Uploaded by User8843

ROHINGYA

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemberitaan mengenai pengungsi Rohingya dari Myanmar semakin
mendominasi media cetak dan elektronik Indonesia. Tidak ada satu pun
warga di dunia ini yang ingin menjadi pencari suaka ataupun pengungsi.
Tetapi ketika negeri tempat mereka hidup tak lagi ramah, mau tidak mau
mereka harus mencari suaka ke negara lain. Rohingya merupakan nama
sebuah etnis di Arakan, Myanmar Utara, yang terpinggirkan oleh
pemerintahan junta militer. Selain itu, mereka banyak mendiami kawasan
perbatasan antara Myanmar-Bangladesh. Berpuluh tahun etnis minoritas
Rohingya yang beragama Islam hidup dalam kedukaan di Myanmar. Mereka
dianggap sebagai orang-orang yang tak bernegara dan tidak diakui secara
penuh kewarganegaraannya oleh pemerintah Burma (Krustiyati, 2012).
Human Right Watch (2004, dalam Pramono, 2010) menyebutkan lebih
dari satu juta komunitas minoritas terusir dari desa di Myanmar. Etnis
Rohingya menderita paling parah karena junta yang berkuasa menyatakan
bahwa tidak ada yang disebut sebagai kelompok etnis minoritas Rohingya
dalam sejarah Rohingya, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.
Perlakuan Junta yang tidak menganggap etnis Rohingya sebagi etnis
Myanmar berakibat kepada sulitnya etnis Rohingya memperoleh pekerjaan
dan sumber lainnya dan pemaksaan terhadap pemindahan agama yaitu ke
agama Budha. penduduk sementara dan tidak mendapat hak kewarganegaraan
penuh. Pergerakan merekapun dibatasi, mereka diharuskan mendapat izin
bahkan untuk singgah ke desa lainnya dan sering dihalangi untuk mendapat
pengobatan dan pendidikan. Perlakuan Junta Militer menyebabkan etnis
Rohingnya banyak mengungsi ke negara lain dengan menggunakan perahu.
Pada akhir tahun 2008 yang lalu, mereka secara terpaksa melarikan
diri dari Myanmar akibat penderitaan fisik dan batin mereka setelah
mengalami perlakuan yang kurang manusiawi oleh tentara Myanmar. Data
1
2
UNHCR, organisasi PBB yang mengurusi masalah pengungsi, jumlah
pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp UNHCR Bangladesh
mencapai 28 ribu orang. Di luar itu, lebih dari 200 ribu orang yang tak
terdata. Mereka memilih hidup sebagai manusia perahu. Berlayar dari satu
tempat ke tempat yang lain. Kadang mereka juga mendiami beberapa pulau
kosong yang terdapat sepanjang perbatasan Myanmar-Thailand. Walau hidup
susah, namun di pulau-pulau tak bernama ini mereka lebih leluasa menjalani
hidup. Beberapa ormas dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
internasional kadang memberikan mereka bantuan pangan, obat-obatan
maupun fasilitas pendidikan dan kesehatan (Julianto dkk, 2010).
Etnis Rohingya Myanmar mengalami penganiayaan dan siksaan yang
brutal dari rezim junta militer. Inilah yang memaksa mereka menjadi manusia
perahu yang berlayar dari satu negara ke negara lain, terutama Thailand,
Malaysia dan Indonesia, untuk mencari tempat penghidupan yang lebih baik
(Mazaya, 2009)
Sebagian dari pengungsi ada yang sampai di laut Andaman Aceh.
Menurut data tahun 2009 mengatakan bahwa jumlah pengungsi Etnis
Rohingya di Indonesia ada 391 orang. Pada awal tahun 2015 Pengungsi
rohingya kembali diselamatkan oleh para nelayan di Idi Rayeuk, Aceh Timur
dan Angkatan Laut sekitar 200 manusia yang terapung-apung dalam perahu
kayu di lepas pantai Aceh Timur. Kondisi para pengungsi tersebut
memprihatinkan setelah tiga pekan terombang-ambing di laut. Beberapa
diantaranya menderita sakit dan mendapatkan perawatan kesehatan dari
rumah sakit setempat. Saat ini terdapat sebanyak total 681 pengungsi di Kuala
Langsa dengan rincian 426 orang pengungsi Bangladesh dan 255 pengungsi
Rohingya. Mereka ditempatkan di gudang bekas tempat pelelangan ikan
(TPI) di Pelabuhan Kuala Langsa. Selain di Kuala Langsa, juga terdapat
kamp pengungsi di Lok Sukhon (329), Birem Bayem (402), Lhokseumawe
(564 jiwa) dan Aceh Tamiang (47 jiwa) (Ahdiat, 2015).
