BAB V KESIMPULAN Fenomena masuknya pengungsi asing di wilayah perairan Indonesia pada tahun 2015, tepatnya di wilayah provinsi Aceh, memberi perhatian yang cukup besar terhadap negara-negara di dunia. Bila dijumlahkan, terdapat tiga gelombang arus manusia perahu memasuki wilayah Aceh secara ilegal, dimulai pada tanggal 10 Mei 2015 sampai 19 Mei 2015. Sehingga, jika dijumlahkan total pengungsi yang masuk ke wilayah perairan Aceh pada tahun 2015 hampir mencapai 1.807 jiwa pengungsi. Mereka ditemukan terombang-ambing dilautan oleh beberapa nelayan Aceh dengan kondisi kelaparan, lemas, dan menderita dehidrasi. Pemerintah Aceh setempat langsung memberi bantuan bagi para pengungsi ini, baik penampungan, makanan, dan lain sebagainya. Disisi lain, kedatangan para pengungsi asing ini memberi masalah tersendiri bagi wilayah negara Indonesia. Hal ini disebabkan, Indonesia belum memiliki kerangka hukum nasional yang khusus berbicara terkait penanganan bagi kehadiran setiap pengungsi asing. Selain itu, Indonesia juga belum meratifikasi Konvensi Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967. Sehingga, segala hal yang berkaitan dengan kehadiran pengungsi asing, Indonesia akan menyerahkan proses penanganannya kepada UNHCR dan IOM. 1 Terkait kedatangan pengungsi asing di wilayah Aceh pada tahun 2015 ini, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak mengijinkan pengungsi asing yang terdampar ini masuk ke wilayah Aceh. Hal ini disampaikan oleh panglima TNI Jenderal Moeldoko, bahwa Indonesia tidak akan membiarkan pengungsi Rohingya dan Bangladesh memasuki wilayah Indonesia. Namun disisi lain, pemerintah Aceh tetap menerima dan melakukan penanganan bagi pengungsi asing tersebut. Sehingga dalam hal ini, pemerintah Aceh berupaya mendorong pemerintah pusat untuk melakukan penanganan terhadap para pengungsi asing ini. Beberapa tindakan dorongan dalam hal penanganan bagi pengungsi oleh pemerintah Aceh terhadap pemerintah pusat, yaitu : melakukan langkah koordinasi dan meminta keterlibatan pemerintah pusat untuk bersama-sama melakukan penanganan bagi pengungsi asing yang terdampar di wilayah Aceh, serta meminta anggaran dana untuk dipergunakan dalam pemenuhan kebutuhan pengungsi asing, dan lain sebagainya. Tindakan dorongan oleh pemerintah Aceh terhadap pemerintah pusat dalam penanganan pengungsi rohingya bukanlah sesuatu hal yang tidak beralasan. Kondisi menderita yang dirasakan oleh pengungsi Rohingya seakan membuat setiap hati manusia tersentuh untuk membantu, memberikan perlindungan, serta menyelamatkan mereka. Seperti yang kita ketahui, Etnis Muslim Rohingya merupakan etnis minoritas yang ada di Burma-Myanmar. Menurut UN (United Nations-PBB), etnis Muslim 2 Rohingya dianggap etnis yang paling teraniaya (most persecuted ethnic) diantara etnis lainnya di dunia. Adapun bentuk dorongan oleh pemerintah Aceh kepada pemerintah pusat dipengaruhi oleh tekanan dari warga Aceh terhadap pemerintah Aceh agar melakukan dan memberikan penanganan bagi setiap pengungsi asing yang terdampar di wilayah perairan Aceh. Dalam hal ini, tekanan dari warga Aceh terhadap pemerintah Aceh dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana faktor-faktor ini telah menkonstruksi setiap pemikiran dan tindakan warga Aceh dalam berupaya membantu sesama. Pertama, faktor nilai-nilai islam yang telah melekat di dalam diri setiap masyarakat Aceh, dimana hal ini bisa dilhat dari pemberlakuan syariat islam didalam setiap lini kehidupan bermasyarakat, salah satunya ialah kewajiban pengimplementasian sikap untuk membantu sesama manusia yang membutuhkan. Dalam hal ini masyarakat Aceh berlomba-lomba untuk menjalankan kewajiban membantu sesama. kedua, ingatan akan peristiwa tsunami, dimana masyarakat Aceh belum bisa melupakan setiap bantuan asing yang diberikan dunia internasional pada tahun 2004, sehingga peristiwa terdamparnya ribuan pengungsi asing di Aceh membuat masyarakat Aceh berlomba-lomba untuk menolong mereka. Ketiga, tradisi peumuliaa jamee yang telah mendarah daging dalam diri setiap masyarakat Aceh. Berusaha untuk memberi penanganan terbaik bagi setiap pengungsi merupakan suatu implementasi dari adat tersebut. 3 Pada akhirnya dorongan-dorongan tersebut, membuat pemerintah Indonesia mau mengadakan pertemuan bersama negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand guna membahas penanganan pengungsi asing yang berada di wilayah teritori Indonesia. Sehingga, pertemuan tersebut melahirkan suatu kesepakatan bersama yaitu negara Indonesia dan Malaysia siap menampung para pengungsi dengan syarat mereka akan dipulangkan alam waktu setahun atau ditempatkan ke negara ketiga. 4