan rombongan belajar, kelengkapan sarana pendukung pembelajaran di kelas dan kondisi fisik ruang kelas (misalnya jendela, pintu, plafon atau atap) yang sudah mulai rusak. Di Kabupaten Kupang terdapat sekolah tingkat SD yang memiliki fasilitas darurat (terbuat dari bahan lokal yaitu batang dahan kelapa dan gewang atau sering disebut bebak dan juga bambu sebagai dinding, dan atapnya dari daun lontar dan daun gewang, serta berlantai tanah), ruang kelas permanen tetapi beberapa bagian gedung rusak (pintu, jendela, lantai dan plafon), dan jumlah ruang kelas yang tidak sesuai dengan rombongan belajar dan tingkatan. Data dari Kemendikbud, menunjukkan bahwa jumlah sekolah tingkat SD di Kabupaten Kupang sebanyak 353 unit SD (terdiri atas SD Negeri 281 unit dan SD Swasta 72 unit), dengan jumlah 2.464 ruang kelas, dengan rasio ruang kelas terhadap sekolah 5,48. Jika dipetakan kondisi sekolah berdasarkan ruang kelas yang ada, untuk kategori baik sebanyak 510 kelas (20,7%), kategori rusak ringan sebanyak 1.137 (46,1%), kategori rusak sedang sebanyak 235 kelas (9,5%), dan kategori rusak berat sebanyak 582 kelas (23,6 %). (Sumber: http:// jendela.data.kemdikbud.go.id, data diverifikasi tahun 2017 dan diakses tanggal 02 Pebruari 2017). Oleh karena itu, Bengkel APPeK NTT melakukan kajian tentang kondisi sekolah tingkat SD dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Kupang di bidang pendidikan, khususnya berhubungan dengan peningkatan prasarana pendidikan yang layak melalui rehabilitasi atau perbaikan ruang kelas rusak sedang dan rusak berat, dan pembangunan ruang kelas baru. (2) Policy Brief TEMUAN: Suasana Belajar Mengajar Tidak Aman dan Nyaman Beberapa sekolah yang teridentifikasi rusak sedang dan berat, kondisinya cukup memprihatinkan. Kondisi seng (atap) yang rusak dan berlubang di beberapa bagian dan plafon yang mulai terlepas penutupnya (tripleks) maupun kontstruksinya yang lapuk dan hancur serta mulai roboh. Dampak yang ditimbulkan adalah proses belajar mengajar tidak aman karena plafon rentan roboh, sehingga para guru dan siswa berjaga-jaga ketika sementara proses belajar, apalgi saat hujan disertai angin kencang. Misalnya saja di SDN Oeli’i 2, SDI Raknamo, SDN Oebali, dan SDN Bileu. “kami punya sekolah ini kelihatannya sudah rusak mulai dari lantai sampai dengan atap, plafon. Pemikiran kami orangtua ini kalau ketika kita punya anak-anak mengikuti pelajaran di dalam kelas kalau plafon atau seng dia roboh berarti anak-anak ini bisa dapat luka atau dapat celaka di sekolah” (Bapak Melkianus Atok, Komite SDN Bileu) Sekolah yang bangunannya terbuat dari bahan lokal (dinding kelapa dan beratap daun) dan tidak memiliki pintu dan jendela, tidak dapat terlindungi secara baik disaat musim panas yang berdebu, dan akibat atap yang rusak dan bocor maka sinar matahari siang mengenai langsung para siswa sedangkan saat musim hujan (apalagi hujan disertai angin) air akan masuk dalam ruang kelas melalui jendela maupun atap yang bocor yang rusak. Hal ini mengakibatkan proses belajar mengajar dihentikan. Contohnya di SDN Batu Esa (2 ruang kelas darurat), SDN Sufmuti (2 ruang kelas darurat), SDN Oelatimo (3 ruang kelas), dan SDN Oisiloa (3 ruang kelas darurat). “kalau musim panas kami keluar seperti sapi yang keluar dari kandang, tanah merah, jadi kalau abu datang ini, baju yang warna putih jadi merah semua.... tapi kami tidak punya air...”