Banyak permasalahan yang timbul pada komunitas pengungsi
Rohingya khususnya masalah kesehatan. Rata-rata penyakit yang diidap oleh
3
para pengungsi adalah infeksi saluran pernapasan. Selain itu, pemukiman
pengungsi yang belum layak ditempati menambah angka kejadian penyakit
yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan seperti penyakit kulit dan
kurangnya perilaku hidup bersih sehat (PHBS). Selain masalah kesehatan,
pengungsi Rohingya juga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan
masyarakat setempat. Mereka juga kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari seperti sandang dan pangan (Ahdiat, 2015).
Diperlukannya kerjasama dalam menangani para pengungsi, baik dari
negara-negara yang bersangkutan maupun dari perwakilan PBB yang khusus
menangani pengungsi yaitu UNHCR, LSM serta tenaga kesehatan yang ingin
terlibat dalam menangani permasalahan ini. Jika pengungsi laki-laki,
perempuan, dan anak-anak dilibatkan secara aktif, mereka akan merasa lebih
percaya kepada pihak-pihak yang membantunya serta membangun rasa
memiliki atas program-program yang dilaksanakan untuk mereka (Pramono,
2010).
Perawat dianggap sebagai salah satu profesi kesehatan yang harus
dilibatkan dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan baik di dunia
maupun di Indonesia (Stone, 2002). Sehingga perlu adanya rancangan kota
sehat sebagai sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam
memberdayakan masyarakat. Konsep kota sehat merupakan pola pendekatan
untuk mencapai kondisi kota yang aman, nyaman dan sehat bagi warganya
melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya secara
optimal
sehingga
dapat
mendukung
peningkatan
produktivitas
dan
perekonomian masyarakat . Kota sehat merupakan gerakan untuk mendorong
inisiatif masyarakat (capacity building) menuju hidup sehat (Hapsari, 2007).
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis ingin merancang sebuah
program untuk menangani masalah yang timbul pada komunitas pengungsi
Rohingya di Kota Langsa, Aceh Timur.
4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyusun Rancangan Kota Sehat pada Komunitas Pengungsi Rohingya di
Kota Langsa.
2. Tujuan khusus
a. Untuk merancang konsep kota sehat
b. Untuk menganalisis konsep Pengungsi Rohingya
c. Untuk merancang proses keperawatan komunitas khususnya kota sehat
yang berfokus pada komunitas Pengungsi Rohingya
d. Untuk membuat rancangan kota sehat untuk Komunitas Pengungsi
Rohingya di Kota Langsa.
e. Untuk mengaplikasikan konsep kota sehat Komunitas Pengungsi
Rohingya di Kota Langsa.
C. Manfaat
1. Pelayanan Kesehatan
Membantu menurunkan angka kejadian penyakit menular yang dapat
ditimbulkan oleh komunitas pengungsi Rohingya.
2. Pendidikan
Meningkatkan
partisipasi
pendidikan
dalam
menyusun
program
penanggulangan masalah terkait komunitas pengungsi
3. Masyarakat
Meningkatkan
pengetahuan
dan
partisipasi
masyarakat
dalam
menanggulangi masalah terkait komunitas pengungsi
DAFTAR PUSTAKA
Ahdiat,W. (2015). Kamp Rohingnya Beresiko Terkena Penyakit Menular. Diakses
dari www.antaranews.com pada tanggal 2 Juni 2015.
5
Pramono, A. (2010). Skripsi: Peran UNHCR dalam menangani Pengungsi
Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh (Periode
1978-2002).
Universitas Indonesia. Diakses pada tanggal 21 Juni 2015 dari…………..
Krustiyati, A. (2012). Jurnal Law Review Volume XII No 2: Kebijakan
Penanganan Pengungsi di Indonesia: Kajian dari Konvensi Pengungsi
Tahun 1951 dan Protokol 1967. Diakses pada tanggal 21 Juni 2015
dari…………
Mazaya, H. (2009). Pengungsi Rohingya enggan kembali ke Myanmar. Diakses
dari http://www.arrahmah.com/index.php/news/ read /3292/pengungsirohingya-enggan-kembali-ke-myanmar tanggal 20 Juni 2015
Julianto dkk. (2010). Tugas Hukum Internasional: masuknya Pengungsi Rohingya
ke Aceh. Badan pengembangan sumber daya manusia Hukum dan HAM:
Akademi Imigrasi.
Download