(Bapak Marthen Nubatonis, Guru SDN Sufmuti) Pihak sekolah berinisiatif menghindari dampak kondisi ruang kelas rusak berat dan darurat, dengan memindahkan rombel yang ada dan menggabungkan 2 rombel dalam 1 kelas, dengan membuat pembatas ruangan (sekat) dari tripleks ataupun lemari, dan juga memanfaatkan ruang lainnya (ruang kepala sekolah, ruang guru dan perpustakaan) untuk proses belajar mengajar. Situasi ini menyebabkan aktivitas belajar mengajar tidak efektif, karena suara dalam satu ruangan akan saling terdengar dari satu rombel dengan rombel lainnya. Dan aktivitas di ruang guru, ruang kepala sekolah serta ruang perpustakaan tidak bisa berjalan baik. Kekurangan ruang belajar akibat kondisi ruang kelas rusak atau darurat menjadi situasi yang tidak terhindarkan, hal ini berdampak pada ada kelas yang menjalankan aktivitas pembelajarannya 2 kali dalam sehari (kelas pagi dan kelas siang). Policy Brief (3) Pelaksanaan Rehab Ruang Kelas dan Pembangunan RKB Tidak Responsif dan Tidak Transparan Pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang (Dinas PK Kabupaten Kupang) belum memiliki satu mekanisme standar yang diberlakukan secara baik untuk menyelesaikan persoalan atau kebutuhan ruang kelas yang layak. Hal ini kemudian berdampak pada mekanisme yang tidak transparan dan tidak responsif. Beberapa sekolah yang kondisinya memprihatinkan sudah memasukkan proposal perbaikan berulang kali, misalnya SDI Raknamo (3 ruang kelas rusak berat), SDN Oebali dengan kondisi ruang kelas rusak berat (retak pada tembok dan pondasinya), SDN Oelii 2 yang proses belajar mengajar untuk 6 rombel dilakukan di 3 ruang kelas yang baik, digabung juga dengan ruang guru dan ruang kepala sekolah. Ada juga SDN Oesiloa memiliki 6 ruang kelas namun 4 ruang belajar darurat (dinding bambu, seng dan tripleks berlubang), dimanfaatkan untuk 11 rombongan belajar, sehingga proses pembelajaran dilakukan 2 kali sehari. Namun sekolah-sekolah ini belum mendapat perhatian. Situasi ini menunjukkan tingkat responsivitas untuk menentukan sekolah mana yang perlu mendapatkan prioritas masih rendah. Jika dasar yang digunakan adalah kondisi sekolah dan rombongan belajar, maka beberapa sekolah yang dalam kondisi rusak berat yang teridentifikasi pasti mendapatkan perhatian. Transparansi penetapan dan realisasi rencana rehabilitasi gedung atau ruangan kelas menjadi tanda tanya. Ada SD yang sudah ditetapkan menjadi sasaran kegiatan rehab ruang kelas dalam perencanaan kerja awal tahun 2016 dan sudah diinformasikan ke pihak sekolah, namun tidak terealisasi. Bahkan tidak masuk prioritas dalam rencana perubahan misalnya SDI Raknamo, SDN Oelatimo dan SDN Sufmuti. Menurut pihak Dinas PK Kabupaten Kupang, situasi ini disebabkan oleh keterlambatan petunjuk teknis (Juknis) pengelolaan DAK yang diterima diakhir tahun yang mengatur tentang alokasi pemanfaatan DAK. Ketika hendak dilaksanakan dengan menggunakan APBD perubahan pihak Dinas PK tidak bisa mengeksekusinya karena kekuatiran terhadap konsekuensi hukum sehingga mereka memilih untuk menunda pelaksanaannya di tahun 2017. Namun, sekolah-sekolah tidak pernah diberikan informasi secara jelas terkait proses pembangunan RKB maupun rehab ruang kelas yang tidak terealisasi (termasuk ketika terjadi pengalihan aktivitas pembangunan ke sekolah lainnya). Tindakan menggantikan atau “mengalihkan” proses perehaban maupun pengadaan RKB merupakan salah satu temuan, dimana ada sekolah yang direncanakan tapi tidak terealisasi, sedangkan yang tidak masuk dokumen perencanaan justru ada kegiatan perehaban ataupun pengadaan RKB. Perencanaan Rehab dan Pembangunan RKB Tidak Berbasis Data Proses perencanaan (pendataan, pengusulan dan penetapan) ruang kelas yang akan direhab (sedang dan berat) maupun pengadaan RKB belum dilakukan secara baik. Salah satunya disebabkan oleh ketidaktersediaan data pendukung. Data dan informasi yang (4) Policy Brief dimaksudkan adalah data secara lengkap tentang kondisi riil ruang kelas setiap sekolah (data jumlah ruang kelas rusak ringan, sedang dan rusak berat dari setiap sekolah) dan data ruang kelas dan sekolah yang sudah direhab (direalisikan) ataupun yang direncanakan namun belum dan atau/ tidak terealisasi proses perehaban maupun pembangunan RKB. Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), Laporan Bulanan Sekolah, dan juga Proposal atau usulan sekolah yang membutuhkan ruang kelas yang layak yang pada intinya memuat data dasar kebutuhan ruang kelas, belum dijadikan acuan utama untuk ditindaklanjuti dalam proses perencanaan. Kondisi ini secara tidak langsung berdampak pada penentuan prioritas sekolah sasaran yang mendapat alokasi anggaran perbaikan (rehab) dan pembangunan RKB. Untuk mekanisme pendataan ruang kelas yang rusak itu, itu yang kita laksanakan awalnya harus melakukan survei dulu, survei untuk beberapa sekolah yang menjadi sasaran itu terus dari situ baru sekolah yang disampaikan harus buatkan proposal, terus sekaligus dilampirkan dengan profil keadaan sekolah.… DAPODIK itu sifat-sifatnya hanya data-data yang kurang terukur, hanya dilihat kebutuhan ruangan berapa, tingkat kerusakan berapa. Tapi belum bisa terukur, ini layak atau tidak. (Penjelasan Bapak Agustinus Sawu, Kabid. Sarpras Dinas PK Kab. Kupang) Target Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Sekolah Rusak Sulit Tercapai Salah satu program prioritas adalah pengembangan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 (sembilan) tahun, dengan beberapa kegiatan diantaranya penambahan ruang kelas baru dan rehabilitasi sedang atau berat bangunan sekolah. Target tahun 2014 – 2019 untuk kegiatan rehab ruang kelas rusak ringan dan berat yaitu 225 ruang kelas dari 2.380 ruang kelas SD dan 150 ruang kelas dari 150 ruang kelas SMP dengan target alokasi anggaran Rp. 17.044.595.682. Sedangkan untuk pengadaan ruang kelas baru (RKB) sebanyak 100 ruangan SD dan 100 ruangan SMP dengan alokasi dana Rp. 30.434. 756.680. Jika dilihat dari target ini, tampak bahwa belum ada keseriusan Pemerintah Kabupaten Kupang dalam menyelesaikan kebutuhan ruang kelas yang layak, karena jumlah yang ditargetkan hanya 27,5% dari total kebutuhan ruang kelas rusak. Untuk mencapai target tersebut, alokasi anggaran yang berhubungan dengan prasarana (gedung dan ruang kelas) untuk kegiatan rehabilitasi dan pengadaan RKB dalam beberapa tahun terakhir masih perlu dipertimbangkan jumlahnya. Sekalipun ada dukungan kebijakan dan anggaran pemerintah pusat, namun Pemerintah Kabupaten Kupang jangan hanya berharap pada dana bantuan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Program Bantuan Pemerintah (Banta) yang saat ini dijalankan, karena alokasinya pun tidaklah banyak. Misalnya saja untuk tahun 2017, untuk tahap awal terdapat 2 SD yang mendapatkannya yaitu SDN Merdeka dan SDN Tatelek dengan jumlah dana Rp. 1.010.000.000.- Policy Brief (5) Tabel 1. Alokasi Anggaran Rehabilitasi Ruang Kelas & Penambahan Ruang Kelas untuk Program Wajar 9 tahun. Sumber: Hasil Olahan Data Sekunder (APBD 2015 – 2017 dan Renja Dinas PPO 2016 - 2017) Khusus untuk ruang kelas SD, jika diasumsikan bahwa rehab ruang kelas diorientasikan pada ruang kelas rusak sedang dan rusak berat dan pembangunan RKB untuk mengatasi ruang darurat (termasuk kekurangan ruang kelas dibandingkan rombel), maka dapat dinyatakan bahwa rata-rata dalam 1 tahun direncanakan 55 – 60 ruang kelas SD tertangani, baik perbaikan (rehab) maupun RKB. Jumlah dalam perencanaan setiap tahunnya (dari tahun 2015 – 2017) mungkin bisa memenuhi target 2014 – 2019, bahkan alokasi anggaran untuk rehab ruang kelas sampai tahun 2017 sudah mencapai 75,7% dan penambahan RKB sebesar 66,4% dari target anggaran 2014 – 2019. Namun, perlu dipertimbangkan capainnya. Alasannya, jika dilihat realisasi tahun 2015 tidak tercapainya target 16 ruang kelas yang direhab, kecuali pengadaan RKB yang realisasinya sesuai dengan target. Belum lagi tahun 2016 yang menurut informasi bahwa pembangunan RKB maupun rehab ruang kelas yang dialokasikan dengan menggunakan DAK dan DAU tidak dapat direalisasikan karena alasan persoalan administrasi dan petunjuk teknis penggunaan DAK tahun 2016. Begitupula dengan rencana pelaksanaan rehab ruang kelas di tahun 2017, dimana 18 SD sasaran yang memanfaatkan DAK Pendidikan bukanlah yang termasuk dalam Renja tahun 2016 dan tahun 2017. Dengan membandingkan jumlah yang direncanakan setiap tahunnya dengan jumlah ruang kelas rusak berat dan sedang serta kekurangan rombel (837 ruangan), maka butuh waktu 13 – 15 tahun untuk menyelesaikan persoalan ruang kelas rusak dan kekurangan rombel (dengan asumsi bahwa jumlah ruang kelas yang ada dalam kondisi baik dan rusak ringan tetap terjaga kondisinya atau dengan kata lain jumlah yang rusak berat tidak bertambah). (6) Policy Brief OPSI KEBIJAKAN 1. Meningkatkan Efektivitas Tata Kelola Rehab Sekolah Rusak dan Pembangungan RKB Tata kelola ini berhubungan dengan Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan dan Pengawasan dalam memenuhi kebutuhan peingkatan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang layak khususnya melalui perbaikan atau rehab ruang kelas. Proses perencanaan dan pengalokasian anggaran harus dilakukan secara Adil, Responsif, Transparan dan Akuntabel, sehingga penentuan prioritas betul-betul merupakan sekolah yang membutuhkan bukan didasarkan pada kepentingan-kepentingan tertentu. Untuk itu, Dinas PK Kabupaten Kupang perlu memiliki suatu Road Map atau Panduan Kebijakan Peningkatan Sarana Dan Prasarana Pendidikan sebagai standar untuk melakukan perbaikan (rehabilitasi sekolah rusak) dan pengadaan RKB di tingkat Kabupaten Kupang menindak lanjuti aturan-aturan pemerintah lainnya. Panduan ini akan berkaitan dengan mekanisme standar untuk menyusun perencanaan (pendataan, pengusulan dan penetapan) sekolah sasaran untuk mendapatkan alokasi rehab maupun pengadaan RKB, perkiraan sumber pembiayaan, proses pelaksanaan kegiatan, pengawasan dan evaluasi serta strategi penanganan kegiatan pembangunan yang tertunda atau tidak terealiasi. Untuk mendukung proses ini, maka ketersediaan basis data yang lengkap tentang kondisi sekolah juga perlu menjadi perhatian. Selain itu perlu dipetakan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan untuk mengelola kebijakan rehab ruang kelas dan pembangunan RKB, mulai dari proses perencanaan sampai pengawasan, yaitu dari Dinas PK Kabupaten Kupang, UPTD Pendidikan, Pihak Sekolah, Komite Sekolah, Pemerintah Desa/ Kelurahan, Masyarakat dan Pihak DPRD Kabupaten Kupang. 2. Meningkatkan Alokasi Jumlah Ruang Kelas dan Anggaran untuk Perbaikan Ruang Kelas Untuk mencapai misi Kabupaten Kupang terkait peningkatan kualitas pendidikan melalui penyediaan prasarana pendidikan yang layak, maka pengalokasian jumlah ruang kelas rusak yang direhab maupun dibangun baru dan alokasi anggaran melalui belanja langsung bidang pendidikan perlu di tingkatkan, serta pengelolaan sumber anggarannya (DAU, DAK maupun Bantuan Pemerintah) perlu dilakukan secara akuntabel. Peningkatan alokasi jumlah ruang kelas dan anggaran ini didasarkan pada panduan perencanaan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (target capaian). Dengan meningkatkan alokasi anggaran rehabilitasi ruang kelas dan memanfaatkan dana yang telah dianggarkan secara efektif dan efisien, maka jumlah sekolah dengan ruang kelas tidak layak dapat berkurang minimal 75% dari total jumlah ruang kelas rusak sedang dan rusak berat sampai akhir masa jabatan pemerintah saat ini (2019). Policy Brief (7) 3. Meningkatkan Pengawasan DPRD Terhadap Rehabilitasi Ruang Kelas dan Pembangunan RKB Penyelenggaraan Kegiatan Pengawasan oleh pihak legislatif perlu ditingkatkan terhadap pengelolaan aktivitas untuk peningkatan prasarana pendidikan melalui rehabilitasi ruang kelas rusak maupun pengadaan ruang kelas baru. Hal ini dimaksudkan agar perencanaan dan penganggarannya tepat sasaran (mengedepankan prinsip responsivitas dan keadilan dalam penentuan prioritas), dan pelaksanaan pembangunan dilakukan secara akuntabel. Pengawasan DPRD dilakukan saat proses perencanaan dan penganggaran dengan meminta penjelasan pemerintah terkait jumlah sekolah (dan ruang kelas) berdasarkan kondisi dan dasar penentuan prioritas, jumlah anggaran yang dialokasikan, serta mekanisme pelaksanaan pekerjaan. Penutup Strategi Pemkab Kupang dalam peningkatakan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, salah satunya pendidikan dasar perlu didukung oleh tata kelola kebijakan dan anggaran. Keterbatasan anggaran daerah bukanlah menjadi satu alasan lamanya waktu penyelesaian masalah atau penyediaan kebutuhan ruang kelas yang layak. Proses ini perlu didukung juga dengan adanya strategi khusus (atau road map) pemenuhan kebutuhan ruang kelas dan penyediaan panduan teknis tata kelola pembangunan prasrana pendidikan tingkat dasar. Panduan ini harus mengatur secara jelas proses atau mekanisme perencanaan (pendataan, seleksi, dan penetapan sasaran dan anggaran), Pelaksanaan, Pengawasan, dan Evalusi, termasuk memetakan unsur-unsur (pemangku kepentingan) yang perlu dilibatkan dalam setiap proses ini. Selain itu pengembangan kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak (termasuk kelompok masyarakat dan pihak swasta) dapat menjadi alternatif dukungan terhadap penyelesaian masalah ketersediaan ruang kelas yang layak. Daftar Referensi: 1. 2. 3. 4. 5. Dokumen APBD Kabupaten Kupang tahun 2015—2017 Rencana Kerja (Renja) Dinas PPO Kabupaten Kupang Tahun 2016—2017 Hasil Kajian Tim Bengkel APPeK (2016) Analisis Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kupang dalam Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Tingkat SD Yang Layak Profil Sekolah Dampingan Program #Sekolah Aman di Kabupaten Kupang oleh Tim Bengkel APPeK (2017) Data Sekolah di Kabupaten Kupang (http://jendela.data.kemdikbud.go.id) Bengkel APPeK (Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung) Jl. Bundaran PU Kompleks Arthagraha Perum BI No.7 Kelurahan TDM Kecamatan Oebobo – Kota Kupang – NTT Telp./Fax: (0380) 8438966, e-mail: [email protected], Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung (Bengkel APPeK) NTT merupakan salah satu LSM yang menjalankan aktivitas advokasi kebijakan, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat dalam rangka mewujudkan visi ”Warga Berdaya dan Mandiri yang Didukung oleh Tata Kepemerintahan Yang Demokratis ”. Dalam mewujdkan salah satu misi ”Melakukan Advokasi terhadap Proses dan Substansi Kebijakan Publik di bidang Kemandirian Desa, Pembangunan Kelurahan dan Pelayanan Publik untuk Pemerintahan yang Responsif, Transparan dan Akuntabel, Bengkel APPeK NTT bekerjasama dengan YAPPIKA—ActionAid melaksanakan Program #SekolahAman yang ditujukan pada peningkatan kualitas pendidikan melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang layak bagi para siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut maka program ini diorientasikan pada strategi Advokasi Kebijakan, Pengorganisasian Komunitas, Kampanye Publik dan Pengembangan Kemitraan dengan sasaran pada Pendidikan Dasar di wilayah (8)Kupang Policy Brief Kabupaten